"Nabila sudah capek, Mas. Kapan kita punya rumah sendiri? Sudah 2 tahun menikah, masih aja numpang di rumah orang tua. Belum lagi ada Mbak Salma, dia suka sekali gibahin kamu, Mas," ujar Nabila curhat kepada Adnan, sambil membersihkan ikan hasil mancing yang dibawa oleh Adnan keesokan harinya. Kali ini yang dibersihkannya adalah baby papuyu, anakan ikan sungai yang paling enak.
Lelaki itu diam saja mendengarkan kegelisahan istrinya, sambil membantu mencuci ikan yang sudah dibelah perutnya. Istrinya yang sedang hamil 7 bulan itu tentu akan capek, kalau harus duduk berlama-lama membersihkan semua. "Nabila gak masalah sama Mas yang hobi mancing, tapi masa setiap hari sih, Mas? Kerjaan Mas apa selain mancing, coba? Gak hanya mbak sama ibu yang bertanya, Mas, tapi tetangga juga." Ocehan Nabila masih berlanjut. "Iya, memang kebutuhan dapur, perkakas mandi selalu Mas penuhin. Selain beras, kebutuhan kita tercukupi, Mas. Tapi, semua itu seolah tidak terlihat oleh mereka, karena Mas gak ada kerjaan." Suara Nabila semakin meningkat, dia terbawa emosi. "Cukup, Nabila. Ingat kandungan kamu, gak boleh punya beban pikiran. Kamu cukup bilang ke mereka, mas kerja di Paunjunan, wisata mancing sekaligus rumah makan yang viral itu," sahut Adnan menenangkan sang istri. Nabila mulai menangis. "Apa, Nabila harus berbohong juga, Mas?" Wanita itu terkejut dengan usul sang suami. "Gak bohong, Nabila Sayang. Mas memang kerja disitu, sekaligus bisa mancing gratis, kan," jawab Adnan, lalu mengambil pisau di tangan Nabila dan menyuruh wanitanya untuk berhenti bekerja. "Biar Mas yang lanjutin." Nabila bangkit dan duduk di kursi terdekat, memperhatikan suaminya yang dengan cekatan membersihkan sisa ikan-ikan itu. Kegelisahan di hatinya tidak semuanya bisa dikeluarkannya. Kakak perempuannya selalu meracuni pikirannya, bahkan sampai memberi saran agar bercerai dengan Adnan dan menjalin hubungan dengan teman sekolahnya dulu. Nabila sampai berpikir kalau dia memang menyesal menerima lamaran sang suami, menikah dengan Adnan. Lelaki yang hanya dikenalnya dalam satu bulan, lelaki yang dilihatnya sangat aktif di masjid dan seorang yang shaleh, membuatnya menerima lamaran Adnan ketika dia datang melamar ke rumah. "Sudahlah, Nabila. Jangan pikirkan ucapan mbakmu itu. Kamu tau sendiri dia itu seperti apa, suka merusak rumah tangga orang yang tadinya baik-baik saja." Ucapan tenang Adnan, sudah cukup menenangkan hati Nabila yang dari dulu resah. Benar juga, pikir Nabila. Mbaknya memang seperti itu dari kecil, tapi ujarannya setiap hari berhasil membuat Nabila hampir lepas kontrol. "Maka dari itu, Nabila mau kita pindah rumah, Mas. Ngontrak pun gak apa, rumah kecil pun gak apa, Mas. Asal gak serumah dengannya." Nabila kembali membujuk Adnan, agar mau mendukungnya untuk memiliki rumah sendiri. "Bagaimana dengan ibu? Apa nunggu beliau pulang dari umroh dulu?" tanya Adnan, dia sudah selesai membersihkan ikan-ikan itu lalu disambut oleh Nabila untuk diberi bumbu. "Gak perlu, Mas. beliau pasti mengerti." Nabila merasa lega karena Adnan menyambut baik sarannya. Adnan mengangguk dan berjanji akan jujur pada istrinya mulai sekarang, bahwa dia sebenarnya pemilik wisata Paunjunan itu, bukan sekedar pekerja saja. Sudah cukup dia merahasiakannya, karena ingin melihat watak asli orang-orang disekelilingnya. *** Keesokan harinya, Adnan membawa Nabila ke rumah sederhana yang memiliki