Sudut pandang Marcel:Aku tidak membalas pesan Val. Dia tidak mungkin pergi, dia sudah biasa mengancamku seperti ini.Aku memang terlalu sering bersama Alisa belakangan ini, jadi wajar jika Val mengamuk. Namun, dia seharusnya mengerti bahwa ini menyangkut nyawa seseorang. Meski itu adalah nyawa saudara perempuan yang dibencinya.Sebenarnya aku bisa memahami Val. Sebagai putri yang terlahir sehat, dia iri dengan semua perhatian ekstra yang didapatkan Alisa. Itu sebabnya dia selalu membuat masalah.Val senang memberontak, tetapi angkuh. Dia bersikap cuek, tetapi mengharapkan cinta. Dia selalu mencari perhatianku dengan pesan-pesan cemburu, air mata, atau ancaman perceraian.Aku tidak menyangka kali ini Val benar-benar akan memberikan surat cerai yang sudah ditandatangani. Bayangkan saja masalah apa yang akan menunggu jika aku benar-benar setuju untuk bercerai dengannya.Sesuai dugaanku, Val kembali. Dia tidak membawa koper yang hanya terisi setengah itu. Kurasa sandiwaranya berakhir mala
Sudut pandang Valerie:Aku duduk di lantai yang dingin, baru sadar bahwa aku sudah membuat penilaian yang terlalu cepat. Kukira hidupku selama ini adalah neraka. Aku salah.Meskipun aku selalu diperlakukan dengan buruk, mereka tidak pernah berani menyentuhku. Bagaimanapun, aku adalah bank darah yang berharga bagi Alisa. Mereka tidak sanggup kehilanganku. Namun, sekarang sudah berbeda.Aku memegangi pipiku, perlahan memandang pria yang dahulu kupanggil ayah. Dia tengah menatapku dengan dingin. Aku masih bank darah di keluarga ini, tetapi tidak lagi berharga. Sekarang aku hanya cadangan. Bagaimanapun, Alisa sudah sembuh.Mereka tidak akan membuangku karena aku mungkin masih memiliki sedikit nilai. Mereka tidak peduli meskipun aku kehilangan kesempatan untuk hidup normal.Demi "kemungkinan kecil" itu, aku tidak diizinkan mendapatkan kebebasan. Aku dilarang meninggalkan kota dan menjalani hidupku sendiri.Mereka tidak peduli meski hatiku hancur berkeping-keping setiap kali melihat Marcel b
Sudut pandang Marcel:Terdapat banyak pecahan kaca di lantai. Aku tidak berani menurunkan Alisa. Trombosit darahnya mungkin sudah berada di tingkat normal saat ini. Namun, tidak ada yang berani memastikan apakah dia sudah benar-benar keluar dari bahaya.Terakhir kali Alisa membutuhkan transfusi darah, dia hanya terluka gores kecil. Luka itu pun disebabkan oleh Val."Tolong ...," gumam Val sambil berjalan menghampiriku. Tatapannya tidak diarahkan padaku."Aku nggak bisa menurunkan Alisa. Kamu tahu alasannya," ucapku.Val mendengus, lalu akhirnya mendongak dari balik rambutnya yang acak-acakan. Joshua pasti menamparnya dengan sangat kuat hingga rambutnya berantakan begini. Aku juga melihat jejak telapak tangan merah di pipinya."Tolong minggir, aku mau lewat," kata Val dengan suara yang lebih jelas dan nada dingin yang asing.Aku menggendong Alisa di depan pintu. Aku mengernyit, membenci kesinisan di mata Val. Dia tahu mengapa aku salah paham dan dia mengejekku karenanya. Setiap kali aku
