Daran bahkan melakukan kesalahan ketika harus mengambilkan makanan untuk salah satu tamu, gara-gara matanya terus memperhatikan sang istri yang terlihat bercanda gurau dengan lelaki lain."Lho, sotonya mana, Mas? Kok jadi nasi kuning?" Tamu itu minta diambilkan soto, tapi Daran malah mengambilkannya nasi kuning dengan banyak sambal di pinggiran piringnya."Oh, maaf, Bu. Kenapa jadi nasi kuning?" Daran bertanya canggung menatap makanan di tangannya, malu atas kekeliruannya. "Sebentar, saya ambilkan lagi ya, Bu.""Iya gak apa-apa, Mas. Saya makan nasi kuning aja, deh." Tamu undangan itu tidak jadi marah begitu melihat lelaki tampan di hadapannya. Daran pun mengurungkan niatnya untuk mengambil kembali nasi kuning itu, karena ditahan oleh ibu tersebut.Untung Daran ganteng dan gagah, jadi sang tamu tidak jadi memarahinya dan menerima apa saja yang dibawakan oleh Daran. Bahkan tidak ada yang menyadarinya, kalau Daran telah berada di tenda untuk tamu wanita.Makanan berkuah seperti soto Ban
"Daran! Kemana aja baru pulang, pak RT tadi nyariin. Kamu ada janji nyemprotin kebun beliau kan, sore ini." Sesampainya di rumah, Diana langsung meneriaki Daran padahal dia belum memarkirkan motornya dengan benar."Lah, kamu pulangnya gak bilang-bilang, Sayaaaang. Mana aku tau istriku yang cerewet ini sudah pergi duluan," seru Daran gemas, membuat Diana bergidik jijik karena dipanggil sayang oleh Daran."Apaan sih, jangan bilang-bilang sayang. Cepat temuin pak RT sana!" seru Diana memukul lengan Daran, kebiasaan pavoritnya apalagi suaminya itu tidak pernah mengaduh kesakitan karena ototnya yang tebal."Iya, nanti. Aku memang udah janji sama beliau, kalau gak habis dzuhur ya ashar," sahut Daran seraya menggaruk bekas pukulan istrinya tadi."Tadi kamu naik motor sama siapa? Kamu selingkuh, kan?" Tuding Daran membuat Diana tersentak."Selingkuh apaan, orang cuman teman," jawab Diana ketus lalu berjalan mendahului Daran memasuki rumah.Walau wanita itu tidak suka dengan Daran, tapi dia ti
Daran menghentikan pekerjaannya menyemprot kebun pak RT dan berpaling ke asal suara untuk melihat siapa yang memanggilnya.Seorang lelaki yang memakai helm full face sedang memarkir motor sportnya di dekat jembatan, sebelum akhirnya orang itu menyeberang melalui jembatan kecil untuk menyusul Daran.Sontak Daran terkejut ketika melihat lelaki itu membuka helmnya. Lelaki yang tadi membonceng istrinya ialah orang yang sama ketika memukulinya sampai pingsan sebulan yang lalu."Kamu?" seru Daran seraya meletakkan alat semprotnya ke tanah. "Iya, aku, kenapa?" Lelaki itu langsung menghantam rahang Daran.Karena Daran tidak siap menerima serangan mendadak, alhasil dirinya terhuyung."Aku gak nyangka, ternyata yang jadi suami Diana itu, kamu Daran!" Lelaki itu menumbuk perut Daran dengan lututnya ketika Daran masih terbungkuk kesakitan."Ternyata, kamu lelaki tengil yang terpaksa dinikahi oleh Diana." Setiap kata yang diserukan lelaki itu, dia juga menghadiahi Daran dengan pukulannya.Daran t
Pria baya itu adalah Adnan Sultan Basyir, sang raja bisnis dari Kalimantan. Kehilangan putra satu-satunya 9 tahun yang lalu, mencarinya ke pelosok desa dan kota, namun dia tidak menyangka kalau menemukan pelacak anaknya menyala di pedalaman hutan meratus, di desa yang sangat terpencil."Kerahkan helikopter untuk menjemput Daran, sekarang," ujarnya memerintah kaki tangannya, sekaligus yang memimpin pencarian anaknya. Keponakan sekaligus kakak sepupu Daran yang bernama Agung."Siap, Tuan!" jawab Agung lalu langsung keluar ruangan untuk menyiapkan yang dibutuhkan."Syukurlah, Nabila, akhirnya aku menemukan anak kita," ucapnya kepada foto perempuan cantik yang bertengger di meja kerjanya. Foto itu masih muda, berbeda dengan Tuan Adnan yang sudah mulai berkeriput dan rambut hitamnya berubah pirang menuju putih.*Andi yang sudah memacu motornya menjauh dari tempat Daran terbaring pingsan, menghentikan laju motornya ketika melihat ada sebuah helikopter mendarat di lahan kosong di pertanaha
