Seorang gadis berpenampilan menor mencoba tersenyum pada laki-laki yang duduk di hadapannya. Mata cemerlangnya menatap ramah, meski laki-laki itu tampak tak bersahabat.
"Hobi Anda apa?" tanyanya.Laki-laki bersetelan jas itu menaikkan sebelah alis, menunjukkan bahwa pertanyaan itu aneh menurutnya.Si gadis tak peduli, ini kesempatannya untuk mengenal dan memperkenalkan dirinya. "Kalau saya sukanya ....""Aku tidak menikah untuk mengurus hobi seorang wanita!" potong laki-laki itu dingin.Lunala, gadis bermata cemerlang itu tersentak mendengarnya. Alisnya yang rapi tampak bertaut."Maksudnya?""Aku menikah hanya untuk mendapatkan hak asuh keponakanku."Nala menelan saliva mendengarnya. Meski hanya sebuah perjodohan, ia sempat berharap pernikahan dadakannya ini nanti akan baik-baik saja. Tapi laki-laki itu jelas hanya ingin memanfaatkannya."Dengan syarat, kau tak boleh mengganggu waktuku," sambung laki-laki itu.Arshaka Gibran, laki-laki berusia 32 tahun yang merupakan seorang pengusaha muda berwajah tampan dengan tubuh atletis. Workaholic, kaku, dan berhati dingin.Meski ribuan gadis cantik berusaha memikat hatinya, tak akan ada yang mampu mengalihkan fokusnya dari pekerjaan.Namun kali ini ia terpaksa menerima perjodohan yang diatur neneknya dengan gadis berpenampilan menor yang katanya masih berusia 18 tahun di hadapannya itu.Karena untuk mendapatkan hak asuh atas keponakannya, tentu ia harus sudah menikah.Nala menarik napas dalam-dalam. Menyesal ia telah mau menuruti ibunya untuk dijodohkan dan didandani seperti itu.Dengan pasti ia bangkit dari sofa mewah milik Arshaka."Kalo gitu saya menolak perjodohan ini," tegasnya.Gadis itu berbalik dan meninggalkan ruang duduk yang berada di bagian tengah rumah megah sang konglomerat. Melangkah yakin di atas lantai mahal yang mengkilap dengan sepatu hak tingginya yang murahan.Meski Nala mengakui dirinya beruntung bisa dijodohkan dengan seorang pria idaman setiap wanita seperti Arshaka Gibran, tapi jika hanya untuk dimanfaatkan, Nala tak mau. Konglomerat itu pasti akan membuangnya setelah mencapai tujuan."Lunala!" Seorang wanita tiba-tiba memanggil, saat si gadis melewati ruang utama. "Kamu mau kemana?"Gadis yang biasa menyebut dirinya Nala itu menoleh. "Nala mau pulang, Mi."Wanita paruh baya yang berpenampilan sama menornya dengan Nala tergopoh-gopoh menghampiri."Kamu udah ngobrol sama Den Arshaka?""Udah.""Gimana hasilnya? Kapan kalian akan menikah?" Laksmi, ibunya Nala, begitu antusias menanti hasil perundingan putrinya dengan putra seorang konglomerat."Nala menolak perjodohan ini, Mami!""Apa?!" Wajah antusias Laksmi langsung berubah pias."Iya, Nala nggak mau menikah dengan om-om songong itu!""Nala!" tegur Laksmi dengan mata melotot. Lalu melirik tak enak hati pada seorang wanita tua yang duduk di salah satu sofa di belakangnya.Wanita tua yang tak lain adalah neneknya Arshaka itu tertawa lembut."Tidak apa. Wajar anak-anak muda ini terkejut, Laksmi. Jangan dimarahi. Biarkan putrimu berpikir dulu."Laksmi langsung meminta maaf atas kelancangan Nala.Dan akhirnya dengan wajah masam wanita itu terpaksa pulang sambil menyeret tangan putrinya.Menghentikan sebuah mikrolet dan naik ke dalamnya tanpa berkata apa-apa."Mami," panggil Nala pelan. "Masa mami nggak curiga sih, keluarga konglomerat kayak mereka tiba-tiba mau berhubungan dengan orang kayak kita?"Wanita itu tak menjawabnya. Mengacuhkan putrinya dengan raut kecewa."Mi, ternyata cucunya