"Maksudnya?" Aphrodite yang mendengar respon dari Persephone menaikan sebelah alis, berusaha mencerna perkataan dari lawan bicaranya namun gagal.
Persephone pun mengulurkan tangannya ke kanan dan muncul lah cermin berukuran besar dalam sekejap mata. Melalui cermin itu, Aphrodite dapat melihat jelas tampilan dirinya yang elegan dan manis layaknya seorang wanita yang fashionable."Engga, Perssie. Ini baju yang pantas 'kan, sesuai dengan tempat kita mendarat," ujar Aphrodite dengan penuh percaya diri sembari bergaya layaknya model professional."Aku tahu itu, Aphrie, tapi aku akan bertugas di area pedesaan." Persephone menjabarkan detail tugasnya yang berkaitan dengan kesuburan lahan dan hal-hal yang berkaitan dengan dunia kematian.Aphrodite yang mendengar hal itu terlihat tenang dan biasa saja. Ia masih fokus memandangi kecantikan dirinya yang terpantul pada cermin seraya tersenyum, bagai disanjung oleh sejumlah lelaki berparas tampan dan gagah.Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan Persephone untuk meyakinkan jika dirinya memang bertugas di daerah terpencil. "Aku serius, Aphrie. Kita akan memasuki daerah pedesaan yang kering dan panas," paparnya dengan tatapan serius pada Aphrodite yang masih sibuk bercermin.Mendengar kata 'panas', Aphrodite yang mengunci tatapan pada pantulan dirinya menatap Persephone tajam dan bertanya dengan nada menekan, "Panas??""Iya, panas dan kering. Kamu yakin mau pake pakaian kaya gitu?" Persephone mengangguk pelan dengan tatapan ragu, mengirim sinyal pada rekannya untuk mengubah gaya berpakaian yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi.Kata-kata yang terlontar untuk kali kedua dari bibir Persephone itu akhirnya membuat kedua mata sang dewi cinta membulat sempurna. Seketika, kepercayaan dirinya luruh dan merasa dirinya telah mengenakan pakaian tidak sesuai dengan tempat serta situasi."Hmm, aku pikir di kota," sesal Aphrodite dengan bibir mengerucut.Di saat yang sama, Persephone pun mengayunkan dua tangannya. Cahaya biru berwarna keunguan pun menyelimuti tubuhnya dan juga Aphrodite. Dalam sekejap, keduanya telah berganti pakaian dengan gaya yang lebih santai dan kasual.Lalu, Aphrodite yang kini mengenakan kaos berwarna pink dengan celana jeans biru muda selutut berkomentar, "Setidaknya, engga terlalu kuno pakaiannya.""Aku juga berusaha menyesuaikan sama selera busanamu, Aphrie," sambung Persephone dengan senyum simpul.Aphrodite yang mendengar ujaran dari salah satu sahabat terbaiknya itu cukup tersanjung. Awalnya, ia mengira jika Persephone mungkin saja melupakan selera berpakaiannya yang terbilang cukup bergaya dibanding sesama dewi lain. Akan tetapi, dugaannya itu terpatahkan dengan pakaian yang melekat di tubuhnya dan tubuh ramping Persephone yang mengenakan kaos lengan panjang berwarna abu-abu dan celana jeans selutut."Not bad. Lagipula, aku cuman nemenin kamu bertugas, otomatis, aku bukan bossnya di misi kali ini." Aphrodite mengingatkan dirinya sendiri sembari menatap sahabatnya sekilas."Hmm, baiklah. Saatnya, fokus dengan tugas pertama," ujar Persephone sembari mengeluarkan notes kecil dari saku celananya dan menatap rincian tugas yang menyatakan jika dirinya harus menemui seseorang yang bernama Dimitri. Pada lembar catatan itu juga tertulis alamat lengkap dan transportasi yang harus digunakan untuk mencapai tujuan.