Home / Romansa / Hello, My EX / Kenalan Baru

Share

Kenalan Baru

last update Last Updated: 2021-04-22 13:08:26

Hari ini, Rea bersama dua orang temannya berangkat ke Yogyakarta untuk presentasi lomba yang mereka ikuti. Setelah melewati berbagai diskusi sampai pembuatan karya, mereka akhirnya lolos ke tahap selanjutnya bersama empat tim lain untuk tampil mempresentasikan hasil kerjanya.

"Ingat, selalu berdoa dan jaga diri di sana. Apapun hasilnya, kalian sudah melakukan yang terbaik. Bisa masuk lima besar saja sudah merupakan pencapaian yang besar." Rea, Paska, dan Desi tersenyum mendengar arahan dari dosen mereka. Seharusnya memanga da yang mendampingi, hanya saja Pak Agus hanya bisa menyusul ke sana.

"Siap, Pak, mohon doanya untuk kami. Semoga di sana lancar, syukur-syukur bisa juara," ucap Paska selaku ketua tim.

"Ya sudah, kalian langsung berangkat saja. Pesawatnya sebentar lagi take-off."

Ketiganya berpamitan dengan dosen, beberapa teman sekelas, sesama anggota BEM, dan pada orang tua mereka. Rea memeluk erat ayahnya. Ardi membisikkan kata-kata penyemangat untuk anak semata wayangnya.

"Bismillah, ya, Nak. Ayah bangga sama kamu."

"Makasih, Yah. Doain Rea, ya?"

Kavi maju beberapa langkah hingga hampir sejajar dengan di mana Ardi berdiri. Sorot bangganya tak lepas kala menatap Rea. Laki-laki itu tersenyum tipis. Ketika matanya bertubrukan dengan Rea, baru lah dia berjalan lebih dekat.

"Sukses, Re, jangan lupa di makan." Kavi memberikan bungkusan berisi bolu lapis talas yang dia beli tadi sebelum ke bandara. Salah satu kue bolu favorit Rea.

Rea menatap ayahnya sejenak sebelum akhirnya menerima oleh-oleh dari Kavi. "Makasih, Kav, nggak perlu repot-repot."

Kavi tersenyum dan menggeleng, "Nggak repot. Salam dari Mama. Semoga berhasil, katanya."

Rea mengangguk, setelah berbincang sedikit dengan anggota BEM, dia langsung pamit karena pesawatnya akan lepas landas tak lama lagi.

«••CLBK••»

"Re, mau ikut keliling nggak? Kayaknya di sekitar sini banyak jajanan." Rea tampak berpikir sejenak. Dia baru saja sampai di hotel satu jam lalu, tiga puluh menit berkabar dengan ayahnya, membereskan barangnya, lalu mandi.

Jam menunjukkan pukul empat sore. Sebenarnya dia lapar, tapi rasanya lelah jika harus berjalan lagi mengitari Yogyakarta.

"Nggak, deh. Nanti malam mau ke Malioboro, kan? Gue ngikut nanti malam aja. Lelah, cuy," tolak Rea. Desi kemudian mengangguk lalu bergegas menemui Paska yang sudah menunggunya di lobi hotel.

"Gue jalan dulu, ya?"

"Yo, hati-hati, Des."

Rea membaringkan tubuh lelahnya di ranjang. Gadis itu telingkup sambil meraih ponselnya di atas nakas. Sebelum tidur ada baiknya dia berselancar sebentar di media sosial.

Duh, yang lagi anget-angetnya pacaran mah bebas, ya? Serasa dunia punya mereka, yang lain cuma remahan rengginangKeinjek dikit juga hilang, batinnya saat melihat foto selfi salah satu teman SMAnya.

Rea kemudian bangkit dari posisinya dan berjalan ke arah balkon. Hotelnya memiliki spot paling tepat untuk melihat sunset. Bahkan masih jam empat pun, pemandangannya benar-benar menyegarkan mata. Gadis itu membuka aplikasi kamera dan memotret sebuah hutan buatan yang dibiasi sinar matahari sore. Sesekali berpindah tempat untuk mengambil dari beberapa angle.

