Nabila berlari setelah menuruni tangga, dia menuju ke arah taman belakang yang gelap. Namun dia tersentak kaget ketika lampu taman menyala saat dia mendekat, rupanya lampu itu mendeteksi hawa panas yang membuatnya menyala secara otomatis."Apa yang kamu lakukan berlari-larian di tempat gelap seperti ini? Kamu kan lagi hamil." Suara berat seorang pria lebih mengagetkan Nabila."A-ayah...," ucapnya terbata begitu melihat sosok pria itu ternyata ayah mertuanya. "Sa-saya ....""Apa kamu ingin pergi dari sini setelah mendengar semuanya?" Pertanyaan ayah mertua membuat Nabila semakin terkejut. "Kamu pasti mendengar pembicaraan mereka di balkon."Penjelasan berikutnya barulah disadari oleh Nabila bahwa tempat mereka berdiri itu ada di bawah balkon, sehingga beliau juga pasti mendengar pembicaraan Uak Santi yang memiliki suara menggelegar."Aku bisa memesankan kamu taksi, pergilah ke pagar depan, satpam akan membukakan pintunya begitu taksi sudah tiba. Menjauhlah dari Adnan, pergilah jauh mem
Adnan tersungkur kalah dihajar oleh preman bertubuh besar. Dia tersengal-sengal mengatur nafasnya sementara orang yang memukulinya sibuk memunguti uang yang berserakan."Dimana istriku?" tanyanya menangkap tangan besar milik si preman ketika akan mengambil lembaran uang di dekat Adnan."Mana kutahu? Istrimu, kenapa tanya padaku?" jawabnya seraya menepis keras tangan Adnan."Itu uang istriku yang kamu ambil! Dompet di tanganmu itu milik istriku, Nabila Rahman!" teriak Adnan sambil melepas rasa sakitnya, lalu terbatuk. Rahangnya terasa berdenyut akibat hantaman si preman.Preman itu terpaku sebelum memeriksa dompet wanita di tangannya, membaca data diri si pemilik dompet lalu melirik Adnan yang menatapnya lemah."Dimana dia? Istriku." Adnan mengulang pertanyaannya."Seburuk apa kamu, sampai istrimu saja pergi meninggalkanmu. Dia pergi pakai kapal dengan selingkuhannya," jawabnya ketus, melempar dompet itu ke samping kepala Adnan yang masih terbaring di tanah."Bantu aku mencarinya dan j
Pria yang dimaksud Romi adalah sepupu Nabila, anak dari paman Anang yang akan Nabila kunjungi, adik ayahnya."Kenapa kamu kabur dari suamimu? Kandunganmu sudah besar, apa dia gak mencarimu, Bila?" tanya sepupu Nabila yang bernama Iwan."Ceritanya panjang, Wan. Aku yakin, kamu gak akan menghubungi ibu atau Mbak Salma, kan," jawab Nabila, menatap sepupunya itu lalu memaku pandangannya ke buih di lautan akibat baling kapal yang berputar setelah sepupunya itu mengangguk.Keduanya terdiam sambil memandang lautan yang gelap akibat malam tanpa rembulan. Sepupu Nabila yang bernama Iwan itu baru saja membeli pakan ikan di kota dan tidak sengaja melihat Nabila yang kebingungan setelah kehilangan dompetnya.Lalu Nabila mengikuti Iwan karena tujuannya memang ke rumah orang tua pria itu. Iwan membantu ayahnya berternak udang.*"Nabilaaa, anakku," seru Paman Anang begitu melihat Nabila memasuki halaman rumah beliau bersama Iwan."Lama sekali aku tidak melihatmu. Maaf paman tidak hadir ke pernikaha
