"Makasih ya, Sayang, kamu sudah mau mengandung anaknya mas," ucap Adnan lirih setelah mereka sudah selesai melakukan hubungan suami istri.
"Ngomong apa sih, Mas. Nabila juga senang nunggu buah hati kita, udah 2 tahun lebih lho kita berumah tangga. Nabila sangat tidak sabar menunggu kehadirannya." Nabila merem4s lengan kanan Adnan yang memeluk wajahnya. "Makasih karena kamu udah mau nerima mas apa adanya, sudah mau hidup susah bareng mas." Adnan semakin memperdalam pelukannya. "Mas itu imam, pembimbing dan surganya Nabila. Nabila senang liat mas yang suka beribadah, tak pernah lupa berbagi, dan Nabila yakin, mas lah jodoh yang ditunjuk Tuhan untuk Nabila." Bibir tipe tanduk kerbau itu kemudian dilahap Adnan dengan gemas, bibir yang berbentuk hati pabila pemilik bibir itu mengerucutkannya ketika ciuman berakhir, membuat Adnan semakin gemas ingin melahapnya lagi. "Sebenarnya, ada rahasia yang ingin mas sampaikan," ucap Adnan berubah serius. "Apa itu, Mas? Jangan bilang kalau Mas sudah nikah lagi, jangan bilang kalau Nabila punya madu baru." Nabila mendorong dada Adnan dengan kaget. Adnan tertawa. "Kok mikirnya sampai sejauh itu?" "Habisnya, main rahasia-rahasiaan gitu." Nabila kembali memanyunkan bibirnya, membuat Adnan mengubah posisi mereka menjadi mengungkung wanita itu ke bawahnya. "Gak lah, Yang. Sampai kapanpun, mas gak bakalan menduakan sayangku. Kalau itu sampai terjadi, potong lidah mas." "Ya ampun, memangnya Nabila setega itu, Mas?" Pipi Nabila bersemu merah ditatap suaminya intens seperti itu, apalagi dia tau apa yang akan dilakukan lelaki itu selanjutnya. "Nanti, mas akan memberitahu mu pelan-pelan, ya. Apapun itu, mas harap kamu jangan marah, hemm?" bisik Adnan di wajah istrinya, karena wajah Adnan semakin menunduk mendekati wajah istrinya yang bersemu. "Selain berita tentang madu atau wanita lain dan sejenisnya, Nabila masih bisa mentolerirnya, Mas," jawab Nabila memejamkan mata, karena bibir mereka hampir menyatu. Lagi, mereka kembali melakukannya. Bahkan hampir tiap malam mereka melakukan itu. “Sebelum puasa panjang, nanti,” ucap Adnan suatu hari. Terlebih lagi, memang petuah dokter waktu terakhir kali mereka memeriksa kandungan Nabila. "Sering-seringlah minta pelumas ke suaminya, ya, Bu ... biar licin landasannya nanti," kelakar dokter waktu itu. Nabila yang belum paham, hanya bengong tak mengerti dengan ucapan dokternya saat itu. Kemudian merasa malu ketika mereka sudah tiba di rumah, setelah Adnan menjelaskannya dengan bersemangat. Mereka berhenti bergumul ketika hari mulai gelap, dan sudah waktunya bagi Nabila untuk menutup jendela-jendela rumah mereka. *** Keesokan harinya, setelah membantu istrinya bersih-bersih dan memindahkan alat jahit, Adnan kembali menggosok joran pancingnya yang seharga 7 juta lebih, hingga mengkilap. "Mau mancing lagi kamu, Nan?" Tiba-tiba terdengar suara wanita menyapa. Adnan sudah hafal pemilik suara yang terdengar besar dan ngebas itu, dia menoleh lalu tersenyum setelah melihat kakak iparnya sudah datang ke tempat tinggal baru mereka. Wanita yang diam saja ketika mereka mengatakan akan pindah rumah karena sudah lama mereka menumpang di rumah ibu. "Eh, Mbak. Adnan cuma menggosoknya aja, Mbak, mancingnya nanti sore. Silahkan masuk, Mbak. Nabilanya ada di dalam." Tanpa berkata lagi, kakak iparnya langsung masuk menemui Nabila. Adnan memasang telinganya dengan benar, ingin menangkap pembicaraan keduanya, apakah kakaknya itu akan mencaci mereka lagi? Kakak ipar