Adnan tersungkur kalah dihajar oleh preman bertubuh besar. Dia tersengal-sengal mengatur nafasnya sementara orang yang memukulinya sibuk memunguti uang yang berserakan."Dimana istriku?" tanyanya menangkap tangan besar milik si preman ketika akan mengambil lembaran uang di dekat Adnan."Mana kutahu? Istrimu, kenapa tanya padaku?" jawabnya seraya menepis keras tangan Adnan."Itu uang istriku yang kamu ambil! Dompet di tanganmu itu milik istriku, Nabila Rahman!" teriak Adnan sambil melepas rasa sakitnya, lalu terbatuk. Rahangnya terasa berdenyut akibat hantaman si preman.Preman itu terpaku sebelum memeriksa dompet wanita di tangannya, membaca data diri si pemilik dompet lalu melirik Adnan yang menatapnya lemah."Dimana dia? Istriku." Adnan mengulang pertanyaannya."Seburuk apa kamu, sampai istrimu saja pergi meninggalkanmu. Dia pergi pakai kapal dengan selingkuhannya," jawabnya ketus, melempar dompet itu ke samping kepala Adnan yang masih terbaring di tanah."Bantu aku mencarinya dan j
Pria yang dimaksud Romi adalah sepupu Nabila, anak dari paman Anang yang akan Nabila kunjungi, adik ayahnya."Kenapa kamu kabur dari suamimu? Kandunganmu sudah besar, apa dia gak mencarimu, Bila?" tanya sepupu Nabila yang bernama Iwan."Ceritanya panjang, Wan. Aku yakin, kamu gak akan menghubungi ibu atau Mbak Salma, kan," jawab Nabila, menatap sepupunya itu lalu memaku pandangannya ke buih di lautan akibat baling kapal yang berputar setelah sepupunya itu mengangguk.Keduanya terdiam sambil memandang lautan yang gelap akibat malam tanpa rembulan. Sepupu Nabila yang bernama Iwan itu baru saja membeli pakan ikan di kota dan tidak sengaja melihat Nabila yang kebingungan setelah kehilangan dompetnya.Lalu Nabila mengikuti Iwan karena tujuannya memang ke rumah orang tua pria itu. Iwan membantu ayahnya berternak udang.*"Nabilaaa, anakku," seru Paman Anang begitu melihat Nabila memasuki halaman rumah beliau bersama Iwan."Lama sekali aku tidak melihatmu. Maaf paman tidak hadir ke pernikaha
Dengan bantuan bapak baya tadi, Adnan dan Romi pergi ke rumah Pak Anang, pamannya Nabila.Rumah panggung di ujung jalan, yang memiliki keramba udang galah dan ikan jenis Nila laut.Namun begitu mereka bertiga sampai di depan rumah Pak Anang, terdengar suara gaduh dari dalam rumah tersebut.“Nabila!” seru Adnan sebelum berlari menuju pintu depan, mengira adanya bahaya disekitar istrinya.Sebelum sempat mendobrak pintu itu, Adnan terdorong ke belakang karena Pak Anang tiba-tiba saja keluar rumah dan tidak sengaja mendorong Adnan ke samping agar memberi jalan.“Kenapa, Pak? Ada apa?” tanya bapak baya yang mengantar Adnan tadi.“Tolong, Pak. Keponakan saya mau melahirkan,” ujar Pak Anang gugup.Lalu terlihat Nabila yang dibopong oleh istri dan anak Pak Anang, mereka berdua terlihat kewalahan karena meski badan Nabila kurus tapi kehamilannya yang besar membuat mereka kesulitan.“Nabila! Sayang, apa kamu kesakitan?” seru Adnan panik, menghampiri istrinya.“Mas Adnan, kenapa kamu sampai kema
“Apa yang Mbak Vega lakukan, anakku kehausan, kenapa direbut dari tangan ibunya!” Adnan sangat marah melihat tingkah sepupu istrinya yang seperti tidak pernah memiliki bayi.“Oh, maafkan, Mbak. Aku terlalu antusias terhadap bayi laki-laki.” Vega langsung menyerahkan Daran kecil kembali ke tangan Nabila.Susan yang juga sudah bersemangat karena dedek bayi sudah di tangan ibunya, jadi cemberut karena mendengar suara keras Adnan dan berpikir kalau pamannya itu pelit tidak membolehkan ibunya menggendong.“Pantas saja suaminya berselingkuh, istrinya gak punya sopan santun dan gak tau cara menghargai orang,” gumam Adnan dengan sangat jelas terdengar oleh semuanya kecuali Susan yang perhatiannya hanya kepada Daran.“Mas!” tegur Nabila, membelalakkan matanya memperingatkan.“Apa maksudmu, Adnan?” tanya Vega dan Salma secara bersamaan.“Yah, sebaiknya masalah ini dibuka saja, sebelum masalahnya menjadi serius seperti Mas Adli dulu.” Adnan menatap Vega dengan menyesal karena sudah membuka aib s
