Home / Romansa / Hello, My EX / Rumah Masa Depan

Share

Rumah Masa Depan

last update Last Updated: 2021-04-22 13:05:23

Rea ingat—jelas ingat—tiga puluh menit yang lalu motor matic Kavi meninggalkan area kampus bersama Kina. Namun, kini laki-laki itu sudah ada di hadapannya lagi. Kemana Kina?

"Lo ngapain di sini?"

"Tukang ojeknya bilang nggak bisa jemput kamu," jawab Kavi. Di pangkuannya sudah ada helm yang tadi Kina pakai.

"Hah?"

"Kamu tadi bilang pulang sama ojek, kan?"

Bego banget, sih, Re! Lo kan tadi bilang begitu.

"Oh i-iya, ini lagi nungguin tukang ojek."

"Ya sudah, yuk, pulang."

"Hah? Nggak usah. Gue kan sudah pesan ojek," tolak Rea.

Kavi tersenyum miring. Cowok itu turun dari motornya dan berjalan pelan menghampiri Rea.

"Tadi, tukang ojek yang kamu bilang itu baru saja kirim pesan ke aku, katanya nggak bisa jemput."

Kavi menunjukkan pesan singkat dari tukang ojek pesanan Rea—yang sebenarnya ayah Rea.

"Dia bahkan sampai nelpon aku," sambung Kavi.

Rea menunduk, merasa sandiwaranya di hancurkan secara konyol oleh ayahnya sendiri.

Beberapa saat yang lalu...

Kavi baru saja sampai di rumah Kina yang tak jauh dari kampus. Kina memberikan helmnya kepada Ragil. 

"Hati-hati di jalan, ya, Kav." Kina tersenyum memandang Kavi. Kavi sudah memakai helm dan siap menyalakan motornya saat sebuah panggilan masuk ke ponselnya.

Om Ardi is calling...

"Assalamu'alaikum, Om?"

"Wa'alaikumsalam, Kav, kamu masih di kampus?"

Kavi melirik Kina sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Sudah di luar kampus, Om. Ada apa?"

"Oh, begini, tadinya Om mau minta kamu antar Rea pulang karena Om nggak jadi jemput dia. Tiba-tiba ada rapat mendadak."

Kavi mengerutkan keningnya, bukannya tadi Rea bilang akan pulang naik ojek? Apa mungkin ojek yang Rea maksud adalah ayahnya?

"Kavi?"

"O-oh iya, Om, biar saya aja yang antar Rea pulang. Kebetulan posisi saya nggak jauh dari kampus, kok."

"Beneran nggak repot?"

"Nggak Om, nggak mungkin ngerepotin."

"Ya sudah, tolong, ya? Om nggak berani nyuruh Rea naik ojek online atau angkot. Kamu tahu sendiri, kan, Rea orangnya gampang tidur?"

"Iya, Om, Kavi paham. Yaudah, Kavi tutup dulu teleponnya, ya?"

"Oke, terima kasih, Kav."

"Sama-sama, Om." setelah telepon terputus, Kavi langsung memutar balik kembali ke kampus dengan cepat. Dia bahkan lupa berpamitan dengan Kina yang saat itu masih ada di dekatnya. Memang masih sebesar itu pengaruh Rea bagi Kavi.

"Re? Ngapain bengong? Ayo, pakai helmnya." Rea menatap sejenak helm milik Kavi yang tadi Kina pakai. Ada rasa cenat-cenut di hati Rea sebenarnya. Dia harus memakai helm yang baru saja dipakai Kina. Ya, berbagi.

"Langsung pulang." Rea mengambil helm Kavi. Setelah duduk di tempatnya, Kavi langsung melajukan motornya.

Setelah tiga puluh menit perjalanan, keduanya sampai di rumah Rea. Kawasan perumahan Rea selalu sepi meskipun termasuk kawasan perumahan padat penduduk.

"Aku pulang, ya? Hati-hati di rumah. Langsung makan baru boleh tidur." Kavi melirik jam tangannya. Sudah jam tiga sore.