Adnan, Salma, masuk ke rumah mereka menyusul adiknya yang ada di dapur. "Kecil banget rumah kalian, Nabila. Apa kamu betah disini, kenapa gak di rumah ibu aja sih? Lumayan uang kalian bisa ditabung aja kan?" "Eh, Mbak. Kapan datang?" Nabila yang terkejut mendengar suara kakaknya yang tiba-tiba menyapa. "Barusan, liat suamimu kayaknya mau mancing lagi ya, kayaknya." Seperti biasa, mulut kakaknya itu tidak bisa diam. Namun, mata Salma melotot dan langsung menyambar tangan Nabila begitu melihat cincin emas melingkar di jari manis adiknya. "Asli atau imitasi? Kapan kamu membelinya?" tanya Salma tertarik. "Kemarin, Mbak. Memangnya kenapa?" Nabila heran melihat kakaknya bagai kebakaran jenggot melihat tangannya. "Kamu bilang gak pegang uang, lantas ini belinya pakai apa, daun? Pinjam dulu duit seratus." Salma menengadahkan tangan kanannya meminta uang kepada adiknya. Nabila hanya melongo menatap kakaknya. Seandainya dia tidak mengenal kakaknya, yang tidak suka bercanda dan selalu ceplas-ceplos, dia pasti akan tertawa, soalnya wanita itu sudah seperti postingan orang-orang yang sedang viral, pinjam dulu seratus. Sementara Adnan yang mendengar ucapan kakaknya itu hampir menyemburkan tawanya, sebab suara Salma yang besar, sulit bagi wanita itu untuk menyembunyikannya meski sudah merendahkan suaranya. “Buat apa, Mbak?” Nabila otomatis bertanya, karena keperluan rumah dan makan hampir tidak menyentuh kantong kakaknya, pasti gaji dari suaminya masih full di kantongnya. “Buat bayar arisan,” jawabnya santai. “Mas Adli potong uang bulanan mbak buat bayar mobil yang baru dibelinya.” Nabila heran karena baru mendengar berita kalau kakak iparnya itu sudah membeli mobil, padahal biasanya kakaknya bakal heboh bahkan sebelum mobil itu jadi dibeli. "Ya ampun, Mbak. Lawak sekali kamu itu, sekali datang menjenguk adikmu malah pinjam duit. Bilang aja setelah gak ada kami, gak ada makanan di tudung sajimu, gak ada baby fish kesukaanmu setelah gak ada aku yang mancing untuk camilanmu," kekeh Adnan senang. Setelah kepergian Adnan dan Nabila, tentu Salma harus membersihkan rumah itu sendirian mulai sekarang, padahal biasanya Nabila yang bersih-bersih. Menyiapkan makanannya sendiri mulai sekarang, meski hanya telur mata sapi atau telur dadar yang bisa dimasak kalau tidak mau beli yang sudah matang demi pengiritan. “Aku kira, Mbak Salma datang ingin membujuk Nabila pulang, atau jangan-jangan?”Adnan berspekulasi."Seratus Ribu aja, La. Nanti diganti setelah suami mbak gajian. Ibu kan belum datang, jadi satu-satunya yang bisa menolong mbak sekarang hanyalah kamu." Salma mencoba membujuk adiknya agar mau melepas cincin di jarinya, harta satu-satunya yang jarang dia lihat pada adiknya."Maaf, Mbak. Nabila gak pegang uang," jawab Nabila lemah."Ya ampun, Bila. Kenapa sih suamimu gitu amat. Dia gak kasih kamu uang atau gimana?" tanya Salma heran, merasa adiknya itu sudah berbohong kalau tidak punya uang, apalagi emas di jari manisnya begitu menyilaukan mata Salma."Bukan gitu, Mbak. Bila yang gak mau pegang uang, toh semua kebutuhan sudah dipenuhi oleh Mas Adnan, kan?" Nabila menjelaskan. Memang Nabila tidak mau pegang uang karena semua kebutuhan dapur maupun kebutuhannya sudah Adnan siapkan."Itulah, Bil. Resikonya punya suami yang gak kerja, uang aja gak punya." Salma mulai menghina Adnan di depan istrinya sendiri."Mas Adnan kerja kok, Mbak. Buktinya dia bisa memenuhi kebutuhan dapur kita, dia m
