Sudut pandang Valerie:Hanya ada satu kata. Marcel mengirimnya tiga hari lalu. Apa hanya itu yang bisa dia katakan setelah aku menghilang selama tiga hari?Jika aku tidak menginap di tempat Aurel, melainkan mati di sudut gelap yang terpencil, Marcel bahkan tidak akan tahu hingga polisi menemukan jasadku.Setelah melihat mereka memperlakukanku seperti sampah dan menyaksikanku mengamuk, Marcel mengira aku akan pulang dan semuanya akan kembali seperti semula?Aku menatap satu kata itu lekat-lekat hingga mataku sakit. Aku tiba-tiba ingin tertawa. Entah Marcel tidak menganggap serius surat cerai itu atau dia memang tidak mengerti konsep perceraian."Pulang?" gumamku. Apa sebuah tempat masih bisa disebut rumah jika pasangan yang tinggal di sana tidak lagi menikah?Setelah pertengkaran hebat itu, setelah aku melihat jelas wajah asli orang-orang yang tadinya kusebut keluarga, setelah Marcel merampas surat cerai itu supaya aku tidak menelan kembali kata-kataku, dia bertanya apakah aku akan pula
Sudut pandang Valerie:Aku merasakan kepuasan yang asing setelah mengerjakan naskahku seharian ini. Aku sudah begitu lama menjadikan "keluarga" sebagai pusat hidupku hingga aku lupa betapa menyenangkannya hidup untuk diri sendiri.Ketika akhirnya aku berhenti bekerja, aku hampir melewatkan janjiku dengan Aurel. Aku buru-buru pergi dan tiba di Nolanza 10 menit sebelum pukul 8 malam.Aku memang lebih suka datang lebih awal. Hanya saja, kali ini aku menyesal datang awal.Nolanza adalah kelab malam terbesar di kota, tempat hiburan terbaik yang terbuka untuk siapa saja yang mampu membayar. Di masa kuliah dahulu, kami sering ke sini, menikmati "jam aman" untuk minum dan bersenang-senang.Pukul 8 hingga 12 malam masih terbilang jam aman. Selama empat jam itu, musik yang diputar lebih ringan. Orang-orang bisa minum, mengobrol, dan menikmati kudapan ringan.Namun, setelah tengah malam DJ akan memainkan musik yang heboh dan membuat suasana menggila. Obat terlarang, hubungan bebas, segalanya ada.
Sudut pandang Valerie:"Apa?" tanyaku. Aku tahu aku tidak seharusnya melakukannya, tetapi aku tetap terbahak. Bahkan untuk Alisa pun ini sedikit terlalu dramatis."Kamu menginginkannya mati," ujar Gerry dengan suara dingin. Dia terlihat sangat serius.Teman-temannya menatapku dengan tatapan mencela. Seolah-olah di antara para penindas ini, akulah yang paling kejam."Apa Alisa bilang kalau terakhir kami bertemu, kami berada di ruang kerja ayah tercintanya? Dengan orang tua dan Romeo-nya di sana?" tanyaku."Jadi?" balas Gerry. Dia tidak tertawa dan tidak menangkap maksudku.Aku mengangkat alisku. Jika aku memutar bola mataku, dia pasti akan naik darah. Aku tidak berani memprovokasinya dan hanya berkata, "Jadi, gimana aku bisa menyentuhnya dengan pasukannya yang protektif di sana?""Kamu nggak menyentuhnya?" Gerry berdiri dan melangkah menghampiriku. Dia berkata dengan nada kejam dan dingin, "Ya, kamu nggak menyentuhnya. Kamu hanya meninggalkan jejak telapak tangan di lengannya!"Aku meng
