Daran kecil sudah berusia 7 tahun, anak itu sedang asik berlarian di halaman belakang. Anak yang tinggal di rumah mewah dan besar itu tidak memiliki teman dan terpaksa bermain sendirian, karena memang tidak ada anak yang mau berteman dengan anak si Raja Bisnis yang rumahnya bak istana raja, mereka sungkan untuk mendekat.Nabila memperhatikan anaknya dari balkon lantai 2, karena wanita itu juga sibuk mengawasi orang-orang yang sedang menghias rumah untuk acara ulang tahun suaminya nanti malam.Sementara di sekitar halaman belakang dekat kolam renang, tidak kurang dari sepuluh orang berjaga bodyguard yang mengawasi orang-orang yang memasang panggung dan menyusun beberapa kursi di bawah tenda yang mewah.Seorang remaja duduk di kursi santai di pinggir kolam renang, sambil menekuni buku pelajarannya, tidak menghiraukan Daran yang terkadang menodongkan ujung senapan mainannya ke kepala remaja itu.Agung Cahya nama remaja itu, anak dari Hilman yang terpaksa diasuh oleh Adnan, karena kedua o
Keluarga Adnan berlibur ke villa di Kota Baru dalam rangka merayakan ulang tahun sang raja bisnis. Dua jam pelajaran dari ibukota Kalimantan Selatan yang mereka tempuh. Tidak lupa Bu Vina dan Salma juga ikut, sedangkan Lukman tinggal sendiri di rumah karena harus mengerjakan sesuatu tentang perusahaan yang tidak bisa ditinggalkan.Lelaki itu sudah tidak berteman lagi dengan mantan suami istrinya – Adli. Setelah Salma bercerai, Adli selalu mengejar Salma karena ingin mengajaknya rujuk. Namun rujuk disini bukan karena dia menyesal telah menceraikan Salma, tapi karena ingin menipunya dengan cara memperalat wanita itu agar mau mengambil sertifikat rumah ibunya untuk disekolahkan ke bank.Lukman yang ingin membantu teman masa sekolahnya, akhirnya berpura-pura menjadi pacar Salma. Namun, kepura-puraan itu akhirnya menjerumuskan mereka ke hubungan terlarang yang mengakibatkan Salma hamil, dan menuntut Lukman untuk bertanggung jawab.“Ghea, jangan main hp terus. Cepat panggil Kak Daran, waktu
Keesokan harinya, Agung sudah menghilang sedari pagi karena tidak ingin bertemu dengan Daran. Anak itu berjalan-jalan sendiri di tepi sungai di bawah bukit, sambil sesekali memungut batu pipih untuk dilempar ke sungai. Para bodyguard melihatnya keluar saat hari masih gelap, tapi mereka tidak ada yang mau memantau anak itu karena tidak ada perintah dari tuan Adnan, jadi anak itu bergerak dengan sesuka hatinya.Sebenarnya hal seperti itulah yang diinginkan Daran, tidak ada orang yang mengikutinya kemanapun dia pergi. Sementara Agung malah menginginkan ada orang yang mengawalnya kemanapun dia pergi, seperti Daran yang selalu ada yang akan memantaunya. Namun, meski seperti itu tetap ada anak yang bisa merundung Daran, atas bantuan dari Agung tentunya. Dengan tipu daya Agung, bahkan Daran sendiri sampai menganggap Agung sebagai pelindungnya padahal sepupunya lah yang membayar anak-anak berandalan yang mengganggunya.Entah apa yang dicari Agung di pinggir sungai, anak itu seperti memperha
Sudah dua minggu keluarga Adnan kehilangan Daran. Bahkan, ibunya Nabila lebih merasakan sakit hati kehilangan Daran karena disamping musibah itu, beliau nelangsa melihat putri bungsunya seperti kehilangan arah hidup.Nabila selalu menangis mengenang anaknya yang belum ditemukan, wanita itu juga selalu mengikuti proses pencarian Daran sampai tim SAR menghentikan pencariannya, karena sudah tidak ada kemungkinan hidup. Terutamanya, karena ada musibah lain yang menyebabkan tim itu harus meninggalkan kasus Daran.Adnan yang belum puas, karena belum menemukan petunjuk satu pun, menyewa beberapa orang untuk menelusuri sungai dan daerah sekitar tempat Daran menghilang. Mereka harus menemukan anaknya, hidup atau sudah mati mereka harus menemukan raga Daran.Berbagai cara sudah dilakukan, bahkan ritual dengan kepala suku pun juga dilakukan agar jasad yang kemungkinan diambil roh halus, atau mungkin disembunyikan suatu makhluk bisa diambil lagi dengan ritual penyembelihan kambing dan ayam hitam.
"Apa maksudmu keluar dari rumah ini, Sayang?" tanya Adnan, ketika Nabila mengutarakan niatnya untuk keluar dari rumah besar yang mereka tempati selama puluhan tahun. Lelaki itu sampai salah mengancingkan kancing kemejanya, sadar ketika lubang kancingnya sudah habis sementara kancingnya masih ada."Bukan maksud Bila untuk melupakan anak kita, Mas. Tapi, tinggal di rumah ini membuat Bila mengingat Daran, setiap sudut rumah ini pasti ada bayangan anak kita," jawab Nabila nelangsa, karena mendengar suara suaminya yang terlihat syok, membuatnya tidak terima kalau suaminya itu menganggapnya ingin melupakan Daran, putra mereka satu-satunya. Nabila tidak melihat kelakuan suaminya, karena sibuk merapikan tempat tidur mereka yang masih berantakan."Jadi apa rencanamu, Sayang?" tanya Adnan lagi. Sebenarnya dia mengerti maksud istrinya, tapi dia takut kalau istrinya itu sendirian karena dia tidak mungkin meninggalkan perusahaan terus-menerus di tangan Agung."Bila mau tinggal di rumah kita yang
"Iya, baju kebaya yang tadi kusuruh cuci." Wanita itu berkacak pinggang menatap Daran dengan tidak sabar."Ada, di pengering," jawab Daran asal, seraya menunjuk ke arah mesin cuci."Bodoh, bodoh, bodoh." Wanita itu memukuli Daran di setiap kata umpatan yang dilayangkannya. "Sudah kubilang, jangan dicuci di mesin cuci. Baju kesayanganku bisa rusak, aduh Daraaaaan," keluhnya kesal. Kakinya menghentak-hentak lantai dengan gelisah."Siapa yang bilang dicuci pakai mesin cuci? Aku merendamnya dengan sabun cair dan menguceknya pelan. Bajunya ada di teras belakang, digantung pakai hanger, diangin-anginkan doang, gak dijemur langsung di bawah sinar matahari," jawab Daran lancar, dia baru paham apa yang dibicarakan istri cerewetnya itu setelah fokusnya kembali."Bilang dari tadi. Kamu menunjuknya ke arah mesin cuci, jadi kupikir kamu mencucinya di mesin cuci." Satu kali pukulan dilayangkan lagi oleh wanita itu, padahal pekerjaan suaminya sudah benar.“Makanya jangan cerewet, jangan suka marah-m
Daran bahkan melakukan kesalahan ketika harus mengambilkan makanan untuk salah satu tamu, gara-gara matanya terus memperhatikan sang istri yang terlihat bercanda gurau dengan lelaki lain."Lho, sotonya mana, Mas? Kok jadi nasi kuning?" Tamu itu minta diambilkan soto, tapi Daran malah mengambilkannya nasi kuning dengan banyak sambal di pinggiran piringnya."Oh, maaf, Bu. Kenapa jadi nasi kuning?" Daran bertanya canggung menatap makanan di tangannya, malu atas kekeliruannya. "Sebentar, saya ambilkan lagi ya, Bu.""Iya gak apa-apa, Mas. Saya makan nasi kuning aja, deh." Tamu undangan itu tidak jadi marah begitu melihat lelaki tampan di hadapannya. Daran pun mengurungkan niatnya untuk mengambil kembali nasi kuning itu, karena ditahan oleh ibu tersebut.Untung Daran ganteng dan gagah, jadi sang tamu tidak jadi memarahinya dan menerima apa saja yang dibawakan oleh Daran. Bahkan tidak ada yang menyadarinya, kalau Daran telah berada di tenda untuk tamu wanita.Makanan berkuah seperti soto Ban
"Daran! Kemana aja baru pulang, pak RT tadi nyariin. Kamu ada janji nyemprotin kebun beliau kan, sore ini." Sesampainya di rumah, Diana langsung meneriaki Daran padahal dia belum memarkirkan motornya dengan benar."Lah, kamu pulangnya gak bilang-bilang, Sayaaaang. Mana aku tau istriku yang cerewet ini sudah pergi duluan," seru Daran gemas, membuat Diana bergidik jijik karena dipanggil sayang oleh Daran."Apaan sih, jangan bilang-bilang sayang. Cepat temuin pak RT sana!" seru Diana memukul lengan Daran, kebiasaan pavoritnya apalagi suaminya itu tidak pernah mengaduh kesakitan karena ototnya yang tebal."Iya, nanti. Aku memang udah janji sama beliau, kalau gak habis dzuhur ya ashar," sahut Daran seraya menggaruk bekas pukulan istrinya tadi."Tadi kamu naik motor sama siapa? Kamu selingkuh, kan?" Tuding Daran membuat Diana tersentak."Selingkuh apaan, orang cuman teman," jawab Diana ketus lalu berjalan mendahului Daran memasuki rumah.Walau wanita itu tidak suka dengan Daran, tapi dia ti