Setelah puas, Rea kembali ke kamar dan berniat mempostingnya. Rea jarang mengisi Instagramnya. Sejauh ini, dia hanya punya tiga puluh foto di Instagram, itu pun berisi makanan, pemandangan, atau hasil menggambarnya. Bisa dihitung jari foto dirinya di Instagram karena Rea memang jarang berfoto.

Setelah selesai, Rea meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan pergi tidur. Karena nanti malam dia akan berjalan-jalan, dia harus punya tenaga mengikuti langkah kaki teman-temannya mengelilingi kawasan Malioboro.

Pukul 09.30 malam

Rea menabur bedak tipis di wajahnya dan tak lupa mengoles liptint pink di bibirnya. Gadis itu mengedip sekali sambil tersenyum.

"Mamam enak, aku datang." gadis itu menyambar clutch bag dan bergegas ke luar kamar setelah memastikan tidak ada benda penting yang tertinggal.

Malioboro di malam hari tak ubahnya Jakarta. Ramai oleh orang-orang baik wisatawan maupun warga setempat. Karena lokasinya tidak jauh dari kampus, banyak mahasiswa yang nongkrong atau mengerjakan tugas sambil menikmati ramainya kawasan wisata Malioboro.

Rea mengapit lengan Desi dan Paska sambil sesekali menunjuk beberapa pedagang.

"Gue berasa momong bocah. Iya nggak sih, Des?" keluh Paska pasrah. Cewek bernama Desi itu mengangguk.

"Gini nih kalo ngajak anak rumahan ke luar kota. Norak bener."

"Heh, kalau gue hilang di sini, kalian mau tanggung jawab? Malioboro itu luas, lho," protes Rea. Paska memutar bola matanya.

"Senyasar-nyasarnya lo, masih di negara sendiri, Re."

"Banyak protes. Mending kita cari jajanan lagi. Perut gue masih muat banyak."

"Gila sih perut karet. Pantesan si Arsan tekor bandar tiap ngajak lo dinas ke luar. Sekalinya jajan bisa ngabisin jatah duit sebulan."

Rea tertawa membenarkan kata-kata Desi. Memang Arsan sering mentraktirnya makan setiap mereka ada tugas ke luar untuk urusan BEM. Biarlah, Arsan kan banyak uang.

"Gue pengen es krim gelato, deh. Yuk, buruan." Paska dan Desi hanya bisa pasrah saat Rea dengan antusias berlebih menyeret mereka mendatangi salah satu tempat nongkrong yang cukup terkenal akan es krim Italian gelatonya.

Mereka bertiga duduk di pojok sambil menunggu pesanan.

"Jadi, ada yang mau bahas presentasi kita buat lusa?" tanya Paska. Melihat wajah malas dua cewek di depannya itu membuat Paska mendengus. Jika sudah begini, Paska hanya berharap mereka bertiga punya sinyal cukup kencang untuk saling terkoneksi ketika presentasi nanti.

"Up to you, Girls. Nasib gue laki sendiri di sini mah, bakal kalah aja sama ini dua betina."

Desi dan Rea berpandangan lalu berhigh five. Paska ini kadang kelewat serius. Meskipun mereka di sini untuk lomba, apa salahnya liburan melupakan tugas negara sejenak? Bikin rambut rontok saja.

"Re, lo kenal cowok di sebelah kita itu?" tanya Desi. Rea langsung menoleh ke samping.

"Yang lagi pegang kamera sama buku sketsa itu?" tanya Rea memastikan. Desi mengangguk. Paska ikut menoleh.

"Nggak kenal. Kenapa? Kenalan lo, Des?"

"Bukan. Gue perhatiin dari tadi dia ngelihatin lo mulu. Gue kira dia temen lo."

Rea menoleh lagi ke arah cowok tersebut dan kebetulan mereka sedang berpandangan. Obyek ghibahan mereka pun tersenyum manis, menampilkan lesung pipinya. Rea langsung mengalihkan pandangannya.

Sialan, manis juga itu cowok. Eh, kok malah muka si kampret Kavi itu sih yang muncul?

"Gue nggak kenal. Udah lah, biarin aja."

"Serius dianggurin? Nggak mau dilobi dulu gitu? Tanya-tanya nama aja, Re. Lumayan, cowok manis,0 tuh."