Baru saja Rea akan berbicara, suara ponsel mereka berdua menginterupsi. Rea membuka notifikasi dari grup BEM. Setelah membacanya, dia langsung melirik Kavi.

"Lo ... jadi mau pulang?" tanya Rea.

"Iya. Kan kamu sendiri yang nyuruh aku langsung pulang." Rea menggigit pipi bagian dalam. Dia ragu akan menawarkan Kavi untuk tetap di rumahnya. Jarak dari rumahnya ke rumah Kavi adalah lima puluh menit dengan motor, lalu jarak dari rumah Kavi ke kampus satu jam. Kavi tidak akan sempat istirahat di rumahnya.

"Aku pul—"

"Tunggu!" cegah Rea tiba-tiba. Kavi menatapnya dalam diam. "Lepas helm lo," kata Rea.

"Ngapain?"

"Lepas aja, sih, nggak usah banyak tanya!" Rea menatap kesal Kavi. Memangnya susah ya, untuk menuruti kata-katanya?

Kavi melepas helmnya, kemudian kembali menatap Rea dengan satu alis terangkat.

"Nanti ada rapat. Lo di sini saja dulu. Ayah juga sebentar lagi pulang. Terlalu jauh kalau lo bolak-balik rumah terus ke kampus." setelah mengatakan itu, Rea langsung masuk ke rumahnya dengan cepat. 

Kavi tidak menyangka akan lebih lama di sini. Tuhan sedang berpihak padanya. Padahal, setelah dari rumah Rea, Kavi akan langsung ke kampus sambil menunggu rapat dimulai. Dia juga mana mau pulang ke rumah lalu kembali lagi ke kampus.

"Cuma ada kue kering sama jus jeruk. Lo bisa tidur dulu. Gue mau ke kamar." Rea meletakkan beberapa toples dan segelas jus jeruk yang baru saja dia buat. Bagaimana pun, Kavi adalah tamunya dan dia harus melayani tamunya dengan baik.

"Makasih, Re. Kamu istirahat saja. Nanti kita ke kampus bareng sekalian minta izin Om Ardi." Rea mengangguk mendengarnya. Dia meninggalkan Kavi di ruang tamu.

Rea menutup pintu kamarnya. Bersandar di tembok sambil menutup matanya. Dia hanya berdua dengan Kavi saat ini. Ayahnya akan sampai di rumah dalam dua jam. Dia hanya perlu berdiam di kamar setelah menyajikan makanan dan beberapa kue kering. Bahaya bagi kesehatan jantung. Karena Rea sendiri tidak yakin apa dia mampu menekan degup jantungnya saat dia keluar dari kamar ini.

"Mending tidur, lumayan ngelupain dia sejenak."

Detik terus berlalu. Rea terbangun setelah satu jam tertidur. Matanya melirik jam di atas nakas yang sudah menunjukkan pukul tiga sore. Dia mengambil selimut cadangan dan segera menghampiri Ragil. 

Di luar hujan, dia mungkin lagi kedinginan sekarang.

Dan benar saja, Kavi sedang tertidur meringkuk di sofa panjang. Kedua tangannya tampak sedang memeluk tubuhnya. Rea dengan ragu menyelimuti Kavi dengan hati-hati dan sepelan mungkin. Dia tidak ingin ketahuan sedang mengkhawatirkan Kavi saat ini.

Rea memandangi wajah Kavi saat tidur. Kedua tangannya terlipat di atas meja dan membaringkan kepalanya di sana. Cowok yang saat ini masih merajai ruang di hatinya secara utuh kini ada di hadapannya. 

Please, cuma sebentar.

*****

Ardi tersenyum geli mendapati dua anak labil sedang tidur dengan posisinya masing-masing. Keduanya tampak manis di matanya. Ardi tentu tidak ingin kehilangan momen langka yang mungkin hanya ada sekali ini. Dia mengambil ponselnya dan memotret dua orang yang sedang tidur itu dengan berbagai angle.

Suatu hari nanti kalian pasti bakal berterima kasih sama Ayah karena bukti ini.

