Share

Kemenangan

Penulis: Chika Andriyani
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-22 13:09:14

Sejak pagi, Rea, Desi, dan Paska sudah disibukkan dengan materi presentasi mereka. Semalam, mereka begadang video call dengan dosen mereka, meminta saran untuk lomba hari ini.

Mereka sudah sampai di Universitas Atmajaya dan sedang menunggu dimulainya kompetisi.

"Hai," sapa cowok lesung pipi. Rea melebarkan matanya.

"Lo di sini? Ikut lomba juga?" tanya Rea. Desi tampak memerhatikan cowok tersebut kemudian menjentikkan jari.

"Ah, cowok kafe itu, kan? Yang lihatin Rea mulu."

Raga mengusap belakang lehernya sambil tersenyum malu. "Ketahuan, deh. Gue Ragasta, panggil aja Raga."

"Gue Desi dan ini Paska." Desi menunjuk cowok di sebelahnya. Mereka berjabat tangan sejenak.

"Katanya lo nggak kenal Raga, Re?"

"Emang. Gue aja baru kenal kemarin sore, kok."

Desi bertepuk tangan pelan sambil menggelengkan kepala, "Heol! Belum ada seminggu lo di sini, udah dapet kenalan aja."

*Heol: Waw / ucapan kagum, kaget, atau tak percaya (bahasa Korea)

"Tunda dulu nyidangnya, kita harus siap-siap, sebentar lagi mulai." Paska langsung menengahi saat melihat sang MC acara sudah bersiap.

Acara demo acara terlewati dengan baik. Empat tim yang lolos pun mempresentasikan karyanya. Tema tahun ini adalah "Mbangun Desa", para peserta diberikan beberapa pilihan daerah dan mereka harus berinovasi membuat program apa saja untuk mensejahterakan desa yang mereka pilih.

"Gue nggak yakin kita menang. Lo inget tim Raga, kan? Selain ide, gambar mereka juga terasa real banget."

"Presentasi mereka juga bagus. Kadar optimis gue langsung berkurang setengah," lanjut Desi membenarkan kata-kata Rea. Saat ini mereka sedang berada di kantin kampus sambil beristirahat dan menunggu keputusan juri.

"Udah, nggak perlu panik. Yang penting kita udah maksimal, kan? Buat seru-seruan aja, sebelum kita balik ke kampus tercinta. Jadwal BEM numpuk, nih."

Kedua gadis itu mengangguk kemudian meneguk minumannya masing-masing. Meskipum di awal Rea sempat tidak berniat ikut, tapi dia juga ingin membawa pulang piala untuk kampusnya. Memangnya siapa yang tidak ingin menang, hm?

Jam tiga sore seluruh peserta sudah berkumpul kembali dan siap menunggu keputusan juri.

"Gimana lomba hari ini?" tanya sang MC.

"Keren banget. Kita jadi dapat ilmu baru, teman baru, kita juga secara nggak langsung berdiskusi untuk membangun desa yang lebih produktif dan kreatif dengan ide-ide yang kita punya." salah satu peserta menjawab.

"Jadi, udah siap dong dengerin siapa yang jadi pemenang untuk Sepekan Arsitektur tahun ini?"

Semuanya menjawab dengan kompak. Jika bisa, suara detak jantung mereka yang berpacu akan terdengar bersahutan saking penasaran dan gugupnya.

Desi, Rea, dan Paska berdoa dalam hati. Tangan mereka saling bertautan memberi semangat.

"Juara 1 Sepekan Arsitektur 2019 jatuh kepada ...."

Genggaman mereka bertiga menguat. Mereka tidak masuk juara harapan, juara dua, maupun juara tiga, jadi bolehkah mereka berharap lebih tinggi lagi?

"Universitas Suryadharma, selamaaat." riuh tepuk tangan mengiringi soral bahagia Desi, Rea, dan Paska. Ketiganya berpelukan erat. Kelima tim tampak bersorak dan menghampiri mereka untuk mengucapkan selamat.

"Kita menang, Re, Ka."

"Asem lah, gue pengin nangis rasanya."

"Selamat untuk kita."

Desi memeluk kedua rekannya dengan haru. Ini pertama kalinya ikut lomba dan langsung menang membuatnya bangga dengan timnya.

"Satu foto untuk sang pemenang," ucap Raga sambil mengarahkan kamera ke arahnya dan Rea. Gadis itu tersenyum manis berselfie dengan Raga.