-**-Sekitar pukul 13.20, kereta kuda yang ditumpangi oleh Persephone dan Aphrodite tiba di sebuah desa yang berlokasi di Kota Woodstock, salah satu kota dari Republik Vermont yang lebih dikenal sebagai "The Green Mountain State"."TAP..TAP.." Derap langkah dari kedua dewi berkulit putih itu terdengar usai turun dari kereta kuda yang mereka tumpangi."Terima kasih untuk tumpangannya, Joe," ucap Persephone yang kini menyamar dengan nama Ashley sembari menyerahkan beberapa koin perak pada pemuda yang mengantarnya.Joe menerima koin-koin tersebut sembari tersenyum dan menanggapi, "Sama-sama. Kapan pun kalian membutuhkan tumpangan, aku siap membantu."Kemudian, Joe pun berlalu dari hadapan mereka dalam hitungan menit. Tanpa membuang waktu, Persephone pun segera mengetuk pintu rumah yang berada di hadapannya perlahan, "TOOKK..TOOKK.."Sementara, Aphrodite memilih untuk mengamati pemandangan kering di sekitar yang membuat dirinya jengkel daripada prihatin atau pun sedih. "Kenapa Perssie harus bertugas di tempat seperti ini? Sungguh menyebalkan! Kalau situasinya begini, gimana caranya aku cari hiburan? Cuman di kota aku bisa menemukan laki-laki tampan dan makanan khas Bumi yang otentik," keluhnya dalam hati sembari mengerucutkan bibir."CKLEEK.." Pintu rumah pun dibuka oleh seorang pria berambut putih dengan kumis berwarna senada. "Persephone dan rekan ya?" tanya Dimitri sang tuan rumah."Benar, Pak. Maaf mengganggu waktu di siang hari ini," ucap Persephone sembari menganggukkan kepala dan menyunggingkan senyum ramah. Akan tetapi, hal tersebut tak dilakukan oleh Aphrodite.Dimitri pun hanya menatap dan tersenyum tipis. Pria yang merupakan jelmaan dewa dari Gunung Olympus itu mempersilakan dua dewi di hadapannya masuk. "Maaf jika kondisi rumah masih berantakan," ujar Dimitri, merasa sungkan pada dua dewi yang kini duduk pada dua kursi yang berdekatan dengan maja makan berbahan kayu yang tersedia."Tidak masalah, Pak," jelas Persephone dengan nada ramah.Lalu, saat dua cangkir teh tersaji di hadapan dua dewi itu, Dimitri membuka obrolan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang akan ditangani oleh mereka berdua, "Baiklah. Apa saja rencana kalian untuk membuat sawah di desa ini kembali subur?""Pertama, menanam bibit tanaman dari Gunung Olympus. Setelah itu, mengadakan ritual untuk menurunkan hujan di desa ini selama tiga hari," terang Persephone singkat."Oke. Apa ada cara tambahan? Karena kekeringan dan ketidaksuburan di desa ini membuat seluruh warga kehilangan sumber daya. Banyak juga dari mereka yang kelaparan," jelas Dimitri dengan sorot mata kecewa meski sesekali dirinya telah membantu untuk mengadakan bahan makanan dalam jumlah kecil. Namun, hal tersebut tak dapat terus dilakukan mengingat dirinya bukan termasuk golongan dewa dengan pangkat tinggi sehingga ia tak boleh terlalu sering membantu manusia."Mungkin, aku akan menyertai lahan-lahan di desa ini bergantian. Semoga saja kekeringan bisa segera berlalu," papar Persephone dengan tatapan penuh harap.Kemudian, Dimitri pun mengangguk pelan sembari melayangkan tatapan pada Persephone secara bergantian. Ia menanggapi, "Kalian berdua bisa mulai bersiap untuk kegiatan tersebut besok pagi, sekitar pukul 05.00. Mungkin, dewi kecantikan bisa turut membantu daripada hanya sekadar menemani. Aku tahu apa yang sedang dirimu pikirkan Aphrodite."Aphrodite merasa tersentak dengan sindirian yang meluncur dari bibir Dimitri. Namun, ia memilih diam dibanding harus menanggapi ucapan dewa tua dan berkulit kisut tersebut. Ia berujar dalam hatinya, "Sial! Kenapa juga