Dengan bantuan bapak baya tadi, Adnan dan Romi pergi ke rumah Pak Anang, pamannya Nabila.Rumah panggung di ujung jalan, yang memiliki keramba udang galah dan ikan jenis Nila laut.Namun begitu mereka bertiga sampai di depan rumah Pak Anang, terdengar suara gaduh dari dalam rumah tersebut.“Nabila!” seru Adnan sebelum berlari menuju pintu depan, mengira adanya bahaya disekitar istrinya.Sebelum sempat mendobrak pintu itu, Adnan terdorong ke belakang karena Pak Anang tiba-tiba saja keluar rumah dan tidak sengaja mendorong Adnan ke samping agar memberi jalan.“Kenapa, Pak? Ada apa?” tanya bapak baya yang mengantar Adnan tadi.“Tolong, Pak. Keponakan saya mau melahirkan,” ujar Pak Anang gugup.Lalu terlihat Nabila yang dibopong oleh istri dan anak Pak Anang, mereka berdua terlihat kewalahan karena meski badan Nabila kurus tapi kehamilannya yang besar membuat mereka kesulitan.“Nabila! Sayang, apa kamu kesakitan?” seru Adnan panik, menghampiri istrinya.“Mas Adnan, kenapa kamu sampai kema
“Apa yang Mbak Vega lakukan, anakku kehausan, kenapa direbut dari tangan ibunya!” Adnan sangat marah melihat tingkah sepupu istrinya yang seperti tidak pernah memiliki bayi.“Oh, maafkan, Mbak. Aku terlalu antusias terhadap bayi laki-laki.” Vega langsung menyerahkan Daran kecil kembali ke tangan Nabila.Susan yang juga sudah bersemangat karena dedek bayi sudah di tangan ibunya, jadi cemberut karena mendengar suara keras Adnan dan berpikir kalau pamannya itu pelit tidak membolehkan ibunya menggendong.“Pantas saja suaminya berselingkuh, istrinya gak punya sopan santun dan gak tau cara menghargai orang,” gumam Adnan dengan sangat jelas terdengar oleh semuanya kecuali Susan yang perhatiannya hanya kepada Daran.“Mas!” tegur Nabila, membelalakkan matanya memperingatkan.“Apa maksudmu, Adnan?” tanya Vega dan Salma secara bersamaan.“Yah, sebaiknya masalah ini dibuka saja, sebelum masalahnya menjadi serius seperti Mas Adli dulu.” Adnan menatap Vega dengan menyesal karena sudah membuka aib s
“Nggak akan lah, Mbak. Aku orang yang paling setia di dunia ini. Hanya ada satu perempuan yang ada di hatiku," ujar Adnan sombong sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Nabila."Ih gombal. Mas Duta juga ngomongnya begitu, nyatanya juga sama aja kayak lelaki hidung belang," gerutu Vega, lantas wanita itu langsung berlenggang pergi padahal belum masuk ke rumah.Bu Vina yang melihat kelakuan keponakannya, hanya menggeleng prihatin. Sementara Adnan tidak memperdulikan Vega karena perhatiannya tersita dengan raut wajah Nabila yang lucu. "Gombal," ucap Nabila tanpa suara, membuat Adnan mengeluarkan cengiran tengilnya.*"Nabila, Sayang. Mas mau mengatakan suatu rahasia yang pernah mas sebutkan dulu." Adnan menarik tangan istrinya menuju ranjang super besar di kamar itu, setelah wanitanya meletakkan Daran kecil di ranjangnya.Mereka sudah kembali ke rumah mereka yang sederhana tapi mewah, setelah Daran berusia genap 41 hari."Apa itu, Mas? Tapi, Nabila sudah gak penasaran lagi, Mas. Bia
"Kenapa kamu bilang seperti itu? Dari mana kamu tahu kalau Adli bangkrut?" tanya Salma, tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya."Adli ketahuan menyelewengkan uang perusahaan. Zaky telah memecatnya dan membuatnya membawa hutang yang besar. Kalau dia tidak mengembalikan uang yang telah diambilnya selama 3 bulan ini, dia akan dituntut dan masuk penjara." Penjelasan Adnan membuat Salma tercengang. "Lalu, apa benar mantan suami mbak itu datang dan memohon untuk kembali kepadamu, Mbak?" tanya Nabila, lalu dijawab Salma dengan anggukan.Salma menjawabnya dengan anggukan, manatap Nabila mengharap bantuannya."Apa yang harus Mbak lakukan, Bila?"Tanya dengan ibu, Mbak. Kalau saran Bila sih, jangan mau menerima lelaki itu lagi karena kita tidak tahu yang sebenarnya, atau jangan-jangan dia berbohong tentang sudah bercerai dengan istri barunya itu." Nabila menatap Adnan minta dukungan."Bener kata Nabila, Mbak. Bukankah, mantan mbak dengan istrinya itu masih pengantin baru? Mustahil dia mau