Sudut pandang Marcel:Valerie tinggal di rumah Aurel selama 3 hari. Dia mengabaikanku. Aku tahu kali ini aku benar-benar celaka.Aku mengabaikan keputusasaan Valerie saat dia memberiku surat cerai. Aku mengira itu hanya trik dramatis yang biasa dipakai Valerie. Namun, kali ini Valerie serius dengan keputusannya.Aku berusaha untuk menjalankan rutinitasku, tetapi rasanya berbeda. Valerie selalu membersihkan meja makan, kecuali saat kami makan. Selama 3 hari ini, mejanya tetap bersih.Rumah kami tidak terasa hangat lagi. Aku pulang untuk makan, tidur, dan mengganti baju. Hanya saja, aku tidak merasa seperti pulang ke rumah. Sekarang rumah ini terasa hampa.Rasanya lebih buruk daripada tinggal d hotel. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Valerie padaku. Namun, dia berhasil membuatku frustrasi.Aku tidak terima dihukum Valerie. Aku berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaanku dan pulang malam. Kemudian, aku pergi ke bar.Aku pernah mendengar cerita pria yang mabuk-mabukan di bar setelah berc
Sudut pandang Valerie:"Jangan mendekat!" teriakku. Aku tidak peduli lagi jika tindakanku menarik perhatian orang lain.Gerry tertawa dan menimpali, "Nggak ada yang bisa selamatkan kamu. Apa kamu tahu alasannya? Karena kamu sangat jahat dan kamu harus merasakan akibatnya!"Gerry melangkah dan aku segera mengambil botol bir yang kulihat tadi. Aku menghantam botol bir ke meja dan menjadikannya sebagai senjata."Jangan mendekat!" ancamku seraya mengarahkan botol yang pecah pada Gerry.Gerry mengangkat kepalanya untuk menunjukkan lehernya padaku. Dia membalas, "Coba saja, adikku sayang. Tunjukkan pada semua orang kamu itu pembunuh!"Aku mengarahkan botol ke leherku dan mengancam, "Kalau kamu mendekat, aku akan menusuk leherku! Kamu juga tahu aku pasti akan mati karena stok darah di kota ini nggak cukup untukku!"Gerry tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata. Dia tetap mengarahkan kameranya padaku dan menanggapi, "Kamu kira aku peduli kalau kamu sakiti dirimu sendiri? Aku sudah
Sudut pandang Valerie:"Minum-minum," sahutku seraya mengangkat bahu. Aku ingin segera pergi karena malas berbicara dengan Marcel. Akhirnya aku bisa mengendalikan tubuhku yang gemetaran setelah bicara.Tiba-tiba, Marcel menjepit daguku agar aku mendekatinya. Dia berkata seraya mengernyit, "Kamu melukai diri sendiri.""Lepaskan aku," tegasku sambil berusaha menyingkirkan tangan Marcel. Namun, Marcel tidak melepaskanku.Mungkin dulu aku akan merasa bahagia jika Marcel memperhatikanku. Akan tetapi, sekarang sudah berbeda. Aku tidak suka disentuh Marcel sesuka hatinya, seakan-akan aku ini masih miliknya.Sepertinya tanganku bergetar saat aku menekan botol ke leherku. Aku tidak menyangka ujung botol itu begitu tajam. Akan tetapi, Marcel terlihat seperti memaksaku menatapnya, bukan memeriksa lukaku."Apa kamu mengungkit lukaku untuk membantuku atau hanya berniat melihatku mati karena kehabisan darah?" tanyaku seraya memelototi Marcel. Aku mencakar tangannya.Marcel berdecak dan melepaskanku.