Rea yang tidur dalam posisi duduk sambil menghadap Kavi dan Kavi yang berbaring di atas sofa. Sekarang terlihat kan, siapa yang menunggui siapa? Rea pasti ketiduran saat sedang memandangi Kavi. 

Ah, anak gadisnya memang manis, pikir Ardi.

Tidak ingin Kavi memergoki anaknya sedang tidur menghadapnya, Ardi langsung membangunkan Rea.

"Ayah, udah pulang?" tanya Rea dengan suara seraknya. Ardi mengangguk, menginsyaratkan Rea untuk berbicara pelan sambil melirik Kavi yang masih tidur. Wajah Rea memerah dan terasa panas. 

"Mandi dulu. Ayah bikinin makan buat kita." Tak mau berlama-lama, Rea langsung bergegas ke kamar mandi.

Ayah nggak mikir macam-macam, kan? Trus kok dia nggak tanya kenapa Kavi masih di rumah?

Kavi mencium bau harum dari arah dapur. Dia langsung duduk sambil mengusap wajahnya. Ah, perutnya sudah keroncongan.

"Sudah bangun, Kav? Sana, mandi dulu. Om lagi buat makanan. Rea juga baru saja ke kamar mandi. Kamu mandi di kamar Om saja, ya? Nanti ada saatnya mandi bareng Rea, kalau sudah sah." Ardi mengerling jenaka. Kavi tertawa kecil, tak tahu harus merespon Ardi seperti apa. Ada perasaan senang saat Ardi menyinggung masalah restu dengan Rea. 

Dua puluh menit berlalu, Kavi dan Rea sudah selesai mandi. Rea menghampiri sang ayah dan mencium pipinya. "Ayah baru selesai mandi? Kok makanannya belum jadi?"

"Emang kamu mau makan sama Ayah pas lagi bau keringat?" tanya Ardi balik.

"Ya, nggak mau, dong. Sini, Rea bantu tumis bumbunya." Kavi tersenyum melihat Rea dan ayahnya yang sangat dekat. Dulu, semasa mereka pacaran, Kavi sering khawatir tentang Rea yang harus hidup tanpa seorang ibu. Apalagi Ardi ini cukup sibuk, sehingga Kavi yang selalu menemani Rea. Ardi juga sudah sangat memercayai Kavi untuk menjaga Rea.

Tapi gue malah ninggalin anaknya. Dan kepergok sama cewek lain. Om Ardi masih baik banget nerima gue.

Kavi memutuskan membantu anak dan ayah tersebut. Suasana sangat hangat sore itu. Ketiganya sesekali mengobrol, kadang juga Ardi menggoda Kavi dan Rea.

"Kuliah ambil jurusan apa, Kav?" tanya Ardi ketika mereka tengah bersantap.

"Arsitektur, Om."

"Wah, sama, dong. Om baru tahu kalian punya minat yang sama." Ardi memandang Rea yang acuh tanpa mau ikut berkomentar.

"Rea yang ngenalin saya sama dunia arsitektur. Dia suka banget bikin rumah." Kavi memandang Rea yang tadi sempat meliriknya. 

"Hah?" tanya Rea. Bingung juga kenapa Kavi harus membawa namanya. Kan Rea jadi ingat ... ah, sudah lah!

"Iya, Rea memang dari kecil suka gambar. Sekarang saja udah punya kerjaan sampingan. Iya, kan, Re?"

"Apaan, sih, Yah? Nggak boleh pamer-pamer. Dosa," jawab Rea. 

"Oh ya? Kerja apa?"

Rea diam sebentar, menelan habis makanannya. "Ilustrator di perusahaan penerbit," jawab Rea. Gadis itu menyambar segelas air dan meneguknya perlahan untuk merilekskan detak jantungnya yang menggila karena berdekatan dengan Kavi.

"Kalian cocok, lho." 

Rea tersedak mendengar ucapan Ardi. Matanya memandang kesal ke arah ayahnya yang malah tertawa.

"Ayah," rengek Rea manja. Masih sesekali terbatuk.