aku dibawa-bawa. Soal apa yang aku pikirkan dan apa yang aku lakukan di sini, itu bukan urusannya. Selama aku engga merugikan dia, engga jadi masalah besar 'kan? Dasar dewa tua cerewet! Beraninya, dia menceramahiku."Begitu lah keluh kesah sang dewi asmara yang tak sadar jika dirinya sudah berulang kali merugikan manusia, khususnya kaum adam.TO BE CONTINUED..Keesokan paginya, sesuai dengan apa yang sudah ditentukan oleh Dimitri, Persephone dan Aphrodite bangun lebih awal, sekitar pukul 03.30. Hal tersebut membuat salah satu dari mereka berlaku cukup kontras.Persephone yang terbiasa bangun di waktu dini hari langsung bergegas membersihkan diri dan berganti pakaian sederhana sehingga dirinya tidak begitu tampak seperti seorang dewi. Sementara, Aphrodite melakukan kegiatan membersihkan diri dengan malas sembari menggerutu dalam hati. "Hmm, kayanya aku salah strategi deh, udah bilang setuju buat nemenin Persephone untuk bertugas kaya gini," ujarnya dalam hati sembari menggosok giginya dan menatap pantulan dirinya di cermin dengan mimik wajah masam seperti jeruk lemon. Setelah selesai berganti pakaian dan merapikan rambut coklatnya, Aphrodite melangkah keluar kamar dan menatap sosok Persephone yang sedang menikmati kentang rebus sebagai menu sarapan pagi. "Engga ada olahan daging ya?" Kedua manik mata cantik Aphrodite menelisik pemandangan
Jika Aphrodite sedang merasa senang setelah kabur, lain halnya dengan yang dirasakan oleh Persephone, selaku teman dekatnya. Dewi kesuburan yang menjadi incaran Dewa Hades itu kini sedang panik dan khawatir akan hilangnya Aphrodite. "Bagaimana ini, Pak? Aphrie itu cuman menemaniku bertugas. Dia malah hilang seperti ini," ucap Persephone sembari menyisir pandang ke segala arah, berharap jika temannya itu masih berada di sekitar pedesaan atau di area sawah tempat dirinya mengadakan ritual. Dimitri pun berusaha menenangkan Persephone, "Tenang dulu, Persephone. Aku yakin Aphrodite masih ada di sekitar sini.""Tapi kalau misalnya dia sudah jauh, bagaimana, Pak?" Persephone semakin tak yakin jika Aphrodite masih berada di area pedesaan. Kedua kakinya terus melangkah, menelusuri rumah-rumah warga dengan kedua pandangan mata yang menyisir ke segala sudut, mencari keberadaan Aphrodite yang memang sudah jauh dari Desa Woodstock. "Mau tidak mau, kita susul dia di Kota Woodstock." Dimitri meny
"Semua totalnya tiga ratus lima puluh dollar, Tuan." Petugas kasir wanita dengan rambut bergelombang berwarna coklat muda berujar sembari menyerahkan dua kantung kertas berisi pakaian yang telah dipilih oleh Aphrodite. Lalu, pria yang berprofesi sebagai manajer keuangan itu mengeluarkan kartu kredit berwarna hitam dan menyerahkan pada petugas kasir. Dengan segera, petugas kasir mulai menggesekkan kartu kredit pada mesin dan menyerahkannya pada pria itu untuk menekan pin yang diminta. "TIITT..CESHHH.." Bunyi mesin kredit beserta keluarnya kertas struk bukti pembayaran terdengar. Sang kasir pun segera menarik kertas itu dan mengembalikan kartu kredit pada pemiliknya dan tersenyum ramah. "Terima kasih sudah berbelanja di butik kami," ujarnya hangat dan dibalas oleh sang pria dengan senyum tipis sembari menerima struk bukti pembayaran dan kartu kredit hitam mengkilap yang kerap digunakannya sebagai media pembayaran saat berbelanja kebutuhan sehari-hari atau pun buku-buku tebal yang d
