Keluarga Adnan berlibur ke villa di Kota Baru dalam rangka merayakan ulang tahun sang raja bisnis. Dua jam pelajaran dari ibukota Kalimantan Selatan yang mereka tempuh. Tidak lupa Bu Vina dan Salma juga ikut, sedangkan Lukman tinggal sendiri di rumah karena harus mengerjakan sesuatu tentang perusahaan yang tidak bisa ditinggalkan.Lelaki itu sudah tidak berteman lagi dengan mantan suami istrinya – Adli. Setelah Salma bercerai, Adli selalu mengejar Salma karena ingin mengajaknya rujuk. Namun rujuk disini bukan karena dia menyesal telah menceraikan Salma, tapi karena ingin menipunya dengan cara memperalat wanita itu agar mau mengambil sertifikat rumah ibunya untuk disekolahkan ke bank.Lukman yang ingin membantu teman masa sekolahnya, akhirnya berpura-pura menjadi pacar Salma. Namun, kepura-puraan itu akhirnya menjerumuskan mereka ke hubungan terlarang yang mengakibatkan Salma hamil, dan menuntut Lukman untuk bertanggung jawab.“Ghea, jangan main hp terus. Cepat panggil Kak Daran, waktu
Keesokan harinya, Agung sudah menghilang sedari pagi karena tidak ingin bertemu dengan Daran. Anak itu berjalan-jalan sendiri di tepi sungai di bawah bukit, sambil sesekali memungut batu pipih untuk dilempar ke sungai. Para bodyguard melihatnya keluar saat hari masih gelap, tapi mereka tidak ada yang mau memantau anak itu karena tidak ada perintah dari tuan Adnan, jadi anak itu bergerak dengan sesuka hatinya.Sebenarnya hal seperti itulah yang diinginkan Daran, tidak ada orang yang mengikutinya kemanapun dia pergi. Sementara Agung malah menginginkan ada orang yang mengawalnya kemanapun dia pergi, seperti Daran yang selalu ada yang akan memantaunya. Namun, meski seperti itu tetap ada anak yang bisa merundung Daran, atas bantuan dari Agung tentunya. Dengan tipu daya Agung, bahkan Daran sendiri sampai menganggap Agung sebagai pelindungnya padahal sepupunya lah yang membayar anak-anak berandalan yang mengganggunya.Entah apa yang dicari Agung di pinggir sungai, anak itu seperti memperha
Sudah dua minggu keluarga Adnan kehilangan Daran. Bahkan, ibunya Nabila lebih merasakan sakit hati kehilangan Daran karena disamping musibah itu, beliau nelangsa melihat putri bungsunya seperti kehilangan arah hidup.Nabila selalu menangis mengenang anaknya yang belum ditemukan, wanita itu juga selalu mengikuti proses pencarian Daran sampai tim SAR menghentikan pencariannya, karena sudah tidak ada kemungkinan hidup. Terutamanya, karena ada musibah lain yang menyebabkan tim itu harus meninggalkan kasus Daran.Adnan yang belum puas, karena belum menemukan petunjuk satu pun, menyewa beberapa orang untuk menelusuri sungai dan daerah sekitar tempat Daran menghilang. Mereka harus menemukan anaknya, hidup atau sudah mati mereka harus menemukan raga Daran.Berbagai cara sudah dilakukan, bahkan ritual dengan kepala suku pun juga dilakukan agar jasad yang kemungkinan diambil roh halus, atau mungkin disembunyikan suatu makhluk bisa diambil lagi dengan ritual penyembelihan kambing dan ayam hitam.