"Lo mau? Silakan coba peruntungan dulu, siapa tahu berakhir bahagia."

"Bahagia dalam segi apa dulu? Bahagia batin apa bahagia yang lain?"

"Maksudnya?"

Desi tak menjawab, tapi matanya fokus memandang bibir dan buah dada Rea secara bergantian. Menyadari tatapan melecehkan Desi, Rea langsung menutup area yang Desi pandang.

"Ngeliatin apaan lo, hah?"

Desi terkekeh pelan. Temannya itu masih polos, membicarakan hal-hal vulgar saja butuh usaha ekstra supaya cepat mengerti. Di samping itu, Paskah hanya bisa bertopang dagu sambil memandang malas ke arah Desi dan Rea yang asyik membahas itu. Memangnya tidak ada pembahasan lain, ya?

Tak lama pesanan mereka tiba. Mata Rea berbinar tanpa bisa dicegah melihat banyaknya pesanan mereka. Ralat, pesanan Rea.

"Gila, makanan lo, Re. Awas kalo nggak habis," ancam Desi. Rea mengacungkan dua jempolnya sambil menampilkan deretan giginya.

"Tenang aja, mastah es krim nggak bakal cukup buat yang beginian."

"Tekor laki lo nanti beliin es krim mulu."

"Justru itu gue mau cari suami yang udah mapan dan banyak duit biar bisa beliin gue es krim tiap hari," balas Rea cuek. Gadis itu mulai memakan es krimnya dengan lahap.

"Di mana-mana cari pasangan yang agama dan keuangannya bagus," tegur Paska.

"Itu maksud gue. Yang alim, mapan, nggak pelit duit jajan, dan ganteng."

Desi dan Paska kompak mencubit pipi Rea membuat gadis itu mengaduh kesakitan. Rea hanya bisa cemberut memegangi pipinya yang akan membiru sebentar lagi. Cubitan mereka bukan kaleng-kaleng ternyata.

"Gue aduin ke Arsan lo berdua, biar kena jewer karena nyakitin wakil kesayangannya."

"Wakil apa pacar? Pake malu-malu segala lo."

"Pacar? Kagak, deh. Mending sama yang lain."

Desi dan Paska tertawa mendengarnya. Mereka menikmati waktu dengan mengobrol banyak hal hingga larut malam. Sebenarnya lebih banyak Paska mendengarkan Rea dan Desi membicarakan boyband favorit mereka.

«••CLBK••»

Rea memutus panggilan setelah berbicara dengan ayahnya. Gadis itu sedang berjalan-jalan di sekitar hotel sambil sesekali memotret apa saja yang menarik baginya. Desi dan Paska entah kemana, dan di sinilah Rea, sendirian di taman hotel.

"Hai," sapa seseorang dari arah belakang. Rea menautkan kedua alisnya.

Siapa, ya? Cowok random?

"Boleh duduk di sini?" tanyanya. Rea merasa tidak asing dengan wajah cowok di depannya itu.

"Kalo lo keberatan juga nggak apa, kok. Cuma ya ... gue tetep mau duduk di sini." cowok itu sudah akan melangkah pergi, tapi Rea menahannya.

"Lalu kenapa tadi minta izin dulu?"

"Biar terlihat kayak cowok sopan aja." laki-laki yang entah siapa itu mengedipkan sebelah matanya. Jika biasanya Rea langsung kesal, kali ini berbeda. Rea merasa itu punya kedipan menggoda atau semacamnya.

"Silakan aja kalau mau duduk."

Cowok itu tersenyum sekali lagi. Saat melihat lesung pipinya, Rea kemudian sadar. Mulutnya membulat membentuk huruf O.

"Kayaknya lo udah inget muka gue. Iya, kan?"

Rea mengangguk, "Iya. Lo yang di kafe semalam, kan? Yang kata temen gue selalu ngelirik ke tempat gue."

Cowok sawo matang itu tertawa kecil. Tiba-tiba hati Rea berdesir mendengarnya.

Renyah banget, cuy. Itu suara ketawa apa gigitan wafer Tango, ya?

"Temen lo aja peka, masa lo nggak, sih?"