Setelah selesai menerima berbagai penghargaan dan juga trophy, Paska selaku ketua tim kembali ke tempatnya.

"Makan besar di depan mata, Guys," ucap Rea yang langsung dibalas jitakan oleh dua temannya. Bukannya mengaduh kesakitan, gadis itu malah tertawa bahagia.

Arsan pernah bilang akan mentraktir mereka jika menang juara satu dan Rea bangga bisa meraihnya. Rea pastikan Arsan akan kapok mentraktirnya kali ini.

«••CLBK••»

Rombongan Rea sudah tiba di bandara. Arsan, Ara, dan Kavi sudah menunggu mereka di terminal dua. Jika ketika berangkat mereka hanya bertiga, kini mereka kembali ke Jakarta berlima.

Melihat rekannya menjemput, Desi dan Paska langsung berjalan cepat meninggalkan Rea dan Raga yang masih asyik mengobrol.

"Selamat buat kemenangan kalian." Aksan menyambut temannya dan memberikan pelukan singkat.

"Kemenangan kita, Bro."

"Udah siap duit banyak belum, San?" Desi menagih janji Aksan membuat laki-laki itu merengut.

"Iya, tenang aja. Senin kita makan besar."

"Bapak Ketua kita yang tercinta memang baik. Oh iya, Gue kira lo bercanda mau jemput kita," ucap Paska.

"Nggak mungkin lah gue bercanda." Aksan melirik ke arah Rea yang sedang tersenyum. Tampaknya asyik berbincang dengan orang baru. "Kalian di sana lomba sekalian cari jodoh? Si Rea udah dapet aja."

"Tahu tuh, kenalan baru katanya."

Rea yang sedang tertawa langsung membeku ketika Kavi, Aksan, dan Ara sudah ada di hadapan mereka. Terlebih ketika Kavi menatapnya sedikit berbeda.

"Selamat datang, Nona. Nggak ada niat ngenalin yang di sebelah?" tanya Aksan. Rea berdehem sejenak.

"Oh iya, kenalin namanya Raga, kita ketemu di sana. Dia ikut lomba juga sama Rasya."

"Hai, gue Raga dan ini Rasya."

"Halo, gue Rasya."

"Hai, gue Arsan. Ini Ara dan yang di ujung namanya Kaviar. Panggil Kavi aja."

Setelah melalui perkenalan singkat, mereka berpisah di bandara.

Desi aktif bercerita tentang apa saja yang mereka lakukan selama di Yogyakarta. Dia juga bilang mencoba banyak makanan dan punya kenalan baru selama di sana. Dia bertemu banyak orang dengan pikiran yang sangat maju.

"Kalian nggak keberatan kan buat berbagi cerita selama di Yogya sama teman-teman mahasiswa nanti? Kita kan ada seminar Produktif Berkarya tiga bulan lagi, gue mau kalian kasih tips dan semangat buat mahasiswa kita supaya lebih memaksimalkan potensi yang mereka punya."

"Kalau itu sih, Rea jagonya. Dia kan langganan piala. Pengalaman dia juga udah banyak, kalau gue kan baru ini ikut kompetisi."

Arsan yang duduk di bangku kemudi melirik ke arah Rea. "Gimana, Re?"

"Terserah."

"Terserah bukan jawaban, Re. Kasih jawaban yang lebih tegas kan bisa. Lo ini mahasiswa, berprestasi pula."

"YesChief. Atur aja."

Aksan tersenyum sampai matanya menyipit, "Nah, gitu, dong."

"Melek, San, jangan merem sambil nyetir."

"Sialan lo."

Tidak bisa menjemput putri semata wayangnya di bandara, Ardi memilih menunggu Rea di rumah sambil menyiapkan makanan kesukaan anaknya. Lagipula, ada Kavi yang akan mengantar Rea pulang.

"Oke, semua udah siap."

Ayah tunggal itu sudah selesai menyelesaikan urusannya, Tinggal mandi sebentar lalu duduk manis menonton berita sampai gadisnya tiba di rumah.

Berita yang sedang viral akhir-akhir ini adalah tentang pelecehan seksual pada perempuan di jalan. Para pelaku yang bersepeda motor dan berkelompok itu akan mendekati korban yang juga sedang berkendara, lalu memblokir jalan, dan saat itu lah mereka melakukan pelecehan.