Aphrodite PovAkhirnya, apa yang ku harapkan tercapai. Meski hanya singgah di rumah kontrakan kecil, setidaknya, aku masih bisa beristirahat dan memiliki tempat pulang setelah bekerja. Kemudian, setelahnya, aku akan kembali bersenang-senang dengan kaum adam yang ku inginkan, seperti biasa, saat diriku masih bebas untuk menetap di bumi. Ya, aku tahu bahwa apa yang ku lakukan sekarang sudah tergolong melanggar untuk kesekian kalinya. Akan tetapi, hal itu tak jadi soal, dan aku tidak terlalu memikirkan resikonya. Toh, jika memang aku melakukan kesalahan seperti ini, aku akan dihukum seperti sebelumnya dan tak boleh bertandang lagi di bumi manusia. Kini, aku melangkah dan menghampiri dua pria asing yang kini menatap lekat pada diriku dengan binar kekaguman dari sorot mata masing-masing. Rasanya sungguh menyenangkan jika mendapati kaum adam terkagum-kagum pada paras diriku yang terbilang menawan dan berkharisma. "Dia.." Ku dengar jelas suara bass dari pria berambut coklat yang diikat ke
Di lain situasi, Zeus yang baru selesai memantau kegiatan Aphrodite memijat pelipis pelan. Dewa tertinggi di Gunung Olympus itu sedang memikirkan waktu terbaik untuk menyatakan bahwa Aphrodite sudah tak dapat kembali sebelum benar-benar berubah dan menuaikan tugasnya sebagai dewi cinta di muka Bumi. Di saat sang dewa sedang duduk di ruang kerja, Dewi Hera datang menghampiri dengan secangkir teh hangat dan memecah keheningan, "Yang Mulia Dewa sedang memikirkan sesuatu? Apa ini berkaitan dengan Aphrodite lagi?""Begitulah. Dia sungguh keras kepala. Padahal, aku sudah menghukum dan mengancamnya. Namun, semua itu bagai angin lalu untuknya. Maka dari itu, aku berencana untuk membuatnya tidak dapat kembali ke Olympus." Zeus menjabarkan isi kepalanya secara detail. Hera yang mendengar usulan suaminya itu mengulas senyum lembut. Ia merasa bahwa apa yang diucapkan oleh suaminya kali ini cukup bijaksana. Pasalnya, ia jarang melihat sisi lain dari Zeus yang terkenal mata keranjang dan suka men
Di hari berikutnya, dengan cahaya fajar yang menyingsing di Kota New York, April yang terlelap sedikit terganggu dengan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui korden tipis yang menutupi jendela kamarnya. Ia yang belum sepenuhnya sadar dari alam mimpi mencoba untuk membuka mata. Baru kali ini, ia merasakan terkena cahaya sang fajar yang biasa dipancarkan oleh rekannya di Gunung Olympus, Dewa Helios. "Ehmm," gumam April sembari mengumpulkan seluruh kesadarannya dan mengusap kelopak mata dengan dua tangan. Lalu, saat ia benar-benar tersadar, ia mulai membuka lemari pakaian dan menatap beberapa helai pakaian tergantung rapi. Di saat itu juga, ia mengingat pakaian-pakaian yang dibayar oleh Jacob dan masih berada di paper bag yang ada di lanfai kamar. Dengan mimik wajah sumringah, ia meraih dua potong pakaian dengan warna merah jambu dan coklat muda. Dari kedua pakaian dengan gaya yang berbeda itu, April mulai bercermin dan mencocokkan dua pakaian tersebut pada tubuhnya. "Duh, ja
"A-ah, be-benarkah?" April tergagap usai mendengar pernyataan yang diluncurkan oleh Jacob. "Benar, April, tapi kalau kamu merasa kurang berkenan dengan lowongan yang dianjurkan, kamu bisa memilih yang lain." Jacob mengangguk dan meneguk teh hangat dari gelas kertas melalui sedotan. April yang kembali melahap sisa roti isi mengunyah perlahan dan menanggapi, "Aku lihat dan ketahui terlebih dahulu apa saja tugas untuk lowongan yang tadi kamu bilang."Sekali lagi, Jacob mengulas senyum kecil. Ia terkesima dengan pribadi dari April yang baginya terbilang suka mencoba hal baru meski bukan berasal dari kota. Hatinya yang semula mendingin bagai Gunung Everest perlahan menghangat akibat terpesona dengan paras dan kepribadian yang dimiliki oleh April. "Perasaan apa ini? Kenapa hanya dengan melihat caranya berpikir dan memandang sesuatu membuatku semakin terkesan? Wanita ini sungguh berbeda meski terlihat remeh di luar." Jacob berusaha memastikan jika dirinya sedang merasakan perasaan yang ber