Sudut pandang Marcel:Aku tahu Alisa sangat sensitif tentang kondisi kesehatannya. Apalagi dia harus berulang kali memohon pada saudara yang tidak disukainya ini untuk menyelamatkan hidupnya.Itu sebabnya, saat Val menggunakan hal ini untuk memaksaku menikahinya, Alisa mulai benar-benar membenci Val.Val membalas Alisa dengan tajam, "Mudah saja bagimu untuk berkata begitu. Kamu bisa bersikap angkuh sesukamu karena pasukanmu bahkan bisa mengikatku di meja dan menguras darahku kalau kamu perlu.""Valerie!" bentakku.Alisa mengangkat tangannya lagi, tetapi aku memiringkan tubuh ke samping agar Alisa tidak bisa menjangkau Val.Pada saat yang sama, Val menangkap lengan Alisa. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Mendengar Alisa menjerit kesakitan, aku sontak mendorong Val pergi.Val tersungkur ke lantai, tangannya menekan pecahan kaca yang tajam. Aku tahu dia sengaja.Aku bahkan tidak mendorongnya dengan kuat. Val pasti sengaja jatuh seperti itu untuk membuatku merasa bersalah.Aku ingin m
Sudut pandang Marcel:Val menggeleng pelan, lalu menatapku dengan kecewa sambil berkata, "Jadi, dia memang tahu."Apa Val tidak memahami ucapanku? Bukan itu maksudku!"Kamu bilang ingin aku pergi, tapi kamu melaporkan kepergianku pada ayahmu. Kurasa antara Romeo tercintamu dan darahku, kamu masih lebih mementingkan darahku, ya?" ejek Val pada Alisa.Aku paham mengapa Alisa begitu membenci Val. Aku juga ingin sekali menjahit bibir berbisanya itu."Kamu merebutnya dariku! Kamu merebutnya! Dia milikku! Kami sudah ditakdirkan untuk bersama!" seru Alisa dengan histeris.Val tersenyum tenang pada Alisa, begitu tenang hingga terkesan asing di mataku. Bekas tamparan merah di pipinya membuatnya terkesan kian rapuh."Oke, kalau kamu minta ayahmu melepaskanku, aku akan menceraikannya hari juga," ucap Val.Aku memutar bola mataku dan mendengus. Val hanya mempermainkan Alisa karena tahu Alisa pasti akan terpedaya. Jika waktu bisa diulangi, aku akan menikahi Alisa meskipun aku tidak bisa menyembuhka
Sudut pandang Marcel:Sekarang aku tahu apa yang aneh padanya. Yakni absennya cinta dari matanya. Sejak kami cukup dewasa untuk mengenal cinta, Val selalu menatapku dengan penuh cinta. Dia tidak pernah menyembunyikan hal itu.Cinta itu masih ada di matanya pagi ini, ketika dia memberiku surat cerai. Namun, sekarang cinta itu sudah hilang.Aku hampir tidak bisa mengenali Val tanpa tatapan penuh cinta itu. Aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang penting. Seharusnya tidak seperti ini.Cinta Val selalu membebaniku. Jika dia tidak mencintaiku, dia tidak akan memaksaku menikahinya dan aku juga tidak akan membencinya. Aku tidak akan terbelenggu dalam pernikahan yang tidak kuinginkan. Aku pasti sudah bersama Alisa!Jika Val tidak mencintaiku, semua ini tidak akan terjadi. Dia akan menyelamatkan Alisa seperti yang sudah seharusnya dia lakukan sebagai saudara Alisa. Aku juga akan bersama Alisa, seperti harapanku sejak pertama kali bertemu dengannya.Namun, Val memberikan cintanya kepadaku. Di
Sudut pandang Valerie:Aku menginap di tempat Aurel dan tidur ... lebih tepatnya tidak sadarkan diri selama tiga hari penuh. Aku mengidap demam setelah pertengkaran hebat dengan mantan keluargaku. Aku sudah tidak punya rumah.Marcel tentu saja tidak menghubungiku. Yang mengejutkan, aku juga belum menerima surat cerai yang katanya akan kudapatkan dalam dua hingga tiga hari."Sudah hidup kembali, Putri Tidur? Gimana perasaanmu?" tanya Aurel dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia berjalan masuk sambil membawa segelas air.Mati rasa. Jadi, kurasa lebih baik dari hari-hariku biasanya. Aku mengusap wajah sambil mengumpulkan kesadaranku."Nih, air jahe madu buat menurunkan demam. Nggak pakai debat," ujar Aurel sambil duduk di sampingku.Aurel tahu aku paling benci jahe. Namun, aku juga tidak bisa mengambil risiko dengan tubuhku sekarang. Aku harus menjaga sosok kecil di dalam rahimku."Apa ini artinya kamu akan mempertahankan bayi ini?" tanya Aurel sambil menatap perutku yang sedang kubelai t