"Zaman sudah tua, otak manusia juga sudah mulai rusak. Mereka lahir dari seorang wanita, tapi melecehkan wanita. Belum tahu aja susahnya menjaga wanita yang dicintai dan naasnya menjadi korban pelecehan. Sakitnya itu lho, sebagai orang tua."

Ada juga berita tentang mobil truk-oleh netizen budiman disebut mobil transformer- oleng hingga menimpa sebuah mobil berkeluarga.

"Ini lagi, mobil besar gitu kan sudah ada jam operasionalnya sendiri."

Keasyikan mengomel sampai Ardi tidak tahu bahwa anaknya sudah di rumah.

"Ngedumelin apa sih, Yah?" tanya Rea meletakkan barang bawaanya di sofa.

"Lho, kamu udah sampai? Kok nggak ucap salam dulu?"

Gados itu mendengus sambil keraih yangan ayahnya. Diciumnya lembut tangan dari pria yang palinh dia cintai.

"Ayah sibuk ngomel sampai nggak dengar Rea ucap salam sampai tiga kali."

"Emang iya? Oh iya, selamat ya, pacarnya Ayah dapat juara satu." direngkuhnya Rea dengan erat sambil mencium pucuk kepalanya. Mata Ardu sampai berkaca-kaca.

"Makasih, Pacarnya Rea. Ayah masak apa? Rea laper banget. Tadi pas laporan di kampus nggak sempat ke kantin."

"Pas banget Ayah masakin makanan kesukaan kamu. Cumi dan udang goreng tepung asam manis."

"Wah Rea nggak sabar mau makan. Rea mandi dulu, deh. Lengket banget ini badan."

"Ayah siapin makanan kamu, ya?" Rea mengangguk setuju. Gadis itu langsung beranjak dari sofa dan bergegas mandi.

«••CLBK••»

Tradisi Universitas Suryadharma bagi siapa saja yang memenangkan sebuah lomba akan digiring ke aula dan bercerita singkat di hadapan seluruh mahasiswa. Istilahnya seperti upacara biasa, hanya saja tidak ada pengibaran bendera atau mengheningkan cipta. Hanya ada menyanyikan lagu nasional dan beberapa pidato ucapan selamat.

"Gila lo, Re, nyabet juara satu Sepekan Arsitektur. Keren lah!"

"Itu event emang udah terkenal keren, kan? Dan tiap yang lolos lima besar pasti gila semua sih karyanya."

"Heh, harusnya kemarin gue ajak kalian taruhan aja, ya?" ucapan Reno barusan membuatnya mendapat toyoran legit dari teman-temannya. Laki-laki jangkung itu memang hobi bertaruh. Tolong, jangan ditiru, ya?

"Ogah ya gue dijadiin bahan taruhan. Seisi dunia ini aja nggak bakal cukup buat nebus gue. Cause Why? Gue ini spesial," ucap Rea dengan lantang. Jika tadi Reno yang ditoyor, kini gantian Rea dilempari bola kertas oleh teman-temannya.

Sedang asyik tertawa, satu notifikasi yang masuk ke ponsel Rea membuat tawa gadis itu perlahan meredup. Satu nama yang sedang susah payah dia hindari, kini seakan gencar mendekat.

Kaviar Liandra : Pulang bareng aku.

Sebisa mungkin Rea menekan debaran di jantungnya. Cuma sebaris kalimat saja sudah membuat Rea begini. Dan kenapa Rea tidak bisa menolak ajakan cowok itu? Bukankah Rea sudah bertekad move on?

Move on adalah barisan kata yang kelihatannya mudah, tapi ternyata sulit dilakukan. Seperti yang sedang Rea usahakan, menghilangkan bayang-bayang Kavi adalah sesuatu yang rasanya melelahkan, menyesakkan, dan hampir mustahil.

Mereka berpacaran ketika SMA. Kavilah yang lebih dulu gencar mendekati Rea dengan tingkah recehnya. Semua terasa sangat menyenangkan sebelum laki-laki itu menghilang tiba-tiba sedangkan mereka tidak bertengkar sebelumnya. Malam sebelum itu, mereka bahkan menghabiskam waktu berdua di pantai seperti hari-hari biasa, dan keesokkam paginya Kavi tidak ada di sekolah hingga hari berikutnya.

