Maaf ya readers, author baru balik dari sibuknya rutinitas di real. Thank you buat yang masih setia baca dan subscribe cerita ini 🙏
Di saat malam hari tiba, April yang baru saja menuntaskan kegiatan mandinya dikejutkan oleh keberadaan Noah yang dengan lancang masuk ke dalam kamarnya. Tubuh April yang tertutup oleh handuk putih sebatas dada semakin mengundang nafsu birahi pria berambut gondrong itu. "Sudah selesai mandinya, sayang?" tanya Noah dengan senyum menggoda sembari menyisir pandang pada tubuh sintal yang dimiliki oleh April. April yang tidak terlalu tertraik pada sosok pria di hadapannya itu berbalik badan dan menutup pintu kamar mandi dengan jantung berdegup tak karuan. Sebagai dewi cinta dan seksualitas, memang ia menikmati kegiatan ranjang yang panas dan liar. Namun, ia juga memperhatikan laki-laki yang akan menjadi temannya di ranjang, terutama dari segi sopan-santun dan bagaimana sang pria menyentuh dirinya. "April, mau sampai kapan kamu ada di dalam sana? Aku tahu kamu sedang menghindariku." Noah berujar sembari berjalan mendekat ke arah pintu kamar mandi. Rupanya, ia sudah tidak sabar untuk menci
Di lain tempat, tepatnya di Gunung Olympus, Zeus menyunggingkan senyum mengejek. Kedua netranya menatap lurus ke arah layar yang menampilkan adegan dimana April sedang memeluk Jacob dalam keadaan takut. Pada layar tersebut juga menampilkan sosok Noah yang sedang merapikan pakaian dan mengomel dengan tatapan kesal."Rasakan itu, Aphrodite!" cecar Zeus dengan tatapan menghina. Cletus yang berdiri di sebelah kiri Sang Maha Dewa berkomentar, "Sebenci itu kah Yang Mulia pada Dewi Aphrodite?""Benci bercampur kesal. Tanpa aku jelaskan ulang penyebabnya, kamu pasti paham, Cletus. Dia sungguh menjengkelkan, dan sekarang dia sudah mulai merasakan akibatnya." Zeus menatap Cletus dengan rahang mengeras sembari mengeram salah satu tangannya. Ia merasa jika sang dewi cinta menerima akibat yang pantas karena sudah berani melanggar perintahnya. "Semoga sang dewi segera menyadari tindakannya, Yang Mulia Dewa." Cletus membalas dengan tatapan ragu. Meski ia hanya lah tangan kanan Zeus, tapi ia paham
Persephone yang mendengar ucapan Ares merasa kesal dan geram. Rahangnya mengeras bersama dengan tatapan yang menyiratkan rasa tidak terima. "Dasar dewa urakan!" umpatnya sembari mengeram kedua tangan gemas. Demeter yang sadar jika putrinya sedang kesal segera menenangkan, "Perssie, bukan saatnya berperang dengan dewa yang suka menebar genderang perselisihan. Ayahmu mungkin akan semakin stress kalau kamu berkelahi dengan Ares."Dalam sekejap, Persephone menahan amarah yang membuncah di hatinya. Sebagai gantinya, ia bangkit dari sofa dan melangkah keluar dari ruang tengah dan menaiki tangga dengan rasa kesal yang masih mengusai pikiran dan hatinya. "Aku tak habis pikir dengan pola pikir Ares yang dipenuhi dengan nafsu. Apalagi, setelah apa yang sudah dikorbankan oleh Aphrie untuk bersama dengannya." Persephone berkata dalam hatinya seraya menaiki anak tangga dengan hati-hati. -**-Sementara itu, fajar menyingsing di langit pagi membuat April bersiap dengan setelan kantor formal berwa