halaman luas, agar Nabila bisa menanam tanaman yang digemarinya. "Wah, Mas, ini luas sekali, pasti sewanya mahal. Kenapa gak yang sederhana aja, sih," ujar Nabila setelah berhasil menguasai perasaannya. "Ini hadiah pernikahan kita dari mas, Nabila. Meski ini sangat, sangat terlambat kalau dibilang kado pernikahan. Kita bisa menambah bagian garasi atau menambah kamar anak-anak kita nanti, kita bisa memperbesar rumah kita lagi," ucap Adnan sambil menunjuk bagian-bagian rumahnya. Nabila terfokus dengan ucapan 'anak-anak kita' dan itu membuatnya merona. "Memangnya, Mas ingin punya anak berapa?" "Sebanyak-banyaknya kalau bisa." Adnan sadar kalau istrinya itu sedang terharu lalu merangkul bahu istrinya. "Ya ampun, Mas. Kamu gak mikirin istri yang bakal repot menjaga anaki itu?" Nabila terkejut dengan rencana suaminya. Adnan terkekeh, lalu merangkum wajah istrinya dengan kedua tangannya dan mengecup bibir tipe tanduk kerbau milik istrinya. "Tentu nggak, Sayang. Aku akan mempekerjakan beberapa pelayan untuk membantu pekerjaan istriku tercinta." "Hah?" Nabila terkejut dengan ucapan Adnan yang sudah seperti saudagar kaya. Adnan menarik tangan istrinya dan memasuki rumah itu, karena malu dilihat orang yang lewat di depan rumah mereka, meski mereka menunjukkan kemesraan di halaman rumahnya sendiri. Nabila terpana melihat isi rumah itu yang sangat lengkap. Lebih lengkap dari rumah ibunya yang tidak memiliki AC. "Apa ini semua sewa, Mas? Pasti mahal." Adnan tersenyum. "Kan sudah mas bilang, ini semua hadiah dari mas. Semuanya mas beli dari uang hasil dari kerja di Paunjunan." Adnan kembali merangkum wajah istrinya lalu membimbingnya memasuki kamar baru mereka. Nabila kembali terpukau ketika melihat kamar mereka, lengkap dengan tempat tidur berukuran king dan super empuk, tidak menghiraukan tubuhnya yang sudah dibuat telentang dan dig3rayangi sang suami. Namun dia mulai mendes4h setelah area sensitifnya digelitik Adnan, lalu dia pun mulai merespon perlakuan sang suami. Nabila masih belum sadar saat Adnan mengatakan, kalau semua itu dibeli dari hasil kerja di Paunjunan, wanita itu masih setia dengan pikirannya yang menganggap semua barang itu disewa oleh suaminya."Makasih ya, Sayang, kamu sudah mau mengandung anaknya mas," ucap Adnan lirih setelah mereka sudah selesai melakukan hubungan suami istri."Ngomong apa sih, Mas. Nabila juga senang nunggu buah hati kita, udah 2 tahun lebih lho kita berumah tangga. Nabila sangat tidak sabar menunggu kehadirannya." Nabila merem4s lengan kanan Adnan yang memeluk wajahnya."Makasih karena kamu udah mau nerima mas apa adanya, sudah mau hidup susah bareng mas." Adnan semakin memperdalam pelukannya."Mas itu imam, pembimbing dan surganya Nabila. Nabila senang liat mas yang suka beribadah, tak pernah lupa berbagi, dan Nabila yakin, mas lah jodoh yang ditunjuk Tuhan untuk Nabila." Bibir tipe tanduk kerbau itu kemudian dilahap Adnan dengan gemas, bibir yang berbentuk hati pabila pemilik bibir itu mengerucutkannya ketika ciuman berakhir, membuat Adnan semakin gemas ingin melahapnya lagi."Sebenarnya, ada rahasia yang ingin mas sampaikan," ucap Adnan berubah serius."Apa itu, Mas? Jangan bilang kalau Mas sudah ni