Adnan dan Nabila tiba di rumah sang Sultan yang bergaya Inggris. Entah kenapa, rumah itu terasa sepi, hanya ada kepala asisten rumah tangga dan beberapa bawahannya yang menyambut kedatangan mereka.“Kemana yang lain, Bu?” tanya Adnan yang merasa aneh karena tidak ada orang, biasanya akan ada tante atau uaknya yang menyambutnya, apalagi ayahnya sedang sakit.Nabila pun merasakan hal yang sama, suasana rumah besar itu seperti kuburan, bahkan angin pun sungkan meniupkan kehadirannya. “Saudara dan saudari Tuan Sultan tidak ada yang datang, karena beliau sendiri yang melarangnya, Tuan Muda,” jawab wanita baya bernama Barmi.“Kenapa begitu, Bu? Lalu para sepupuku?” tanya Adnan lagi, membiarkan bawahan Bu Barmi mengambil alih bawaan mereka untuk dibawa ke kamar mereka di lantai dua.“Mereka dikirim ke luar negeri, untuk mempelajari usaha ayah mereka masing-masing. Sekarang, silahkan ikut saya Tuan dan Nyonya Muda. Tuan besar sudah menunggu dari tadi, beliau sudah tidak sabar melihat cucu sa
Amin masih terdiam, pikirannya berputar cepat, berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan ayahnya. Darrel yang terlihat sudah akrab dengan Daran, terlepas mereka bertetangga sedari kecil, sekarang diikuti oleh sosok Lisa, gadis yang tak pernah ia bayangkan akan berinteraksi dengannya, apalagi di acara sebesar ini. Semua ini terasa sangat diluar dugaan, seolah hidupnya yang sederhana tiba-tiba berubah menjadi sebuah cerita yang tidak pernah ia pahami sebelumnya."Saya masih penasaran dengan Aminah, kapan kalian pernah bertemu?" Amin kembali menanyakan tentang saudari kembarnya.Lisa menyimpan senyumnya dan menatap Amin dengan penuh minat, “Ya, aku tahu banyak tentang Aminah. Kami sering bertemu di beberapa acara penting. Bahkan, dia pernah menyebutkan tentang kamu.” Lisa melirik sepintas ke arah Daran yang terlihat tidak mendengarkan pembicaraan mereka.Amin merasa semakin tenggelam dalam kebingungannya. Aminah? Saudarinya ada di acara penting? Ia tahu Aminah selalu menyembunyikan s
Amin merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia mencoba menyembunyikan kecanggungannya di balik senyum tipis yang dipaksakan. Situasi yang tidak biasa ini benar-benar membuatnya bingung. Lisa, gadis yang sering dibicarakan oleh rekan-rekannya di kantor karena kecantikan dan kecerdasannya, sekarang berdiri di hadapannya, tersenyum hangat sambil mengulurkan tangan.“Saudara kembarnya Aminah, bukan?” Lisa tersenyum lembut.Amin merasa lidahnya kelu, dan pertanyaan bodoh meluncur begitu saja dari mulutnya. “Anda kenal dengan Aminah?”Lisa tertawa kecil. “Oh, hanya pernah mendengar cerita sedikit dari beberapa orang di kantor. Kalian keluarga yang harmonis, katanya.”Sebelum Amin sempat merespon, Daran menepuk bahu putranya dengan bangga. “Perkenalkan, ini putraku satu-satunya. Seorang pria pekerja keras yang selalu memberikan yang terbaik. Dia anak yang berbakti kepada orang tua.”Amin kembali tersenyum, kali ini dengan perasaan semakin tidak nyaman. “Ayah, aku rasa mereka sudah tahu.”“