Jacob yang juga melihat keberadaan Persephone menatap bingung dan menghampiri April. "Apa dia temanmu, April?" tanya laki-laki bertubuh tegap dengan pakaian kantor formal berwarna biru navy itu. April melirik pada Jacob sekilas dan menyunggingkan senyum miring. "Ehm, Jac, dia temanku. Perssie, perkenalkan, ini Jacob." April berujar dengan canggung. Mau tidak mau, ia harus berkata jujur dan memperkenalkan Jacob pada Persephone meski sebenarnya tidak perlu. Persephone yang merasa gemas dengan mimik wajah Aphrodite menyunggingkan senyum kecil. Lalu, ia menatap Jacob yang mulai memperkenalkan diri padanya. "Hai, aku Jacob. Senang berkenalan denganmu, Nona ..." Jacob berkata seraya mengulurkan tangannya dan menaruh rasa penasaran pada wanita asing yang merupakan teman dari April itu. "Halo, Jac. Namaku Perssie." Persephone menjabat tangan laki-laki yang baru hari itu dijumpainya. "Senang bertemu denganmu, Nona Perssie." Jacob mengulas senyum kilat
Aphrodite PovRasanya lelah jika harus berhadapan dengan Dewa tua yang juga gemar selingkuh itu. Memang jabatan dan kekuatannya sangat berpengaruh di Gunung Olympus. Akan tetapi, kelakuannya di belakang Dewi Hera, juga tak ada bedanya denganku. Ia mudah tergoda dengan kaum hawa, baik dari kalangan manusia maupun Dewa-Dewi. Yang lebih mengesalkan lagi, Dewa tua bangka itu berani melancarkan hukuman yang membuatku gelisah. Hukumannya berupa menyatukan seribu pasangan suami-istri yang rumah tangganya bermasalah. Hal itu tidak lah mudah jika dilakukan tanpa kekuatan yang ku miliki. Setelah menyatakan hukuman padaku, Dewa hidung belang itu turut lenyap di bawah sinar putih yang turun dari langit. Huft! betapa arogannya sosok menyebalkan dan sok bijak itu!Dengan rasa gelisah dan sedih yang bercampur, ku paksakan diriku masuk ke dalam rumah Jacob dengan langkah pelan. "Pril, kok lesu gitu wajahnya? Kenapa?" Jacob menghampiriku dengan tatapan panik sel
Di kala waktu makan siang tiba, Jacob melangkah keluar dari ruangan menuju elevator. Dengan perasaan tak sabar bercampur gembira, ia memasuki elevator dan menekan tombol lantai tempat ruangan April berada. Seperti di hari sebelumnya, ia akan mengajak April untuk menemaninya makan siang di restoran yang memang ingin dikunjunginya sejak lama. Ketika dirinya sudah tiba di lantai tujuan, Jacob melangkah tanpa ragu dan menghampiri ruang kerja April yang memang tak begitu jauh dari elevator. Mujurnya, ia mendapati wanita incarannya itu sedang melayani telepon dari client. "Baik, nanti saya tanyakan dulu pada Pak Direktur. Terima kasih atas informasinya. Selamat siang." April menyudahi obrolan dari telepon, menatap Jacob dan mengulas senyum lembut. "Udah selesai?" Jacob bertanya dan membalas senyuman dari lawan bicaranya dengan hal serupa yang tak kalah manis. "Udah. Ayo cari makan." April segera bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Jacob. Ia menatap lekat pada pria yang dikaguminya
Mia PovSaat pagi-pagi buta menyapa, aku mulai menyibukkan diri di dapur dengan bahan-bahan makanan yang sudah ku beli dua hari sebelumnya. Bayang-bayang akan kedekatanku dengan Marcel yang kembali menghangat membuatku bersemangat dalam meracik bumbu dan mengolah aneka menu sarapan dan bekal untuk suamiku. Hingga di pukul 06.10, beberapa menu sederhana yang ku masak tersaji dengan rapi di atas meja makan. Pemandangan tersebut membuat Marcel yang sudah rapi dengan jas abu-abu dan kemeja putih yang berhiaskan dasi hitam menatap heran padaku. "Tumben kamu masak buat sarapan? Biasanya, kamu minta aku buat beli." Marcel bertanya padaku dengan sorot mata menuntut penjelasan atas tindakan yang sudah ku lakukan. "Ada beberapa hal yang mau aku obrolin, terkait hubungan kita," jelasku to-the-point pada pria yang memiliki iris netra berwarna hijau muda itu. "Maksudmu? Hubungan kita baik-baik aja, Mia. Memang ada masalah apa?" Marcel mengerutkan kening sembari bertanya. Sepertinya, ia sengaja