Salma langsung salah tingkah, yakin kalau Adnan mendengar ucapannya tentang perselingkuhan, terutama tentang dirinya yang memaksa menjual harta satu-satunya di jemari adiknya. Wanita itu langsung berdiri ingin pamit pergi."Lho kok buru-buru, Mbak mau kemana?" tanya Adnan basa-basi, padahal memang itu tujuannya agar wanita itu berhenti merecoki istrinya lagi."Iya nih, Nan. Mbak ada arisan sebentar lagi di rumah teman. Kesini cuma mau pinjam uang sama Nabila," jawabnya, lalu beranjak ke luar."Yang, tolong kasihkan uang ini ke Mbak Salma." Adnan menyerahkan uang berwarna merah 2 lembar."Mas tadi dengar pembicaraan kami, ya?" tanyanya."Ayo cepat, keburu Mbak Salmanya pergi." Tanpa menjawabnya, Adnan mendesak istrinya agar bergegas.Nabila menyusul kakaknya yang sudah berada di halaman, bersiap menunggang motor metiknya. Adnan sebenarnya sudah mengetahui Mbak Salma yang kesulitan uang, dan sering melakukan tutup lobang gali lobang dengan hutang-hutangnya itu. Apalagi gaji suaminya su
Lalu Adnan menceritakan wisata Paunjunan yang dirintisnya sendiri dengan bantuan Pak Muhri. Bisnis yang dipegangnya setelah memutuskan keluar dari rumah Sang Sultan, ayahnya.Sedangkan bisnisnya yang lain itu adalah hotel di ibukota, merupakan milik almarhumah ibunya, dan dia sebagai anak tunggal mewajibkannya meneruskan usaha itu."Hotel Sultan? Hotel ternama itu?" tanya Nabila lagi yang dijawab Adnan dengan anggukan, wanita itu sampai tidak menyadari kalau joran pancingnya yang bergetar karena ada ikan yang menyambar umpannya."Jadi, maksud Mas. Wisata Paunjunan yang sedang viral ini, tempat yang sedang kita kunjungi ini, tempat yang tiap hari Mas datangi, tempat ini, milik Mas Adnan? Mas Adnan pemiliknya?" ujar Nabila bertanya untuk kesekian kalinya, masih tak percaya.Adnan tersenyum melihat reaksi lucu istrinya. Dia lega, karena tidak ada kemarahan di sana. "Iya Sayang, ini tempat wisata yang mas rintis dari nol," jawab Adnan dengan sabar. "Pas pertama kali kita ketemu waktu itu,
Nabila terkejut ketika Adnan malah membawa dirinya ke parkiran mobil, apalagi saat lelaki itu membukakan pintu mobil yang berlogo kuda berdiri dengan kaki belakang itu untuk dirinya.“Mobil siapa ini, Mas?” tanyanya heran,menatap bingung sang suami. Dia tidak lantas masuk ke dalam mobil itu, saking belum percayanya kepada suaminya.“Ini mobil, Mas. Sayaaang.” Jawaban Adnan tidak membuat Nabila langsung percaya, apalagi lelaki itu sambil tersenyum miring.“Seriusan, apa pernah mas bohong, Yang?” lanjutnya karena melihat Nabila masih memasang muka bertanya.Meski masih tidak percaya, Nabila akhirnya masuk ke dalam mobil. Melihat suaminya yang lihai menyetir mobil itu, dia terus memperhatikannya. Adnan mengambil sesuatu di laci mobil di depan Nabila dan menyerahkannya ke tangan Nabila.“Benar ini namamu, Mas,” ucap Nabila setelah membaca surat kepemilikan mobil itu.“Hmm, kita akan naik mobil ini besok, ke hotel Sultan milik ibu.” Ikrar Adnan membawa mobilnya meninggalkan wisata Paunjuna
Nabila sudah ada di ruang makan di lantai atas bersama dengan Adnan dan semua anggota keluarga Adnan dari pihak ibunya. Semuanya terlihat ramah kecuali Zaky yang memang berwajah masam dari lahir, tapi hatinya baik.“Jadi, kamu istrinya adik sepupuku, Si Adnan ini? Adiknya Salma? Iparnya Adli?” tanya Mahyuni sang manager hotel, setelah melihat Nabila duduk di samping Adnan, pemilik hotel itu selepas ibunya tiada.Nabila mengangguk tanpa melepas senyum manisnya, begitu pula Adnan.“Aku sudah mendengar cerita pertemuan kalian tadi di bawah, jadi kamu berteman dengan kakak-kakaknya Nabila?” tanya Adnan yang baru mengetahui kalau ada keluarga istrinya di hotel itu.“Ya, kami pernah satu kelompok di universitas LM. Mereka berempat sudah berteman akrab dari SMA, kan? Sekarang mereka menginap di lantai dasar, katanya ingin melihat Adnan bekerja jadi sekuriti,” ujar Mahyuni, akhirnya tawanya meledak.“Aku tidak menyangka, Adnan kita si glamor ini bisa tahan dengan orang-orang seperti itu.” Zak