"Pelan-pelan, Re," ucap Kavi sambil menepuk-nepuk punggung belakang Rea. 

"Lagian Ayah ngapain pakai ngomong gitu, sih? Rea kan kaget."

"Hahaha... maaf, Sayang. Habis kalian lucu. Ayah gemas sendiri merhatiin kalian dari tadi. Kalau mau ngobrol, ya, ngobrol saja, nggak usah lirik-lirikan kayak anak SMP lagi pedekate."

Wushh! Wajah Rea langsung memerah. Ralat, sangat merah. Kavi? Oh, dia hanya mencoba stay cool di depan Ardi. Malu dong, kalau cowok sampai merona.

"Rumah ini Om yang disain?" Kavi mencoba mengalihkan topik supaya suasana tidak semakin panas. Memangnya siapa yang tahan digodain calon mertua? Eh, calon apa, Kav?

"Bukan, ini semua Mamanya Rea yang disain. Bahkan setiap sudutnya, tata letak perabotan, sampai warna cat dan jenis lantai pun dia yang urus. Om malah nggak bisa gambar," jelas Ardi. Matanya menerawang saat di mana Rara--istrinya--begitu aktif membicarakan rumah mereka.

"Iya, Ayah gambar lingkaran saja masih lonjong ke mana-mana." Rea tertawa kecil. 

Kavi menatap Rea dalam-dalam."Jadi, rencana kita kayaknya juga bisa jalan, Re," ucapnya. Rea menoleh, menatap Kavi dengan pandangan bertanya.

"Rencana apa?"

"Rencana bikin rumah masa depan kita. Aku masih simpan disain rumah impian kamu, lho."

Related chapters

  • Hello, My EX   Rea: Posisi Mantan

    Kavi baru saja selesai latihan paskibra dan langsung mengambil tempat duduk di sebelah Rea. Rutinitas mereka berdua adalah Rea yang selalu menemani Kavi latihan paskibra, begitu pun Kavi yang selalu menunggui Rea saat pertemuan PMR."Ini apa?" tanya Kavi saat Rea memberikan selembar kertas padanya.Rea tersenyum. "Buka, dong. Nanya mulu."Kavi tersenyum tipis, membuka lembaran tersebut dan terkejut saat melihat sebuah sketsa rumah minimalis. "Ini kamu yang gambar?""Iya, dong, masa Ayah. Ayah nggak bisa gambar. Bikin garis lurus aja harus percobaan lima kali.""Bagus banget! Rea pinter ih, gambar rumah. Ini tipe aku banget, Re. Minimal

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Terciduk

    "Pagi, Papa Ardi Diwanggani," sapa Rea dengan ceria. Wajahnya tersenyum kala menatap Ardi yang masih sibuk dengan penggorengannya."Pagi, Sayang. Gimana tidurnya semalam?" Ardi mencium kening Rea dengan lembut. Rea terlihat mengangguk sambil mencicipi tumis kangkung buatan papanya."Nyenyak seperti biasa. Agak insomnia, Yah. Hmm... enak." Rea bertepuk tangan sambil mengacungkan kedua jempolnya.Ardi adalah koki andalan di keluarga kecil mereka. Mamanya bisa memasak, tapi, tidak seenak buatan papanya. Malah, papanya lebih sering memasak untuk mereka, baik saat sarapan atau makan malam. Toh, Ardi memang suka memasak. Berbanding terbalik dengan mamanya yang baru masak setelah Rea lahir."Mikirin apa, sih? Pasti mikirin Ayah, kan? Kangen

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Keripik Kentang

    Rea memasang wajah jengkel saat Ara masih menertawakan kebodohannya di ruang Ormawa tadi sore. Salahnya juga langsung berteriak panik begitu ada suara yang mengagetkannya. Untung lah cuma Ara yang melihatnya, semalu-malunya Rea, hanya dia dan sahabatnya saja yang tahu. Ara juga tidak mungkin menyebarkan aib Rea. Bayangkan jika orang lain yang melihatnya tadi. Atau yang lebih parah adik kelasnya. Bisa malu sampai ke ubun-ubun, kan?"Udah sih, Ra. Ketawa mulu lo. Kesel banget gue," omel Rea. Tawa Ara sudah mereda, tidak seperti tadi. Meskipun sulit, Ara berusaha untuk meredamnya.Ya, orang yang berdiri di depan pintu tadi adalah Ara, pelaku penyebab teriakan konyol Rea."Lagian lo ngapain, ha? Kayak orang idiot aja teriak-teriak sendiri."