Diana mondar mandir gelisah. Hari sudah mulai gelap, tapi Daran belum muncul juga. Biasanya suaminya itu akan pulang sebelum magrib, bahkan sebelum burung beterbangan pulang ke sarangnya.Lelaki itu biasanya pulang lewat pintu belakang, jadi Diana sering melongokkan kepalanya di jendela belakang, kadang membuka pintu seng di dapur, tetap saja orang yang ditunggu tidak muncul juga."Awas saja kamu, Daran. Kalau pulang nanti, pasti ku jadikan samsak tinju," gerutunya kesal.Diana terpaksa menutup semua jendela rumah karena hari sudah mulai gelap, sesekali menatap lama ke arah jalan setapak di belakang rumah, berharap sesosok pria besar nan tampan muncul di ujung jalan. Namun harapan tinggal harapan, mau tidak mau dia harus mengunci semua jendela, karena hari benar-benar sudah gelap."Ya, ampun Daran. Apa kamu sengaja membuatku cemas? Kamu kan tau aku penakut, aku gak suka sendirian," isak Diana hampir menangis karena sudah hampir waktu isa, suaminya itu belum juga datang.Tiba-tiba saja
Daran remaja berjalan ke atas bukit, berhenti ketika sudah sampai di puncaknya, merentangkan tangan dan menarik nafas dalam. “Berarti setelah lulus kuliah, Kakak akan membantu ayah di perusahaan?” tanya Daran menengok ke belakang dan memutar tubuhnya menghadap seseorang yang berjalan gontai. Ada seorang lelaki bejalan malas menyusulnya, lelaki yang selalu ada di dalam mimpi Daran, penolong tak bersayapnya.Sepertinya mereka sedang mendaki berdua saja, entah di gunung mana. Terlihat villa besar menjulang di kaki bukit itu, berwarna putih bersih.Daran merasa bangga karena sampai lebih dulu ke puncak daripada kakak sepupunya itu. Pertama kali pergi ke puncak tanpa pengawal ayahnya, hanya pergi berdua saja bersama malaikat tak bersayapnya.“Ya, sampai kamu lulus kuliah atau mungkin S2 dan siap mengambil alih semuanya,” jawab lelaki itu lembut, namun dalam manik matanya menyimpan iri dengki kepada Daran.Daran remaja baru menyadarinya sekarang, kalau lelaki dihadapannya itu berubah jadi
"Hai, Daran. Betah banget renang lama-lama, udah kutungguin dari tadi, lho." Tiba-tiba suara perempuan mengalihkan perhatian Daran yang sibuk melatih pernafasannya di dalam air."Eh, Imah? Sejak kapan disitu, sumpah aku gak melihatmu." Daran membawa tubuhnya ke tepi kolam, menatap perempuan itu dengan riang. Fatimah dimasa remajanya."Dari tadi, ku panggil kamunya gak dengar, keasikan renang, sih," jawab Fatimah pura-pura kesal.Daran nyengir tanpa rasa bersalah. Dia melambaikan tangan ke arah balkon di lantai 2 ketika melihat Agung memperhatikan mereka. Agung membalas lambaiannya dengan wajah masam, namun Daran tidak menyadari ketidaksukaan kakak sepupunya itu ketika melihatnya bersama dengan Fatimah Azzahra.Ya, tentu saja Daran mengingat cinta pertamanya. Perempuan yang juga disukai Agung, kakak sepupunya sehingga membuat Daran menahan diri agar tidak berakrab ria dengan Imah, panggilan akrab mereka."Kalian, sudah pacaran?" tanya Daran.Dia tidak tau harus bersikap seperti apa, se
Agung berdiri di balkon lantai 2 yang menghadap ke halaman belakang rumah Adnan. Membayangkan dirinya bekerja dengan Daran sebagai pengawalnya, sebagai bodyguard-nya dan menjaganya Dua Puluh Empat jam dengan setelas jas berwarna hitam.Dia menatap sinis ke arah Daran yang sedang asyik berenang di kolam renang, diperhatikan oleh Fatimah yang duduk di kursi santai di pinggir kolam renang. Lalu memperhatikan beberapa orang yang berdiri di halaman dengan pakaian serba hitam, menjaga keamanan di area rumah Si Sultan."Nggak. Aku nggak akan menjadi bagian dari mereka. Aku ingin jadi orang yang dijaga oleh mereka." Ikrarnya pada diri sendiri lalu berpaling hendak menuju kamarnya."Kenapa kamu gak ikut berenang." Suara Sang Sultan mengagetkannya, menghentikan langkah Agung."Sa--saya akan ke kamar saya, be-belajar," jawabnya gugup.Entah kenapa bila berhadapan dengan pamannya itu, rasanya dirinya segan luar biasa. Seperti ada tameng besar yang membatasi keduanya.Beliau hanya bergumam tak jel