Di saat malam hari tiba, April yang baru saja menuntaskan kegiatan mandinya dikejutkan oleh keberadaan Noah yang dengan lancang masuk ke dalam kamarnya. Tubuh April yang tertutup oleh handuk putih sebatas dada semakin mengundang nafsu birahi pria berambut gondrong itu. "Sudah selesai mandinya, sayang?" tanya Noah dengan senyum menggoda sembari menyisir pandang pada tubuh sintal yang dimiliki oleh April. April yang tidak terlalu tertraik pada sosok pria di hadapannya itu berbalik badan dan menutup pintu kamar mandi dengan jantung berdegup tak karuan. Sebagai dewi cinta dan seksualitas, memang ia menikmati kegiatan ranjang yang panas dan liar. Namun, ia juga memperhatikan laki-laki yang akan menjadi temannya di ranjang, terutama dari segi sopan-santun dan bagaimana sang pria menyentuh dirinya. "April, mau sampai kapan kamu ada di dalam sana? Aku tahu kamu sedang menghindariku." Noah berujar sembari berjalan mendekat ke arah pintu kamar mandi. Rupanya, ia sudah tidak sabar untuk menci
Mia PovSaat pagi-pagi buta menyapa, aku mulai menyibukkan diri di dapur dengan bahan-bahan makanan yang sudah ku beli dua hari sebelumnya. Bayang-bayang akan kedekatanku dengan Marcel yang kembali menghangat membuatku bersemangat dalam meracik bumbu dan mengolah aneka menu sarapan dan bekal untuk suamiku. Hingga di pukul 06.10, beberapa menu sederhana yang ku masak tersaji dengan rapi di atas meja makan. Pemandangan tersebut membuat Marcel yang sudah rapi dengan jas abu-abu dan kemeja putih yang berhiaskan dasi hitam menatap heran padaku. "Tumben kamu masak buat sarapan? Biasanya, kamu minta aku buat beli." Marcel bertanya padaku dengan sorot mata menuntut penjelasan atas tindakan yang sudah ku lakukan. "Ada beberapa hal yang mau aku obrolin, terkait hubungan kita," jelasku to-the-point pada pria yang memiliki iris netra berwarna hijau muda itu. "Maksudmu? Hubungan kita baik-baik aja, Mia. Memang ada masalah apa?" Marcel mengerutkan kening sembari bertanya. Sepertinya, ia sengaja
Di kala waktu makan siang tiba, Jacob melangkah keluar dari ruangan menuju elevator. Dengan perasaan tak sabar bercampur gembira, ia memasuki elevator dan menekan tombol lantai tempat ruangan April berada. Seperti di hari sebelumnya, ia akan mengajak April untuk menemaninya makan siang di restoran yang memang ingin dikunjunginya sejak lama. Ketika dirinya sudah tiba di lantai tujuan, Jacob melangkah tanpa ragu dan menghampiri ruang kerja April yang memang tak begitu jauh dari elevator. Mujurnya, ia mendapati wanita incarannya itu sedang melayani telepon dari client. "Baik, nanti saya tanyakan dulu pada Pak Direktur. Terima kasih atas informasinya. Selamat siang." April menyudahi obrolan dari telepon, menatap Jacob dan mengulas senyum lembut. "Udah selesai?" Jacob bertanya dan membalas senyuman dari lawan bicaranya dengan hal serupa yang tak kalah manis. "Udah. Ayo cari makan." April segera bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Jacob. Ia menatap lekat pada pria yang dikaguminya