Di suatu pagi, tepatnya di istana megah yang berlokasi di Gunung Olympus, seorang pria dengan rambut dan kumis putih sedang memeriksa catatan dari para dewa-dewi yang dipimpinnya. Pada wajah yang tak lagi muda itu juga tersemat kerutan-kerutan wajah, menandakan jika dirinya selalu memiliki sesuatu yang wajib diprioritaskan, termasuk istri sahnya, Dewi Hera."Siapa lagi yang membuat masalah?!" Pria tua tua dengan tubuh tegap dan lengan kekar itu mengomel seraya memeriksa deretan surat-surat peringatan di atas meja panjang miliknya.Dalam sekejap, ekspresi datar yang terlukis pada wajah tersebut berubah menjadi kesal saat mendapati nama 'Dyonisus' tertera pada secarik kertas."Hah! Dyonisus menyusul Ares dan Poseidon dalam daftar masalah alam." Pria tua itu menggelengkan kepalanya pelan, tak habis pikir jika sang dewa pesta bisa turut terlibat dalam perkara pengerusakan alam di bumi.Kemudian, ia meletakkan surat teguran untuk Dyonisus tersebut pada tumpukkan surat peringatan yang lain.
Mia PovSaat pagi-pagi buta menyapa, aku mulai menyibukkan diri di dapur dengan bahan-bahan makanan yang sudah ku beli dua hari sebelumnya. Bayang-bayang akan kedekatanku dengan Marcel yang kembali menghangat membuatku bersemangat dalam meracik bumbu dan mengolah aneka menu sarapan dan bekal untuk suamiku. Hingga di pukul 06.10, beberapa menu sederhana yang ku masak tersaji dengan rapi di atas meja makan. Pemandangan tersebut membuat Marcel yang sudah rapi dengan jas abu-abu dan kemeja putih yang berhiaskan dasi hitam menatap heran padaku. "Tumben kamu masak buat sarapan? Biasanya, kamu minta aku buat beli." Marcel bertanya padaku dengan sorot mata menuntut penjelasan atas tindakan yang sudah ku lakukan. "Ada beberapa hal yang mau aku obrolin, terkait hubungan kita," jelasku to-the-point pada pria yang memiliki iris netra berwarna hijau muda itu. "Maksudmu? Hubungan kita baik-baik aja, Mia. Memang ada masalah apa?" Marcel mengerutkan kening sembari bertanya. Sepertinya, ia sengaja
Di kala waktu makan siang tiba, Jacob melangkah keluar dari ruangan menuju elevator. Dengan perasaan tak sabar bercampur gembira, ia memasuki elevator dan menekan tombol lantai tempat ruangan April berada. Seperti di hari sebelumnya, ia akan mengajak April untuk menemaninya makan siang di restoran yang memang ingin dikunjunginya sejak lama. Ketika dirinya sudah tiba di lantai tujuan, Jacob melangkah tanpa ragu dan menghampiri ruang kerja April yang memang tak begitu jauh dari elevator. Mujurnya, ia mendapati wanita incarannya itu sedang melayani telepon dari client. "Baik, nanti saya tanyakan dulu pada Pak Direktur. Terima kasih atas informasinya. Selamat siang." April menyudahi obrolan dari telepon, menatap Jacob dan mengulas senyum lembut. "Udah selesai?" Jacob bertanya dan membalas senyuman dari lawan bicaranya dengan hal serupa yang tak kalah manis. "Udah. Ayo cari makan." April segera bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Jacob. Ia menatap lekat pada pria yang dikaguminya
