Sergio sedikit mengerutkan kening, lalu bertanya, "Wanita seperti apa? Apa kita berdua pernah bertemu dengannya? Kenapa aku nggak pernah dengar kamu bahas soal dia?"Mata Rafael berkilat. Dia tergagap, tidak berani menyebutkan nama wanita itu. "Kamu ... sepertinya nggak kenal sama dia. Intinya aku lagi patah hati dan hatiku sakit. Aku nggak akan pulang kalau belum mabuk."Sergio terdiam cukup lama, lalu bertanya, "Selama ini kamu terus gonta-ganti pasangan, tapi aku belum pernah lihat kamu kayak gini."Vexal mengangguk setuju, "Ya, aku juga belum pernah lihat kamu sampai begini."Setelah itu, Vexal mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, lalu mengarahkannya ke Rafael.Rafael menyadari niat Vexal, lalu mendongak sambil bertanya bingung, "Kamu mau apa?"Vexal menjawab, "Foto buat kenang-kenangan. Jarang-jarang kamu sampai begini, jadi harus diabadikan."Sahabat yang baik adalah sahabat yang menyimpan banyak hal buruk tentang sahabatnya, lalu menertawakannya sampai puas.Rafael, "..."Apa V
Benar-benar biadab!Tidak bisa! Dia tidak bisa membiarkan masalah ini berlalu tanpa membalaskan dendam!Sergio melirik Rafael dengan penuh pemikiran....Hazel dan Winda terjaga hampir sepanjang malam. Sudah lama sekali mereka tidak berbaring di ranjang yang sama. Mereka mengobrol sepanjang malam, mulai dari pekerjaan hingga drama terbaru yang mereka sukai, gosip hiburan, tas dan perhiasan baru ....Hingga subuh, keduanya akhirnya tidak bisa menahan kantuk dan beristirahat sejenak.Begitu alarm jam berbunyi, dia pun terbangun, tidak lupa membangunkan Winda yang masih tertidur. "Winda, bangun! Nanti kamu telat ke kantornya."Dia sendiri juga harus menghadiri rapat pagi!Winda mengiakan pelan dan tubuhnya sedikit bergerak, tetapi tertidur kembali.Hazel tertawa getir, lalu menariknya dengan paksa. "Jangan tidur lagi, kamu harus kerja! Jangan sampai gajimu dipotong karena terlambat!"Begitu mendengar kata gaji, Winda langsung membuka matanya dan pergi mandi. Dia membawa tasnya dan bergega
Sergio yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Hazel, lalu bertanya dengan alis terangkat, "Bicara apa?""Bicara soal pekerjaan. Kemampuannya memang di atas rata-rata, tapi akan sangat bahaya kalau tetap mempertahankannya."Hingga kini, Hazel tidak tahu apa yang diinginkan Yudhis sebenarnya.Kehadirannya adalah sebuah bom waktu.Bom waktu yang bisa meledak kapan saja.Daripada terus menerus berada dalam keadaan waspada setiap hari, lebih baik mengambil inisiatif dan memaksa Yudhis untuk mengungkapkan niat dan tujuannya yang sebenarnya.Sergio mengangguk mengizinkan, "Boleh saja. Kamu bisa putuskan apa pun yang kamu inginkan, tapi usahakan jangan cuma berdua saja. Orang ini punya kepribadian yang nggak bisa ditebak.""Ya, aku akan mengingatnya."Hazel mengangguk pelan.Ketika melewati toko yang menjual sarapan, Sergio menghentikan mobilnya dan keluar untuk membeli sarapan, menyerahkannya kepada Hazel untuk dimakan.Hazel yang diperlakukan seperti ini hatinya langsung menghangat, mer
Belum sempat keluar dari mobil, pergelangan tangan Hazel dicengkeram oleh telapak tangan yang hangat, menariknya kembali.Sebelum Hazel sempat bereaksi, tubuhnya jatuh kembali ke kursi samping kemudi, menatap kosong ke arah Sergio.Sergio mengerucutkan bibirnya. Tatapannya yang dalam menatap Hazel tanpa berbicara.Dalam sekejap, Hazel langsung mengerti apa yang Sergio inginkan.Dia tersenyum tidak berdaya, lalu memiringkan kepalanya dan menjatuhkan ciuman lembut di bibir Sergio. Lalu, dia melambaikan tangannya sambil tersenyum tipis. "Sampai jumpa suamiku, aku akan merindukanmu!"Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu jawaban dari Sergio, dia langsung membuka pintu mobil dan melangkah keluar.Sergio menatap kepergian Hazel. Jari-jari rampingnya yang indah dengan lembut menyentuh bibir bawahnya, lalu tersenyum puas.Setelah sampai di kantor, Hazel memanggil Yudhis ke ruangannya.Yudhis terlihat tidak dalam keadaan yang baik. Wajahnya sedikit kuyu, bahkan dia terkesan sedikit acak-acakan