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Kenalan Baru

    Hari ini, Rea bersama dua orang temannya berangkat ke Yogyakarta untuk presentasi lomba yang mereka ikuti. Setelah melewati berbagai diskusi sampai pembuatan karya, mereka akhirnya lolos ke tahap selanjutnya bersama empat tim lain untuk tampil mempresentasikan hasil kerjanya."Ingat, selalu berdoa dan jaga diri di sana. Apapun hasilnya, kalian sudah melakukan yang terbaik. Bisa masuk lima besar saja sudah merupakan pencapaian yang besar." Rea, Paska, dan Desi tersenyum mendengar arahan dari dosen mereka. Seharusnya memanga da yang mendampingi, hanya saja Pak Agus hanya bisa menyusul ke sana."Siap, Pak, mohon doanya untuk kami. Semoga di sana lancar, syukur-syukur bisa juara," ucap Paska selaku ketua tim."Ya sudah, kalian langsung berangkat saja. Pesawatnya sebentar lagitake

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Kemenangan

    Sejak pagi, Rea, Desi, dan Paska sudah disibukkan dengan materi presentasi mereka. Semalam, mereka begadangvideo calldengan dosen mereka, meminta saran untuk lomba hari ini.Mereka sudah sampai di Universitas Atmajaya dan sedang menunggu dimulainya kompetisi."Hai," sapa cowok lesung pipi. Rea melebarkan matanya."Lo di sini? Ikut lomba juga?" tanya Rea. Desi tampak memerhatikan cowok tersebut kemudian menjentikkan jari."Ah, cowok kafe itu, kan? Yang lihatin Rea mulu."Raga mengusap belakang lehernya sambil tersenyum malu. "Ketahuan, deh. Gue Ragasta, panggil aja Raga.""Gue Desi dan ini Paska." Desi menunjuk c

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Kavi, Gitar, & Lagu Kenangan

    "Gue kira kita bakal langsung pulang bukan malah melipir ke tempat entah apa ini namanya."Selepas kuliah, Kavi sudah mencegat Rea dan memaksanya untuk pulang bersama. Rea menerima ajakan Kavi tanpa tahu rencana cowok itu."Gue mau ke suatu tempat dulu. Udah lama gue nggak mampir ke sana." harusnya Rea curiga ketika cowok itu menawarinya tumpangan menggunakan mobil.Malas berdebat lagi, Rea memilih diam, lalu mulai menyamankan posisinya. Tak sampai lima menit, Rea sudah tertidur pulas. Kavi tersenyum melihat betapa mudahnya Rea tidur tanpa khawatir siapa dan bagaimana kondisi sekitarnya. Apa jadinya jika Kavi adalah cowok brengsek, hm?Menempuh jarak yang tidak dekat, keduanya sampai di sebuah rumah yang ada di sebuah desa. Kavi menga

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Saingan Baru

    Universitas Dharma Jaya menjadi salah satu universitas terbaik yang sejajar keunggulannya dengan Universitas Suryadharma. Kedua kampus tersebut sering terlibat kerja sama dalam berbagai acara."Semua stand by di posisi. Tamu kita sebentar lagi datang," ucap Gilang melalui sebuah smartwatch yang akan terhubung di masing-masing earring anak buahnya.Agenda BEM hari ini adalah menyambut perwakilan BEM Dharma Jaya untuk event penggalangan dana korban Suriah dan Palestina.Di sebelah Gilang sudah ada Arsan, Kavi, dan Rea sebagai penyambut tamu. Mereka dan beberapa anggota BEM terpilih dari semua BEM F akan ikut rapat untuk event gabungan mereka."Kav, Re, kalian langsung ke ruang rapat aja. Gue sama Arsan mau ke depan dulu." Setelah mengatakan itu, Gilang dan Arsan berlalu pergi. Tingallah Kavi dan Rea."Re, yuk." Kavi menarik ujung lengan baju Rea. Gadis itu menurut dan mereka berjalan berdampingan menuju ruang rapat

