Bab 16Pukul sebelas malam, Nala keluar dari kamarnya. Ia tak melihat Oma Erni dan ibunya yang biasanya duduk mengobrol di ruang duduk. "Tumben Oma Erni sama Mami nggak ngobrol malam ini, Mbak? Apa udah pada tidur?" tanyanya pada Ratna. "Iya, Non. Oma Erni udah masuk kamar karena nggak.ada teman ngobrolnya malam ini.""Emang Mami kemana? Apa udah tidur duluan?""Bukan, Non. Mami tadi saya liat pergi sama Non Leoni."Nala mengernyit. "Sama Leoni? Kemana?" "Nah, itu Mbak juga nggak tau, Non. Mungkin Mami mau beli sesuatu, terus dianterin Non Leoni."Kening Nala masih berkerut. Rasanya tak mungkin Leoni akan sudi mengantarkan ibunya. Selama ini Leoni begitu sinis padanya dan ibunya. "Mami nggak bilang apa-apa sebelum berangkat, Mbak?" Ratna menggeleng. "Nggak, Non."Entah kenap, Nala merasa cemas. Karena tak mungkin Leoni dengan senang hati pergi bersama ibunya, menjawab Laksmi bicara saja Leoni tak pernah. Sedang Nala merasa cemas, Leoni muncul di depan pintu. Namun tak ada Laksmi
"Ada apa ini?" Arshaka muncul. Ia baru saja dari ruangan lain. Alex langsung menatap kakak laki-lakinya itu tajam. "Tidak ada apa-apa. Maaf sudah mengganggu pestamu. Aku akan membawa keluargaku pulang," jawabnya. Kening Arshaka berkerut mendengarnya. Tak tahu apa maksud Alex dan kenapa Alex tiba-tiba marah padanya. Tak peduli dengan reaksi bingung Arshaka, Alex mengajak Nala dan ibunya pergi."Ayo, Nala, Mami!" ucapnya sambil merangkul pundak Laksmi lembut dan membimbingnya keluar. Nala mengangguk. Melirik Arshaka sekilas lalu mengikuti langkah adik iparnya. "Alex, Mami bisa pulang sama aku. Kamu lanjutin pestanya aja," ucap Nala setelah mereka keluar."Iya, Nak Alex masuk saja lagi. Mami bisa pulang sama Nala," timpal Laksmi. "Nggak, Mi. Alex udah nggak nyaman sama pestanya.""Tapi nanti Mama kamu marah liat kamu pulang sementara pestanya belum selesai.""Berarti kita nggak usah pulang dulu. Kita makan-makan aja dulu, gimana? Mami juga pasti laper, kan?"Laksmi yang memang bel
"Baru semalam aku melihat orang meninggalkan pesta lajangnya. Apa kau sudah meminta maaf pada ibu mertua?" Gama tiba-tiba muncul dan menyunggingkan senyuman lebar."Minta maaf? Aku bahkan tak tau apa kesalahanku, dan aku memang tak melakukan kesalahan apapun!"Gama mengerutkan keningnya. "Kau meminta ibu mertuamu untuk memijat para tamu di pestamu. Ya walaupun cuma nikah kontrak, tapi dia tetap seorang ibu mertua. Menurutku sikapmu keterlaluan.""Apa?!" Arshaka benar-benar terkejut. "Aku tak pernah memintanya datang, apalagi untuk memijat!" "Tapi dia mengatakan kamu yang memintanya.""Kenapa bisa begitu?" Gama mengangkat kedua bahunya. Namun kemudian laki-laki berambut cepak itu teringat sesuatu. "Ah, iya. Aku melihat Leoni yang mengantarkannya.""Leoni?" Arshaka akhirnya menyadari sesuatu, ini pasti rencana mamanya. Ia bangkit menyambar kunci mobil dari atas meja. "Handle pekerjaan hari ini kalau aku belum kembali sampai sore nanti," titahnya. Lalu bergegas keluar dan berangkat me
Nala menatap lama ke arah pintu masuk butik, menunggu kedatangan sosok yang akan menjadi pengantin prianya."Gimana, Mami. Bagus tidak?" Alex keluar dari ruang ganti dengan jas putih yang seharusnya dicoba Arshaka. Laksmi menatap pemuda yang sangat baik padanya itu kagum. "Nak Alex gagah sekali," pujinya. "Mami sampai pangling."Alex menyengir. "Berarti Alex udah pantas dong, jadi pengantin baru?"Laksmi tersenyum. "Pantas sih pantas saja, tapi jangan dulu.""Kenapa?" "Kalau Mami punya anak laki-laki, Mami pinginnya anak laki-laki Mami mapan dan dewasa dulu baru menikah."Nala hanya mendengar sekilas percakapan Alex dengan ibunya. Ia masih menunggu kedatangan Arshaka dengan hati kesal. Tega sekali pria itu mencampakkan dirinya setelah mereguk manisnya. Kalau saja semuanya berjalan sesuai perjanjian, yakni ia tak boleh disentuh, pasti ia tak akan mengharap apa-apa. "Terus kenapa Mami izinkan Nala nikah muda?" tanya Alex. "Karena Nala perempuan. Mami tidak bisa membiarkannya bekerj