Aphrodite PovRasanya lelah jika harus berhadapan dengan Dewa tua yang juga gemar selingkuh itu. Memang jabatan dan kekuatannya sangat berpengaruh di Gunung Olympus. Akan tetapi, kelakuannya di belakang Dewi Hera, juga tak ada bedanya denganku. Ia mudah tergoda dengan kaum hawa, baik dari kalangan manusia maupun Dewa-Dewi. Yang lebih mengesalkan lagi, Dewa tua bangka itu berani melancarkan hukuman yang membuatku gelisah. Hukumannya berupa menyatukan seribu pasangan suami-istri yang rumah tangganya bermasalah. Hal itu tidak lah mudah jika dilakukan tanpa kekuatan yang ku miliki. Setelah menyatakan hukuman padaku, Dewa hidung belang itu turut lenyap di bawah sinar putih yang turun dari langit. Huft! betapa arogannya sosok menyebalkan dan sok bijak itu!Dengan rasa gelisah dan sedih yang bercampur, ku paksakan diriku masuk ke dalam rumah Jacob dengan langkah pelan. "Pril, kok lesu gitu wajahnya? Kenapa?" Jacob menghampiriku dengan tatapan panik sel
Jacob yang juga melihat keberadaan Persephone menatap bingung dan menghampiri April. "Apa dia temanmu, April?" tanya laki-laki bertubuh tegap dengan pakaian kantor formal berwarna biru navy itu. April melirik pada Jacob sekilas dan menyunggingkan senyum miring. "Ehm, Jac, dia temanku. Perssie, perkenalkan, ini Jacob." April berujar dengan canggung. Mau tidak mau, ia harus berkata jujur dan memperkenalkan Jacob pada Persephone meski sebenarnya tidak perlu. Persephone yang merasa gemas dengan mimik wajah Aphrodite menyunggingkan senyum kecil. Lalu, ia menatap Jacob yang mulai memperkenalkan diri padanya. "Hai, aku Jacob. Senang berkenalan denganmu, Nona ..." Jacob berkata seraya mengulurkan tangannya dan menaruh rasa penasaran pada wanita asing yang merupakan teman dari April itu. "Halo, Jac. Namaku Perssie." Persephone menjabat tangan laki-laki yang baru hari itu dijumpainya. "Senang bertemu denganmu, Nona Perssie." Jacob mengulas senyum kilat
Persephone yang mendengar ucapan Ares merasa kesal dan geram. Rahangnya mengeras bersama dengan tatapan yang menyiratkan rasa tidak terima. "Dasar dewa urakan!" umpatnya sembari mengeram kedua tangan gemas. Demeter yang sadar jika putrinya sedang kesal segera menenangkan, "Perssie, bukan saatnya berperang dengan dewa yang suka menebar genderang perselisihan. Ayahmu mungkin akan semakin stress kalau kamu berkelahi dengan Ares."Dalam sekejap, Persephone menahan amarah yang membuncah di hatinya. Sebagai gantinya, ia bangkit dari sofa dan melangkah keluar dari ruang tengah dan menaiki tangga dengan rasa kesal yang masih mengusai pikiran dan hatinya. "Aku tak habis pikir dengan pola pikir Ares yang dipenuhi dengan nafsu. Apalagi, setelah apa yang sudah dikorbankan oleh Aphrie untuk bersama dengannya." Persephone berkata dalam hatinya seraya menaiki anak tangga dengan hati-hati. -**-Sementara itu, fajar menyingsing di langit pagi membuat April bersiap dengan setelan kantor formal berwa
Di lain tempat, tepatnya di Gunung Olympus, Zeus menyunggingkan senyum mengejek. Kedua netranya menatap lurus ke arah layar yang menampilkan adegan dimana April sedang memeluk Jacob dalam keadaan takut. Pada layar tersebut juga menampilkan sosok Noah yang sedang merapikan pakaian dan mengomel dengan tatapan kesal."Rasakan itu, Aphrodite!" cecar Zeus dengan tatapan menghina. Cletus yang berdiri di sebelah kiri Sang Maha Dewa berkomentar, "Sebenci itu kah Yang Mulia pada Dewi Aphrodite?""Benci bercampur kesal. Tanpa aku jelaskan ulang penyebabnya, kamu pasti paham, Cletus. Dia sungguh menjengkelkan, dan sekarang dia sudah mulai merasakan akibatnya." Zeus menatap Cletus dengan rahang mengeras sembari mengeram salah satu tangannya. Ia merasa jika sang dewi cinta menerima akibat yang pantas karena sudah berani melanggar perintahnya. "Semoga sang dewi segera menyadari tindakannya, Yang Mulia Dewa." Cletus membalas dengan tatapan ragu. Meski ia hanya lah tangan kanan Zeus, tapi ia paham