Sudut pandang Valerie:Hanya ada satu kata. Marcel mengirimnya tiga hari lalu. Apa hanya itu yang bisa dia katakan setelah aku menghilang selama tiga hari?Jika aku tidak menginap di tempat Aurel, melainkan mati di sudut gelap yang terpencil, Marcel bahkan tidak akan tahu hingga polisi menemukan jasadku.Setelah melihat mereka memperlakukanku seperti sampah dan menyaksikanku mengamuk, Marcel mengira aku akan pulang dan semuanya akan kembali seperti semula?Aku menatap satu kata itu lekat-lekat hingga mataku sakit. Aku tiba-tiba ingin tertawa. Entah Marcel tidak menganggap serius surat cerai itu atau dia memang tidak mengerti konsep perceraian."Pulang?" gumamku. Apa sebuah tempat masih bisa disebut rumah jika pasangan yang tinggal di sana tidak lagi menikah?Setelah pertengkaran hebat itu, setelah aku melihat jelas wajah asli orang-orang yang tadinya kusebut keluarga, setelah Marcel merampas surat cerai itu supaya aku tidak menelan kembali kata-kataku, dia bertanya apakah aku akan pula
"Aku akan menceraikannya dengan syarat," tambah Alisa sambil cemberut. "Dia berutang pernikahan itu kepadaku. Dia juga nggak pernah memenuhi tanggung jawabnya sebagai suami.""Darah yang kita berikan kepadanya adalah darah Valerie sejak awal. Apa yang kamu harapkan saat kamu memaksanya menikahimu?" Joshua Salim menghela napas, menggelengkan kepala perlahan dengan kekecewaan di matanya.Joshua Salim telah melakukan hal-hal buruk demi istri dan putrinya. Dia pikir dirinya telah melakukan segala yang dia bisa untuk melindungi keluarganya, tetapi dia tidak pernah menduga putrinya hanya akan belajar trik kotor darinya."Ayah memaksa Ibu, tapi semuanya baik-baik saja," kata Alisa sambil mengangkat bahu dengan nada acuh tak acuh."Apa kamu bilang?" Joshua Salim mengangkat tangannya, dan Alisa membeku dengan air mata ketakutan. Pada akhirnya, tangan itu tidak mendarat.Joshua Salim menghela napas dalam-dalam dan panjang. Dia menggenggam tinjunya untuk menyembunyikan gemetar di tangannya.Aveli
"Ini akan membuat Valerie marah!"Alisa menghela napas sambil menatap ayahnya dan memutar matanya saat mereka melewati lorong temaram bersama para peserta lelang.Bukan berarti Alisa bersedia menyerah kepada Val soal kalung itu, tetapi menjual kalung itu secara terbuka kepada Val hanya akan menjadi deklarasi perang, sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh ayahnya yang berhati-hati. Namun, Joshua Salim tampaknya sudah bertekad untuk melanjutkannya.Lelang ini memperbolehkan topeng, toh sebuah topeng sederhana tidak bisa menyembunyikan identitas seseorang, terutama di kalangan orang-orang yang mampu berada di sini. Namun, tetap saja, Alisa mengenakan topeng. Bukan hanya itu, dia juga mengenakan gaun yang lebih menantang dengan punggung yang terbuka hingga ke pinggangnya, untuk mengelabui orang, seperti yang dia katakan.Namun, Joshua Salim tahu ini hanyalah cara Alisa untuk melampiaskan perasaannya setelah perselisihan dengan Marcel. Dia mengenal putrinya lebih baik daripada siapa pun. Se
