Daran terbatuk. Dirinya terbaring di tanah yang dingin dengan kesakitan. Ada yang menghantam tubuhnya tadi, entah siapa karena dia mendengar tapak kaki orang berjalan dan tawa pelan seakan puas sudah menyakitinya. Tapi ada satu orang yang dicurigai Daran siapa pelakunya, karena dia juga mendengar suara motor sport.Daran yang berparas tampan dan tinggi, namun sering diremehkan oleh pemuda seusianya karena terlihat culun dan mengesalkan bagi mereka. Apalagi Daran termasuk pendatang di desa mereka, meski sudah 9 tahun dia bermukim disana.Daran yang pekerjaannya serabutan, jadi kuli batu, juga memuat batu-batu gunung ke atas truk untuk dijual atau mencari kayu di hutan karena di desa tempatnya tinggal masih ada yang menggunakan kayu untuk memasak terutama bagi orang tua yang takut menggunakan kompor gas. Kalau tidak mencari kayu, dia juga mau membantu warga yang membutuhkan tenaganya, apapun dia lakukan asal menghasilkan uang yang halal.“Daran?” Terdengar suara terkejut seorang cewek y
Lagi, Daran kembali berdiri menatap foto keluarga yang ada di ruang depan. Menatap penuh ke arah foto ibunya yang digandeng mesra oleh ayahnya, sementara Daran kecil dipangku oleh ibunya."Apa kamu ingat ibumu?" Tiba-tiba Fatimah datang menghampiri Daran. Kali ini cewek itu memakai pakaian lebih tertutup, meski belum menggunakan kerudung seperti Nabila."Hemm," gumam Daran sebagai jawaban."Tentu saja aku mengingat ibuku. Aku ingat kamu dan juga Kak Agung. Tapi, aku gak ingat kehidupanku selama 9 tahun terakhir ini. Ayah bilang aku ditemukan pingsan di suatu desa. Aku penasaran dengan kehidupanku di desa itu. Kenapa ada seseorang yang terus menghantui mimpiku?" lanjut Daran."Seram banget, Daran. Menghantui?" ujar Fatimah bingung. "Berarti, kamu juga sudah ingat ketika kamu terjatuh ke jurang 9 tahun yang lalu?""Tentu, aku mengingatnya ketika tergelincir ke jurang." Daran berpaling dan menghadap ke arah Fatimah."Aku sangat khawatir waktu itu, Daran. Kak Agung menceritakan semuanya k
Daran memakai pakaian milik ayahnya, karena pakaian miliknya tidak ada yang pas kecuali pakaiannya ketika ditemukan di hutan."Apa tidak ada pakaian yang lebih sederhana, Yah? Masa' aku ke mall memakai setelan jas, kayak mau ke kantor aja," ujar Daran protes. Menyusul ayahnya yang sedang menikmati kopi paginya sambil melihat tablet kerjanya."Pakaian itu cocok untukmu, Nak, meski kemeja itu terlalu kecil buat tubuhmu, ototmu itu lebih besar daripada milik ayah," ujar Adnan senang melihat perawakan putranya lebih macho darinya."Tapi, Yah. Aku tidak nyaman." Daran menggerak-gerakan bahunya yang terasa ketat."Kamu harus terbiasa dengan jas itu, sebentar lagi kamu harus menggantikan ayah ke kantor. Selama ini, ayah dibantu oleh Agung untuk mengurus perusahaan." Adnan menggigit roti lapisnya."Kak Agung?" tanya Daran tertarik lalu duduk di kursi seberang ayahnya, mengambil roti lapis juga dan menggigitnya."Mau teh, Tuan Muda?" Tiba-tiba datang seorang wanita baya dengan rambut bergelung
Diana terkejut ketika layar ponselnya menampilkan wajah suaminya yang tampan, Daran yang sudah lama menghilang.Namun sayang, dia hanya bisa melihatnya dalam beberapa detik saja sebelum sambungan telepon itu mati. "Mirip banget sama Daran, tapi... kenapa dia ada di ibukota?" gumamnya heran."Kenapa, Diana?" tanya Pak Aruf yang melihat anaknya menutup mulut dengan jari tangannya menahan keterkejutannya.Diana membuka aplikasi pesan berwarna hijau dan mencari kontak bernama Rafi, kakak pertamanya yang bekerja di ibukota sebagai sales mobil.Panggilan itu tidak terhubung, sepertinya ponsel kakaknya itu mati."Kenapa kamu menghubungi kakakmu? Ada kabar apa?" tanya Pak Aruf khawatir, melihat raut wajah putri bungsunya yang panik."Kak Hanum tadi menelpon, Yah. Menunjukkan wajah Daran, suami Diana ada di ibukota," jawab Diana, menatap ayahnya dengan linglung."Lho, ngapain dia ada disana, jauh banget." Pak Aruf duduk di samping Diana, dipijakan tangga teras."Makanya, Yah. Tadinya Diana jug
