Tiba di depan salon, Arshaka langsung menelepon. "Halo?" Suara imut Nala menjawab. "Halo. Cepat keluar sekarang. Atau kau akan pulang dengan taksi.""Ini belum selesai. Nala pulang naik taksi aja sama Mbak Ratna," jawab gadis itu datar.Arshaka mendesis dengan raut frustasi. Tentu saja ia tak bisa membiarkan Nala pulang dengan taksi. Mau tak mau ia terpaksa menunggu."Ya sudah, cepat selesaikan dan keluar. Aku akan menunggu sampai sepuluh menit."Nyatanya, nyaris setengah jam Arshaka harus menunggu. Dengan raut tak sabar laki-laki itu turun dari mobilnya untuk menyusul. Ratna langsung menyambut dengan wajah bersalah. "Maaf Den, perawatannya baru selesai. Non Nala sedang mengganti pakaiannya di kamar ganti."Arshaka menghembuskan napas kasar sambil menatap jam yang melingkar elegan di lengannya. "Membuang-buang waktu saja!" gerutunya. Klik. Pintu kamar ganti terbuka. Nala keluar dengan blouse baby pink dan kerudung berwarna senada. Wajah kusamnya telah berganti cerah dan bersi
Bab 11Arshaka mengusap wajahnya kasar. "Kita harus mencari cara untuk mencegahnya!" "Maksudnya?" Nala mengernyit bingung."Kita tidak bisa membiarkan pembuahan itu terjadi! Aku tidak siap untuk memiliki anak, dan tak akan membuang waktuku untuk hal seperti itu!"Nala terperangah. Ia juga belum siap untuk menjadi orang tua, tapi menolak kehadiran seorang anak dengan alasan tak ingin membuang waktu, tentu sangat kejam. "Om mau membunuh anak Om sendiri?" "Tidak ada anak! Pembuahannya saja belum terjadi. Yang harus kita lakukan sekarang adalah mencegahnya."Tok tokKetukan di pintu memotong perdebatan sengit mereka. Arshaka kembali mengusap wajahnya dan menghela napas panjang sebelum membukakan pintu. Sementara Nala masih mematung di tempat duduknya. Mbok Ijah yang datang. "Maaf Den, Oma minta saya antarkan ini untuk Non Nala," wanita bersanggul itu menyerahkan segelas jamu di dalam nampan. Arshaka mengernyit curiga. "Jamu? Jamu apa lagi ini, Mbok?" tanyanya kesal. Apa Oma ingin di
Bab 12"Hai!" Alex mengulurkan tangan pada Nala.Saat itu Nala sedang duduk di ruang tengah menunggu seseorang. Seseorang yang ingin ia ajak bicara, yang tak lain adalah Arshaka. "Namaku Alexander Georaldi, panggil saja Alex," ucapnya dengan senyuman penuh, senyuman yang enak dipandang. Alex memang memiliki bentuk bibir yang bagus dan mempesona saat tersenyum. "Hai juga, Alex!" Nala menerima uluran tangan itu."Lagi nunggu siapa?" Tepat disaat Alex bertanya, yang ditunggu Nala pun lewat dengan bergegas. Laki-laki itu pasti terburu-buru hendak ke kantor, karena jam kerjanya telah banyak tersita untuk menjemput keluarganya di bandara. Nala menghela napas kecewa. Bagaimana ia bisa berharap mendapatkan waktu untuk berbicara? "Lagi nunggu Arsenio dimandiin susternya," alasan gadis itu."Aku mau ngajak jalan-jalan Arsenio, mau ikut? Aku tidak seberapa tau kota kita karena jarang pulang. Jadi butuh teman yang tau sedikit banyak." Laki-laki itu memasukkan kedua tangan ke dalam saku celan
Bab 13Menatap pil yang diberikan Arshaka, Nala menghela napas panjang. Rasanya begitu pahit, tapi bukan pilnya, melainkan keputusan Arshaka."Nala?" Suara Oma Erni memanggil dari balik pintu. Sementara Arshaka telah keluar tanpa bicara setelah memberikan pil itu. "Ya, Oma?" Nala meletakkan pilnya di atas nakas dan beranjak membuka pintu kamar. Raut khawatir tampak membias di wajah keriput Oma Erni. "Kamu baik-baik saja, Nala?""Baik. Kenapa Oma?""Tidak kenapa-napa. Oma liat kamu tidak bersemangat sejak pagi."Nala menggaruk tengkuknya. "Semangat kok, Oma.""Alhamdulillah kalau baik-baik saja. Ada yang ingin Oma bicarakan dengan mu. Tapi sebelumnya, kamu harus minum dulu, wajah mu pucat sekali. Oma akan minta Mbok Ijah buatkan teh hijau untuk mu." "Nggak usah, Oma. Biar Nala yang minta sendiri ke dapur," cegah Nala cepat. "Oma tunggu di dalam aja.""Ya sudah kalau begitu." Oma Erni masuk ke dalam kamar cucunya dengan bantuan tongkat. Matanya mengedar ke sekeliling kamar. Tak ada
