Share

Buka Kancingnya Sekarang!

Nala membuka matanya perlahan, dan wajah imut seorang anak kecil yang pertama kali terlihat di matanya.

"Kak? Udah bangun?" Arsenio menatapnya khawatir.

"Senio? Kamu nggak apa-apa?" gadis itu langsung teringat apa yang telah terjadi.

Arsenio menggelengkan kepalanya.

"Nggak, kakak kan udah selamatkan Nio," bocah kecil itu tersenyum.

"Nio? Jadi nama panggilan kamu Nio? Kalo gitu kakak juga akan manggil kamu Nio." Tangan Nala bergerak untuk menyentuh pipi halus Arsenio, namun tiba-tiba ia merasakan bahunya sakit saat digerakkan.

"Akh," rintihnya.

"Jangan bergerak dulu, bahu mu terkena pukulan keras. Walaupun tidak patah, tapi lebamnya cukup parah," suara seorang laki-laki menegur dari sebelah kirinya.

Nala terkesiap dan langsung menoleh, ternyata ada Arshaka juga di dekatnya. Tatapan manik hitam gelap itu tampak mencemaskannya.

Nala memalingkan kembali wajahnya, ia masih marah dengan sikap kejam Arshaka padanya.

"Terimakasih, sudah menjaga Arsenio dengan baik."

"Nala nggak ngelakuinnya buat siapa-siapa. Jadi nggak usah berterimakasih," ketusnya.

"Kalau kamu sudah baik-baik saja, aku akan kembali ke kantor."

Nala tak menjawab. Terserah laki-laki itu ingin pergi ke mana. Ia sama sekali tak berharap di temani laki-laki tak berperasaan seperti Arshaka.

"Tidak boleh begitu," Suara Oma Erni tiba-tiba terdengar dari arah pintu.

Wanita sepuh itu baru datang bersama Laksmi, ibunya Nala.

"Sebagai suami, kamu harus menjaga Nala sampai sembuh."

"Tapi Oma di kantor masih banyak pekerjaan. Tak mungkin ditinggalkan begitu saja," bantah Arshaka sambil menatap jam di tangannya. "Ini saja sudah telat. Mas udah ninggalin pekerjaan selama satu jam lebih."

Nala meringis sendiri mendengar penolakan Arshaka. Sebegitu berharga pekerjaan bagi laki-laki itu, sehingga satu jam saja ditinggalkan, sudah merasa begitu merugi.

Dan Nala juga baru tahu, kalau Arshaka menyebut dirinya 'mas' di dalam keluarga. Yang berarti laki-laki memiliki adik.

"Lebih penting istrimu daripada pekerjaan," tegas Oma Erni.

Arshaka menggaruk tengkuknya. Kalau sang nenek telah bersikap tegas, ia tak akan pernah membantah.

"Baiklah. Mas akan jaga. Tapi setelah mengurus beberapa pekerjaan yang tak bisa ditinggal begitu saja."

"Ya, Bu. Biar kita yang jaga dulu sampai Arshaka menyelesaikan pekerjaan hari ini," bela Laksmi. Bagaimana pun juga ia tak ingin Arshaka semakin sulit untuk menerima Nala jika terus dipaksa-paksa.

Arshaka langsung mengangguk. "Ya, cuma sampai sore ini."

Namun Oma Erni malah menggeleng. "Tidak perlu, masih banyak orang yang memiliki otak dan bisa berpikir di perusahaan mu itu. Biar mereka yang mengerjakannya."

Akhirnya, jadilah Arshaka yang menjaga Nala. Sementara Arsenio kemudian dibawa pulang oleh Oma Erni dan ibunya Nala.

Oma Erni bahkan melarang perawat membantu Nala. "Lakukan saja tugas kesehatan kalian, yang lain biar suaminya yang urus," pesan wanita sepuh itu sebelum pulang.

Di samping tempat tidur Nala, Arshaka duduk memantau. Ia tak membiarkan Nala bergerak sedikitpun, meski hanya menggaruk.

