Sesuai janji Adnan, begitu Bu Vina pulang dari umroh mereka akan mengadakan acara tujuh bulanan kehamilan Nabila.Acara itu berlangsung sederhana sesuai adat di desa mereka. Para undangan pun mendoakan kelancaran lahiran Nabila nanti dan tidak sedikit orang yang memberikan amalan ketika tiba saatnya nanti."Yang penting jangan mengangkat pantat ketika mengejan nanti, Nabila, kalau gak mau itumusobek ," ucap salah satu tetangga Bu Vina.Nabila tersenyum sambil menutup mulutnya dengan tangan karena ekspresi ibu itu lucu saat menyebut 'itumu'. "Nabila sambil latihan mengejan, Bu. Di klinik sebulan sekali kami adakan pertemuan, senam hamil setelah memeriksakan kandungan kami," jawab Nabila lembut."Cukup mengepel sambil nungging, Nabila." Tetangga yang satunya ikut menimbrung sambil menggamit lengan Nabila."Iya, Bu. Sambil sujud pas sehabis shalat juga, satu menitan pun gak apa-apa," sahut Nabila lagi.Salma hanya mendengarkan saja pembicaraan Nabila dan para ibu-ibu tetangga. Terkadang
"Pantas saja pernikahan mereka tidak pernah dirayakan," ucap Chiko sambil bersandar di pagar pembatas."Karena Adnan menikah tanpa restu dari ayahnya. Dia memberi kabar setelah sudah menikah dan beliau tidak bisa membangkang Adnan jika masih ingin menjalin hubungan baik dengan anaknya, kan?" Kali ini Natasha yang tadi hanya diam ikut bersuara, perempuan yang lebih muda dari Chiko itu malah duduk santai di pagar pembatas."Dari mana kamu tahu? Bukankah kamu sibuk belajar di luar negri," sahut Chiko heran."Aku memiliki sinyal yang kuat, sehingga tahu berita-berita yang tidak kamu ketahui," jawab Natasha sinis."Persis ayahmu, dia tidak mau pulang hanya untuk acara remeh seperti ini," ujar Uak Santi yang merupakan ibunya Natasha dan Angel."Jadi, Nabila itu anak sopir keluarga ini, Bun?" tanya Angel penasaran, adik Natasha dengan perbedaan usia hanya 2 tahun."Sopir yang dijadikan tumbal kebebasan Sultan. Pria paruh baya itu dibiarkan mati demi kebebasan Sultan dari musuh yang terus men
Nabila berlari setelah menuruni tangga, dia menuju ke arah taman belakang yang gelap. Namun dia tersentak kaget ketika lampu taman menyala saat dia mendekat, rupanya lampu itu mendeteksi hawa panas yang membuatnya menyala secara otomatis."Apa yang kamu lakukan berlari-larian di tempat gelap seperti ini? Kamu kan lagi hamil." Suara berat seorang pria lebih mengagetkan Nabila."A-ayah...," ucapnya terbata begitu melihat sosok pria itu ternyata ayah mertuanya. "Sa-saya ....""Apa kamu ingin pergi dari sini setelah mendengar semuanya?" Pertanyaan ayah mertua membuat Nabila semakin terkejut. "Kamu pasti mendengar pembicaraan mereka di balkon."Penjelasan berikutnya barulah disadari oleh Nabila bahwa tempat mereka berdiri itu ada di bawah balkon, sehingga beliau juga pasti mendengar pembicaraan Uak Santi yang memiliki suara menggelegar."Aku bisa memesankan kamu taksi, pergilah ke pagar depan, satpam akan membukakan pintunya begitu taksi sudah tiba. Menjauhlah dari Adnan, pergilah jauh mem
Adnan tersungkur kalah dihajar oleh preman bertubuh besar. Dia tersengal-sengal mengatur nafasnya sementara orang yang memukulinya sibuk memunguti uang yang berserakan."Dimana istriku?" tanyanya menangkap tangan besar milik si preman ketika akan mengambil lembaran uang di dekat Adnan."Mana kutahu? Istrimu, kenapa tanya padaku?" jawabnya seraya menepis keras tangan Adnan."Itu uang istriku yang kamu ambil! Dompet di tanganmu itu milik istriku, Nabila Rahman!" teriak Adnan sambil melepas rasa sakitnya, lalu terbatuk. Rahangnya terasa berdenyut akibat hantaman si preman.Preman itu terpaku sebelum memeriksa dompet wanita di tangannya, membaca data diri si pemilik dompet lalu melirik Adnan yang menatapnya lemah."Dimana dia? Istriku." Adnan mengulang pertanyaannya."Seburuk apa kamu, sampai istrimu saja pergi meninggalkanmu. Dia pergi pakai kapal dengan selingkuhannya," jawabnya ketus, melempar dompet itu ke samping kepala Adnan yang masih terbaring di tanah."Bantu aku mencarinya dan j
