"Baiklah, aku akan masuk ke dalam.""Hmm." Sergio berdehem mengiakan, tetapi tangan yang berada di pinggang Hazel tidak terlihat akan terlepas.Dia mendekat, napasnya yang panas membasahi pipi Hazel, membanjiri mereka dengan rasa panas yang tak terlukiskan.Hazel tersipu. Kedua tangannya mendorong dada Sergio, mencoba membuatnya sedikit menjauh."Kalau begitu aku pergi?""Ya, pergilah."Sergio melambaikan tangannya ke arah Hazel dan berdiri diam, memperhatikannya pergi.Baru setelah pintu lift tertutup dan sosok Hazel menghilang, dia kembali masuk ke dalam mobilnya dan melaju keluar dari lingkungan perumahan Winda....Hazel menaiki tangga dan melihat kalau Winda membiarkan pintu terbuka khusus untuknya. Dia bergegas masuk ke dalam, berganti pakaian dengan sandal yang biasa dia kenakan dan menuju ke dalam.Tiba-tiba, sebuah tangisan yang tertahan terdengar, tangisan yang membawa rasa sedih dan sakit yang mendalam.Hazel mempercepat langkahnya dan menuju ke kamar Winda. Dia mendapati Wi
Hati Hazel juga penuh dengan ketidak berdayaan. Dia tidak menyangka Yudhis akan bersikap sekejam ini.Dia berpikir sejenak, lalu bertanya, "Winda, apa kamu akan mempertahankan anak ini?"Winda memejamkan mata dan terdiam, dengan air mata yang masih menggantung di sudut matanya. Dia seperti terperangkap dalam belenggu emosi negatif dan tidak bisa melepaskan diri.Dia yang seperti ini membuat Hazel khawatir.Hazel menyentuh wajahnya dan mengulangi pertanyaannya tadi, "Winda, apa yang akan kamu lakukan dengan anak ini?"Winda kembali tersadar dari lamunannya dan menatap Hazel. Kemarahan dan keputusasaan yang dia rasakan masih tersisa di mata indahnya.Ketika dia bereaksi terhadap apa yang ditanyakan Hazel, bibirnya tertarik membentuk senyuman pahit. "Entahlah, sekarang pikiranku sangat berantakan. Aku nggak tahu harus berbuat apa.""Ya, jangan dipikirkan kalau memang kamu sendiri masih belum memutuskan. Bukankah kamu lagi cari kerjaan? Malam ini kita jangan bicarakan masalah percintaan, b
Topik pembicaraan yang terjalin di antara ketiganya cukup beragam, tetapi tidak ada yang dibicarakan sampai tuntas dan utuh.Sergio menggelengkan kepalanya tanpa daya. Melihat Rafael terus menenggak minumannya, dia langsung merebut gelas di tangannya. "Jangan minum lagi. Mana puas minum sendirian.""Sergio, hatiku sakit!" Rafael bersandar di sofa, menunjukkan ekspresi sedih di wajahnya.Hati Sergio melunak dan dia bertanya lagi, "Apa yang terjadi sampai membuat seorang Rafael yang selalu optimis jadi seterpuruk ini?"Kepala Rafael perlahan terkulai ke bawah, jarang-jarang rambutnya tidak ditata rapi. Penampilannya yang seperti ini terlihat kalem, tetapi pada saat yang sama, entah kenapa malah membuatnya terlihat lebih menyedihkan.Vexal dan Sergio sama-sama menatapnya, menunggu jawabannya dengan sabar.Siapa pun yang mengenal Rafael dengan baik pasti tahu kalau dia adalah orang yang paling tidak bisa menyembunyikan apa pun.Jadi, jika mereka ingin mengetahui sesuatu, yang harus mereka
Sergio sedikit mengerutkan kening, lalu bertanya, "Wanita seperti apa? Apa kita berdua pernah bertemu dengannya? Kenapa aku nggak pernah dengar kamu bahas soal dia?"Mata Rafael berkilat. Dia tergagap, tidak berani menyebutkan nama wanita itu. "Kamu ... sepertinya nggak kenal sama dia. Intinya aku lagi patah hati dan hatiku sakit. Aku nggak akan pulang kalau belum mabuk."Sergio terdiam cukup lama, lalu bertanya, "Selama ini kamu terus gonta-ganti pasangan, tapi aku belum pernah lihat kamu kayak gini."Vexal mengangguk setuju, "Ya, aku juga belum pernah lihat kamu sampai begini."Setelah itu, Vexal mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, lalu mengarahkannya ke Rafael.Rafael menyadari niat Vexal, lalu mendongak sambil bertanya bingung, "Kamu mau apa?"Vexal menjawab, "Foto buat kenang-kenangan. Jarang-jarang kamu sampai begini, jadi harus diabadikan."Sahabat yang baik adalah sahabat yang menyimpan banyak hal buruk tentang sahabatnya, lalu menertawakannya sampai puas.Rafael, "..."Apa V