    Last Updated : 2021-05-18
  • Hello, My EX   Sehari Bersama Raga

    Minggu pagi di akhir bulan April. Cuaca sedang hangat hari ini, cocok sekali untuk menghabiskan waktu dengan orang terkasih, mengajaknya jalan-jalan atau hanya minum teh bersama di halaman depan rumah.Seperti Rea yang pagi ini sudah siap dengan setelan baju lengan panjang berwarna pink yang ujung baju bagian depannya dimasukkan ke dalam celana jeans biru dongkernya. Rea memoles lipstik pink di bibir tipisnya dan membubuhkan sedikit bedak tipis di wajahnya. Setelah memastikan riasannya tak berlebihan, gadis itu langsung menyambar tas kecil, memeriksa kembali balasan pesan dari Raga dan segera keluar kamar.Ya, Rea dan Raga sudah janjian bertemu di Dufan. Gadis itu juga membawa roti sandwich buatannya untuk mereka makan di sana. Sebenarnya, Raga yang memaksa Rea membuatkan makanan ringan untuk mereka.

    Last Updated : 2021-05-20

Latest chapter

  • Hello, My EX   Rumah Raga

    Ini aneh, Raga tidak pernah menghubunginya lagi sejak terakhir mereka berpisah di rumah sakit. Terhitung sudah hampir sebulan.Apa Raga marah karena Rea harus pergi ke rumah sakit, dan mengacaukan acara jalan-jalan mereka?Nggak, Raga bukan orang yang kayak gitu, deh. Masa iya, ada orang ngambek setelah tahu anggota keluarga temennya masuk rumah sakit.Apa Raga sakit? Atau sibuk, mengingat Raga juga anggota BEM di kampusnya?"Re, awas!" Sebuah tangan dengan cepat menarik tubuh Rea mundur ke belakang."Hah?" Jantung Rea berdegub kencang. Dirinya berada di pinggir jalan raya dengan motor dan mobil laku lalang dengan kecepatan yang tidak pelan.

  • Hello, My EX   Cincin

    Rea pulas dalam pelukan Lara. Gadis itu benar-benar seperti anak kecil yang erat memeluk ibunya. Tangan halus Lara mengelus kepala Rea.Dia tak mungkin lupa pada gadis yang sepanjang waktu selalu dicintai oleh Kavi. Bahkan saat mereka terpisah jarak, di tengah Kavi mati-matian memulihkan mental mereka yang harus kehilangan suami dan anak bungsunya, Kavi tak pernah melupakan Rea.Gadis cantik yang selalu menyebarkan warna baru di dalam keluarganya. Rea yang ceria, Rea yang selalu tersenyum ramah, kini hilang. Warna hidupnya redup seketika. Lara berusaha mencari saklar itu, tapi tidak bisa dia temukan. Rea begitu kehilangan, hatinya gelap, rona wajahnya memudar.Pintu kamar Rea diketuk pelan. Kavi berdiri di depan pintu yang dibiarkan terbuka sejak tadi."Abang, belum tidur?" tanya Lara lembut.Kavi menggeleng, meletakkan segelas air hangat untuk Lara minum. "Rea gimana?""Udah tenang. Ibu nggak dibiarin bergerak, nih."Kavi tersenyum t