Pria yang dimaksud Romi adalah sepupu Nabila, anak dari paman Anang yang akan Nabila kunjungi, adik ayahnya."Kenapa kamu kabur dari suamimu? Kandunganmu sudah besar, apa dia gak mencarimu, Bila?" tanya sepupu Nabila yang bernama Iwan."Ceritanya panjang, Wan. Aku yakin, kamu gak akan menghubungi ibu atau Mbak Salma, kan," jawab Nabila, menatap sepupunya itu lalu memaku pandangannya ke buih di lautan akibat baling kapal yang berputar setelah sepupunya itu mengangguk.Keduanya terdiam sambil memandang lautan yang gelap akibat malam tanpa rembulan. Sepupu Nabila yang bernama Iwan itu baru saja membeli pakan ikan di kota dan tidak sengaja melihat Nabila yang kebingungan setelah kehilangan dompetnya.Lalu Nabila mengikuti Iwan karena tujuannya memang ke rumah orang tua pria itu. Iwan membantu ayahnya berternak udang.*"Nabilaaa, anakku," seru Paman Anang begitu melihat Nabila memasuki halaman rumah beliau bersama Iwan."Lama sekali aku tidak melihatmu. Maaf paman tidak hadir ke pernikaha
Dengan bantuan bapak baya tadi, Adnan dan Romi pergi ke rumah Pak Anang, pamannya Nabila.Rumah panggung di ujung jalan, yang memiliki keramba udang galah dan ikan jenis Nila laut.Namun begitu mereka bertiga sampai di depan rumah Pak Anang, terdengar suara gaduh dari dalam rumah tersebut.“Nabila!” seru Adnan sebelum berlari menuju pintu depan, mengira adanya bahaya disekitar istrinya.Sebelum sempat mendobrak pintu itu, Adnan terdorong ke belakang karena Pak Anang tiba-tiba saja keluar rumah dan tidak sengaja mendorong Adnan ke samping agar memberi jalan.“Kenapa, Pak? Ada apa?” tanya bapak baya yang mengantar Adnan tadi.“Tolong, Pak. Keponakan saya mau melahirkan,” ujar Pak Anang gugup.Lalu terlihat Nabila yang dibopong oleh istri dan anak Pak Anang, mereka berdua terlihat kewalahan karena meski badan Nabila kurus tapi kehamilannya yang besar membuat mereka kesulitan.“Nabila! Sayang, apa kamu kesakitan?” seru Adnan panik, menghampiri istrinya.“Mas Adnan, kenapa kamu sampai kema
“Apa yang Mbak Vega lakukan, anakku kehausan, kenapa direbut dari tangan ibunya!” Adnan sangat marah melihat tingkah sepupu istrinya yang seperti tidak pernah memiliki bayi.“Oh, maafkan, Mbak. Aku terlalu antusias terhadap bayi laki-laki.” Vega langsung menyerahkan Daran kecil kembali ke tangan Nabila.Susan yang juga sudah bersemangat karena dedek bayi sudah di tangan ibunya, jadi cemberut karena mendengar suara keras Adnan dan berpikir kalau pamannya itu pelit tidak membolehkan ibunya menggendong.“Pantas saja suaminya berselingkuh, istrinya gak punya sopan santun dan gak tau cara menghargai orang,” gumam Adnan dengan sangat jelas terdengar oleh semuanya kecuali Susan yang perhatiannya hanya kepada Daran.“Mas!” tegur Nabila, membelalakkan matanya memperingatkan.“Apa maksudmu, Adnan?” tanya Vega dan Salma secara bersamaan.“Yah, sebaiknya masalah ini dibuka saja, sebelum masalahnya menjadi serius seperti Mas Adli dulu.” Adnan menatap Vega dengan menyesal karena sudah membuka aib s
“Nggak akan lah, Mbak. Aku orang yang paling setia di dunia ini. Hanya ada satu perempuan yang ada di hatiku," ujar Adnan sombong sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Nabila."Ih gombal. Mas Duta juga ngomongnya begitu, nyatanya juga sama aja kayak lelaki hidung belang," gerutu Vega, lantas wanita itu langsung berlenggang pergi padahal belum masuk ke rumah.Bu Vina yang melihat kelakuan keponakannya, hanya menggeleng prihatin. Sementara Adnan tidak memperdulikan Vega karena perhatiannya tersita dengan raut wajah Nabila yang lucu. "Gombal," ucap Nabila tanpa suara, membuat Adnan mengeluarkan cengiran tengilnya.*"Nabila, Sayang. Mas mau mengatakan suatu rahasia yang pernah mas sebutkan dulu." Adnan menarik tangan istrinya menuju ranjang super besar di kamar itu, setelah wanitanya meletakkan Daran kecil di ranjangnya.Mereka sudah kembali ke rumah mereka yang sederhana tapi mewah, setelah Daran berusia genap 41 hari."Apa itu, Mas? Tapi, Nabila sudah gak penasaran lagi, Mas. Bia