Benar-benar biadab!Tidak bisa! Dia tidak bisa membiarkan masalah ini berlalu tanpa membalaskan dendam!Sergio melirik Rafael dengan penuh pemikiran....Hazel dan Winda terjaga hampir sepanjang malam. Sudah lama sekali mereka tidak berbaring di ranjang yang sama. Mereka mengobrol sepanjang malam, mulai dari pekerjaan hingga drama terbaru yang mereka sukai, gosip hiburan, tas dan perhiasan baru ....Hingga subuh, keduanya akhirnya tidak bisa menahan kantuk dan beristirahat sejenak.Begitu alarm jam berbunyi, dia pun terbangun, tidak lupa membangunkan Winda yang masih tertidur. "Winda, bangun! Nanti kamu telat ke kantornya."Dia sendiri juga harus menghadiri rapat pagi!Winda mengiakan pelan dan tubuhnya sedikit bergerak, tetapi tertidur kembali.Hazel tertawa getir, lalu menariknya dengan paksa. "Jangan tidur lagi, kamu harus kerja! Jangan sampai gajimu dipotong karena terlambat!"Begitu mendengar kata gaji, Winda langsung membuka matanya dan pergi mandi. Dia membawa tasnya dan bergega
Sergio yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Hazel, lalu bertanya dengan alis terangkat, "Bicara apa?""Bicara soal pekerjaan. Kemampuannya memang di atas rata-rata, tapi akan sangat bahaya kalau tetap mempertahankannya."Hingga kini, Hazel tidak tahu apa yang diinginkan Yudhis sebenarnya.Kehadirannya adalah sebuah bom waktu.Bom waktu yang bisa meledak kapan saja.Daripada terus menerus berada dalam keadaan waspada setiap hari, lebih baik mengambil inisiatif dan memaksa Yudhis untuk mengungkapkan niat dan tujuannya yang sebenarnya.Sergio mengangguk mengizinkan, "Boleh saja. Kamu bisa putuskan apa pun yang kamu inginkan, tapi usahakan jangan cuma berdua saja. Orang ini punya kepribadian yang nggak bisa ditebak.""Ya, aku akan mengingatnya."Hazel mengangguk pelan.Ketika melewati toko yang menjual sarapan, Sergio menghentikan mobilnya dan keluar untuk membeli sarapan, menyerahkannya kepada Hazel untuk dimakan.Hazel yang diperlakukan seperti ini hatinya langsung menghangat, mer
Belum sempat keluar dari mobil, pergelangan tangan Hazel dicengkeram oleh telapak tangan yang hangat, menariknya kembali.Sebelum Hazel sempat bereaksi, tubuhnya jatuh kembali ke kursi samping kemudi, menatap kosong ke arah Sergio.Sergio mengerucutkan bibirnya. Tatapannya yang dalam menatap Hazel tanpa berbicara.Dalam sekejap, Hazel langsung mengerti apa yang Sergio inginkan.Dia tersenyum tidak berdaya, lalu memiringkan kepalanya dan menjatuhkan ciuman lembut di bibir Sergio. Lalu, dia melambaikan tangannya sambil tersenyum tipis. "Sampai jumpa suamiku, aku akan merindukanmu!"Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu jawaban dari Sergio, dia langsung membuka pintu mobil dan melangkah keluar.Sergio menatap kepergian Hazel. Jari-jari rampingnya yang indah dengan lembut menyentuh bibir bawahnya, lalu tersenyum puas.Setelah sampai di kantor, Hazel memanggil Yudhis ke ruangannya.Yudhis terlihat tidak dalam keadaan yang baik. Wajahnya sedikit kuyu, bahkan dia terkesan sedikit acak-acakan
Hazel terdiam, seakan-akan ada sesuatu yang tiba-tiba meledak di benaknya."Apa katamu?"Bagaimana mungkin bayi di dalam perut Winda bukan akan Yudhis?Winda memang gadis yang cukup gila kalau sudah jatuh cinta, tetapi dia bukan gadis yang akan melakukannya dengan siapa saja.Ini tidak mungkin!Yudhis bisa melihat keterkejutan di bawah mata Hazel, lalu memutuskan untuk menjelaskan, "Yang bersama Winda malam itu bukan aku."Hazel masih belum pulih dari keterkejutannya. Dia sudah membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa.Yudhis tampak puas dengan reaksinya dan mendekatinya lagi, sambil bergumam di telinganya."Semua kekhawatiranmu itu nggak berdasar. Selama kamu mau, aku bisa membawamu pergi sejauh yang kamu mau.""Gila!" Hazel menyela sambil mencibir, lalu mendorong Yudhis dengan paksa. "Aku nggak tertarik padamu. Selain itu, aku sudah menikah.Yudhis sama sekali tidak peduli. "Menikah atau nggak, aku bisa merebutmu dari Sergio kalau kamu mau."Hazel tampak seperti mendenga