"Apa ... apa kamu tahu tentang Keluarga Kumala?" Apa kamu tahu bahwa kamu baru saja memarahi pewaris dari salah satu keluarga paling berkuasa di negara ini? Inilah pertanyaan sebenarnya, yang tidak berani ditanyakan oleh Val.Val melirik ke arah Nico, dengan sedikit kecemasan terdengar dalam suaranya yang bahkan tidak dia sadari sendiri.Mereka menjemput Liana sebelum mengakhiri hari itu. Nico bermain dengan Jelita sepanjang perjalanan ke rumah Liana. Val tidak ingin membicarakan Diego di depan Liana atau Jelita, jadi dia hanya diam karena rasa bersalah yang terus menggerogotinya.Kesepakatan Val dengan Nico adalah tentang Keluarga Salim. Nico membutuhkan Val karena pria itu tidak ingin ada noda di namanya, jadi Val berpikir pria itu tidak akan senang jika harus bermusuhan dengan Keluarga Kumala.Nico menoleh, matanya yang dalam tertuju pada Val sebelum dia mengangguk. "Ya, aku tahu."Val menelan ludah tanpa disadari.Haruskah dia memberitahu pria itu siapa Diego sebenarnya? Nico membe
"Diego Kumala!" seru Val dengan marah. "Ini benar-benar nggak bisa dipercaya! Ini sudah sangat rendah, bahkan untukmu!"Di balik sudut jalan, berdiri pria yang dia marahi. Di wajah pria itu, ada rasa malu, terkejut, dan ... sedikit rasa marah, marah kepada adik iparnya yang baru saja mencampakkannya agar adik perempuannya tidak kehilangan kendali melihat si mantan suami menculik putri temannya.Betapa kacaunya keluarga asalmu."Liana menolakmu, 'kan?" Val menyilangkan tangan di depan dada, menatap Diego seperti induk kucing yang marah. "Itu sebabnya kamu bersembunyi di sini?""Ehh ... nggak juga ...." Pria itu menggaruk rambutnya dengan senyum meminta maaf. Liana tidak bilang "tidak". Wanita itu sama sekali tidak mengangkat teleponnya yang jutaan kali, begitu juga Val. "Ini murni kebetulan, tapi aku sangat senang bisa melihatmu, Jelita …."Val menyipitkan matanya. Diego cepat-cepat meminta maaf dan mengoreksi, "Maksudku, Valerie.""Namaku Val, dan aku lebih bahagia tanpa kamu, terima k
"Siapa yang mengajarimu memanggilnya Mama Val?" tanya Marcel, mengamati Val dengan hati-hati agar tidak terlihat oleh Val, tetapi juga tidak kehilangan jejak Val.Marcel tidak tahu Val ada di sini dan tidak mengira Jelita akan melompat dari komidi putar saat melihatnya. Dia tahu bahwa Liana membawa Jelita ke sini, jadi dia datang."Dia memang Mama Val .…" jawab Jelita dengan nada terluka dan merasa bingung."Apa dia tahu aku papamu?" tanya Marcel, sudah mengetahui jawabannya.Val tidak tahu. Kalau tahu, Val pasti sudah menghubungkan semuanya.Marcel perlu memberi tahu Val, tetapi dia tidak bisa, karena Nico.Sekeras apa pun Marcel berusaha menyelidiki pria itu, dia tidak menemukan hal yang aneh. Pria itu terlihat bersih. Adam Samid. Itu nama yang ditemukan Marcel. Nama yang sangat biasa, hampir membosankan.Marcel bahkan menemukan mengapa Nico membenci Keluarga Salim. Perusahaan kecil milik Joshua Salim yang sangat dia jaga selama bertahun-tahun itu dibeli dari seorang "Samid" dengan h
"Jelita?" Val berkedip, ragu dengan penglihatannya. "Liana, apa kamu lihat Jelita turun? Dia naik kuda poni di tikungan terakhir .…"Sambil mengatakan itu, Val sudah berlari menuju komidi putar yang berputar, napasnya tertahan, dan matanya bergerak cepat dengan panik saat ketakutan menguasainya. Jelita hilang! Dia sangat yakin bahwa Jelita naik kuda poni merah muda, yang sekarang kosong saat melintas di depannya, seolah-olah Val salah ingat."Jelita!" teriak Val, berbalik seiring dengan dunia di sekitarnya yang berputar. Apa dia baru saja kehilangan Jelita? Bagaimana bisa? Jelita baru saja ada di depannya! Val bahkan tidak melepaskan pandangannya! Kuda poni kayu mainan itu hanya melintas di belakang penarik untuk beberapa detik, dan dengan satu putaran seperti itu, seorang anak bisa hilang?"Val, tarik napas!" Liana datang ke sisi Val, suaranya tegas dan cepat. "Jangan ke mana-mana, siapa tahu Jelita kembali. Aku akan mencarinya! Val!"Val ingin menangis. Dia ingin meledak dan berteria