"Jadi, beneran?" cowok itu tidak mengiyakan. Dia hanya tersenyum tipis. Kemudian mulai memperkenalkan diri.

"Nama gue Raga. Ragasta Adjiwijaya, 22 tahun, masih single karena baru ditinggal doi nikah dua bulan lalu, asli Yogyakarta, cuma sekarang tinggal di Jakarta buat kuliah DKV. Apa lagi? Oh, ukuran baju L, nomor sepatu 47, insyaa Allah sholeh. Siapa nama lo?"

Rea tertawa kecil, "Edrea, panggil aja Rea, mahasiswi arsitektur."

"Rea? Lo itu setan Bali itu, kan?"

Dikatai mahluk halus membuat Rea reflek memukul pelan bahu Raga. "Licin banget mulutnya. Habis ganti oli?"

"Hahaha, maaf, deh."

Keduanya saling diam. Rea fokus menatap ponsel, Raga fokus mengotak-atik kameranya. Rea sedang berkabar dengan Arsan, meminta info apa saja tentang kampus dan BEM. Dia juga membalas pesan yang Kavi kirimkan.

"Lo liburan di sini? Setahu gue ini bukan musim libur, deh."

"Gue lomba di sini. Lo sendiri?"

"Sama kayak lo. Gue juga lomba di sini." Rea mengangguk tanpa berniat bertanya lebih jauh. Karena Raga ini masih kategori orang asing baginya, Rea belum terlalu peduli dan kepo lebih jauh.

"Gue balik, ya? Ditunggu temen-temen gue." Rea berdiri, Raga ikut berdiri.

"Gue juga mau balik. Kita pisah di sini, nih?"

"Iya, gue tinggal, ya?" gadis itu berbalik meninggalkan Raga yang tersenyum kecil. Tangannya mengangkat kamera dan diarahkan ke matanya. Dalam sekali jepretan, Raga berhasil mendapatkan foto Rea.

To be continued...

Related chapters

  • Hello, My EX   Kemenangan

    Sejak pagi, Rea, Desi, dan Paska sudah disibukkan dengan materi presentasi mereka. Semalam, mereka begadangvideo calldengan dosen mereka, meminta saran untuk lomba hari ini.Mereka sudah sampai di Universitas Atmajaya dan sedang menunggu dimulainya kompetisi."Hai," sapa cowok lesung pipi. Rea melebarkan matanya."Lo di sini? Ikut lomba juga?" tanya Rea. Desi tampak memerhatikan cowok tersebut kemudian menjentikkan jari."Ah, cowok kafe itu, kan? Yang lihatin Rea mulu."Raga mengusap belakang lehernya sambil tersenyum malu. "Ketahuan, deh. Gue Ragasta, panggil aja Raga.""Gue Desi dan ini Paska." Desi menunjuk c

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Kavi, Gitar, & Lagu Kenangan

    "Gue kira kita bakal langsung pulang bukan malah melipir ke tempat entah apa ini namanya."Selepas kuliah, Kavi sudah mencegat Rea dan memaksanya untuk pulang bersama. Rea menerima ajakan Kavi tanpa tahu rencana cowok itu."Gue mau ke suatu tempat dulu. Udah lama gue nggak mampir ke sana." harusnya Rea curiga ketika cowok itu menawarinya tumpangan menggunakan mobil.Malas berdebat lagi, Rea memilih diam, lalu mulai menyamankan posisinya. Tak sampai lima menit, Rea sudah tertidur pulas. Kavi tersenyum melihat betapa mudahnya Rea tidur tanpa khawatir siapa dan bagaimana kondisi sekitarnya. Apa jadinya jika Kavi adalah cowok brengsek, hm?Menempuh jarak yang tidak dekat, keduanya sampai di sebuah rumah yang ada di sebuah desa. Kavi menga