nenek itu setuju nikah sama Nala cuma buat status aja. Dia nyari istri biar bisa mendapatkan hak asuh keponakannya," lapor Nala, berharap ibunya akan mentolelir penolakannya.Tapi nyatanya, ibunya masih tak mau menanggapi hingga mereka tiba di tempat tujuan dan turun kembali dari mikrolet."Mami, jangan marah, dong?" rayu Nala lagi.Kakinya berusaha mengejar langkah sang ibu. Berjalan kesusahan dengan sepatu hak tinggi milik ibunya. Menyusuri jalanan setapak menuju pemukiman kumuh tempat tinggal mereka.Laksmi akhirnya berbalik menghadap putrinya dengan rahang yang mengeras."Gimana Mami nggak marah?! Oma Erni menjodohkan cucunya denganmu karena jasa mendiang ayahmu terhadap keluarganya. Apapun alasan Den Arshaka menerima perjodohan ini, itu bukan urusan kita. Orang miskin seperti kita nggak punya hak untuk milih-milih. Kamu menyia-nyiakan kesempatan emas ini, Nala. Kamu pikir bakalan ada laki kaya lain yang mau melamar mu?"Laksmi kembali berbalik dan meninggalkan putrinya."Mi, kita nggak butuh laki-laki kaya untuk menyambung hidup. Nala bisa narik odong-odong lebih jauh lagi kalo Mami izinkan," kejar Nala."Nggak butuh kamu bilang?" Wajah Laksmi semakin memerah. "Mami mencari uang untuk kita makan selama ini dengan cara memijat badan laki-laki kaya berhidung belang! Apa kamu nggak mikir?!"Nala terdiam. Menatap kerikil yang tertendang ujung sepatu dengan hati perih. Kerikil itu menggelinding ke samping dan kembali tertendang sepatu ibunya. Seperti kerikil itulah hidup mereka. Ditendang kesana kemari oleh dunia yang kejam.Tiba di sebuah rumah susun kumuh, Nala kembali hanya bisa mengikuti ibunya naik ke lantai empat melalui tangga, meski tumitnya terasa perih karena tergesek tumit sepatu.Hingga tiba di hadapan sebuah pintu. Matanya seketika nanar melihat barang-barang mereka telah tertumpuk di luar."Lihatlah, Nala. Sekarang apa kamu masih berpikir kita nggak butuh laki-laki kaya? Atau kamu mau Mami memberikan servis lebih, untuk pelanggan Mami yang mata keranjang biar kita bisa mendapatkan tempat tinggal lagi?" lirih Laksmi."Nggak!" sambut Nala dengan wajah pucat.Selama ini ibunya telah dikenal sebagai tukang pijat plus-plus. Ia tak ingin satu-satunya orang ia miliki itu terpaksa semakin terperosok ke dalam dunia yang diharamkan Allah.Nala menatap bayangan wajahnya melalui cermin mungil di tangan. Ibunya kembali mendempul wajah belianya yang kusam terbakar matahari, dengan cream murah begitu tebal. Lipstik yang merah menyala dan cat alis yang sehitam arang. Selendang kuning yang biasa dipakai ibunya ke kondangan, dililit sedemikian rupa menjadi kerudung. Menunggu di halte di tengah teriknya matahari siang membuat riasannya semakin berantakan. Nala berusaha mengipasi wajahnya dengan tangan. Ia tak boleh berkeringat sebelum bertemu Arshaka Gibran. Laki-laki itu cuma mau meluangkan waktu sebentar. Itupun setelah ia meminta dengan sangat. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil mewah berhenti di hadapannya. Wajah tampan Arshaka muncul setelah jendelanya turun. Laki-laki itu tak menoleh sama sekali."Benar-benar songong!" gerutu Nala pelan. Tapi ia harus bisa menahan diri demi kelangsungan hidup bersama ibunya. Gadis itu langsung bangkit, diiringi tatapan heran orang-orang di halte. Menilai penampilan si gadis yang tak