"Seratus Ribu aja, La. Nanti diganti setelah suami mbak gajian. Ibu kan belum datang, jadi satu-satunya yang bisa menolong mbak sekarang hanyalah kamu." Salma mencoba membujuk adiknya agar mau melepas cincin di jarinya, harta satu-satunya yang jarang dia lihat pada adiknya."Maaf, Mbak. Nabila gak pegang uang," jawab Nabila lemah."Ya ampun, Bila. Kenapa sih suamimu gitu amat. Dia gak kasih kamu uang atau gimana?" tanya Salma heran, merasa adiknya itu sudah berbohong kalau tidak punya uang, apalagi emas di jari manisnya begitu menyilaukan mata Salma."Bukan gitu, Mbak. Bila yang gak mau pegang uang, toh semua kebutuhan sudah dipenuhi oleh Mas Adnan, kan?" Nabila menjelaskan. Memang Nabila tidak mau pegang uang karena semua kebutuhan dapur maupun kebutuhannya sudah Adnan siapkan."Itulah, Bil. Resikonya punya suami yang gak kerja, uang aja gak punya." Salma mulai menghina Adnan di depan istrinya sendiri."Mas Adnan kerja kok, Mbak. Buktinya dia bisa memenuhi kebutuhan dapur kita, dia m
Salma langsung salah tingkah, yakin kalau Adnan mendengar ucapannya tentang perselingkuhan, terutama tentang dirinya yang memaksa menjual harta satu-satunya di jemari adiknya. Wanita itu langsung berdiri ingin pamit pergi."Lho kok buru-buru, Mbak mau kemana?" tanya Adnan basa-basi, padahal memang itu tujuannya agar wanita itu berhenti merecoki istrinya lagi."Iya nih, Nan. Mbak ada arisan sebentar lagi di rumah teman. Kesini cuma mau pinjam uang sama Nabila," jawabnya, lalu beranjak ke luar."Yang, tolong kasihkan uang ini ke Mbak Salma." Adnan menyerahkan uang berwarna merah 2 lembar."Mas tadi dengar pembicaraan kami, ya?" tanyanya."Ayo cepat, keburu Mbak Salmanya pergi." Tanpa menjawabnya, Adnan mendesak istrinya agar bergegas.Nabila menyusul kakaknya yang sudah berada di halaman, bersiap menunggang motor metiknya. Adnan sebenarnya sudah mengetahui Mbak Salma yang kesulitan uang, dan sering melakukan tutup lobang gali lobang dengan hutang-hutangnya itu. Apalagi gaji suaminya su
Lalu Adnan menceritakan wisata Paunjunan yang dirintisnya sendiri dengan bantuan Pak Muhri. Bisnis yang dipegangnya setelah memutuskan keluar dari rumah Sang Sultan, ayahnya.Sedangkan bisnisnya yang lain itu adalah hotel di ibukota, merupakan milik almarhumah ibunya, dan dia sebagai anak tunggal mewajibkannya meneruskan usaha itu."Hotel Sultan? Hotel ternama itu?" tanya Nabila lagi yang dijawab Adnan dengan anggukan, wanita itu sampai tidak menyadari kalau joran pancingnya yang bergetar karena ada ikan yang menyambar umpannya."Jadi, maksud Mas. Wisata Paunjunan yang sedang viral ini, tempat yang sedang kita kunjungi ini, tempat yang tiap hari Mas datangi, tempat ini, milik Mas Adnan? Mas Adnan pemiliknya?" ujar Nabila bertanya untuk kesekian kalinya, masih tak percaya.Adnan tersenyum melihat reaksi lucu istrinya. Dia lega, karena tidak ada kemarahan di sana. "Iya Sayang, ini tempat wisata yang mas rintis dari nol," jawab Adnan dengan sabar. "Pas pertama kali kita ketemu waktu itu,
Nabila terkejut ketika Adnan malah membawa dirinya ke parkiran mobil, apalagi saat lelaki itu membukakan pintu mobil yang berlogo kuda berdiri dengan kaki belakang itu untuk dirinya.“Mobil siapa ini, Mas?” tanyanya heran,menatap bingung sang suami. Dia tidak lantas masuk ke dalam mobil itu, saking belum percayanya kepada suaminya.“Ini mobil, Mas. Sayaaang.” Jawaban Adnan tidak membuat Nabila langsung percaya, apalagi lelaki itu sambil tersenyum miring.“Seriusan, apa pernah mas bohong, Yang?” lanjutnya karena melihat Nabila masih memasang muka bertanya.Meski masih tidak percaya, Nabila akhirnya masuk ke dalam mobil. Melihat suaminya yang lihai menyetir mobil itu, dia terus memperhatikannya. Adnan mengambil sesuatu di laci mobil di depan Nabila dan menyerahkannya ke tangan Nabila.“Benar ini namamu, Mas,” ucap Nabila setelah membaca surat kepemilikan mobil itu.“Hmm, kita akan naik mobil ini besok, ke hotel Sultan milik ibu.” Ikrar Adnan membawa mobilnya meninggalkan wisata Paunjuna