"Apa maksudmu keluar dari rumah ini, Sayang?" tanya Adnan, ketika Nabila mengutarakan niatnya untuk keluar dari rumah besar yang mereka tempati selama puluhan tahun. Lelaki itu sampai salah mengancingkan kancing kemejanya, sadar ketika lubang kancingnya sudah habis sementara kancingnya masih ada."Bukan maksud Bila untuk melupakan anak kita, Mas. Tapi, tinggal di rumah ini membuat Bila mengingat Daran, setiap sudut rumah ini pasti ada bayangan anak kita," jawab Nabila nelangsa, karena mendengar suara suaminya yang terlihat syok, membuatnya tidak terima kalau suaminya itu menganggapnya ingin melupakan Daran, putra mereka satu-satunya. Nabila tidak melihat kelakuan suaminya, karena sibuk merapikan tempat tidur mereka yang masih berantakan."Jadi apa rencanamu, Sayang?" tanya Adnan lagi. Sebenarnya dia mengerti maksud istrinya, tapi dia takut kalau istrinya itu sendirian karena dia tidak mungkin meninggalkan perusahaan terus-menerus di tangan Agung."Bila mau tinggal di rumah kita yang
"Iya, baju kebaya yang tadi kusuruh cuci." Wanita itu berkacak pinggang menatap Daran dengan tidak sabar."Ada, di pengering," jawab Daran asal, seraya menunjuk ke arah mesin cuci."Bodoh, bodoh, bodoh." Wanita itu memukuli Daran di setiap kata umpatan yang dilayangkannya. "Sudah kubilang, jangan dicuci di mesin cuci. Baju kesayanganku bisa rusak, aduh Daraaaaan," keluhnya kesal. Kakinya menghentak-hentak lantai dengan gelisah."Siapa yang bilang dicuci pakai mesin cuci? Aku merendamnya dengan sabun cair dan menguceknya pelan. Bajunya ada di teras belakang, digantung pakai hanger, diangin-anginkan doang, gak dijemur langsung di bawah sinar matahari," jawab Daran lancar, dia baru paham apa yang dibicarakan istri cerewetnya itu setelah fokusnya kembali."Bilang dari tadi. Kamu menunjuknya ke arah mesin cuci, jadi kupikir kamu mencucinya di mesin cuci." Satu kali pukulan dilayangkan lagi oleh wanita itu, padahal pekerjaan suaminya sudah benar.“Makanya jangan cerewet, jangan suka marah-m
Daran bahkan melakukan kesalahan ketika harus mengambilkan makanan untuk salah satu tamu, gara-gara matanya terus memperhatikan sang istri yang terlihat bercanda gurau dengan lelaki lain."Lho, sotonya mana, Mas? Kok jadi nasi kuning?" Tamu itu minta diambilkan soto, tapi Daran malah mengambilkannya nasi kuning dengan banyak sambal di pinggiran piringnya."Oh, maaf, Bu. Kenapa jadi nasi kuning?" Daran bertanya canggung menatap makanan di tangannya, malu atas kekeliruannya. "Sebentar, saya ambilkan lagi ya, Bu.""Iya gak apa-apa, Mas. Saya makan nasi kuning aja, deh." Tamu undangan itu tidak jadi marah begitu melihat lelaki tampan di hadapannya. Daran pun mengurungkan niatnya untuk mengambil kembali nasi kuning itu, karena ditahan oleh ibu tersebut.Untung Daran ganteng dan gagah, jadi sang tamu tidak jadi memarahinya dan menerima apa saja yang dibawakan oleh Daran. Bahkan tidak ada yang menyadarinya, kalau Daran telah berada di tenda untuk tamu wanita.Makanan berkuah seperti soto Ban
"Daran! Kemana aja baru pulang, pak RT tadi nyariin. Kamu ada janji nyemprotin kebun beliau kan, sore ini." Sesampainya di rumah, Diana langsung meneriaki Daran padahal dia belum memarkirkan motornya dengan benar."Lah, kamu pulangnya gak bilang-bilang, Sayaaaang. Mana aku tau istriku yang cerewet ini sudah pergi duluan," seru Daran gemas, membuat Diana bergidik jijik karena dipanggil sayang oleh Daran."Apaan sih, jangan bilang-bilang sayang. Cepat temuin pak RT sana!" seru Diana memukul lengan Daran, kebiasaan pavoritnya apalagi suaminya itu tidak pernah mengaduh kesakitan karena ototnya yang tebal."Iya, nanti. Aku memang udah janji sama beliau, kalau gak habis dzuhur ya ashar," sahut Daran seraya menggaruk bekas pukulan istrinya tadi."Tadi kamu naik motor sama siapa? Kamu selingkuh, kan?" Tuding Daran membuat Diana tersentak."Selingkuh apaan, orang cuman teman," jawab Diana ketus lalu berjalan mendahului Daran memasuki rumah.Walau wanita itu tidak suka dengan Daran, tapi dia ti