    Last Updated : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Saingan Baru

    Universitas Dharma Jaya menjadi salah satu universitas terbaik yang sejajar keunggulannya dengan Universitas Suryadharma. Kedua kampus tersebut sering terlibat kerja sama dalam berbagai acara."Semua stand by di posisi. Tamu kita sebentar lagi datang," ucap Gilang melalui sebuah smartwatch yang akan terhubung di masing-masing earring anak buahnya.Agenda BEM hari ini adalah menyambut perwakilan BEM Dharma Jaya untuk event penggalangan dana korban Suriah dan Palestina.Di sebelah Gilang sudah ada Arsan, Kavi, dan Rea sebagai penyambut tamu. Mereka dan beberapa anggota BEM terpilih dari semua BEM F akan ikut rapat untuk event gabungan mereka."Kav, Re, kalian langsung ke ruang rapat aja. Gue sama Arsan mau ke depan dulu." Setelah mengatakan itu, Gilang dan Arsan berlalu pergi. Tingallah Kavi dan Rea."Re, yuk." Kavi menarik ujung lengan baju Rea. Gadis itu menurut dan mereka berjalan berdampingan menuju ruang rapat

    Last Updated : 2021-05-18
  • Hello, My EX   Sehari Bersama Raga

    Minggu pagi di akhir bulan April. Cuaca sedang hangat hari ini, cocok sekali untuk menghabiskan waktu dengan orang terkasih, mengajaknya jalan-jalan atau hanya minum teh bersama di halaman depan rumah.Seperti Rea yang pagi ini sudah siap dengan setelan baju lengan panjang berwarna pink yang ujung baju bagian depannya dimasukkan ke dalam celana jeans biru dongkernya. Rea memoles lipstik pink di bibir tipisnya dan membubuhkan sedikit bedak tipis di wajahnya. Setelah memastikan riasannya tak berlebihan, gadis itu langsung menyambar tas kecil, memeriksa kembali balasan pesan dari Raga dan segera keluar kamar.Ya, Rea dan Raga sudah janjian bertemu di Dufan. Gadis itu juga membawa roti sandwich buatannya untuk mereka makan di sana. Sebenarnya, Raga yang memaksa Rea membuatkan makanan ringan untuk mereka.

    Last Updated : 2021-05-20
  • Hello, My EX   Sehari Bersama Papa

    Rea dan Kavi duduk di bangku taman tak jauh dari rumah Rea. Sepi, sejuk, dan remang. Entah bagaimana, perumahannya lebih sepi dari biasanya seakan mengerti keadaan Rea dan Kavi yang butuh privasi."Gimana jalan-jalan hari ini? Kamu senang?" tanya Kavi. Tidak ada nada marah atau kesal. Itu membuat Rea entah kenapa merasa bersalah."Senang. Kita banyak ngobrol dan naik wahana.""Kamu naik bianglala?" tebak Kavi. Rea mengangguk. "Gimana rasanya naik bianglala?""Nggak sehangat saat Bunda masih ada. Tapi rasanya masih menyenangkan. Kav, dari jam berapa lo di rumah gue?""Dari habis maghrib. Aku habis dari rumah Riko, kebetulan ketemu Om Ardi lagi beli ketoprak di dekat rumah Riko. Dia ng

    Last Updated : 2021-05-21
  • Hello, My EX   Mulut Ember Arsan

    Rea tampak mendorong keranjang belanjanya. Matanya menelusuri berbagai bumbu dapur. Dua hari sejak acara barbekyu dadakan, kini Rea harus rela ditinggal ayahnya ke Kalimantan untuk tugas dokternya. Katanya sih, ada seminar gitu. Berhubung bahan makanan di kulkas sedang habis, Rea mau tidak mau berbelanja sendiri. "Paprika udah, bawang putih bubuk udah, oh! kaldu jamur." "Edrea." Rea menoleh ke belakang, mengernyit bingung saat Arsan berjalan menghampirinya. "Lho, San? Tumben di daerah sini. Rumah lo kan di komplek Guava." "Iseng aja jalan-jalan ke komplek sebrang. Gue lihat lo di parkiran tadi, trus gue buntutin aja." Rea langsung mundur selangkah, "Lo ... agak mengerikan, ya?"

