Sudah dua minggu keluarga Adnan kehilangan Daran. Bahkan, ibunya Nabila lebih merasakan sakit hati kehilangan Daran karena disamping musibah itu, beliau nelangsa melihat putri bungsunya seperti kehilangan arah hidup.Nabila selalu menangis mengenang anaknya yang belum ditemukan, wanita itu juga selalu mengikuti proses pencarian Daran sampai tim SAR menghentikan pencariannya, karena sudah tidak ada kemungkinan hidup. Terutamanya, karena ada musibah lain yang menyebabkan tim itu harus meninggalkan kasus Daran.Adnan yang belum puas, karena belum menemukan petunjuk satu pun, menyewa beberapa orang untuk menelusuri sungai dan daerah sekitar tempat Daran menghilang. Mereka harus menemukan anaknya, hidup atau sudah mati mereka harus menemukan raga Daran.Berbagai cara sudah dilakukan, bahkan ritual dengan kepala suku pun juga dilakukan agar jasad yang kemungkinan diambil roh halus, atau mungkin disembunyikan suatu makhluk bisa diambil lagi dengan ritual penyembelihan kambing dan ayam hitam.
"Apa maksudmu keluar dari rumah ini, Sayang?" tanya Adnan, ketika Nabila mengutarakan niatnya untuk keluar dari rumah besar yang mereka tempati selama puluhan tahun. Lelaki itu sampai salah mengancingkan kancing kemejanya, sadar ketika lubang kancingnya sudah habis sementara kancingnya masih ada."Bukan maksud Bila untuk melupakan anak kita, Mas. Tapi, tinggal di rumah ini membuat Bila mengingat Daran, setiap sudut rumah ini pasti ada bayangan anak kita," jawab Nabila nelangsa, karena mendengar suara suaminya yang terlihat syok, membuatnya tidak terima kalau suaminya itu menganggapnya ingin melupakan Daran, putra mereka satu-satunya. Nabila tidak melihat kelakuan suaminya, karena sibuk merapikan tempat tidur mereka yang masih berantakan."Jadi apa rencanamu, Sayang?" tanya Adnan lagi. Sebenarnya dia mengerti maksud istrinya, tapi dia takut kalau istrinya itu sendirian karena dia tidak mungkin meninggalkan perusahaan terus-menerus di tangan Agung."Bila mau tinggal di rumah kita yang
"Iya, baju kebaya yang tadi kusuruh cuci." Wanita itu berkacak pinggang menatap Daran dengan tidak sabar."Ada, di pengering," jawab Daran asal, seraya menunjuk ke arah mesin cuci."Bodoh, bodoh, bodoh." Wanita itu memukuli Daran di setiap kata umpatan yang dilayangkannya. "Sudah kubilang, jangan dicuci di mesin cuci. Baju kesayanganku bisa rusak, aduh Daraaaaan," keluhnya kesal. Kakinya menghentak-hentak lantai dengan gelisah."Siapa yang bilang dicuci pakai mesin cuci? Aku merendamnya dengan sabun cair dan menguceknya pelan. Bajunya ada di teras belakang, digantung pakai hanger, diangin-anginkan doang, gak dijemur langsung di bawah sinar matahari," jawab Daran lancar, dia baru paham apa yang dibicarakan istri cerewetnya itu setelah fokusnya kembali."Bilang dari tadi. Kamu menunjuknya ke arah mesin cuci, jadi kupikir kamu mencucinya di mesin cuci." Satu kali pukulan dilayangkan lagi oleh wanita itu, padahal pekerjaan suaminya sudah benar.“Makanya jangan cerewet, jangan suka marah-m
Daran bahkan melakukan kesalahan ketika harus mengambilkan makanan untuk salah satu tamu, gara-gara matanya terus memperhatikan sang istri yang terlihat bercanda gurau dengan lelaki lain."Lho, sotonya mana, Mas? Kok jadi nasi kuning?" Tamu itu minta diambilkan soto, tapi Daran malah mengambilkannya nasi kuning dengan banyak sambal di pinggiran piringnya."Oh, maaf, Bu. Kenapa jadi nasi kuning?" Daran bertanya canggung menatap makanan di tangannya, malu atas kekeliruannya. "Sebentar, saya ambilkan lagi ya, Bu.""Iya gak apa-apa, Mas. Saya makan nasi kuning aja, deh." Tamu undangan itu tidak jadi marah begitu melihat lelaki tampan di hadapannya. Daran pun mengurungkan niatnya untuk mengambil kembali nasi kuning itu, karena ditahan oleh ibu tersebut.Untung Daran ganteng dan gagah, jadi sang tamu tidak jadi memarahinya dan menerima apa saja yang dibawakan oleh Daran. Bahkan tidak ada yang menyadarinya, kalau Daran telah berada di tenda untuk tamu wanita.Makanan berkuah seperti soto Ban