Tiba di KUA, Pak kuaked alias penghulu menatap curiga pada Nala dan KTP di tangannya. "Saya udah 18 tahun kok, Pak, lima bulan yang lalu. Berarti saya udah masuk dalam kategori delapan belas plus-plus," Nala langsung menginterupsi sebelum sang penghulu mengatakannya tidak cukup umur. "Saya malah curiga usia di KTP dimudain. Baiklah kalau begitu, kita lanjutkan prosesnya," senyum sang penghulu.Ingin rasanya Nala menutup muka mendengar jawaban Pak Penghulu. Gara-gara makeup yang dipakaikan maminya, ia jadi kelihatan lebih tua.Gadis itu melirik pria tampan di sampingnya dengan pipi yang memerah. Untung saja laki-laki itu tak mendengar, atau memang tak peduli. Rautnya tampak datar dan kaku seperti biasa. Setelah diberikan wejangan dan nasihat, pernikahan pun dilaksanakan. Semua persiapan dan kelengkapan data telah diurus oleh asisten Arshaka. Bahkan wali hakim untuk Nala."Saya terima nikahnya Lunala binti Bahuddin dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."Mendengar ijab kabul yang
Baru saja tangan Nala akan menyentuh rambutnya, Arshaka langsung menepis. Matanya menatap tajam pada gadis yang mulai lancang itu. "Jangan berani menyentuhku!" kecamnya."Tapi ... Om udah nikahi Nala. Berarti kita udah sah untuk ....""Sepertinya aku salah telah menikahi mu!" potong Arshaka sambil menutup laptopnya dan bangkit dari duduknya. Nala sedih mendengar ucapan laki-laki itu. Tapi entah kenapa, kesedihan itu semakin membuat darahnya memanas dan meningkatkan hasrat yang ia rasakan. "Kenapa? Apa Nala nggak pantas menyentuh Om? Apa karena Nala berasal dari kalangan bawah?" "Aku tak pernah mempermasalahkan statusmu!"Kini Nala tersenyum mendengarnya. Pipinya semakin memerah. Gadis itu membuka lebar lengannya dan memeluk Arshaka.Pengusaha sukses berhati dingin itu tersentak kaget. Mendapati tubuhnya yang tak pernah ia biarkan tersentuh sembarangan orang tiba-tiba dipeluk gadis menor di hadapannya. "Hei! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Nala menggeleng kuat dan mengeratka
Ruangan Arsenio telah kosong! Anak kecil itu tak ada lagi di ranjangnya. Begitu juga dengan si ibu sambung. Wajah Nala seketika pucat pasi. Kemana Arsenio? Ia berbalik keluar kembali. Memeriksa ke kanan dan kiri lorong. Namun tak ada yang terlihat menggendong Arsenio. Cepat sekali menghilangnya wanita itu. Dengan tangan yang gemetar Nala menelepon Arshaka kembali. "Om! Arsenio nggak ada!" teriaknya panik."Wanita itu sudah membawanya pergi. Aku sudah meminta pihak Rumah Sakit untuk menutup jalan keluar." "A-apa yang harus Nala lakukan sekarang?" Nala mengusap wajahnya panik.Tut tut.Bunyi telepon yang diputus terdengar. Nala langsung menatap layar ponselnya. Ternyata Arshaka mematikan teleponnya. "Oh, ya Allah! Apa yang harus hamba lakukan? Harusnya hamba tak meninggalkan Arsenio sendirian," keluhnya dengan raut pias. Tungkai kakinya tiba-tiba terasa lemah. Tapi ia tak bisa berdiam diri. Ia harus mencari Arsenio sampai ketemu.Semua pintu keluar sudah ditutup. Berarti wanita
Nala membuka matanya perlahan, dan wajah imut seorang anak kecil yang pertama kali terlihat di matanya. "Kak? Udah bangun?" Arsenio menatapnya khawatir."Senio? Kamu nggak apa-apa?" gadis itu langsung teringat apa yang telah terjadi. Arsenio menggelengkan kepalanya. "Nggak, kakak kan udah selamatkan Nio," bocah kecil itu tersenyum. "Nio? Jadi nama panggilan kamu Nio? Kalo gitu kakak juga akan manggil kamu Nio." Tangan Nala bergerak untuk menyentuh pipi halus Arsenio, namun tiba-tiba ia merasakan bahunya sakit saat digerakkan. "Akh," rintihnya. "Jangan bergerak dulu, bahu mu terkena pukulan keras. Walaupun tidak patah, tapi lebamnya cukup parah," suara seorang laki-laki menegur dari sebelah kirinya. Nala terkesiap dan langsung menoleh, ternyata ada Arshaka juga di dekatnya. Tatapan manik hitam gelap itu tampak mencemaskannya. Nala memalingkan kembali wajahnya, ia masih marah dengan sikap kejam Arshaka padanya. "Terimakasih, sudah menjaga Arsenio dengan baik." "Nala nggak ngel