  • Hello, My EX   Gelap

    "Re," peluk Ara sesampainya Rea di kelas. Teman-temannya yang sudah datang juga ikut memeluk Rea. Tangis gadis itu mulai tak terbendung.Sudah hampir seminggu ayahnya di rawat. Meski pikiran kalut, Rea tetap harus melanjutkan hari-harinya. Dia tidak boleh melalaikan pendidikan. Jika Ardi tahu Rea membolos selama tiga hari kemarin, dia pasti dimarahi."Gimana bokap lo? Ah, gue ... gue boleh nanya itu nggak?"Rea tersenyum tipis, "Bokap sedikit membaik, cuma dia masih betah tidur. Nggak kangen kali sama anaknya. Nggak ada Bokap, uang foya-foya gue harus dialihin buat duit sarapan, deh," candanya. Teman-teman Rea memaksakan senyum."Yang terbaik buat Bokap lo, Ra. Semoga lekas sadar, biar lo nggak galau lagi. Kayaknya lebih enak dijutekin dari pada lihat lo meler gini.""Tai lo."Husshh, language, Re," kata teman-teman Rea kompak.Melihat itu, mau tidak mau Rea tertawa. Yah, nggak buruk juga kuliah saat kondisi hati dan pikir

  • Hello, My EX   Mendung

    "Kavi!" panggil Rea sambil berlari ke arahnya. Cowok itu sedang duduk di depan ruang ICU dengan kepala menunduk."Rea." Kavi berdiri, dan Rea langsung memeluk Kavi erat. Tangisnya pecah membuat hati Kavi berdenyut."A-ayah ... Ayah gimana? Kenapa bisa masuk rumah sakit? Tadi pagi masih sarapan semeja sama gue, Kav.""Sshh! Tenang, tarik napas, lo nggak boleh kacau gini. Om Ardi nggak suka lo nangis." Tangan Kavi mengusap air matanya. Rasa hangat menjalar, Rea tenang seketika.Kavi melirik Raga yang berdiri di belakang mereka. Cowok itu mengangguk pada Kavi."Ga, duduk," ucapnya tanpa vokal. Mereka pasti habis kebut-kebutan di jalanan, dan itu tidak mudah."Gue beli minum dulu. Lo mau nitip apa?""Tolong, susu coklat buat Rea. Kalau bisa yang dingin. Sama nasi goreng buat lo, Rea, dan Bu Difa, kalau lo nggak lagi buru-buru." Keduanya melirik seorang wanita dewasa yang tampak diam mengamati Rea. Kavi mengangguk."Lo nggak p

  • Hello, My EX   Raga dan Hobinya

    "Halo," sapa Raga sambil tersenyum manis. Rea ikut tersenyum sambil bersandar di kap depan mobilnya."Feeling unwell?" tanya Rea.Raga menggeleng, "Gue lagi dalam kondisi terbaik sepanjang sejarah."Rea tak mau ambil pusing. Mungkin memang hanya perasaannya saja. "Mau ke mana kita?""Katakan peta, katakan peta," balas Raga sambil menirukan suara Peta dalam kartun kesayangan adiknya, Dora the Explorer.Rea tertawa sejenak, lalu wajahnya dibuat sedatar mungkin, "Serius?""Asem banget muka lo, kayak mangga muda. Kenapa, sih? Kena sindrom akatsuki?" Raga masih mengajaknya bercanda."Emangnya cewek ngambek cuma karena lagi PMS doang? Jalan, yuk," ajak Rea. Raga tersenyum saat Rea dengan seenaknya langsung masuk ke mobilnya.Raga menahan senyumnya saat sudah masuk mobil, "Nggak sabaran banget mau jalan sama gue. Kita bakal ke tempat di mana lo bisa lihat mahakarya gue yang lain.""Awas kalau nggak sesuai ekspektasi."