Satu tahun kemudian, takdir rupanya belum mau berhenti mempermainkannya. Rea bertemu Kavi sebagai senior dan junior di kampus, membuatnya semakin sulit melupakan cowok itu. Rea tidak tahu apa rencana Tuhan untuknya. Rea hanya tahu bahwa dia harus segera mengenyahkan Kavi apalagi cowok itu kini sudah bersama oran lain. Setidaknya itu yang Rea pikirkan.

"Woy!" Rea tersadar dari lamunannya akibat gebrakan meja Ara. Gadis itu membawakannya segelas es teh manis dan bakso pesanan Rea.

"Apaan sih lo, bar-bar banget. Kalo tiba-tiba jantung gue turun ke pinggang gimana?"

Ara tergelak mendengarnya. Dengan enteng tangannya menoyor pelan pipi Rea. "Tenang aja, nanti gue jepit pake jepitan jemuran biar jantung lo nggak turun. Lagian lo yang apa-apaan, hah? Belum ada setengah hari udah ngelamun. Balik dari Yogya langsung bawa setan lo?"

"Mulut lo ya, Ra, amit-amit banget. Diajarin siapa, sih?" gadis itu memotong baksonya hingga beberapa bagian dan menyendokkan ke mulut.

"Ajaran lo lah, siapa lagi temen gue yang punya mulut kayak sampah selain lo?"

"Sialan—"

"Apaan sih lo berdua? Jam segini udah maki-makian aja, nggak malu dilihatin orang?" Arsan yang baru bergabung langsung mengomeli dua gadis itu.

"Sorry, Ara duluan yang bikin kesel." mengetahui dirinya ditunjuk membuat Ara mencibir tanpa suara. Jangan aneh dengan interaksi mereka, meskipun sering bertengkar, persahabatan keduanya ini tidak perlu dipertanyakan lagi solidnya.

Satu per satu teman tongkrongan Rea bergabung dengannya. Termasuk Kavi dan Kina.

"Kin, duduk aja di samping Rea, aku mau cari bangku dulu." cewek bernama Kina itu mengangguk lalu tersenyum ke arah Rea. Manis, hanya itu yang terlintas di benak Rea kala melihat senyum tulus Kina.

Pantes aja Kavi suka. Apalah gue mah cuma debu keset welcome, batin Rea.

"Kagak usah dilihatin mulu, San. Sampai mau copot itu mata mandangin Rea aja," celetuk Marham yang langsung dibarengi siulan menggoda dari teman-temannya.

Tidak biasanya, Rea memerah ketika digoda oleh teman-temannya. Itu membuat suasanan semakin panas. Arsan mengernyit bingung.

"Muka lo merah, Re." Arsan menyeringai. Satu pernyataan dari Arsan membuat laki-laki di ujung meja itu merasakan perasaan menyesakkan di hatinya. Sedangkan Rea hanya bisa menoleh ke arah lain, menghindari tatapan Kavi yang sejak tadi serasa ingin melobangi kepalanya.

To be continued...

Bab terkait

  • Hello, My EX   Kavi, Gitar, & Lagu Kenangan

    "Gue kira kita bakal langsung pulang bukan malah melipir ke tempat entah apa ini namanya."Selepas kuliah, Kavi sudah mencegat Rea dan memaksanya untuk pulang bersama. Rea menerima ajakan Kavi tanpa tahu rencana cowok itu."Gue mau ke suatu tempat dulu. Udah lama gue nggak mampir ke sana." harusnya Rea curiga ketika cowok itu menawarinya tumpangan menggunakan mobil.Malas berdebat lagi, Rea memilih diam, lalu mulai menyamankan posisinya. Tak sampai lima menit, Rea sudah tertidur pulas. Kavi tersenyum melihat betapa mudahnya Rea tidur tanpa khawatir siapa dan bagaimana kondisi sekitarnya. Apa jadinya jika Kavi adalah cowok brengsek, hm?Menempuh jarak yang tidak dekat, keduanya sampai di sebuah rumah yang ada di sebuah desa. Kavi menga

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • Hello, My EX   Saingan Baru