Setelah kejadian di roof top Rumah Sakit, ibu tiri Arsenio di tahan atas tuduhan percobaan pembunuhan dan penyiksaan terhadap anak sambungnya itu selama bertahun-tahun. Dan otomatis, hak asuh Arsenio kini jatuh ke tangan keluarga Arshaka. "Oma berterimakasih padamu, Lunala. Berkat bantuanmu, Arsenio sekarang bisa bersama kita," ucap Oma Erni. "Sebenarnya ini bukan murni karena bantuan Nala, Oma. Tapi Allah memang mentakdirkan Arsenio lepas dari ibu tirinya yang jahat itu, melalui kelengahan Nala, hehehe," gadis itu terkekeh sendiri mengingatnya. Oma Erni tertawa melihat gadis yang selalu bersikap apa adanya itu. Gadis yang masih sangat muda tapi cukup dewasa dalam berpikir dan bertanggungjawab. Lunala seperti ayahnya. Sopir taksi hebat yang berani mengorbankan diri demi menyelamatkan nyawa orang lain. "Sebentar lagi suamimu akan pulang. Kamu masuk ke kamar mu saja. Biar Arsenio Oma yang temani," ujar Oma Erni kemudian. Nala mengangguk patuh. Ia melangkah masuk ke kamar luas yang
Nala tersentak kaget, ketika Arshaka tiba-tiba menaiki ranjang tepat di atasnya. Apalagi melihat wajah laki-laki itu berubah merah dan semakin dingin dari biasanya. "Om? Mau ngapain?""Mau tidur. Ini ranjangku." "I-iya, tapi biar Nala turun dulu. Tadi Nala cuma bercanda," panik Nala."Tidak bisa lagi! Aku sudah memperingatkan mu tadi!" "Te-terus?" "Aku akan melakukan apa saja yang aku sukai di ranjangku." Arshaka menyeringai, lalu mulai mendekatkan wajahnya."Om, Nala jadi takut, nih. Nala bakal teriak kalo penampakannya Om serem kayak gini." Nala langsung membentengi wajahnya dengan kedua tangan. "Teriak? Tidak akan ada berani masuk ke kamarku. Lagipula, ini memang yang mereka inginkan." "Mak-maksudnya?""Jangan banyak bertanya. Kenapa mulut mu ini banyak sekali bicara?""Bukan gitu, Om."Nala mulai berkeringat. Ia tak bisa bernapas dengan jarak yang terlalu dekat dengan Arshaka, harum tubuh laki-laki itu yang maskulin tercium jelas di hidungnya, membuat jantungnya berdebar cepa
"Kamu hamil, Nala?" Nala terkejut setengah mati mendengar pertanyaan itu. Laksmi menatap putrinya lekat. Gelagat Nala yang menatap perut dengan panik jelas membuatnya perhatian."Nggak kok, Mi. Hahaha, mana mungkin," kilah Nala sambil tertawa gugup. "Kenapa nggak mungkin? Kamu kan udah punya suami.""Iya, tapi Nala masih 18 tahun, Mi.""Udah 19.""Belum, masih satu minggu lagi," bantah Nala. Laksmi tersenyum pada Ratna yang menahan senyum mendengar bantahan Nala. Lalu mengelus pundak putrinya. "Kamu nggak usah takut. Kan ada Mami di sini. Mami akan menjaga kamu apapun yang terjadi."Nala terdiam. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Khawatir, cemas, dan kalut bercampur menjadi satu rasa takut. Bagaimana kalau ia benar-benar hamil? Sementara ia telah menerima perjanjian dengan Arshaka untuk segera mengakhiri pernikahan?"Tapi Nala takut, Mi," lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca. Laksmi langsung merengkuhnya ke dalam pelukan. Mengusap kepala putrinya dengan lembut."Itu wajar. Tapi