Suara tegas dari seorang pria membuat mereka berdua menoleh. Darrel, sang atasan yang dulu giginya pernah dipatahkan oleh Aminah, tiba-tiba muncul di dekat pintu masuk, menyusul Amin dan Daran. Dengan senyum dingin yang membuat suasana semakin canggung, dia melangkah mendekati mereka."Apa yang sedang terjadi di sini?" Darrel bertanya, meskipun jelas dia sudah tahu jawabannya. Pandangannya tertuju ke Daran, seakan menilai pria yang berdiri di depannya. "Jadi, ayahmu datang, Amin?" lanjutnya, menekankan kata 'ayah' dengan sedikit nada mengejek.Amin tergagap, tidak tahu harus menjawab apa. Dia ingin sekali menyembunyikan kenyataan bahwa ayahnya, yang disangkanya pengangguran, muncul di acara ulang tahun ayah bosnya itu. Dia khawatir Darrel akan menganggap rendah dirinya atau mempermalukannya di depan rekan-rekan kerja."Ya, Pak. Ini ayah saya," jawab Amin akhirnya, suaranya terdengar lemah.Namun, yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Darrel mengulurkan tangannya ke arah Daran
"Putri kesayanganmu itu sudah mematahkan giginya, Daran!”Mendengar itu Daran ternganga, terkejut mendengar penjelasan istrinya. “Kamu pikir itu bermain, itu sudah taraf melukai, apa kamu tidak pernah berantem semasa kecil?” ujar Diana lagi, suaranya penuh kekhawatiran.“Pernah sih, aku lebih seringnya dikeroyok oleh orang lain,” jawab Daran, dengan tampang yang masih ada gurat keterkejutan. Dia mengingat masa kecilnya yang penuh dengan kenangan pahit.“Orang kaya seperti kamu juga dibully?” Diana bertanya tidak percaya. Matanya membesar, seolah-olah tidak bisa menerima kenyataan bahwa suaminya yang tampak kuat dan berwibawa itu pernah menjadi korban bullying.“Lebih tepatnya, mereka dibayar oleh Kak Agung untuk membuatku tidak percaya diri.” Daran termenung mengingat masa kecilnya, karena dia merasa bodoh waktu itu sebab menganggap Agung sebagai malaikat tak bersayapnya. Kak Agung, saudara tirinya, selalu tampak baik di depan orang tua mereka, tetapi di belakang, dia adalah sumber pe
Fatimah menengok ke belakang, menatap Agung yang berteriak memanggil namanya. Ada rasa berat di hatinya meninggalkan Agung yang selalu mendukungnya, meski lelaki itu sangat dingin.“Sudahlah, Sayang. Sudah waktunya kamu move on. Pria gak guna itu wajib ditinggalkan.” Seorang lelaki bertampang bule mengelus pelan pundak Fatimah.“Ya, kamu benar,” jawabnya seraya berpaling dan tersenyum ke arah lelaki yang bernama Bram, teman lelakinya selama ini.“Untung aku menemukanmu setelah menelusuri jejak yang kamu tinggalkan, Sayang. Suamimu itu bukan darah biru seperti aku, kalau sama aku, kamu hanya bisa senang-senang dan uang ngalir terus ke rekening kamu,” seloroh Bram sombong, sambil meremas-remas pundak Fatimah.Fatimah tertawa lebar mendengarnya, dan si Bram langsung mengecup bibirnya, lalu terjadilah adegan dewasa yang tak diinginkan.Sementara Agung jatuh berlutut, dia tidak menyangka Fatimah yang penurut ternyata mengkhianatinya. Dia tidak pernah menduga, wanita itu bakal berselingkuh
Diana dan Daran sudah menempati rumah almarhum Nabila. Seperti rencananya dulu, Daran bakal pergi ke perusahaan menggunakan helikopter. Sedangkan Adnan sudah kembali ke rumahnya dan sudah jarang pergi ke kantor, karena dia mempercayakan perusahaan ke tangan Daran, kecuali ada keadaan darurat barulah pria itu turun tangan. Adnan hanya menyibukkan dirinya dengan bersantai di halaman belakang rumahnya, atau akan berjalan-jalan menjenguk cucu kembarnya.“Pintar sekali sih cucuku, Amin dan Aminah. 4 bulan sudah bisa duduk, sedangkan bapakmu dulu 4 bulan masih belum bisa membalikkan badannya,” ucap Adnan, sambil memangku kedua anak Daran yang sudah beranjak usia 5 bulan.“Diminum, Yah, kopinya.” Diana membawa secangkir kopi dan sepiring pisang goreng ke hadapan ayah mertuanya.“Kenapa Daran belum pulang, sudah sore seperti ini?” tanya Adnan, menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 sore.Diana menghela nafas panjang. “Palingan mampir dulu ke sungai, Yah. Daran lagi keracunan hob