    Universitas Dharma Jaya menjadi salah satu universitas terbaik yang sejajar keunggulannya dengan Universitas Suryadharma. Kedua kampus tersebut sering terlibat kerja sama dalam berbagai acara."Semua stand by di posisi. Tamu kita sebentar lagi datang," ucap Gilang melalui sebuah smartwatch yang akan terhubung di masing-masing earring anak buahnya.Agenda BEM hari ini adalah menyambut perwakilan BEM Dharma Jaya untuk event penggalangan dana korban Suriah dan Palestina.Di sebelah Gilang sudah ada Arsan, Kavi, dan Rea sebagai penyambut tamu. Mereka dan beberapa anggota BEM terpilih dari semua BEM F akan ikut rapat untuk event gabungan mereka."Kav, Re, kalian langsung ke ruang rapat aja. Gue sama Arsan mau ke depan dulu." Setelah mengatakan itu, Gilang dan Arsan berlalu pergi. Tingallah Kavi dan Rea."Re, yuk." Kavi menarik ujung lengan baju Rea. Gadis itu menurut dan mereka berjalan berdampingan menuju ruang rapat

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-18
  • Hello, My EX   Sehari Bersama Raga

    Minggu pagi di akhir bulan April. Cuaca sedang hangat hari ini, cocok sekali untuk menghabiskan waktu dengan orang terkasih, mengajaknya jalan-jalan atau hanya minum teh bersama di halaman depan rumah.Seperti Rea yang pagi ini sudah siap dengan setelan baju lengan panjang berwarna pink yang ujung baju bagian depannya dimasukkan ke dalam celana jeans biru dongkernya. Rea memoles lipstik pink di bibir tipisnya dan membubuhkan sedikit bedak tipis di wajahnya. Setelah memastikan riasannya tak berlebihan, gadis itu langsung menyambar tas kecil, memeriksa kembali balasan pesan dari Raga dan segera keluar kamar.Ya, Rea dan Raga sudah janjian bertemu di Dufan. Gadis itu juga membawa roti sandwich buatannya untuk mereka makan di sana. Sebenarnya, Raga yang memaksa Rea membuatkan makanan ringan untuk mereka.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-20
  • Hello, My EX   Sehari Bersama Papa

    Rea dan Kavi duduk di bangku taman tak jauh dari rumah Rea. Sepi, sejuk, dan remang. Entah bagaimana, perumahannya lebih sepi dari biasanya seakan mengerti keadaan Rea dan Kavi yang butuh privasi."Gimana jalan-jalan hari ini? Kamu senang?" tanya Kavi. Tidak ada nada marah atau kesal. Itu membuat Rea entah kenapa merasa bersalah."Senang. Kita banyak ngobrol dan naik wahana.""Kamu naik bianglala?" tebak Kavi. Rea mengangguk. "Gimana rasanya naik bianglala?""Nggak sehangat saat Bunda masih ada. Tapi rasanya masih menyenangkan. Kav, dari jam berapa lo di rumah gue?""Dari habis maghrib. Aku habis dari rumah Riko, kebetulan ketemu Om Ardi lagi beli ketoprak di dekat rumah Riko. Dia ng

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-21
  • Hello, My EX   Mulut Ember Arsan

    Rea tampak mendorong keranjang belanjanya. Matanya menelusuri berbagai bumbu dapur. Dua hari sejak acara barbekyu dadakan, kini Rea harus rela ditinggal ayahnya ke Kalimantan untuk tugas dokternya. Katanya sih, ada seminar gitu. Berhubung bahan makanan di kulkas sedang habis, Rea mau tidak mau berbelanja sendiri. "Paprika udah, bawang putih bubuk udah, oh! kaldu jamur." "Edrea." Rea menoleh ke belakang, mengernyit bingung saat Arsan berjalan menghampirinya. "Lho, San? Tumben di daerah sini. Rumah lo kan di komplek Guava." "Iseng aja jalan-jalan ke komplek sebrang. Gue lihat lo di parkiran tadi, trus gue buntutin aja." Rea langsung mundur selangkah, "Lo ... agak mengerikan, ya?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-23
  • Hello, My EX   Bertengkar

    Rea menautkan kedua alisnya saat menemukan Kavi sedang duduk di bangku panjang depan ruangan BEM sambil menghisap sebatang rokok dengan tenangnya.Gadis itu menghampirinya. Kavi menoleh, menurunkan rokok yang tinggal seperempat itu hingga abunya berjatuhan."Lo ngerokok?" tanya Rea.Kavi mengangguk kecil. Menyundutkan rokok tersebut bangku berbahan semen tersebut. "Kuliahmu udah selesai?""Sejak kapan?" tanya Rea tanpa menjawab pertanyaan Kavi.Cowok di hadapannya itu malah tersenyum tipis. "Pertanyaanku belum kamu jawab, lho, Re. Mata kuliahmu udah selesai?""Iya. Sekarang jawab gue."Kavi mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Rea. Satu kakinya dia tekuk, menopang pada kaki yang lain. "Aku nggak yakin kamu bakal percaya sama jawabanku."Rea diam tak menyahut. Matanya masih menuntut jawab. Kavi menikmati pemandangan di hadapannya. Kapan lagi