Di saat malam hari tiba, April yang baru saja menuntaskan kegiatan mandinya dikejutkan oleh keberadaan Noah yang dengan lancang masuk ke dalam kamarnya. Tubuh April yang tertutup oleh handuk putih sebatas dada semakin mengundang nafsu birahi pria berambut gondrong itu. "Sudah selesai mandinya, sayang?" tanya Noah dengan senyum menggoda sembari menyisir pandang pada tubuh sintal yang dimiliki oleh April. April yang tidak terlalu tertraik pada sosok pria di hadapannya itu berbalik badan dan menutup pintu kamar mandi dengan jantung berdegup tak karuan. Sebagai dewi cinta dan seksualitas, memang ia menikmati kegiatan ranjang yang panas dan liar. Namun, ia juga memperhatikan laki-laki yang akan menjadi temannya di ranjang, terutama dari segi sopan-santun dan bagaimana sang pria menyentuh dirinya. "April, mau sampai kapan kamu ada di dalam sana? Aku tahu kamu sedang menghindariku." Noah berujar sembari berjalan mendekat ke arah pintu kamar mandi. Rupanya, ia sudah tidak sabar untuk menci
"A-ah, be-benarkah?" April tergagap usai mendengar pernyataan yang diluncurkan oleh Jacob. "Benar, April, tapi kalau kamu merasa kurang berkenan dengan lowongan yang dianjurkan, kamu bisa memilih yang lain." Jacob mengangguk dan meneguk teh hangat dari gelas kertas melalui sedotan. April yang kembali melahap sisa roti isi mengunyah perlahan dan menanggapi, "Aku lihat dan ketahui terlebih dahulu apa saja tugas untuk lowongan yang tadi kamu bilang."Sekali lagi, Jacob mengulas senyum kecil. Ia terkesima dengan pribadi dari April yang baginya terbilang suka mencoba hal baru meski bukan berasal dari kota. Hatinya yang semula mendingin bagai Gunung Everest perlahan menghangat akibat terpesona dengan paras dan kepribadian yang dimiliki oleh April. "Perasaan apa ini? Kenapa hanya dengan melihat caranya berpikir dan memandang sesuatu membuatku semakin terkesan? Wanita ini sungguh berbeda meski terlihat remeh di luar." Jacob berusaha memastikan jika dirinya sedang merasakan perasaan yang ber
Di hari berikutnya, dengan cahaya fajar yang menyingsing di Kota New York, April yang terlelap sedikit terganggu dengan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui korden tipis yang menutupi jendela kamarnya. Ia yang belum sepenuhnya sadar dari alam mimpi mencoba untuk membuka mata. Baru kali ini, ia merasakan terkena cahaya sang fajar yang biasa dipancarkan oleh rekannya di Gunung Olympus, Dewa Helios. "Ehmm," gumam April sembari mengumpulkan seluruh kesadarannya dan mengusap kelopak mata dengan dua tangan. Lalu, saat ia benar-benar tersadar, ia mulai membuka lemari pakaian dan menatap beberapa helai pakaian tergantung rapi. Di saat itu juga, ia mengingat pakaian-pakaian yang dibayar oleh Jacob dan masih berada di paper bag yang ada di lanfai kamar. Dengan mimik wajah sumringah, ia meraih dua potong pakaian dengan warna merah jambu dan coklat muda. Dari kedua pakaian dengan gaya yang berbeda itu, April mulai bercermin dan mencocokkan dua pakaian tersebut pada tubuhnya. "Duh, ja