Daran menghentikan pekerjaannya menyemprot kebun pak RT dan berpaling ke asal suara untuk melihat siapa yang memanggilnya.Seorang lelaki yang memakai helm full face sedang memarkir motor sportnya di dekat jembatan, sebelum akhirnya orang itu menyeberang melalui jembatan kecil untuk menyusul Daran.Sontak Daran terkejut ketika melihat lelaki itu membuka helmnya. Lelaki yang tadi membonceng istrinya ialah orang yang sama ketika memukulinya sampai pingsan sebulan yang lalu."Kamu?" seru Daran seraya meletakkan alat semprotnya ke tanah. "Iya, aku, kenapa?" Lelaki itu langsung menghantam rahang Daran.Karena Daran tidak siap menerima serangan mendadak, alhasil dirinya terhuyung."Aku gak nyangka, ternyata yang jadi suami Diana itu, kamu Daran!" Lelaki itu menumbuk perut Daran dengan lututnya ketika Daran masih terbungkuk kesakitan."Ternyata, kamu lelaki tengil yang terpaksa dinikahi oleh Diana." Setiap kata yang diserukan lelaki itu, dia juga menghadiahi Daran dengan pukulannya.Daran t
Amin masih terdiam, pikirannya berputar cepat, berusaha mencerna setiap kata yang diucapkan ayahnya. Darrel yang terlihat sudah akrab dengan Daran, terlepas mereka bertetangga sedari kecil, sekarang diikuti oleh sosok Lisa, gadis yang tak pernah ia bayangkan akan berinteraksi dengannya, apalagi di acara sebesar ini. Semua ini terasa sangat diluar dugaan, seolah hidupnya yang sederhana tiba-tiba berubah menjadi sebuah cerita yang tidak pernah ia pahami sebelumnya."Saya masih penasaran dengan Aminah, kapan kalian pernah bertemu?" Amin kembali menanyakan tentang saudari kembarnya.Lisa menyimpan senyumnya dan menatap Amin dengan penuh minat, “Ya, aku tahu banyak tentang Aminah. Kami sering bertemu di beberapa acara penting. Bahkan, dia pernah menyebutkan tentang kamu.” Lisa melirik sepintas ke arah Daran yang terlihat tidak mendengarkan pembicaraan mereka.Amin merasa semakin tenggelam dalam kebingungannya. Aminah? Saudarinya ada di acara penting? Ia tahu Aminah selalu menyembunyikan s
Amin merasakan jantungnya berdebar kencang. Dia mencoba menyembunyikan kecanggungannya di balik senyum tipis yang dipaksakan. Situasi yang tidak biasa ini benar-benar membuatnya bingung. Lisa, gadis yang sering dibicarakan oleh rekan-rekannya di kantor karena kecantikan dan kecerdasannya, sekarang berdiri di hadapannya, tersenyum hangat sambil mengulurkan tangan.“Saudara kembarnya Aminah, bukan?” Lisa tersenyum lembut.Amin merasa lidahnya kelu, dan pertanyaan bodoh meluncur begitu saja dari mulutnya. “Anda kenal dengan Aminah?”Lisa tertawa kecil. “Oh, hanya pernah mendengar cerita sedikit dari beberapa orang di kantor. Kalian keluarga yang harmonis, katanya.”Sebelum Amin sempat merespon, Daran menepuk bahu putranya dengan bangga. “Perkenalkan, ini putraku satu-satunya. Seorang pria pekerja keras yang selalu memberikan yang terbaik. Dia anak yang berbakti kepada orang tua.”Amin kembali tersenyum, kali ini dengan perasaan semakin tidak nyaman. “Ayah, aku rasa mereka sudah tahu.”“