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-27
  • Hello, My EX   Bakti Desa

    Mobil Rea tiba di depan gerbang kampusnya. Hari ini, Ardi mengantar putri kesayangannya itu untuk melakukan kegiatan Bakti Desa selama tiga hari."Kamu ingat kata Ayah semalam? Jangan lupa—""Iya, Ayah, iya. Rea ingat semua petuah Ayah sejak dua hari kemarin. Rea nggak boleh lupa pakai lotion anti nyamuk, nggak boleh lupa salat, nggak boleh begadang, dan jangan lupa untuk terus keep contact sama Ayah."Ardi tersenyum, "Tapi kamu lupa satu hal sama Ayah.""Hah? Apa lagi, Yah? Kan cuma itu.""Ada lagi, dong. Kamu jangan jauh-jauh dari mantan calon menantu Ayah, ya? Karena dia bakal jadi mata Ayah selama kamu di sana.""What—apa? Apaan, sih, Yah?" Wajah Rea memerah. Ardi menoel pipi anaknya itu."Ciee... salting, ya? Salting tuh pasti. Salting aja lah, Re.""Nggak ada salting-salting. Rea turun. Assalamu'alaikum.""E

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-28
  • Hello, My EX   Kopi yang Dirindukan

    Keeksokkan paginya, BEM Kominfo mukai menjalankan proker mereka. Arsan menghampiri Rea yang sibuk mondar-mandi membereskan bekas sarapan teman-temannya."Edrea," panggilnya.Rea menoleh dan mengernyit saat Arsan mengambil alih setumpuk piring kotor yang dia bawa. "Biar gue aja.""Tumben baik," celetuk Rea."Pedes banget, sih, Re. Gue emang selalu baik sama lo. Lo aja yang nggak pernah sadar.""Gue nggak ingat lo pernah baik, San. Lo terlalu rese buat gue."Arsan tertawa kecil. Kemudian membantu Rea mencuci piring. Rea makin mengernyit. "Lo kesambet jin pantai apa gimana? Gue merinding deket lo, San. Udah sana, biar gue yang nyuci.""Apa susahnya nerima bantuan orang, sih, Re? Gue tahu lo capek nyiapin sarapan dari subuh tadi. Mengoordinir orang itu nggak gampang."Rea kemudian mengalah, memilih duduk di kursi kayu sambil melihat Arsan mencuci piri

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-29

Bab terbaru

  • Hello, My EX   Rumah Raga

    Ini aneh, Raga tidak pernah menghubunginya lagi sejak terakhir mereka berpisah di rumah sakit. Terhitung sudah hampir sebulan.Apa Raga marah karena Rea harus pergi ke rumah sakit, dan mengacaukan acara jalan-jalan mereka?Nggak, Raga bukan orang yang kayak gitu, deh. Masa iya, ada orang ngambek setelah tahu anggota keluarga temennya masuk rumah sakit.Apa Raga sakit? Atau sibuk, mengingat Raga juga anggota BEM di kampusnya?"Re, awas!" Sebuah tangan dengan cepat menarik tubuh Rea mundur ke belakang."Hah?" Jantung Rea berdegub kencang. Dirinya berada di pinggir jalan raya dengan motor dan mobil laku lalang dengan kecepatan yang tidak pelan.

  • Hello, My EX   Cincin

    Rea pulas dalam pelukan Lara. Gadis itu benar-benar seperti anak kecil yang erat memeluk ibunya. Tangan halus Lara mengelus kepala Rea.Dia tak mungkin lupa pada gadis yang sepanjang waktu selalu dicintai oleh Kavi. Bahkan saat mereka terpisah jarak, di tengah Kavi mati-matian memulihkan mental mereka yang harus kehilangan suami dan anak bungsunya, Kavi tak pernah melupakan Rea.Gadis cantik yang selalu menyebarkan warna baru di dalam keluarganya. Rea yang ceria, Rea yang selalu tersenyum ramah, kini hilang. Warna hidupnya redup seketika. Lara berusaha mencari saklar itu, tapi tidak bisa dia temukan. Rea begitu kehilangan, hatinya gelap, rona wajahnya memudar.Pintu kamar Rea diketuk pelan. Kavi berdiri di depan pintu yang dibiarkan terbuka sejak tadi."Abang, belum tidur?" tanya Lara lembut.Kavi menggeleng, meletakkan segelas air hangat untuk Lara minum. "Rea gimana?""Udah tenang. Ibu nggak dibiarin bergerak, nih."Kavi tersenyum t