Aphrodite PovRasanya lelah jika harus berhadapan dengan Dewa tua yang juga gemar selingkuh itu. Memang jabatan dan kekuatannya sangat berpengaruh di Gunung Olympus. Akan tetapi, kelakuannya di belakang Dewi Hera, juga tak ada bedanya denganku. Ia mudah tergoda dengan kaum hawa, baik dari kalangan manusia maupun Dewa-Dewi. Yang lebih mengesalkan lagi, Dewa tua bangka itu berani melancarkan hukuman yang membuatku gelisah. Hukumannya berupa menyatukan seribu pasangan suami-istri yang rumah tangganya bermasalah. Hal itu tidak lah mudah jika dilakukan tanpa kekuatan yang ku miliki. Setelah menyatakan hukuman padaku, Dewa hidung belang itu turut lenyap di bawah sinar putih yang turun dari langit. Huft! betapa arogannya sosok menyebalkan dan sok bijak itu!Dengan rasa gelisah dan sedih yang bercampur, ku paksakan diriku masuk ke dalam rumah Jacob dengan langkah pelan. "Pril, kok lesu gitu wajahnya? Kenapa?" Jacob menghampiriku dengan tatapan panik sel
Jacob yang juga melihat keberadaan Persephone menatap bingung dan menghampiri April. "Apa dia temanmu, April?" tanya laki-laki bertubuh tegap dengan pakaian kantor formal berwarna biru navy itu. April melirik pada Jacob sekilas dan menyunggingkan senyum miring. "Ehm, Jac, dia temanku. Perssie, perkenalkan, ini Jacob." April berujar dengan canggung. Mau tidak mau, ia harus berkata jujur dan memperkenalkan Jacob pada Persephone meski sebenarnya tidak perlu. Persephone yang merasa gemas dengan mimik wajah Aphrodite menyunggingkan senyum kecil. Lalu, ia menatap Jacob yang mulai memperkenalkan diri padanya. "Hai, aku Jacob. Senang berkenalan denganmu, Nona ..." Jacob berkata seraya mengulurkan tangannya dan menaruh rasa penasaran pada wanita asing yang merupakan teman dari April itu. "Halo, Jac. Namaku Perssie." Persephone menjabat tangan laki-laki yang baru hari itu dijumpainya. "Senang bertemu denganmu, Nona Perssie." Jacob mengulas senyum kilat
Persephone yang mendengar ucapan Ares merasa kesal dan geram. Rahangnya mengeras bersama dengan tatapan yang menyiratkan rasa tidak terima. "Dasar dewa urakan!" umpatnya sembari mengeram kedua tangan gemas. Demeter yang sadar jika putrinya sedang kesal segera menenangkan, "Perssie, bukan saatnya berperang dengan dewa yang suka menebar genderang perselisihan. Ayahmu mungkin akan semakin stress kalau kamu berkelahi dengan Ares."Dalam sekejap, Persephone menahan amarah yang membuncah di hatinya. Sebagai gantinya, ia bangkit dari sofa dan melangkah keluar dari ruang tengah dan menaiki tangga dengan rasa kesal yang masih mengusai pikiran dan hatinya. "Aku tak habis pikir dengan pola pikir Ares yang dipenuhi dengan nafsu. Apalagi, setelah apa yang sudah dikorbankan oleh Aphrie untuk bersama dengannya." Persephone berkata dalam hatinya seraya menaiki anak tangga dengan hati-hati. -**-Sementara itu, fajar menyingsing di langit pagi membuat April bersiap dengan setelan kantor formal berwa
Di lain tempat, tepatnya di Gunung Olympus, Zeus menyunggingkan senyum mengejek. Kedua netranya menatap lurus ke arah layar yang menampilkan adegan dimana April sedang memeluk Jacob dalam keadaan takut. Pada layar tersebut juga menampilkan sosok Noah yang sedang merapikan pakaian dan mengomel dengan tatapan kesal."Rasakan itu, Aphrodite!" cecar Zeus dengan tatapan menghina. Cletus yang berdiri di sebelah kiri Sang Maha Dewa berkomentar, "Sebenci itu kah Yang Mulia pada Dewi Aphrodite?""Benci bercampur kesal. Tanpa aku jelaskan ulang penyebabnya, kamu pasti paham, Cletus. Dia sungguh menjengkelkan, dan sekarang dia sudah mulai merasakan akibatnya." Zeus menatap Cletus dengan rahang mengeras sembari mengeram salah satu tangannya. Ia merasa jika sang dewi cinta menerima akibat yang pantas karena sudah berani melanggar perintahnya. "Semoga sang dewi segera menyadari tindakannya, Yang Mulia Dewa." Cletus membalas dengan tatapan ragu. Meski ia hanya lah tangan kanan Zeus, tapi ia paham