    Last Updated : 2021-05-23
  • Hello, My EX   Bertengkar

    Rea menautkan kedua alisnya saat menemukan Kavi sedang duduk di bangku panjang depan ruangan BEM sambil menghisap sebatang rokok dengan tenangnya.Gadis itu menghampirinya. Kavi menoleh, menurunkan rokok yang tinggal seperempat itu hingga abunya berjatuhan."Lo ngerokok?" tanya Rea.Kavi mengangguk kecil. Menyundutkan rokok tersebut bangku berbahan semen tersebut. "Kuliahmu udah selesai?""Sejak kapan?" tanya Rea tanpa menjawab pertanyaan Kavi.Cowok di hadapannya itu malah tersenyum tipis. "Pertanyaanku belum kamu jawab, lho, Re. Mata kuliahmu udah selesai?""Iya. Sekarang jawab gue."Kavi mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Rea. Satu kakinya dia tekuk, menopang pada kaki yang lain. "Aku nggak yakin kamu bakal percaya sama jawabanku."Rea diam tak menyahut. Matanya masih menuntut jawab. Kavi menikmati pemandangan di hadapannya. Kapan lagi

    Last Updated : 2021-05-27
  • Hello, My EX   Bakti Desa

    Mobil Rea tiba di depan gerbang kampusnya. Hari ini, Ardi mengantar putri kesayangannya itu untuk melakukan kegiatan Bakti Desa selama tiga hari."Kamu ingat kata Ayah semalam? Jangan lupa—""Iya, Ayah, iya. Rea ingat semua petuah Ayah sejak dua hari kemarin. Rea nggak boleh lupa pakai lotion anti nyamuk, nggak boleh lupa salat, nggak boleh begadang, dan jangan lupa untuk terus keep contact sama Ayah."Ardi tersenyum, "Tapi kamu lupa satu hal sama Ayah.""Hah? Apa lagi, Yah? Kan cuma itu.""Ada lagi, dong. Kamu jangan jauh-jauh dari mantan calon menantu Ayah, ya? Karena dia bakal jadi mata Ayah selama kamu di sana.""What—apa? Apaan, sih, Yah?" Wajah Rea memerah. Ardi menoel pipi anaknya itu."Ciee... salting, ya? Salting tuh pasti. Salting aja lah, Re.""Nggak ada salting-salting. Rea turun. Assalamu'alaikum.""E

    Last Updated : 2021-05-28

Latest chapter

  • Hello, My EX   Rumah Raga

    Ini aneh, Raga tidak pernah menghubunginya lagi sejak terakhir mereka berpisah di rumah sakit. Terhitung sudah hampir sebulan.Apa Raga marah karena Rea harus pergi ke rumah sakit, dan mengacaukan acara jalan-jalan mereka?Nggak, Raga bukan orang yang kayak gitu, deh. Masa iya, ada orang ngambek setelah tahu anggota keluarga temennya masuk rumah sakit.Apa Raga sakit? Atau sibuk, mengingat Raga juga anggota BEM di kampusnya?"Re, awas!" Sebuah tangan dengan cepat menarik tubuh Rea mundur ke belakang."Hah?" Jantung Rea berdegub kencang. Dirinya berada di pinggir jalan raya dengan motor dan mobil laku lalang dengan kecepatan yang tidak pelan.

  • Hello, My EX   Cincin

    Rea pulas dalam pelukan Lara. Gadis itu benar-benar seperti anak kecil yang erat memeluk ibunya. Tangan halus Lara mengelus kepala Rea.Dia tak mungkin lupa pada gadis yang sepanjang waktu selalu dicintai oleh Kavi. Bahkan saat mereka terpisah jarak, di tengah Kavi mati-matian memulihkan mental mereka yang harus kehilangan suami dan anak bungsunya, Kavi tak pernah melupakan Rea.Gadis cantik yang selalu menyebarkan warna baru di dalam keluarganya. Rea yang ceria, Rea yang selalu tersenyum ramah, kini hilang. Warna hidupnya redup seketika. Lara berusaha mencari saklar itu, tapi tidak bisa dia temukan. Rea begitu kehilangan, hatinya gelap, rona wajahnya memudar.Pintu kamar Rea diketuk pelan. Kavi berdiri di depan pintu yang dibiarkan terbuka sejak tadi."Abang, belum tidur?" tanya Lara lembut.Kavi menggeleng, meletakkan segelas air hangat untuk Lara minum. "Rea gimana?""Udah tenang. Ibu nggak dibiarin bergerak, nih."Kavi tersenyum t