Suara tegas dari seorang pria membuat mereka berdua menoleh. Darrel, sang atasan yang dulu giginya pernah dipatahkan oleh Aminah, tiba-tiba muncul di dekat pintu masuk, menyusul Amin dan Daran. Dengan senyum dingin yang membuat suasana semakin canggung, dia melangkah mendekati mereka."Apa yang sedang terjadi di sini?" Darrel bertanya, meskipun jelas dia sudah tahu jawabannya. Pandangannya tertuju ke Daran, seakan menilai pria yang berdiri di depannya. "Jadi, ayahmu datang, Amin?" lanjutnya, menekankan kata 'ayah' dengan sedikit nada mengejek.Amin tergagap, tidak tahu harus menjawab apa. Dia ingin sekali menyembunyikan kenyataan bahwa ayahnya, yang disangkanya pengangguran, muncul di acara ulang tahun ayah bosnya itu. Dia khawatir Darrel akan menganggap rendah dirinya atau mempermalukannya di depan rekan-rekan kerja."Ya, Pak. Ini ayah saya," jawab Amin akhirnya, suaranya terdengar lemah.Namun, yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Darrel mengulurkan tangannya ke arah Daran
"Putri kesayanganmu itu sudah mematahkan giginya, Daran!”Mendengar itu Daran ternganga, terkejut mendengar penjelasan istrinya. “Kamu pikir itu bermain, itu sudah taraf melukai, apa kamu tidak pernah berantem semasa kecil?” ujar Diana lagi, suaranya penuh kekhawatiran.“Pernah sih, aku lebih seringnya dikeroyok oleh orang lain,” jawab Daran, dengan tampang yang masih ada gurat keterkejutan. Dia mengingat masa kecilnya yang penuh dengan kenangan pahit.“Orang kaya seperti kamu juga dibully?” Diana bertanya tidak percaya. Matanya membesar, seolah-olah tidak bisa menerima kenyataan bahwa suaminya yang tampak kuat dan berwibawa itu pernah menjadi korban bullying.“Lebih tepatnya, mereka dibayar oleh Kak Agung untuk membuatku tidak percaya diri.” Daran termenung mengingat masa kecilnya, karena dia merasa bodoh waktu itu sebab menganggap Agung sebagai malaikat tak bersayapnya. Kak Agung, saudara tirinya, selalu tampak baik di depan orang tua mereka, tetapi di belakang, dia adalah sumber pe
Fatimah menengok ke belakang, menatap Agung yang berteriak memanggil namanya. Ada rasa berat di hatinya meninggalkan Agung yang selalu mendukungnya, meski lelaki itu sangat dingin.“Sudahlah, Sayang. Sudah waktunya kamu move on. Pria gak guna itu wajib ditinggalkan.” Seorang lelaki bertampang bule mengelus pelan pundak Fatimah.“Ya, kamu benar,” jawabnya seraya berpaling dan tersenyum ke arah lelaki yang bernama Bram, teman lelakinya selama ini.“Untung aku menemukanmu setelah menelusuri jejak yang kamu tinggalkan, Sayang. Suamimu itu bukan darah biru seperti aku, kalau sama aku, kamu hanya bisa senang-senang dan uang ngalir terus ke rekening kamu,” seloroh Bram sombong, sambil meremas-remas pundak Fatimah.Fatimah tertawa lebar mendengarnya, dan si Bram langsung mengecup bibirnya, lalu terjadilah adegan dewasa yang tak diinginkan.Sementara Agung jatuh berlutut, dia tidak menyangka Fatimah yang penurut ternyata mengkhianatinya. Dia tidak pernah menduga, wanita itu bakal berselingkuh
Diana dan Daran sudah menempati rumah almarhum Nabila. Seperti rencananya dulu, Daran bakal pergi ke perusahaan menggunakan helikopter. Sedangkan Adnan sudah kembali ke rumahnya dan sudah jarang pergi ke kantor, karena dia mempercayakan perusahaan ke tangan Daran, kecuali ada keadaan darurat barulah pria itu turun tangan. Adnan hanya menyibukkan dirinya dengan bersantai di halaman belakang rumahnya, atau akan berjalan-jalan menjenguk cucu kembarnya.“Pintar sekali sih cucuku, Amin dan Aminah. 4 bulan sudah bisa duduk, sedangkan bapakmu dulu 4 bulan masih belum bisa membalikkan badannya,” ucap Adnan, sambil memangku kedua anak Daran yang sudah beranjak usia 5 bulan.“Diminum, Yah, kopinya.” Diana membawa secangkir kopi dan sepiring pisang goreng ke hadapan ayah mertuanya.“Kenapa Daran belum pulang, sudah sore seperti ini?” tanya Adnan, menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 sore.Diana menghela nafas panjang. “Palingan mampir dulu ke sungai, Yah. Daran lagi keracunan hob