“Nggak akan lah, Mbak. Aku orang yang paling setia di dunia ini. Hanya ada satu perempuan yang ada di hatiku," ujar Adnan sombong sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Nabila."Ih gombal. Mas Duta juga ngomongnya begitu, nyatanya juga sama aja kayak lelaki hidung belang," gerutu Vega, lantas wanita itu langsung berlenggang pergi padahal belum masuk ke rumah.Bu Vina yang melihat kelakuan keponakannya, hanya menggeleng prihatin. Sementara Adnan tidak memperdulikan Vega karena perhatiannya tersita dengan raut wajah Nabila yang lucu. "Gombal," ucap Nabila tanpa suara, membuat Adnan mengeluarkan cengiran tengilnya.*"Nabila, Sayang. Mas mau mengatakan suatu rahasia yang pernah mas sebutkan dulu." Adnan menarik tangan istrinya menuju ranjang super besar di kamar itu, setelah wanitanya meletakkan Daran kecil di ranjangnya.Mereka sudah kembali ke rumah mereka yang sederhana tapi mewah, setelah Daran berusia genap 41 hari."Apa itu, Mas? Tapi, Nabila sudah gak penasaran lagi, Mas. Bia
"Kenapa kamu bilang seperti itu? Dari mana kamu tahu kalau Adli bangkrut?" tanya Salma, tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya."Adli ketahuan menyelewengkan uang perusahaan. Zaky telah memecatnya dan membuatnya membawa hutang yang besar. Kalau dia tidak mengembalikan uang yang telah diambilnya selama 3 bulan ini, dia akan dituntut dan masuk penjara." Penjelasan Adnan membuat Salma tercengang. "Lalu, apa benar mantan suami mbak itu datang dan memohon untuk kembali kepadamu, Mbak?" tanya Nabila, lalu dijawab Salma dengan anggukan.Salma menjawabnya dengan anggukan, manatap Nabila mengharap bantuannya."Apa yang harus Mbak lakukan, Bila?"Tanya dengan ibu, Mbak. Kalau saran Bila sih, jangan mau menerima lelaki itu lagi karena kita tidak tahu yang sebenarnya, atau jangan-jangan dia berbohong tentang sudah bercerai dengan istri barunya itu." Nabila menatap Adnan minta dukungan."Bener kata Nabila, Mbak. Bukankah, mantan mbak dengan istrinya itu masih pengantin baru? Mustahil dia mau
Adnan dan Nabila tiba di rumah sang Sultan yang bergaya Inggris. Entah kenapa, rumah itu terasa sepi, hanya ada kepala asisten rumah tangga dan beberapa bawahannya yang menyambut kedatangan mereka.“Kemana yang lain, Bu?” tanya Adnan yang merasa aneh karena tidak ada orang, biasanya akan ada tante atau uaknya yang menyambutnya, apalagi ayahnya sedang sakit.Nabila pun merasakan hal yang sama, suasana rumah besar itu seperti kuburan, bahkan angin pun sungkan meniupkan kehadirannya. “Saudara dan saudari Tuan Sultan tidak ada yang datang, karena beliau sendiri yang melarangnya, Tuan Muda,” jawab wanita baya bernama Barmi.“Kenapa begitu, Bu? Lalu para sepupuku?” tanya Adnan lagi, membiarkan bawahan Bu Barmi mengambil alih bawaan mereka untuk dibawa ke kamar mereka di lantai dua.“Mereka dikirim ke luar negeri, untuk mempelajari usaha ayah mereka masing-masing. Sekarang, silahkan ikut saya Tuan dan Nyonya Muda. Tuan besar sudah menunggu dari tadi, beliau sudah tidak sabar melihat cucu sa
Daran kecil sudah berusia 7 tahun, anak itu sedang asik berlarian di halaman belakang. Anak yang tinggal di rumah mewah dan besar itu tidak memiliki teman dan terpaksa bermain sendirian, karena memang tidak ada anak yang mau berteman dengan anak si Raja Bisnis yang rumahnya bak istana raja, mereka sungkan untuk mendekat.Nabila memperhatikan anaknya dari balkon lantai 2, karena wanita itu juga sibuk mengawasi orang-orang yang sedang menghias rumah untuk acara ulang tahun suaminya nanti malam.Sementara di sekitar halaman belakang dekat kolam renang, tidak kurang dari sepuluh orang berjaga bodyguard yang mengawasi orang-orang yang memasang panggung dan menyusun beberapa kursi di bawah tenda yang mewah.Seorang remaja duduk di kursi santai di pinggir kolam renang, sambil menekuni buku pelajarannya, tidak menghiraukan Daran yang terkadang menodongkan ujung senapan mainannya ke kepala remaja itu.Agung Cahya nama remaja itu, anak dari Hilman yang terpaksa diasuh oleh Adnan, karena kedua o