Tiba di teras rumah yang ditopang pilar-pilar besar itu, Leoni tiba-tiba menghadang langkah Nala. "Stop sampai di sini," gadis berambut coklat itu menatap kakak iparnya tajam. Nala mengerutkan keningnya. "Maksudnya?""You can't come in!" pungkas Leoni."Kenapa? Mama yang mengajakku kemari, dan Mama ingin memperkenalkan aku ....""Kamu berpikir Mama benar-benar ingin mengajakmu?" Leoni tersenyum mengejek."Asal kamu tau, Mama terpaksa mengajak karena paksaan nenek tua di rumahnya!"Nala mengerutkan kening mendengar sebutan kasar Leoni untuk Oma Erni. Namun Leoni sama sekali tak merasa bersalah. "Mama ke sini untuk urusan penting, yaitu mencari menantu yang layak," gadis yang masih berusia 17 tahun itu kembali tersenyum merendahkan. "Menantu?" "Ya, istri untuk Mas Arshaka. Dan aku tak akan membiarkanmu mengacaukannya.""Aku ini istrinya! Aku rasa kamu mendengar Oma Erni memperkenalkan aku sebagai istri kakakmu." "Mas Arshaka akan segera menceraikan mu. Aku mendengar Mama mengataka
"Pesta lajang?" Nala membulatkan matanya mendengar berita dari Ratna.Setelah kenekatannya menghancurkan rencana Ratih kemarin, Nala semakin dibenci ibu mertuanya itu. Persiapan pesta pun diambil alih oleh Ratih, namun Nala tak diajak berembuk bahkan tak diberitahukan apa-apa. Termasuk pesta lajang saat ini."Iya, tadi saya dengar Nyonya pesan pakaian untuk Den Arshaka, katanya buat Bachelor party. Saya pikir Nona tau," jawab Ratna. Nala menyengir. "Nala nggak tau, Mbak. Mungkin karena pestanya khusus buat Om Arshaka aja."Ratna mengangguk ragu. "Mungkin juga, Non.""Pesta lajang itu biasanya di club gitu ya, Mbak?" "Iya, ada juga yang di hotel," jawab Ratna, kemudian mendekati nonanya dan duduk di samping gadis itu. "Tapi nggak usah khawatir, Non. Den Arshaka itu dididik dengan agama yang penuh oleh Oma Erni. Nggak akan ada penari te lanjang dan minuman seperti di pesta-pesta bujang itu. Circle Den Arshaka juga pengusaha-pengusaha muda yang baik-baik.""Hehehe, iya Mbak," kekeh Na
Bab 16Pukul sebelas malam, Nala keluar dari kamarnya. Ia tak melihat Oma Erni dan ibunya yang biasanya duduk mengobrol di ruang duduk. "Tumben Oma Erni sama Mami nggak ngobrol malam ini, Mbak? Apa udah pada tidur?" tanyanya pada Ratna. "Iya, Non. Oma Erni udah masuk kamar karena nggak.ada teman ngobrolnya malam ini.""Emang Mami kemana? Apa udah tidur duluan?""Bukan, Non. Mami tadi saya liat pergi sama Non Leoni."Nala mengernyit. "Sama Leoni? Kemana?" "Nah, itu Mbak juga nggak tau, Non. Mungkin Mami mau beli sesuatu, terus dianterin Non Leoni."Kening Nala masih berkerut. Rasanya tak mungkin Leoni akan sudi mengantarkan ibunya. Selama ini Leoni begitu sinis padanya dan ibunya. "Mami nggak bilang apa-apa sebelum berangkat, Mbak?" Ratna menggeleng. "Nggak, Non."Entah kenap, Nala merasa cemas. Karena tak mungkin Leoni dengan senang hati pergi bersama ibunya, menjawab Laksmi bicara saja Leoni tak pernah. Sedang Nala merasa cemas, Leoni muncul di depan pintu. Namun tak ada Laksmi
"Ada apa ini?" Arshaka muncul. Ia baru saja dari ruangan lain. Alex langsung menatap kakak laki-lakinya itu tajam. "Tidak ada apa-apa. Maaf sudah mengganggu pestamu. Aku akan membawa keluargaku pulang," jawabnya. Kening Arshaka berkerut mendengarnya. Tak tahu apa maksud Alex dan kenapa Alex tiba-tiba marah padanya. Tak peduli dengan reaksi bingung Arshaka, Alex mengajak Nala dan ibunya pergi."Ayo, Nala, Mami!" ucapnya sambil merangkul pundak Laksmi lembut dan membimbingnya keluar. Nala mengangguk. Melirik Arshaka sekilas lalu mengikuti langkah adik iparnya. "Alex, Mami bisa pulang sama aku. Kamu lanjutin pestanya aja," ucap Nala setelah mereka keluar."Iya, Nak Alex masuk saja lagi. Mami bisa pulang sama Nala," timpal Laksmi. "Nggak, Mi. Alex udah nggak nyaman sama pestanya.""Tapi nanti Mama kamu marah liat kamu pulang sementara pestanya belum selesai.""Berarti kita nggak usah pulang dulu. Kita makan-makan aja dulu, gimana? Mami juga pasti laper, kan?"Laksmi yang memang bel