Daran teringat beberapa tahun yang lalu, ketika dia masih bekerja dengan Pak RT. Saat mereka membawakan bibit cabe rawit ke sebuah rumah sederhana yang memiliki halaman luas. Saat itu, Daran merasa canggung ketika pemilik rumah itu menatapnya tanpa henti ketika membantu Pak RT menurunkan puluhan bibit rawit dari mobil pick up. Tatapan wanita itu begitu tajam, seolah-olah mencoba mengingat setiap detail wajahnya. Daran merasa tidak nyaman, tetapi dia tetap fokus pada pekerjaannya.Begitu ayahnya Daran memberitahunya bahwa mereka memiliki rumah di daerah itu, Daran terkejut, karena selama ini dia tidak pernah tahu tentang rumah tersebut. Ayahnya menjelaskan bahwa rumah itu adalah rumah mereka ketika mengandung dirinya, dan ibunya memilih kembali tinggal beberapa tahun lalu sebelum meninggal. Banyak pertanyaan yang mengganggu Daran, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi dia tidak ingin membuat ayahnya sedih dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu.Diana, yang mendengar cerit
"Fatimah … apa yang membuat kamu datang kemari?” tanya Daran terkejut, dia tidak dapat menutupi suaranya yang sedikit bergetar. Sudah lama dia tidak melihatnya, terakhir kali bertemu Fatimah ketika Agung akan pergi keluar pulau.“Kenapa kamu terkejut begitu, Daran? Aku gak mengganggu reuni keluarga kalian, kan?” Fatimah menatap Daran dan Diana bergantian, lalu menatap Bu Mislah dan Hanum yang masih berdiri di teras, juga menatapnya dengan diam.“Tentu saja tidak, Fatimah. Silahkan saja masuk,” jawab Diana dengan senyum ramah, membuka lebar pintu masuk. Dia mempersilahkan Fatimah untuk masuk terlebih dahulu sebelum ibu mertua dan kakak iparnya.Fatimah melangkah masuk dengan hati-hati, seolah-olah takut mengganggu suasana. “Aku hanya sebentar, Diana. Aku ingin mengambil barang milik Agung yang ada di kamarnya dahulu,” ujarnya dengan suara pelan namun tegas.Diana mengangguk, “Tentu, silahkan. Kamarnya masih seperti dulu, tidak ada yang berubah.”Fatimah berjalan melewati Daran dan Dian
Kehamilan Diana yang sudah memasuki bulan ke-5 membuat perutnya semakin melebar dan membesar dua kali lipat dari orang yang hamil biasa. Dengan keadaan itu, membuatnya semakin tidak leluasa pergi terlalu jauh dan berjalan terlalu lama.“Bagaimana kalau kita periksa ke dokter, Sayang,” ujar Daran yang khawatir melihat keadaan istrinya. Seringnya Daran pergi seorang diri ke kantor membuatnya khawatir meninggalkan Diana tanpa keberadaannya.“Aku gak apa-apa, Daran. Kamu jangan berlebihan,” ucap Diana kesal. Meski sebenarnya dia juga khawatir dengan perubahan tubuhnya yang tidak sama seperti yang dipelajarinya di YouTube.“Berat badanmu sudah naik lima kali lipat, kita harus USG, ya,” bujuk Daran.“Iya nanti, sekarang aku lagi capek. Kamu harus ke kantor kan?” Dengan beribu alasan, Diana menolak karena takut dengan hasilnya yang mengecewakan.“Iya, ada rapat pemegang saham. Aku harus hadir mewakili ayah. Tapi setelah selesai, aku akan segera pulang.” Daran mengecup dahi Diana lama. Berat