  • Hello, My EX   Home Date

    Kampus Suryadharma sedang sibuk mempersiapkan acara donor darah yang rutin diadakan setiap tiga bulan sekali. Bekerja sama dengan PMI setempat, acara ini akan diikuti serentak di seluruh fakultas kampus. Para dosen pun ikut mendonorkan darahnya."Edrea," panggil salah seorang anggota BEM F dari fakultas kedokteran."Yo, Ran, gimana persiapan?""Udah mateng, tinggal briefing aja. Kalian mau buat dokumentasi, kan?""Iya, jadi, siapa yang bakal ngeliput bareng gue?""Karena ini bukan acara khusus orang kampus kita, gue undang anak kampus lain buat ngeliput. Anaknya pernah ke sini, kok. Dia bilang mau sukarela-ah, itu orangnya," tunjuk Rani. Rea berbalik dan membulatkan matanya."Itu?" Rea mencoba meyakinkan.Seorang laki-laki berjalan dengan senyum manisnya menuju tempat Rea dan Rani berdiri. Senyum yang sangat familiar."Halo, Ran, Re, apa kabar?""Baik, lo sendiri gimana, Ga? Maaf, ya, gue agak sibuk jadi belum bisa konta

  • Hello, My EX   Double Date

    Rasanya Rea mimpi indah tadi malam, terlihat dari bagaimana wajah ayu itu berseri sepagi ini. Ayahnya sampai tak lepas menatap putri cantiknya itu."Ayah merinding, Re," ungkap Ardi saat Rea duduk di depannya. Mereka sedang sarapan pagi ini."Oh iya? Kayaknya Ayah perlu dirukiah.""Re, kok gitu?" rengek Ardi. Ya, pria dewasa yang maaih suka merengek ya hanya Ardi."Kenapa, Yah? Katanya merinding, ya berarti Ayah lagi dikelilingi mahluk ghaib, harus diusir, kan?""Hih, dasar kanebo kering, kaku kayak plafon rumah.""Hm, ya, ya." Rea cuek-cuek saja. Karena bukan hanya sekali Ardi bertingkah seperti remaja baru puber."Rea mau ke toko buku nanti siang.""Sendiri? Sama siapa?"Rea tak langsung menjawab, seperti sudah tahu respons ayahnya akan seperti apa."Re, Ayah nunggu, lho.""Kavi."

  • Hello, My EX   Gara-gara Status

    "Lo ngerasa aneh nggak, sih?" Ara menyikut sahabatnya yang sedang menikmati semangkuk bakso dengan hikmat."Apaan?""Itu, mantan lo, dari tadi mukanya cerah banget. Nggak biasanya juga dia tebar senyum. Hiii~ merinding gue."Rea melirik Kavi yang tengah mengobrol dengan teman sekelasnya di meja depan. Bola matanya bergulir lagi ke makanannya.Segitu senengnya, padahal udah lewat seminggu yang lalu, batin Rea. Bibirnya berkedut menahan senyum."Oh! Jangan-jangan abis jadian sama adek tingkat yang kemarin. Siapa namanya? Ka ... Kani? Kina?"Uhukk!"A ....""Eh, Re, lo kenapa? Duh!" Ara menyodorkan segelas air putih padanya sambil menepuk-nepuk punggung Rea. "Pelan-pelan minumnya.""Uhukk.. uhukk." Rea memejamkan matanya erat-erat. Wajahnya juga memerah.Rea meraup udara dengan rakus saat be

  • Hello, My EX   Kesempatan Terakhir

    Arsan dan Rea keluar dari ruang Pak Siswoyo—penanggung jawab BEM—dengan wajah lega bukan main. Keduanya baru selesai laporan tentang seminar kenegaraan kemarin dengan sukses. Tinggal lanjut ke agenda selanjutnya yaitu ulang tahun kampus yang semakin dekat."Rapat sekarang?" tanya Rea sambil melirik Arsan."Satu jam lagi, deh, gue ngambil napas dulu."Rea mengangguk, setuju dengan Arsan. Tidak mudah berhadapan dengan Pak Sis saat sedang laporan agenda. Beliau orang yang perfeksionis dan mau semua rincian jelas di matanya. Kalau bukan orang yang cakap, sudah lewat dibabat beliau.Sesampainya di markas, Arsan langsung mengambil posisi berbaring di sebelah Marham yang asyik main PUBG dengan yang lain. Suara-suara berisik ditambah umpatan-umpatan kasar khas anak gamers yang lagi mabar langsung masuk ke telinga suci Rea. Gadis itu mendengus."Itu mulut kotor semua kayaknya. Segala jenis binatang diab

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status