Daran teringat beberapa tahun yang lalu, ketika dia masih bekerja dengan Pak RT. Saat mereka membawakan bibit cabe rawit ke sebuah rumah sederhana yang memiliki halaman luas. Saat itu, Daran merasa canggung ketika pemilik rumah itu menatapnya tanpa henti ketika membantu Pak RT menurunkan puluhan bibit rawit dari mobil pick up. Tatapan wanita itu begitu tajam, seolah-olah mencoba mengingat setiap detail wajahnya. Daran merasa tidak nyaman, tetapi dia tetap fokus pada pekerjaannya.Begitu ayahnya Daran memberitahunya bahwa mereka memiliki rumah di daerah itu, Daran terkejut, karena selama ini dia tidak pernah tahu tentang rumah tersebut. Ayahnya menjelaskan bahwa rumah itu adalah rumah mereka ketika mengandung dirinya, dan ibunya memilih kembali tinggal beberapa tahun lalu sebelum meninggal. Banyak pertanyaan yang mengganggu Daran, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi dia tidak ingin membuat ayahnya sedih dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu.Diana, yang mendengar cerit
"Fatimah … apa yang membuat kamu datang kemari?” tanya Daran terkejut, dia tidak dapat menutupi suaranya yang sedikit bergetar. Sudah lama dia tidak melihatnya, terakhir kali bertemu Fatimah ketika Agung akan pergi keluar pulau.“Kenapa kamu terkejut begitu, Daran? Aku gak mengganggu reuni keluarga kalian, kan?” Fatimah menatap Daran dan Diana bergantian, lalu menatap Bu Mislah dan Hanum yang masih berdiri di teras, juga menatapnya dengan diam.“Tentu saja tidak, Fatimah. Silahkan saja masuk,” jawab Diana dengan senyum ramah, membuka lebar pintu masuk. Dia mempersilahkan Fatimah untuk masuk terlebih dahulu sebelum ibu mertua dan kakak iparnya.Fatimah melangkah masuk dengan hati-hati, seolah-olah takut mengganggu suasana. “Aku hanya sebentar, Diana. Aku ingin mengambil barang milik Agung yang ada di kamarnya dahulu,” ujarnya dengan suara pelan namun tegas.Diana mengangguk, “Tentu, silahkan. Kamarnya masih seperti dulu, tidak ada yang berubah.”Fatimah berjalan melewati Daran dan Dian
Kehamilan Diana yang sudah memasuki bulan ke-5 membuat perutnya semakin melebar dan membesar dua kali lipat dari orang yang hamil biasa. Dengan keadaan itu, membuatnya semakin tidak leluasa pergi terlalu jauh dan berjalan terlalu lama.“Bagaimana kalau kita periksa ke dokter, Sayang,” ujar Daran yang khawatir melihat keadaan istrinya. Seringnya Daran pergi seorang diri ke kantor membuatnya khawatir meninggalkan Diana tanpa keberadaannya.“Aku gak apa-apa, Daran. Kamu jangan berlebihan,” ucap Diana kesal. Meski sebenarnya dia juga khawatir dengan perubahan tubuhnya yang tidak sama seperti yang dipelajarinya di YouTube.“Berat badanmu sudah naik lima kali lipat, kita harus USG, ya,” bujuk Daran.“Iya nanti, sekarang aku lagi capek. Kamu harus ke kantor kan?” Dengan beribu alasan, Diana menolak karena takut dengan hasilnya yang mengecewakan.“Iya, ada rapat pemegang saham. Aku harus hadir mewakili ayah. Tapi setelah selesai, aku akan segera pulang.” Daran mengecup dahi Diana lama. Berat