Diana yang terkejut karena dipeluk oleh Daran, jadi membeku. Apalagi separuh keluarganya menyaksikan mereka dalam diam.Ingin rasanya membalas pelukan itu. Sebab Diana seperti terhipnotis karena aroma tubuh Daran yang dirindukannya, namun sebelum tangannya bergerak naik ke punggung Daran, matanya menangkap sosok perempuan asing di rumahnya yang turut memperhatikan adegan yang mereka lakukan."Apa yang kamu lakukan, Daran!" bisik Diana, mendorong keras dada bidang Daran yang menempel padanya."Aku merindukanmu, Diana," ucap Daran lembut, mengambil kedua tangan istrinya untuk dikecup. Entah kenapa, kalimat Daran berhasil membuat hatinya meleleh."Ehem, ehem...." Suara keras Pak Aruf mengagetkan keduanya."Eh, maaf, Pak. Saya terlalu senang." Daran nyengir kegirangan, memutar tubuhnya menghadap ke arah kedua mertuanya, sementara Bu Mislah tertegun melihat anak perempuannya dipeluk oleh Daran.Tadinya Bu Mislah ingin meneriaki keduanya, tapi dicegah oleh Pak Aruf. Sekarang perhatian belia
“Apa aku selemah itu, Sayang? Aku gak mampu menembusmu selama satu bulan lebih pernikahan kita?” tanya Daran terhenyak, lelaki itu berhenti bergerak saat bagian kecl tubuhnya terasa telah merobek sesuatu di dalam tubuh bagian bawah istrinya.“Cepat selesaikan apa yang sudah kamu mulai,” geram Diana menahan malu.Cewek itu merasa tubuhnya terasa aneh. Memang dia merasakan sakit pada awalnya, namun mendapati Daran berhenti bergerak membuatnya kesal, karena dia baru saja merasakan denyut nikmat di bawah sana.“Pantas saja selama ini kamu marah-marah terus, ternyata kamu belum mendapat nafkah dariku,” ucap Daran ketika mereka sudah selesai bertempur.Diana sedang pasrah dalam dekapan Daran di bawah selimut, cewek itu bahkan membalas pelukan suaminya.“Jadi, selama ini kamu mengingatnya? Namun pura-pura lupa, iya?” tuntut Diana mendongakkan kepalanya, lantas terlihat olehnya leher putih Daran dengan jakunnya yang lancip. Benda itu bergerak saat lelaki itu bicara, membuat perut Diana berdes
“Cieee, yang suaminya udah pulaaang. Pasti tadi malam tempur habis-habisan, ya,” goda teman sekantor Diana yang bernama Hakim. “Hah, kok tau kalau Daran sudah pulang?” tanya Diana, memutar tubuhnya agar dapat melihat pemuda yang asik menonton berita selebritis. “Orang muka sumringah gitu, senyum terus dari tadi,” jawab Hakim. “Lagian kalau berita dari Zurai, gak bakal meleset, tu anak julidnya melebihi jaringan 5G,” lanjutnya. “Heleh, orang kami liat kok kemarin, Daran diantar dengan mobil mewah. Memangnya Daran ketemu dimana, Diana?” Sekdes ikut menimbrung bicara. Zurai dan Hakim tertawa karena sudah ketahuan dari mana Zurai mendapat berita itu, karena melihat sendiri Daran turun dari mobil di halaman rumah Diana kemarin. “Kakak iparnya, ternyata Daran anak kota,” jawab Diana tanpa mau mengatakan kalau suaminya itu sebenarnya anak Sultan Kalimantan. “Apa kamu bakal ikut dia ke kota, Diana? Bertemu dengan mertuamu?” tanya Hakim. Diana tidak pernah memikirkannya dan mereka berdu
Keesokan harinya, Bu Mislah yang sedang menyapu teras dikagetkan oleh mobil pick-up yang membawa motor gede yang berwarna biru metalik, memasuki halaman rumahnya.“Motor siapa ini, Pak?” tanya beliau saat sopir pick-up itu turun.“Atas naman Daran, Bu,” jawab pemuda yang seumuran menantunya itu.“Oh, kalau begitu turunkan saja, Pak. Sudah lunas kan, ya?” ujar beliau memastikan.“Tentu sudah dong, Bu. Yang beli kan horang kayah,” jawab pemuda itu cengengesan. Dia tau kalau dia sedang mengantarkan motor untuk anak Sultan Kalimantan.“Berapa harganya?” tanya Bu Mislah penasaran.“Pak Darannya ada gak, Bu. Saya perlu tanda tangannya sama foto beliau menaiki motor ini.” Bukannya menjawab, pemuda itu malah penasaran karena sang empu motor ini tidak nampak batang hidungnya dari tadi.“Ada. Lagi mandi ke sungai sama istrinya,” jawab Bu Mislah sambil mengelilingi motor gede itu, yang diturunkan oleh pemuda dan 2 orang temannya yang ikut dalam pengantaran motor tersebut.Lalu, Bu Mislah menyent