  • Hello, My EX   Gelap

    "Re," peluk Ara sesampainya Rea di kelas. Teman-temannya yang sudah datang juga ikut memeluk Rea. Tangis gadis itu mulai tak terbendung.Sudah hampir seminggu ayahnya di rawat. Meski pikiran kalut, Rea tetap harus melanjutkan hari-harinya. Dia tidak boleh melalaikan pendidikan. Jika Ardi tahu Rea membolos selama tiga hari kemarin, dia pasti dimarahi."Gimana bokap lo? Ah, gue ... gue boleh nanya itu nggak?"Rea tersenyum tipis, "Bokap sedikit membaik, cuma dia masih betah tidur. Nggak kangen kali sama anaknya. Nggak ada Bokap, uang foya-foya gue harus dialihin buat duit sarapan, deh," candanya. Teman-teman Rea memaksakan senyum."Yang terbaik buat Bokap lo, Ra. Semoga lekas sadar, biar lo nggak galau lagi. Kayaknya lebih enak dijutekin dari pada lihat lo meler gini.""Tai lo."Husshh, language, Re," kata teman-teman Rea kompak.Melihat itu, mau tidak mau Rea tertawa. Yah, nggak buruk juga kuliah saat kondisi hati dan pikir

  • Hello, My EX   Mendung

    "Kavi!" panggil Rea sambil berlari ke arahnya. Cowok itu sedang duduk di depan ruang ICU dengan kepala menunduk."Rea." Kavi berdiri, dan Rea langsung memeluk Kavi erat. Tangisnya pecah membuat hati Kavi berdenyut."A-ayah ... Ayah gimana? Kenapa bisa masuk rumah sakit? Tadi pagi masih sarapan semeja sama gue, Kav.""Sshh! Tenang, tarik napas, lo nggak boleh kacau gini. Om Ardi nggak suka lo nangis." Tangan Kavi mengusap air matanya. Rasa hangat menjalar, Rea tenang seketika.Kavi melirik Raga yang berdiri di belakang mereka. Cowok itu mengangguk pada Kavi."Ga, duduk," ucapnya tanpa vokal. Mereka pasti habis kebut-kebutan di jalanan, dan itu tidak mudah."Gue beli minum dulu. Lo mau nitip apa?""Tolong, susu coklat buat Rea. Kalau bisa yang dingin. Sama nasi goreng buat lo, Rea, dan Bu Difa, kalau lo nggak lagi buru-buru." Keduanya melirik seorang wanita dewasa yang tampak diam mengamati Rea. Kavi mengangguk."Lo nggak p

  • Hello, My EX   Raga dan Hobinya

    "Halo," sapa Raga sambil tersenyum manis. Rea ikut tersenyum sambil bersandar di kap depan mobilnya."Feeling unwell?" tanya Rea.Raga menggeleng, "Gue lagi dalam kondisi terbaik sepanjang sejarah."Rea tak mau ambil pusing. Mungkin memang hanya perasaannya saja. "Mau ke mana kita?""Katakan peta, katakan peta," balas Raga sambil menirukan suara Peta dalam kartun kesayangan adiknya, Dora the Explorer.Rea tertawa sejenak, lalu wajahnya dibuat sedatar mungkin, "Serius?""Asem banget muka lo, kayak mangga muda. Kenapa, sih? Kena sindrom akatsuki?" Raga masih mengajaknya bercanda."Emangnya cewek ngambek cuma karena lagi PMS doang? Jalan, yuk," ajak Rea. Raga tersenyum saat Rea dengan seenaknya langsung masuk ke mobilnya.Raga menahan senyumnya saat sudah masuk mobil, "Nggak sabaran banget mau jalan sama gue. Kita bakal ke tempat di mana lo bisa lihat mahakarya gue yang lain.""Awas kalau nggak sesuai ekspektasi."