"Jadi ... kamu benar-benar percaya pada pria yang bernama Nico itu?" tanya Liana sambil tetap mengawasi Jelita, yang hanya berjarak beberapa inci darinya, tertawa riang di atas korsel yang terus berputar.Menghabiskan hampir seluruh hidupnya di pulau pribadi, taman hiburan terasa seperti dunia ajaib bagi Jelita. Senyuman cerah di wajah tembamnya membuat Liana sulit untuk berkata tidak. Bukan berarti dia ingin menolaknya. Bagaimanapun juga, ini adalah kesempatan terbaik untuk membuat Val menghabiskan waktu bersama Jelita.Joni ingin membawa Jelita kembali ke kotanya setelah Val dipenjara. Mengetahui bagaimana perasaan Val terhadap Diego, Liana memilih untuk membantu Marcel dan menyembunyikan Jelita di sebuah pulau pribadi yang Marcel beli atas nama keluarga neneknya. Setidaknya dengan cara ini, Jelita bisa tumbuh bersama ayahnya.Awalnya, rencana itu berjalan dengan baik.Marcel mengurangi waktu kerjanya di kantor menjadi hanya dua hari, memindahkan sebagian besar pekerjaannya secara d
Setelah berkendara selama 20 menit, mata Val masih dipenuhi oleh amarah dari ledakan emosinya tadi. Dia pernah mencintai pria itu dan juga membencinya. Terlalu menyakitkan untuk tetap menyimpan Marcel di dalam hatinya. Dia ingin pria itu keluar dari hidupnya, tetapi Marcel terus kembali dan mengacaukan segalanya!"Begitu tega padanya, hm?" Nico memecah keheningan dengan nada mengejek. "Yakin nggak akan menyesal? Aku tahu betapa besar cintamu padanya dulu.""Bukan urusanmu!" Val mendengus dingin, nada suaranya sama sekali tidak seperti seorang sugar baby yang dia perlihatkan di hadapan orang lain."Aduh." Pria itu tertawa, sama sekali tidak tersinggung. "Kupikir kita sedang membangun hubungan baik di sini. Apa yang membuatmu kesal, putri kecilku?""Sudah kubilang ...!" Val berbalik dengan marah, tetapi sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, mobil berbelok tajam, membuatnya terhempas ke arah Nico. "Astaga!"Yang mengejutkan, Nico menangkap bahunya dengan lembut, memastikan dia baik-b
"Val!"Val pergi saat Marcel ditahan oleh Keluarga Salim. Saat dia berhasil menyusul, Val sudah berada di dekat mobil mewah hitam pekat yang menunggu tepat di luar gerbang rumah Keluarga Salim.Val tidak berniat menunggunya, sampai Marcel mempercepat langkah dan menyelipkan jarinya di antara pintu yang setengah tertutup.Sejujurnya, dia terkejut karena Val tidak langsung menutup pintu itu dan menjepit jarinya.Namun, raut wajah Val menunjukkan ketidaksabaran yang nyata terhadap caranya menghentikannya."Kamu memang nggak pernah puas dengan apa yang menjadi milikmu saat ini, ya?" ucap Val dingin, berdiri di balik pintu, sementara Marcel merasa seolah-olah pintu itu adalah jarak terjauh di dunia.Dari dalam mobil terdengar dengusan dingin yang nyaris tak terdengar. Marcel mendengarnya. Di kursi belakang duduk pria bertopeng itu, Nico. Nama itu membuatnya muak. Dia tahu pria itu sedang memanfaatkan Val. Atau mungkin lebih buruk lagi, sedang mempermainkannya.Marcel sudah menyelidiki pria