"Nab, tolong aku. Dia mau menj4mbak madu barunya," seru Vega sambil berusaha mencegah Salma yang ingin menerj4ng Adli, saat dia melihat kedatangan Nabila bersama Adnan."Madu?" tanya Nabila heran sambil memegang pergelangan Salma dan wanita itu serta merta berhenti berontak saat melihat kehadiran adiknya.Adnan menatap ke arah Adli yang berdiri di depan wanita yang tatanan rambutnya mencuat ke atas, rasanya ingin tertawa begitu menyadari kalau kakak iparnya itu berhasil menj4mbak kekasih suaminya.Memang dia sudah lama mengetahui hubungan gelap suami kakak iparnya itu karena mereka cukup sering datang ke Paunjunan, tapi dia baru mengetahui kalau mereka sebenarnya sudah menikah.“Kakak iparmu nikah lagi tanpa sepengetahuan kita, Bila,” rengek Salma seakan lupa bahwa dia lah setiap hari mengoceh tentang Adnan yang berpotensi untuk selingkuh. “Apa yang harus ku katakan pada ibu besok kalau menantunya sudah menduakan anaknya, hu hu hu.” Salma menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu
Tidak berapa lama kemudian, mobil pajero hitam datang dan berhenti di depan mereka. Vega dan Salma melongo ketika melihat siapa yang keluar dari mobil itu dan menyapa Adnan dengan akrab."Mahyuni?" seru Salma senang, karena temannya datang menyelamatkan mereka dari kesintingan Adnan."Jadi, orang yang ditelepon Adnan itu kamu?" tanya Vega setelah menyaksikan temannya itu melempar kunci mobil ke arah Adnan yang menangkapnya dengan santai."Ya, kukira kalian sudah tau siapa Adnan sebenarnya?" Mahyuni balik bertanya setelah mengambil kunci mobil milik sepupunya, Adnan."Mereka menganggap kalau aku hanya bercanda dan ipar yang sinting," kekeh Adnan merasa lucu."Oh ya?" celetuk Mahyuni dengan cengiran jahilnya lalu memencet tombol di kunci yang dipegangnya sehingga mobil sport berwarna biru metalik berbunyi."Bolehkah ku pakai mobil ini bekencan? Sampai kapan mobil ini bisa ku genggam?" lanjutnya seraya menelengkan matanya ke arah Adnan."Palingan 2 hari lagi aku ke sini lagi, ada tamu pe
"Aku tidak perduli kalau Adli membuat keributan atau apapun itu, bukannya dia sedang bersama istri barunya?" Salma berkata dengan memasang wajah tidak tertarik.Namun Adnan yang ingin masalah cepat selesai, mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. "Dia ada di kamarku."Beberapa menit kemudian, Adli datang ke kamar suite milik Adnan. Pria itu tidak sempat terpana melihat kamar Adnan yang besar saking kesalnya kepada Salma karena menghilang dari kamar mereka."Ayo kembali ke kamar, aku mau bicara," desaknya sambil menarik kasar tangan Salma."Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Kamu sudah memilihnya, jadi tinggalkan aku sekarang. Hiduplah dengan bahagia, kalian. Apalagi sebentar lagi kalian akan punya anak." Salma menyentak kasar pegangan tangan Adli."Aku khilaf, Salma. Aku tidak mencintainya," sangkal Adli dengan nada kesal. Antara malu dengan Adnan karena dialah yang meracuni istrinya kalau Adnan telah bermain perempuan di paunjunan. Apalagi suami adik iparnya itu memakai p