  • Hello, My EX   Home Date

    Kampus Suryadharma sedang sibuk mempersiapkan acara donor darah yang rutin diadakan setiap tiga bulan sekali. Bekerja sama dengan PMI setempat, acara ini akan diikuti serentak di seluruh fakultas kampus. Para dosen pun ikut mendonorkan darahnya."Edrea," panggil salah seorang anggota BEM F dari fakultas kedokteran."Yo, Ran, gimana persiapan?""Udah mateng, tinggal briefing aja. Kalian mau buat dokumentasi, kan?""Iya, jadi, siapa yang bakal ngeliput bareng gue?""Karena ini bukan acara khusus orang kampus kita, gue undang anak kampus lain buat ngeliput. Anaknya pernah ke sini, kok. Dia bilang mau sukarela-ah, itu orangnya," tunjuk Rani. Rea berbalik dan membulatkan matanya."Itu?" Rea mencoba meyakinkan.Seorang laki-laki berjalan dengan senyum manisnya menuju tempat Rea dan Rani berdiri. Senyum yang sangat familiar."Halo, Ran, Re, apa kabar?""Baik, lo sendiri gimana, Ga? Maaf, ya, gue agak sibuk jadi belum bisa konta

  • Hello, My EX   Double Date

    Rasanya Rea mimpi indah tadi malam, terlihat dari bagaimana wajah ayu itu berseri sepagi ini. Ayahnya sampai tak lepas menatap putri cantiknya itu."Ayah merinding, Re," ungkap Ardi saat Rea duduk di depannya. Mereka sedang sarapan pagi ini."Oh iya? Kayaknya Ayah perlu dirukiah.""Re, kok gitu?" rengek Ardi. Ya, pria dewasa yang maaih suka merengek ya hanya Ardi."Kenapa, Yah? Katanya merinding, ya berarti Ayah lagi dikelilingi mahluk ghaib, harus diusir, kan?""Hih, dasar kanebo kering, kaku kayak plafon rumah.""Hm, ya, ya." Rea cuek-cuek saja. Karena bukan hanya sekali Ardi bertingkah seperti remaja baru puber."Rea mau ke toko buku nanti siang.""Sendiri? Sama siapa?"Rea tak langsung menjawab, seperti sudah tahu respons ayahnya akan seperti apa."Re, Ayah nunggu, lho.""Kavi."

  • Hello, My EX   Gara-gara Status

    "Lo ngerasa aneh nggak, sih?" Ara menyikut sahabatnya yang sedang menikmati semangkuk bakso dengan hikmat."Apaan?""Itu, mantan lo, dari tadi mukanya cerah banget. Nggak biasanya juga dia tebar senyum. Hiii~ merinding gue."Rea melirik Kavi yang tengah mengobrol dengan teman sekelasnya di meja depan. Bola matanya bergulir lagi ke makanannya.Segitu senengnya, padahal udah lewat seminggu yang lalu, batin Rea. Bibirnya berkedut menahan senyum."Oh! Jangan-jangan abis jadian sama adek tingkat yang kemarin. Siapa namanya? Ka ... Kani? Kina?"Uhukk!"A ....""Eh, Re, lo kenapa? Duh!" Ara menyodorkan segelas air putih padanya sambil menepuk-nepuk punggung Rea. "Pelan-pelan minumnya.""Uhukk.. uhukk." Rea memejamkan matanya erat-erat. Wajahnya juga memerah.Rea meraup udara dengan rakus saat be

  • Hello, My EX   Kesempatan Terakhir

    Arsan dan Rea keluar dari ruang Pak Siswoyo—penanggung jawab BEM—dengan wajah lega bukan main. Keduanya baru selesai laporan tentang seminar kenegaraan kemarin dengan sukses. Tinggal lanjut ke agenda selanjutnya yaitu ulang tahun kampus yang semakin dekat."Rapat sekarang?" tanya Rea sambil melirik Arsan."Satu jam lagi, deh, gue ngambil napas dulu."Rea mengangguk, setuju dengan Arsan. Tidak mudah berhadapan dengan Pak Sis saat sedang laporan agenda. Beliau orang yang perfeksionis dan mau semua rincian jelas di matanya. Kalau bukan orang yang cakap, sudah lewat dibabat beliau.Sesampainya di markas, Arsan langsung mengambil posisi berbaring di sebelah Marham yang asyik main PUBG dengan yang lain. Suara-suara berisik ditambah umpatan-umpatan kasar khas anak gamers yang lagi mabar langsung masuk ke telinga suci Rea. Gadis itu mendengus."Itu mulut kotor semua kayaknya. Segala jenis binatang diab

DMCA.com Protection Status