Nabila sudah ada di ruang makan di lantai atas bersama dengan Adnan dan semua anggota keluarga Adnan dari pihak ibunya. Semuanya terlihat ramah kecuali Zaky yang memang berwajah masam dari lahir, tapi hatinya baik.“Jadi, kamu istrinya adik sepupuku, Si Adnan ini? Adiknya Salma? Iparnya Adli?” tanya Mahyuni sang manager hotel, setelah melihat Nabila duduk di samping Adnan, pemilik hotel itu selepas ibunya tiada.Nabila mengangguk tanpa melepas senyum manisnya, begitu pula Adnan.“Aku sudah mendengar cerita pertemuan kalian tadi di bawah, jadi kamu berteman dengan kakak-kakaknya Nabila?” tanya Adnan yang baru mengetahui kalau ada keluarga istrinya di hotel itu.“Ya, kami pernah satu kelompok di universitas LM. Mereka berempat sudah berteman akrab dari SMA, kan? Sekarang mereka menginap di lantai dasar, katanya ingin melihat Adnan bekerja jadi sekuriti,” ujar Mahyuni, akhirnya tawanya meledak.“Aku tidak menyangka, Adnan kita si glamor ini bisa tahan dengan orang-orang seperti itu.” Zak
"Nab, tolong aku. Dia mau menj4mbak madu barunya," seru Vega sambil berusaha mencegah Salma yang ingin menerj4ng Adli, saat dia melihat kedatangan Nabila bersama Adnan."Madu?" tanya Nabila heran sambil memegang pergelangan Salma dan wanita itu serta merta berhenti berontak saat melihat kehadiran adiknya.Adnan menatap ke arah Adli yang berdiri di depan wanita yang tatanan rambutnya mencuat ke atas, rasanya ingin tertawa begitu menyadari kalau kakak iparnya itu berhasil menj4mbak kekasih suaminya.Memang dia sudah lama mengetahui hubungan gelap suami kakak iparnya itu karena mereka cukup sering datang ke Paunjunan, tapi dia baru mengetahui kalau mereka sebenarnya sudah menikah.“Kakak iparmu nikah lagi tanpa sepengetahuan kita, Bila,” rengek Salma seakan lupa bahwa dia lah setiap hari mengoceh tentang Adnan yang berpotensi untuk selingkuh. “Apa yang harus ku katakan pada ibu besok kalau menantunya sudah menduakan anaknya, hu hu hu.” Salma menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu
Tidak berapa lama kemudian, mobil pajero hitam datang dan berhenti di depan mereka. Vega dan Salma melongo ketika melihat siapa yang keluar dari mobil itu dan menyapa Adnan dengan akrab."Mahyuni?" seru Salma senang, karena temannya datang menyelamatkan mereka dari kesintingan Adnan."Jadi, orang yang ditelepon Adnan itu kamu?" tanya Vega setelah menyaksikan temannya itu melempar kunci mobil ke arah Adnan yang menangkapnya dengan santai."Ya, kukira kalian sudah tau siapa Adnan sebenarnya?" Mahyuni balik bertanya setelah mengambil kunci mobil milik sepupunya, Adnan."Mereka menganggap kalau aku hanya bercanda dan ipar yang sinting," kekeh Adnan merasa lucu."Oh ya?" celetuk Mahyuni dengan cengiran jahilnya lalu memencet tombol di kunci yang dipegangnya sehingga mobil sport berwarna biru metalik berbunyi."Bolehkah ku pakai mobil ini bekencan? Sampai kapan mobil ini bisa ku genggam?" lanjutnya seraya menelengkan matanya ke arah Adnan."Palingan 2 hari lagi aku ke sini lagi, ada tamu pe