"Jangan kebanyakan garuk-garuk," larangnya.

"Lah, abis gatal. Gimana, dong?"

"Jangan pakai tangan yang bahunya sakit. Aku tidak mau meninggalkan pekerjaan terlalu lama karena kamu terlalu lama sembuh. "

Nala menghela napas mendengarnya. Ia terpaksa menggigit lengan kirinya yang gatal.

Begitu juga saat minum, Nala juga harus minum dengan tangan kiri. Hingga tak sengaja menumpahkan air di bajunya.

"Yaah, gimana nih? Baju Nala jadi basah." Nala menyapu bajunya yang kebasahan.

"Mau bagaimana lagi. Kamu minumnya kayak anak kecil."

Arshaka bangkit mencari baju ganti pasien untuk Nala. Lalu kembali menghampiri gadis itu.

Tangannya kemudian bergerak ke arah dada Nala.

"Eh? Om mau ngapain?" Nala refleks beringsut mundur.

"Mau buka bajumu yang basah," jawab Arshaka datar.

"Nggak usah, biar Nala buka sendiri."

"Buka kancingnya saja. Setelah itu biar aku."

Nala menggeleng kuat. "Nggak mau, ntar nampak lagi."

Arshaka menaikkan sebelah alisnya.

"Memangnya kenapa? Bukannya semalam kamu sendiri yang bilang kita sudah sah karena sudah nikah?"

"Itu ... Nala lagi salah ngomong."

Arshaka menahan senyumnya, ternyata gadis itu tak tahu penyebab dirinya menjadi aneh semalam. Timbul niatnya untuk menggoda.

"Salah ngomong? Kamu juga menyentuh dan memelukku. Setelah itu kamu mengendus-endus di ...."

"Itu Nala nggak sengaja," potong Nala cepat. Wajah polos tanpa make-up itu tampak memerah. "Nala cuma penasaran sama bau parfum Om."

"Oh, seperti itukah? Tapi kamu tetap berdosa karena telah menyentuhku."

"Nggak lah, kita kan udah nikah."

"Nah, kalo gitu aku juga bisa melihatmu sekarang. Cepat buka kancingnya."

"Aih?" seru Nala saat sadar telah terjebak. Meski sambil mendumel, akhirnya Nala membuka kancingnya juga. "Om bukain sambil tutup mata, ya?" pintanya kemudian.

"Aku bukan orang buta, yang bisa melakukan apa saja tanpa melihat," bantah Arshaka.

Tangan kokoh itu kemudian menepis tangan Nala yang masih berusaha menutup bajunya, dengan tak sabar.

Wajah Nala seketika memerah saat dalamannya akhirnya terlihat. Ia segera memalingkan muka.

Arshaka membuka baju gadis itu dengan hati-hati. Berusaha sebaik mungkin agar bahu Nala yang sakit tidak banyak bergerak.

"Apa bisa dilihat? Tidak ada apa-apa di sini," ujarnya.

Wajah Nala semakin memanas mendengar perkataan laki-laki itu. Apa maksudnya dengan tidak ada apa-apa? Ia yakin ukuran dadanya tidak terlalu kecil dibandingkan dada gadis lain yang seusianya.

Selesai mengganti baju Nala, Arshaka kembali duduk di samping ranjang. Dan mulai detik itu penjagaannya menjadi semakin ketat. Manik hitam gelapnya tak lepas sedikitpun dari gadis itu.

Membuat Nala semakin menderita. Ingin rasanya ia memencet bel agar perawat datang untuk membantunya.

"Kalo Nala kebelet pipis, gimana?" tanyanya kesal.

"Aku akan membantumu," jawab Arshaka datar.

Seketika itu juga, Nala ingin menangisi nasibnya. Mulai sekarang, ia tak akan minum meskipun haus. Tapi bagaimana dengan cairan infus?

Nala mendongak pada kantung infus dengan tatapan pedih. Cairan itu akan membuatnya sering kebelet pipis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status