  • Hello, My EX   Gelap

    "Re," peluk Ara sesampainya Rea di kelas. Teman-temannya yang sudah datang juga ikut memeluk Rea. Tangis gadis itu mulai tak terbendung.Sudah hampir seminggu ayahnya di rawat. Meski pikiran kalut, Rea tetap harus melanjutkan hari-harinya. Dia tidak boleh melalaikan pendidikan. Jika Ardi tahu Rea membolos selama tiga hari kemarin, dia pasti dimarahi."Gimana bokap lo? Ah, gue ... gue boleh nanya itu nggak?"Rea tersenyum tipis, "Bokap sedikit membaik, cuma dia masih betah tidur. Nggak kangen kali sama anaknya. Nggak ada Bokap, uang foya-foya gue harus dialihin buat duit sarapan, deh," candanya. Teman-teman Rea memaksakan senyum."Yang terbaik buat Bokap lo, Ra. Semoga lekas sadar, biar lo nggak galau lagi. Kayaknya lebih enak dijutekin dari pada lihat lo meler gini.""Tai lo."Husshh, language, Re," kata teman-teman Rea kompak.Melihat itu, mau tidak mau Rea tertawa. Yah, nggak buruk juga kuliah saat kondisi hati dan pikir

  • Hello, My EX   Mendung

    "Kavi!" panggil Rea sambil berlari ke arahnya. Cowok itu sedang duduk di depan ruang ICU dengan kepala menunduk."Rea." Kavi berdiri, dan Rea langsung memeluk Kavi erat. Tangisnya pecah membuat hati Kavi berdenyut."A-ayah ... Ayah gimana? Kenapa bisa masuk rumah sakit? Tadi pagi masih sarapan semeja sama gue, Kav.""Sshh! Tenang, tarik napas, lo nggak boleh kacau gini. Om Ardi nggak suka lo nangis." Tangan Kavi mengusap air matanya. Rasa hangat menjalar, Rea tenang seketika.Kavi melirik Raga yang berdiri di belakang mereka. Cowok itu mengangguk pada Kavi."Ga, duduk," ucapnya tanpa vokal. Mereka pasti habis kebut-kebutan di jalanan, dan itu tidak mudah."Gue beli minum dulu. Lo mau nitip apa?""Tolong, susu coklat buat Rea. Kalau bisa yang dingin. Sama nasi goreng buat lo, Rea, dan Bu Difa, kalau lo nggak lagi buru-buru." Keduanya melirik seorang wanita dewasa yang tampak diam mengamati Rea. Kavi mengangguk."Lo nggak p

  • Hello, My EX   Raga dan Hobinya

    "Halo," sapa Raga sambil tersenyum manis. Rea ikut tersenyum sambil bersandar di kap depan mobilnya."Feeling unwell?" tanya Rea.Raga menggeleng, "Gue lagi dalam kondisi terbaik sepanjang sejarah."Rea tak mau ambil pusing. Mungkin memang hanya perasaannya saja. "Mau ke mana kita?""Katakan peta, katakan peta," balas Raga sambil menirukan suara Peta dalam kartun kesayangan adiknya, Dora the Explorer.Rea tertawa sejenak, lalu wajahnya dibuat sedatar mungkin, "Serius?""Asem banget muka lo, kayak mangga muda. Kenapa, sih? Kena sindrom akatsuki?" Raga masih mengajaknya bercanda."Emangnya cewek ngambek cuma karena lagi PMS doang? Jalan, yuk," ajak Rea. Raga tersenyum saat Rea dengan seenaknya langsung masuk ke mobilnya.Raga menahan senyumnya saat sudah masuk mobil, "Nggak sabaran banget mau jalan sama gue. Kita bakal ke tempat di mana lo bisa lihat mahakarya gue yang lain.""Awas kalau nggak sesuai ekspektasi."