Tok tok. Suara ketukan terdengar di pintu. Arshaka berbalik, menatap daun pintu dengan penuh harapan. Nala kembali? Kakinya yang panjang melangkah lebar kesana. Ia harus memperbaiki semuanya. Klik. Pintu terbuka, namun yang berdiri di baliknya ternyata adalah Ratih. "Ma?" lirihnya kecewa."Ya. Mama mau kasih baju yang tidak jadi kamu coba tadi. Tapi Mama yakin, ukurannya pas. Cepat bersiap, kita berangkat untuk lamaran sebentar lagi," titah Ratih. Arshaka menggeleng. "Tidak, Ma. Aku tidak bisa. Aku sudah menikah," tolaknya. Mata Ratih langsung melotot. "Apa Mama tidak salah dengar? Arsha, pernikahan itu adalah keinginan nenekmu! Mama tau kamu tidak menginginkannya. Mama juga tau kamu menyukai Serena.""Iya, tapi aku harus bertanggung jawab atas perempuan yang aku nikahi, Ma. Ini juga tidak adil untuk Serena. Dia harus tau kalau aku sudah menikah.""Pernikahan itu hanya di atas kertas. Mama akan mengurus perceraian dan menghilangkan jejaknya. Kamu hanya perlu bersiap untuk per
Nala dan Alex melangkah keluar, tepat di saat Arshaka masuk ke dalam. Mata pria itu langsung menatap tajam. "Mas kenapa?" risau Alex begitu melihat wajah lebam Arshaka. "Tidak kenapa-napa," jawabnya dingin. "Kalian mau kemana?""Mau mesan cake pengantin buat resepsi nanti," jawab Alex. Netra hitam pekat Arshaka beralih pada Nala. "Kamu tidak boleh pergi!" tegasnya. "Aku perlu bantuanmu untuk mengobati ku."Nala ingin membantah, namun ia tak mungkin pergi begitu saja disaat laki-laki yang telah menjadi suaminya itu pulang dalam keadaan babak belur. Menoleh pada Alex, gadis itu tersenyum. "Kita pergi besok aja, ya."Alex mengangguk. Ia juga ingin tahu kenapa Arshaka tampak seperti orang yang baru saja berkelahi. Arshaka melangkah pergi ke kamarnya, diikuti Nala di belakang dengan wajah pasrah"Besok pergi denganku," ujar laki-laki itu begitu tiba di dalam kamar."Nala tak menjawab. Ia meletakkan tasnya di atas nakas dan keluar lagi dari kamar. Arshaka menatap kepergian gadis itu,
Seorang gadis berpenampilan menor mencoba tersenyum pada laki-laki yang duduk di hadapannya. Mata cemerlangnya menatap ramah, meski laki-laki itu tampak tak bersahabat."Hobi Anda apa?" tanyanya.Laki-laki bersetelan jas itu menaikkan sebelah alis, menunjukkan bahwa pertanyaan itu aneh menurutnya.Si gadis tak peduli, ini kesempatannya untuk mengenal dan memperkenalkan dirinya. "Kalau saya sukanya ....""Aku tidak menikah untuk mengurus hobi seorang wanita!" potong laki-laki itu dingin. Lunala, gadis bermata cemerlang itu tersentak mendengarnya. Alisnya yang rapi tampak bertaut. "Maksudnya?""Aku menikah hanya untuk mendapatkan hak asuh keponakanku."Nala menelan saliva mendengarnya. Meski hanya sebuah perjodohan, ia sempat berharap pernikahan dadakannya ini nanti akan baik-baik saja. Tapi laki-laki itu jelas hanya ingin memanfaatkannya. "Dengan syarat, kau tak boleh mengganggu waktuku," sambung laki-laki itu. Arshaka Gibran, laki-laki berusia 32 tahun yang merupakan seorang pengu
Nala menatap bayangan wajahnya melalui cermin mungil di tangan. Ibunya kembali mendempul wajah belianya yang kusam terbakar matahari, dengan cream murah begitu tebal. Lipstik yang merah menyala dan cat alis yang sehitam arang. Selendang kuning yang biasa dipakai ibunya ke kondangan, dililit sedemikian rupa menjadi kerudung. Menunggu di halte di tengah teriknya matahari siang membuat riasannya semakin berantakan. Nala berusaha mengipasi wajahnya dengan tangan. Ia tak boleh berkeringat sebelum bertemu Arshaka Gibran. Laki-laki itu cuma mau meluangkan waktu sebentar. Itupun setelah ia meminta dengan sangat. Beberapa saat kemudian, sebuah mobil mewah berhenti di hadapannya. Wajah tampan Arshaka muncul setelah jendelanya turun. Laki-laki itu tak menoleh sama sekali."Benar-benar songong!" gerutu Nala pelan. Tapi ia harus bisa menahan diri demi kelangsungan hidup bersama ibunya. Gadis itu langsung bangkit, diiringi tatapan heran orang-orang di halte. Menilai penampilan si gadis yang tak