"Daran! Kemana aja baru pulang, pak RT tadi nyariin. Kamu ada janji nyemprotin kebun beliau kan, sore ini." Sesampainya di rumah, Diana langsung meneriaki Daran padahal dia belum memarkirkan motornya dengan benar."Lah, kamu pulangnya gak bilang-bilang, Sayaaaang. Mana aku tau istriku yang cerewet ini sudah pergi duluan," seru Daran gemas, membuat Diana bergidik jijik karena dipanggil sayang oleh Daran."Apaan sih, jangan bilang-bilang sayang. Cepat temuin pak RT sana!" seru Diana memukul lengan Daran, kebiasaan pavoritnya apalagi suaminya itu tidak pernah mengaduh kesakitan karena ototnya yang tebal."Iya, nanti. Aku memang udah janji sama beliau, kalau gak habis dzuhur ya ashar," sahut Daran seraya menggaruk bekas pukulan istrinya tadi."Tadi kamu naik motor sama siapa? Kamu selingkuh, kan?" Tuding Daran membuat Diana tersentak."Selingkuh apaan, orang cuman teman," jawab Diana ketus lalu berjalan mendahului Daran memasuki rumah.Walau wanita itu tidak suka dengan Daran, tapi dia ti
Daran menghentikan pekerjaannya menyemprot kebun pak RT dan berpaling ke asal suara untuk melihat siapa yang memanggilnya.Seorang lelaki yang memakai helm full face sedang memarkir motor sportnya di dekat jembatan, sebelum akhirnya orang itu menyeberang melalui jembatan kecil untuk menyusul Daran.Sontak Daran terkejut ketika melihat lelaki itu membuka helmnya. Lelaki yang tadi membonceng istrinya ialah orang yang sama ketika memukulinya sampai pingsan sebulan yang lalu."Kamu?" seru Daran seraya meletakkan alat semprotnya ke tanah. "Iya, aku, kenapa?" Lelaki itu langsung menghantam rahang Daran.Karena Daran tidak siap menerima serangan mendadak, alhasil dirinya terhuyung."Aku gak nyangka, ternyata yang jadi suami Diana itu, kamu Daran!" Lelaki itu menumbuk perut Daran dengan lututnya ketika Daran masih terbungkuk kesakitan."Ternyata, kamu lelaki tengil yang terpaksa dinikahi oleh Diana." Setiap kata yang diserukan lelaki itu, dia juga menghadiahi Daran dengan pukulannya.Daran t
Pria baya itu adalah Adnan Sultan Basyir, sang raja bisnis dari Kalimantan. Kehilangan putra satu-satunya 9 tahun yang lalu, mencarinya ke pelosok desa dan kota, namun dia tidak menyangka kalau menemukan pelacak anaknya menyala di pedalaman hutan meratus, di desa yang sangat terpencil."Kerahkan helikopter untuk menjemput Daran, sekarang," ujarnya memerintah kaki tangannya, sekaligus yang memimpin pencarian anaknya. Keponakan sekaligus kakak sepupu Daran yang bernama Agung."Siap, Tuan!" jawab Agung lalu langsung keluar ruangan untuk menyiapkan yang dibutuhkan."Syukurlah, Nabila, akhirnya aku menemukan anak kita," ucapnya kepada foto perempuan cantik yang bertengger di meja kerjanya. Foto itu masih muda, berbeda dengan Tuan Adnan yang sudah mulai berkeriput dan rambut hitamnya berubah pirang menuju putih.*Andi yang sudah memacu motornya menjauh dari tempat Daran terbaring pingsan, menghentikan laju motornya ketika melihat ada sebuah helikopter mendarat di lahan kosong di pertanaha
Diana mondar mandir gelisah. Hari sudah mulai gelap, tapi Daran belum muncul juga. Biasanya suaminya itu akan pulang sebelum magrib, bahkan sebelum burung beterbangan pulang ke sarangnya.Lelaki itu biasanya pulang lewat pintu belakang, jadi Diana sering melongokkan kepalanya di jendela belakang, kadang membuka pintu seng di dapur, tetap saja orang yang ditunggu tidak muncul juga."Awas saja kamu, Daran. Kalau pulang nanti, pasti ku jadikan samsak tinju," gerutunya kesal.Diana terpaksa menutup semua jendela rumah karena hari sudah mulai gelap, sesekali menatap lama ke arah jalan setapak di belakang rumah, berharap sesosok pria besar nan tampan muncul di ujung jalan. Namun harapan tinggal harapan, mau tidak mau dia harus mengunci semua jendela, karena hari benar-benar sudah gelap."Ya, ampun Daran. Apa kamu sengaja membuatku cemas? Kamu kan tau aku penakut, aku gak suka sendirian," isak Diana hampir menangis karena sudah hampir waktu isa, suaminya itu belum juga datang.Tiba-tiba saja