  • Hello, My EX   Home Date

    Kampus Suryadharma sedang sibuk mempersiapkan acara donor darah yang rutin diadakan setiap tiga bulan sekali. Bekerja sama dengan PMI setempat, acara ini akan diikuti serentak di seluruh fakultas kampus. Para dosen pun ikut mendonorkan darahnya."Edrea," panggil salah seorang anggota BEM F dari fakultas kedokteran."Yo, Ran, gimana persiapan?""Udah mateng, tinggal briefing aja. Kalian mau buat dokumentasi, kan?""Iya, jadi, siapa yang bakal ngeliput bareng gue?""Karena ini bukan acara khusus orang kampus kita, gue undang anak kampus lain buat ngeliput. Anaknya pernah ke sini, kok. Dia bilang mau sukarela-ah, itu orangnya," tunjuk Rani. Rea berbalik dan membulatkan matanya."Itu?" Rea mencoba meyakinkan.Seorang laki-laki berjalan dengan senyum manisnya menuju tempat Rea dan Rani berdiri. Senyum yang sangat familiar."Halo, Ran, Re, apa kabar?""Baik, lo sendiri gimana, Ga? Maaf, ya, gue agak sibuk jadi belum bisa konta

  • Hello, My EX   Double Date

    Rasanya Rea mimpi indah tadi malam, terlihat dari bagaimana wajah ayu itu berseri sepagi ini. Ayahnya sampai tak lepas menatap putri cantiknya itu."Ayah merinding, Re," ungkap Ardi saat Rea duduk di depannya. Mereka sedang sarapan pagi ini."Oh iya? Kayaknya Ayah perlu dirukiah.""Re, kok gitu?" rengek Ardi. Ya, pria dewasa yang maaih suka merengek ya hanya Ardi."Kenapa, Yah? Katanya merinding, ya berarti Ayah lagi dikelilingi mahluk ghaib, harus diusir, kan?""Hih, dasar kanebo kering, kaku kayak plafon rumah.""Hm, ya, ya." Rea cuek-cuek saja. Karena bukan hanya sekali Ardi bertingkah seperti remaja baru puber."Rea mau ke toko buku nanti siang.""Sendiri? Sama siapa?"Rea tak langsung menjawab, seperti sudah tahu respons ayahnya akan seperti apa."Re, Ayah nunggu, lho.""Kavi."

  • Hello, My EX   Gara-gara Status

    "Lo ngerasa aneh nggak, sih?" Ara menyikut sahabatnya yang sedang menikmati semangkuk bakso dengan hikmat."Apaan?""Itu, mantan lo, dari tadi mukanya cerah banget. Nggak biasanya juga dia tebar senyum. Hiii~ merinding gue."Rea melirik Kavi yang tengah mengobrol dengan teman sekelasnya di meja depan. Bola matanya bergulir lagi ke makanannya.Segitu senengnya, padahal udah lewat seminggu yang lalu, batin Rea. Bibirnya berkedut menahan senyum."Oh! Jangan-jangan abis jadian sama adek tingkat yang kemarin. Siapa namanya? Ka ... Kani? Kina?"Uhukk!"A ....""Eh, Re, lo kenapa? Duh!" Ara menyodorkan segelas air putih padanya sambil menepuk-nepuk punggung Rea. "Pelan-pelan minumnya.""Uhukk.. uhukk." Rea memejamkan matanya erat-erat. Wajahnya juga memerah.Rea meraup udara dengan rakus saat be

  • Hello, My EX   Kesempatan Terakhir

    Arsan dan Rea keluar dari ruang Pak Siswoyo—penanggung jawab BEM—dengan wajah lega bukan main. Keduanya baru selesai laporan tentang seminar kenegaraan kemarin dengan sukses. Tinggal lanjut ke agenda selanjutnya yaitu ulang tahun kampus yang semakin dekat."Rapat sekarang?" tanya Rea sambil melirik Arsan."Satu jam lagi, deh, gue ngambil napas dulu."Rea mengangguk, setuju dengan Arsan. Tidak mudah berhadapan dengan Pak Sis saat sedang laporan agenda. Beliau orang yang perfeksionis dan mau semua rincian jelas di matanya. Kalau bukan orang yang cakap, sudah lewat dibabat beliau.Sesampainya di markas, Arsan langsung mengambil posisi berbaring di sebelah Marham yang asyik main PUBG dengan yang lain. Suara-suara berisik ditambah umpatan-umpatan kasar khas anak gamers yang lagi mabar langsung masuk ke telinga suci Rea. Gadis itu mendengus."Itu mulut kotor semua kayaknya. Segala jenis binatang diab

DMCA.com Protection Status