Sudut pandang Valerie:"Kecilkan suaramu!" tegur Marcel.Orang yang kaya raya pasti akan menjadi selebritas. Status pernikahan pesohor seperti Marcel bisa memengaruhi bisnisnya jika tidak dikendalikan dengan baik.Aku juga memikirkan hal ini dan tidak menganggapnya sebagai masalah besar. Namun, seharusnya aku tidak memberi tahu Adrian sebelum Marcel mengumumkannya.Aku mengingatkan Marcel sebelum pergi, "Maaf aku memberi tahu Adrian sebelum kamu mengumumkannya. Tapi, kamu nggak bisa menundanya lagi. Sepertinya kamu harus mendesak pengacaramu malam ini."Adrian adalah saingan Marcel, sedangkan Gerry sangat bodoh. Marcel pasti merasa takut setelah rahasianya diketahui kedua orang ini.Aku tidak tahu Marcel menunda perceraian karena meragukan syaratnya atau memang tidak menganggapnya serius. Mungkin sampai sekarang Marcel masih tidak memercayainya karena dia sudah lama mendambakan perceraian ini.Sama seperti kabar kehamilan yang kusembunyikan. Aku paham, tetapi aku tidak akan membicaraka
Sudut pandang Valerie:Aku langsung melirik Marcel dan Marcel memandang Liana seraya mengernyit. Liana membenci Marcel! Kenapa Liana ada di sini saat aku masih terjebak dengan Marcel?Jantungku berdegup kencang. Aku berbalik dengan perlahan.Aurel menghampiriku, lalu memeriksa keadaanku dan berujar, "Val, apa kamu baik-baik saja? Maaf, aku ada masalah. Kenapa rambutmu bau? Astaga, kamu terluka!"Aku terkekeh saat melihat Aurel yang panik. Aku tiba-tiba merasa seperti kembali ke masa lalu. Ketika Gerry menindasku, Aurel akan memperhatikanku dan Liana ....Aku melirik Liana dan dia menatapku dengan dingin. Liana juga menatapku seperti itu saat meninggalkan acara pernikahanku dengan Marcel. Aku segera menunduk dan tidak berani melihat Liana lagi.Aura Liana sangat mengintimidasi. Kakaknya yang merupakan polisi mengajarkannya banyak hal dan dia sangat berwibawa."Liana sayang, kenapa kamu datang ke sini?" seru Gerry. Suaranya mencairkan suasana yang tegang.Liana berdecak, lalu melirik Ger
Sudut pandang Valerie:"Aku akan buat dia membayar!"Teriakan ayah angkatku terdengar begitu aku keluar dari lift. Aku bahkan tidak perlu bertanya di mana letak kamar 713."Dia sudah ditangkap, Ayah!" Alisa tersenyum, seolah-olah dia adalah malaikat yang polos. "Aku sudah menduganya sejak wanita itu melompat dari gedung itu! Seperti pepatah, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya."…."Aveline, hasil laporannya seharusnya sudah keluar sekarang," kata Joshua tiba-tiba. Dengan panik, aku langsung menyelinap masuk ke ruangan di sebelahnya. Aku sebenarnya tidak berniat menguping, tetapi sekarang aku merasa bersalah setengah mati.Tidak lama kemudian, Aveline melewati pintu di depanku. Aku segera menutup pintu dan menempelkan telingaku ke dinding yang berbagi dengan kamar 713. Joshua jelas sengaja menyuruhnya pergi. Apa yang ingin dia bicarakan dengan Alisa sampai istrinya sendiri tidak boleh tahu?"Bersihkan media sosialmu dari semua tentang wanita itu." Suara Joshua terdengar rendah, nyaris
Sudut pandang Valerie:Adrian tetap diam saat kami duduk di dalam mobil dan melaju keluar dari area parkir. Aku bertanya-tanya apakah aku sudah mengatakan terlalu banyak padanya.Mungkin ketika seseorang menunjukkan kalau dia berpihak padamu, sulit untuk menahan diri untuk tidak mencurahkan semua kesedihan kepadanya. Sekarang, aku mulai memahami Alisa dengan lebih baik.Namun, Adrian bukan milikku. Dia milik Aurel. Aku sedang dalam perjalanan untuk menemukan keluargaku yang sebenarnya …. Keluarga yang bisa aku tangisi tanpa rasa bersalah.Aku tidak pernah mau mengakuinya, tetapi aku sangat iri pada Alisa. Aku iri karena dia bisa dicintai oleh begitu banyak orang, bisa bertindak sesuka hatinya tanpa khawatir. Sementara aku, meskipun sudah melakukan yang terbaik, tidak pernah bisa mendapatkan sekadar tatapan peduli dari keluarga dan teman yang sama dengannya.Apa orang tuaku akan mencintaiku seperti keluarga Salim mencintai Alisa?Kalau aku lahir dengan penyakit yang mengerikan di sisi o
Sudut pandang Valerie:Apakah ada jiwa yang lebih baik lagi di dunia ini? Aku memandang Adrian, diam-diam iri pada Aurel karena dia dicintai oleh seseorang sebaik Adrian.Namun, aku tidak bisa. "Aku ingin menjadi temanmu, Adrian." Aku menggeleng, merasakan sesak di dadaku. "Jadi, aku nggak bisa menjadi beban untukmu. Kamu mengerti, 'kan?"Adrian menatapku dengan penuh pengertian. Aku tahu dia mengerti. Berbicara dengannya selalu terasa begitu mudah."Kamu meremehkanku dengan menganggap kalau melindungi satu gadis saja adalah beban besar bagiku." Adrian berkata setengah bercanda. "Aku nggak bisa melindungimu dengan baik kalau kamu pergi, terutama ke tempat sejauh itu. Kalau di sini, aku janji mereka nggak akan bisa mengambil setetes pun darahmu lagi kalau kamu nggak menginginkannya."Kata-katanya terdengar sangat manis. Namun, aku tidak bisa memberikan beban sebesar ini pada Adrian. Aku sudah cukup merasa bersalah menerima begitu banyak bantuannya selama ini, apalagi hanya karena kesala
Sudut pandang Valerie:"Dasira?" Adrian menatapku dengan kaget saat kami berjalan menuju area parkir. "Itu sangat jauh dari sini. Gimana kamu bisa tahu orang tua kandungmu ada di sana?"Dokter itu adalah kenalan Adrian. Atas janjinya, kami meninggalkan ruangannya dengan perasaan aman tentang rahasiaku. Aku merasa bersalah menyembunyikannya dari Marcel, tetapi sebelum aku yakin bisa melindungi bayiku dari mereka, aku tidak bisa mengambil risiko untuk memberi tahu siapa pun di keluargaku tentang ini.Adrian adalah orang ketiga dari sedikit orang yang bisa aku percayai dengan rahasia ini. Aku menjelaskan secara singkat kepadanya tentang situasiku dan bagaimana ayah angkatku selalu berhasil menemukanku dalam upaya-upayaku untuk kabur dari rumah sebelumnya.Semua bermula saat Marcel menemukanku di hutan. Saat itu, aku baru saja mendapatkan teman pertama yang berjanji akan membantuku kabur jika aku benar-benar membenci rumahku. Dia membawaku masuk ke dalam hutan. Setelah beberapa belokan, di
Sudut Pandang Valerie:Bertemu Marcel tadi adalah sebuah kejutan. Aku tidak pernah membayangkan ada sesuatu yang bisa menariknya dari Alisa, terutama saat dia benar-benar terluka kali ini. Dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya, dia sepertinya mengubah pikirannya menjadi pertanyaan yang tidak ada artinya. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Sejujurnya, aku rasa dia juga tidak benar-benar mengharapkan jawaban yang pasti. Kapan dia kehilangan aku? Apakah saat berbulan-bulan, di menjadikan rumah sakit Alisa sebagai satu-satunya rumahnya? Ciuman yang dia berikan kepada Alisa? Semua pengabaian selama bertahun-tahun, ejekan, dan cibiran dinginnya? Atau malam pernikahan kami yang dia habiskan bersama Alisa? Atau mungkin, dia sudah kehilangan aku sejak hari kedua dia menyelamatkanku, ketika dia menganggap Alisa sebagai naga kecil yang harus dia selamatkan. Kurasa pernikahan ini telah mati jauh sebelum ini. Pernikahan ini mati di salah satu malam pan
Sudut pandang Marcel:"Valerie." Aku meraih lengannya dengan lembut. Namun, dia langsung menepis tanganku. "Aku …."Valerie menatapku tajam, menunggu dengan tidak sabar.Melihat matanya yang dingin begitu menyakitkan. Rasa sakit itu mencengkeram dadaku, tetapi aku tidak berdaya di hadapannya. Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku nyaris tidak mengenali gadis yang dulu selalu tersenyum paling cerah padaku ini.Valerie tahu aku meninggalkan Alisa di rumah sakit untuk datang ke sini. Dulu, setiap kali aku melakukan itu untuknya, wajahnya akan bersinar, matanya yang indah akan melengkung seperti bulan sabit saat dia melompat ke pelukanku, tersenyum licik seperti rubah kecil. Namun sekarang, dia bahkan tidak mau menatapku."Aku ...." Aku membuka mulut, tetapi semua kata yang ingin kuucapkan tiba-tiba lenyap. "Aku ...." Aku tidak bisa menemukan satu pun kata untuk diucapkan.Valerie mengerlingkan matanya dan berbalik pergi."Aku akan memberimu apa yang kamu mau!" seruku, tahu itu satu-satunya h
Sudut pandang Marcel:"Pak Salim?" Dokter masuk dengan setumpuk berkas dan aku langsung berdiri."Eee, bukan ... namaku Marcel, Marcel Tanzil." Aku mengernyit, mengulurkan tangan untuk mengambil hasil tes Valerie yang dokter ambil untukku. "Val ... Valerie Salim adalah istriku."Valerie bahkan tidak menggunakan margaku lagi? Aku tahu dia sudah mengubahnya di dokumen resmi, tetapi ....Aku tidak pernah memanggilnya dengan nama margaku lagi. Seperti yang dia inginkan.Dokter itu ragu-ragu dan menatapku dengan curiga."Aku bisa membuktikannya, aku punya surat nikah di rumah." Yang sebenarnya aku bahkan tidak tahu di mana itu sekarang. Aku mengacak-acak rambutku dengan frustrasi. Aku tidak suka diingatkan kembali betapa aku telah kehilangan Valerie dalam setiap detail kecil. "Aku hanya ingin tahu apakah dia baik-baik saja, itu saja.""Dia ...." Dahi dokter itu semakin berkerut."Kamu bukan lagi suaminya!" Tepat ketika dokter hendak berbicara, Adrian melangkah masuk dengan nada dingin. "Dok
Sudut pandang Marcel:Di ruang dokter, aku sedang menunggu hasil tes Valerie. Aku tidak berani pergi bersama Nenek karena aku tahu Valerie tidak ingin melihatku. Dia hanya ingin surat cerai itu.Aku tidak memilikinya. Aku tidak ingin melepaskannya. Ini sangat sulit dan aku tidak tahu mengapa.Aku pikir aku bisa. Aku pikir aku tidak ingin menceraikannya hanya karena sudah terbiasa dengan semua yang telah dia lakukan untukku. Aku pikir aku hanya terbiasa memilikinya di sekitarku. Aku pikir aku telah menerima bahwa dia akan menjadi istriku.Namun, tidak satu pun dari semua itu yang bisa menjelaskan kenapa aku hanya ingin terjun bersamanya ketika kursinya jatuh dari tepi saat itu.Saat aku menangkap kursi Alisa, aku merasa senang. Aku senang telah menyelamatkannya. Namun, bukan itu yang kurasakan ketika aku melompat untuk Valerie.Ketika aku melihat Liam menendang kursinya, pikiranku kosong sejenak. Seolah-olah jiwaku melayang keluar dari tubuhku, takut menerima apa yang sedang terjadi. Ak
Sudut pandang Valerie:"Kenapa? Aku nggak boleh membalaskan dendam seorang teman terhadap sekelompok pengisap darah yang nggak punya hati itu?" Adrian mengerlingkan matanya seperti anak kecil yang manja. "Kebahagiaan hidup cintaku berada di tanganmu! Aku menunggumu memberi perintah, Nyonya!"Aku tertawa mendengar nada misteriusnya. Dia tersenyum bersamaku. Luar biasa rasanya menghabiskan waktu bersama Adrian. Dia memiliki energi cerah yang bisa membuatku tertawa, membuatku merasa seolah-olah tidak ada awan gelap dalam hidup ini yang berarti, seperti keajaiban."Sebenarnya, aku memang ingin ….""Senang melihatmu sudah sehat dan bersemangat setelah penculikan itu." Suara orang yang mengetuk pintu, terdengar sebelum membuka pintu.Aku terkejut. "Nenek?"Dari semua orang, aku paling tidak menyangka akan melihat Nenek di sini. Bagaimana dia tahu aku ada di sini? Yang paling penting, apakah dokter memberitahunya tentang kehamilanku?Aku mencengkeram lengan Adrian dengan panik. Dia langsung m