Di saat malam hari tiba, April yang baru saja menuntaskan kegiatan mandinya dikejutkan oleh keberadaan Noah yang dengan lancang masuk ke dalam kamarnya. Tubuh April yang tertutup oleh handuk putih sebatas dada semakin mengundang nafsu birahi pria berambut gondrong itu. "Sudah selesai mandinya, sayang?" tanya Noah dengan senyum menggoda sembari menyisir pandang pada tubuh sintal yang dimiliki oleh April. April yang tidak terlalu tertraik pada sosok pria di hadapannya itu berbalik badan dan menutup pintu kamar mandi dengan jantung berdegup tak karuan. Sebagai dewi cinta dan seksualitas, memang ia menikmati kegiatan ranjang yang panas dan liar. Namun, ia juga memperhatikan laki-laki yang akan menjadi temannya di ranjang, terutama dari segi sopan-santun dan bagaimana sang pria menyentuh dirinya. "April, mau sampai kapan kamu ada di dalam sana? Aku tahu kamu sedang menghindariku." Noah berujar sembari berjalan mendekat ke arah pintu kamar mandi. Rupanya, ia sudah tidak sabar untuk menci
"A-ah, be-benarkah?" April tergagap usai mendengar pernyataan yang diluncurkan oleh Jacob. "Benar, April, tapi kalau kamu merasa kurang berkenan dengan lowongan yang dianjurkan, kamu bisa memilih yang lain." Jacob mengangguk dan meneguk teh hangat dari gelas kertas melalui sedotan. April yang kembali melahap sisa roti isi mengunyah perlahan dan menanggapi, "Aku lihat dan ketahui terlebih dahulu apa saja tugas untuk lowongan yang tadi kamu bilang."Sekali lagi, Jacob mengulas senyum kecil. Ia terkesima dengan pribadi dari April yang baginya terbilang suka mencoba hal baru meski bukan berasal dari kota. Hatinya yang semula mendingin bagai Gunung Everest perlahan menghangat akibat terpesona dengan paras dan kepribadian yang dimiliki oleh April. "Perasaan apa ini? Kenapa hanya dengan melihat caranya berpikir dan memandang sesuatu membuatku semakin terkesan? Wanita ini sungguh berbeda meski terlihat remeh di luar." Jacob berusaha memastikan jika dirinya sedang merasakan perasaan yang ber
Di hari berikutnya, dengan cahaya fajar yang menyingsing di Kota New York, April yang terlelap sedikit terganggu dengan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui korden tipis yang menutupi jendela kamarnya. Ia yang belum sepenuhnya sadar dari alam mimpi mencoba untuk membuka mata. Baru kali ini, ia merasakan terkena cahaya sang fajar yang biasa dipancarkan oleh rekannya di Gunung Olympus, Dewa Helios. "Ehmm," gumam April sembari mengumpulkan seluruh kesadarannya dan mengusap kelopak mata dengan dua tangan. Lalu, saat ia benar-benar tersadar, ia mulai membuka lemari pakaian dan menatap beberapa helai pakaian tergantung rapi. Di saat itu juga, ia mengingat pakaian-pakaian yang dibayar oleh Jacob dan masih berada di paper bag yang ada di lanfai kamar. Dengan mimik wajah sumringah, ia meraih dua potong pakaian dengan warna merah jambu dan coklat muda. Dari kedua pakaian dengan gaya yang berbeda itu, April mulai bercermin dan mencocokkan dua pakaian tersebut pada tubuhnya. "Duh, ja