Sudut pandang Valerie:"Ada apa?" tanya Aurel sambil mengerjap. Percakapan singkatku di telepon membuatnya heran.Aku meremas ponselku. Untuk kedua kalinya dalam satu hari ini, rencanaku terancam batal. Aku hanya ingin menjauh dan tidak terluka lagi. Apa harapanku terlalu muluk-muluk?Aku memejamkan mata. Sebagian diriku ingin menyambar tiketku dan pergi, meninggalkan dunia bersama semua kegilaannya di belakangku.Namun, aku tidak bisa. Aku harus siaga jika Ibu membutuhkan transfusi darah. Itulah artiku di dalam keluarga ini, menjadi bank darah mereka.Aku berdoa agar panggilan telepon tadi tidak berkaitan dengan pesanku untuk Marcel. Aku tidak yakin situasi mana yang kuharapkan, Ibu benar-benar terluka ataukah Marcel mengadu."Sepertinya aku nggak bisa pergi hari ini. Maaf, tolong antar aku pulang," ucapku pada Aurel sambil menghela napas lelah."Baguslah! Apa itu dia? Dia bilang apa? Apa kalian selalu panggil satu sama lain seperti itu?" tanya Aurel dengan kegembiraan tulus di suaran
Sudut pandang Marcel:Aku tidak membalas pesan Val. Dia tidak mungkin pergi, dia sudah biasa mengancamku seperti ini.Aku memang terlalu sering bersama Alisa belakangan ini, jadi wajar jika Val mengamuk. Namun, dia seharusnya mengerti bahwa ini menyangkut nyawa seseorang. Meski itu adalah nyawa saudara perempuan yang dibencinya.Sebenarnya aku bisa memahami Val. Sebagai putri yang terlahir sehat, dia iri dengan semua perhatian ekstra yang didapatkan Alisa. Itu sebabnya dia selalu membuat masalah.Val senang memberontak, tetapi angkuh. Dia bersikap cuek, tetapi mengharapkan cinta. Dia selalu mencari perhatianku dengan pesan-pesan cemburu, air mata, atau ancaman perceraian.Aku tidak menyangka kali ini Val benar-benar akan memberikan surat cerai yang sudah ditandatangani. Bayangkan saja masalah apa yang akan menunggu jika aku benar-benar setuju untuk bercerai dengannya.Sesuai dugaanku, Val kembali. Dia tidak membawa koper yang hanya terisi setengah itu. Kurasa sandiwaranya berakhir mala
Sudut pandang Valerie:Aku duduk di lantai yang dingin, baru sadar bahwa aku sudah membuat penilaian yang terlalu cepat. Kukira hidupku selama ini adalah neraka. Aku salah.Meskipun aku selalu diperlakukan dengan buruk, mereka tidak pernah berani menyentuhku. Bagaimanapun, aku adalah bank darah yang berharga bagi Alisa. Mereka tidak sanggup kehilanganku. Namun, sekarang sudah berbeda.Aku memegangi pipiku, perlahan memandang pria yang dahulu kupanggil ayah. Dia tengah menatapku dengan dingin. Aku masih bank darah di keluarga ini, tetapi tidak lagi berharga. Sekarang aku hanya cadangan. Bagaimanapun, Alisa sudah sembuh.Mereka tidak akan membuangku karena aku mungkin masih memiliki sedikit nilai. Mereka tidak peduli meskipun aku kehilangan kesempatan untuk hidup normal.Demi "kemungkinan kecil" itu, aku tidak diizinkan mendapatkan kebebasan. Aku dilarang meninggalkan kota dan menjalani hidupku sendiri.Mereka tidak peduli meski hatiku hancur berkeping-keping setiap kali melihat Marcel b
Sudut pandang Marcel:Terdapat banyak pecahan kaca di lantai. Aku tidak berani menurunkan Alisa. Trombosit darahnya mungkin sudah berada di tingkat normal saat ini. Namun, tidak ada yang berani memastikan apakah dia sudah benar-benar keluar dari bahaya.Terakhir kali Alisa membutuhkan transfusi darah, dia hanya terluka gores kecil. Luka itu pun disebabkan oleh Val."Tolong ...," gumam Val sambil berjalan menghampiriku. Tatapannya tidak diarahkan padaku."Aku nggak bisa menurunkan Alisa. