Share

Bisnis yang Lain

Salma langsung salah tingkah, yakin kalau Adnan mendengar ucapannya tentang perselingkuhan, terutama tentang dirinya yang memaksa menjual harta satu-satunya di jemari adiknya. Wanita itu langsung berdiri ingin pamit pergi.

"Lho kok buru-buru, Mbak mau kemana?" tanya Adnan basa-basi, padahal memang itu tujuannya agar wanita itu berhenti merecoki istrinya lagi.

"Iya nih, Nan. Mbak ada arisan sebentar lagi di rumah teman. Kesini cuma mau pinjam uang sama Nabila," jawabnya, lalu beranjak ke luar.

"Yang, tolong kasihkan uang ini ke Mbak Salma." Adnan menyerahkan uang berwarna merah 2 lembar.

"Mas tadi dengar pembicaraan kami, ya?" tanyanya.

"Ayo cepat, keburu Mbak Salmanya pergi." Tanpa menjawabnya, Adnan mendesak istrinya agar bergegas.

Nabila menyusul kakaknya yang sudah berada di halaman, bersiap menunggang motor metiknya.

Adnan sebenarnya sudah mengetahui Mbak Salma yang kesulitan uang, dan sering melakukan tutup lobang gali lobang dengan hutang-hutangnya itu. Apalagi gaji suaminya sudah terpotong, gara-gara mengambil pinjaman di Bank entah untuk apa.

Adnan lebih kasihan kepada kakak iparnya itu, karena dia tau suaminya Salma lah yang sebenarnya diam-diam berselingkuh.

Adnan pernah melihatnya bersama wanita lain di pemancingan miliknya, wisata paunjunan yang dikelolanya sendiri.

Istri dan keluarga istrinya tidak ada yang mengetahui tentang bisnis yang dikelolanya itu, karena dia sengaja menutupinya, yang mereka tahu adalah Adnan hanyalah pengangguran yang miskin.

"Ikut mas ke Paunjunan yuk, Yang," ucap Adnan setelah istrinya kembali dari halaman.

Dia melihat kakak iparnya itu menyambut uang yang diberikan Nabila dengan wajah cemberut, namun dia tidak menanyakan apa-apa lagi kepada Nabila saat wanitanya kembali.

“Mau ngapain, Mas?” tanya Nabila heran, karena suaminya itu tau kalau dia tidak suka menunggu apalagi memancing.

Adnan tidak menjawabnya tapi malah bertanya tentang maksud kakak iparnya tadi menyuruh Nabila agar mengadakan acara 7 bulanan.

"Nanti kita tunggu ibu pulang aja, Yang. Kita adakan selamatan seperti adat kita, toh gak salahnya kalau kita mengadakan selamatan daripada jadi bahan pertengkaran dengan Mbak Salma lagi," ujar Adnan setelah dijawab Nabila dengan anggukan.

"Tapi, Mas, uangnya?" tanya Nabila cemas, mempertanyakan uang yang bakal mereka habiskan nanti pasti tidak akan sedikit.

Adnan tersenyum manis sebelum memeluk Nabila. "Kan sudah mas bilang kalau uang mas banyak, beli rumah dengan perlengkapannya pun mas sanggup."

"Jadi, Mas serius ini semua beli? Nabila kira bercanda, Mas serius?" Nabila terkejut dengan bola mata yang terbuka lebar.

Adnan tertawa terbahak melihat istrinya yang mendongak menatapnya dengan terkejut. Rupanya istrinya itu kemarin tidak fokus ketika dia memberitahunya.

"Kamu terlalu fokus dengan ucapan mas yang ingin banyak anak, kan?" Adnan mencubit ujung hidung istrinya.

Nabila masih melongo, tidak percaya dengan suaminya karena Adnan masih memasang tampang bercanda.

Singkat cerita, Nabila ikut Adnan ke wisata Paunjunan tempat suaminya biasanya memancing. Dengan gamis panjang dan jilbab segiempat dengan warna senada, yaitu biru muda, Nabila merasa tidak pede ikut suaminya memancing.

Adnan pun memakai kemeja dengan warna yang serupa, memakai pakaian sederhana dengan tas pinggang yang dipasang di bahu dengan gaya menyilang.

"Yakin, Mas? Bawa istri mancing kesini?" tanya Nabila begitu mereka sudah sampai di parkiran tujuan mereka.

"Yakin dong, inilah usaha mas yang dirintis dari nol, Sayang. Ayo, silahkan masuk." Adnan menggandeng mesra tangan istrinya.

"Selamat datang, Tuan Muda, Nyonya...." Seorang bapak dengan rambut putih membungkuk hormat menyambut mereka.

"Terima kasih, Pak. Istri saya masih belum percaya kalau saya pemilik tempat ini," ujar Adnan terkekeh.

Bapak tua yang berusia 50-an itu ikut tersenyum, pakaian beliau rapi dan berkelas."Apakah, Tuan Muda mau mancing dulu atau langsung makan?" tanyanya.

"Mancing dulu, Pak. Di kolam baru kita, ya. Saya ingin makan gurami bakar," jawab Adnan lalu berjalan masuk mendahului dengan masih menggandeng pinggang Nabila, lalu duduk di kursi pemancingan yang sudah disiapkan.

"Tumben, Mas. Ngajakin Bila ke tempat beginian, nggak takut apa kalau Bila mati kebosanan?" tanya Nabila setelah berhasil duduk dengan nyaman.

Adnan terkekeh sebelum menjawab, "mas yakin kamu nggak akan bosan. Kamu pasti penasaran dengan cerita mas," ujar Adnan yakin.

"Cerita apa memangnya, Mas?" tanya Nabila penasaran.

"Ikuti dulu apa yang mas lakuin. Kita mancing bareng," jawab Adnan sambil memasang umpannya.

"Pekerjaan yang mudah," sahut Nabila, meniru apa yang dilakukan suaminya.

"Jadi, mas beneran bos disini? Bapak tadi bukan orang bayaran mas buat ngibulin Bila, kan?" Pertanyaan Nabila berhasil memancing tawa Adnan kembali.

"Kenapa sulit sekali meyakinkan kamu, Sayang? Tadi itu Pak Muhri, beliau yang membantu mengurus wisata ini, mas juga membiarkan orang-orang mengira kalau beliau lah pemilik tempat ini," ujarnya jumawa.

Lelaki itu jarang menemukan masalah dalam bisnis yang dijalankannya. Meskipun ada, itu hanya masalah kecil yang masih bisa diselesaikan oleh para karyawannya.

Para karyawannya adalah orang-orang yang jujur dan terpilih, orang yang menjaga betul kredibilitasnya. Semua karyawannya juga menjaga betul agar tempat yang mereka bina menjadi tempat ternyaman bagi pelanggannya, sebab Adnan tidak memberikan gaji yang sedikit bagi mereka, tidak pelit kepada para pegawainya.

"Kenapa begitu, Mas?" tanya Nabila penasaran.

"Mas gak mau direpotkan dengan urusan ini dan itu. Mas bakal turun tangan langsung, kalau ada kolega bisnis yang berkunjung dan menemani mereka memancing, yang rata-rata adalah hobi mereka," jawab Adnan.

"Kolega bisnis? Sampai ada kolega, Mas?" Nabila benar-benar sulit mempercayainya, wanita itu merasa kalau sudah di-prank oleh suaminya.

"Selain wisata ini, mas juga punya hotel di ibukota." Pernyataan Adnan kembali membuat Nabila melongo.

"Hah?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status