Hazel terdiam, seakan-akan ada sesuatu yang tiba-tiba meledak di benaknya."Apa katamu?"Bagaimana mungkin bayi di dalam perut Winda bukan akan Yudhis?Winda memang gadis yang cukup gila kalau sudah jatuh cinta, tetapi dia bukan gadis yang akan melakukannya dengan siapa saja.Ini tidak mungkin!Yudhis bisa melihat keterkejutan di bawah mata Hazel, lalu memutuskan untuk menjelaskan, "Yang bersama Winda malam itu bukan aku."Hazel masih belum pulih dari keterkejutannya. Dia sudah membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa.Yudhis tampak puas dengan reaksinya dan mendekatinya lagi, sambil bergumam di telinganya."Semua kekhawatiranmu itu nggak berdasar. Selama kamu mau, aku bisa membawamu pergi sejauh yang kamu mau.""Gila!" Hazel menyela sambil mencibir, lalu mendorong Yudhis dengan paksa. "Aku nggak tertarik padamu. Selain itu, aku sudah menikah.Yudhis sama sekali tidak peduli. "Menikah atau nggak, aku bisa merebutmu dari Sergio kalau kamu mau."Hazel tampak seperti mendenga
Setelah kejadian ini, banyak orang berpikiran macam-macam.Tidak disangka Bu Hazel ternyata orang yang seperti itu.Sudah punya Sergio, tetapi masih belum merasa cukup, sampai melakukan hal seperti itu di ruangannya dengan pegawainya.Benar-benar tidak bisa dinalar.Hazel merasa ada yang mengganjal di hatinya begitu menyadari kalau mereka salah paham dengannya.Dia memelototi Yudhis dengan kesal, lalu berkata dengan suara dalam yang penuh peringatan, "Nggak usah berlebihan!""Mana mungkin. Aku harusnya malah lebih menyayangi Bu Hazel."Jawaban Yudhis terkesan ambigu, seakan dia memang memiliki hubungan seperti itu dengan Hazel.Nada bicaranya terkesan sombong dan tidak merahasiakan apa pun, benar-benar ingin orang lain salah paham dan berpikiran aneh-aneh.Setelah mengatakan itu dia masih sempat tersenyum tipis, lalu berjalan keluar tanpa menoleh ke belakang di bawah tatapan semua orang.Hazel menghela napas panjang. Dia ingin sekali menarik Yudhis kembali, lalu memintanya menjelaskan
Sore harinya, Intan datang ke ruangan Hazel dan mengatakan, "Bu Hazel, malam ini ada acara makan malam amal di Lumina Hotel. Penyelenggara mengundang Bu Hazel untuk datang. Gaun untuk pergi ke sana sudah disiapkan.""Ya."Hazel mengangguk, menandakan kalau dia mengerti.Setelah beberapa saat, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan menoleh untuk melihat Intan di belakangnya."Bu Intan, malam ini kamu nggak perlu ikut. Aku akan meminta Risma buat ikut denganku."Intan tertegun, sedikit kepanikan melintas di pelupuk matanya. Lalu, dia bertanya dengan penuh semangat, "Kenapa? Bu Hazel, apa ada yang kurang dengan kinerja saya?"Hazel tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Matanya tertuju pada perut Intan, lalu dia menjawab, "Kamu lagi hamil, jadi lebih baik jangan pakai sepatu setinggi itu. Ada banyak hal di perjamuan nanti, jangan sampai bayi dalam kandunganmu kenapa-kenapa."Hazel memang menyukai anak kecil.Meskipun masih belum punya pemikiran untuk memiliki anak, masalah ini selalu ada dala
Menyadari berbagai macam tatapan mata banyak orang yang tertuju padanya, Hazel mengaitkan bibirnya erat-erat. Bahkan genggamannya pada tangan Sergio sedikit mengencang tanpa dia sadari.Sergio menunduk dan kebetulan melihat wajah Hazel yang tegang. Dia langsung mengulurkan tangannya dan menarik Hazel ke dalam pelukannya.Dia menundukkan kepalanya dan berbisik ke telinga Hazel, "Jangan gugup, ada aku di sini."Hazel tanpa sadar mengangkat matanya dan bertemu dengan mata Sergio yang penuh kelembutan dan menyalurkan semangat itu.Entah karena matanya yang terlalu memikat atau karena Sergio mampu memberikan rasa aman yang cukup, hati Hazel yang tadinya tegang seketika menjadi rileks.Alisnya perlahan terangkat dan dia menebarkan senyuman ke arah Sergio."Hmm!"Dalam sekejap, tekanan yang berasal dari ruang perjamuan seakan menguap entah ke mana.Sergio tersenyum tipis. Dia memaksa dirinya untuk tidak menundukkan kepala dan mencium Hazel. Dia hanya merangkul pundak Hazel, lalu membawanya ma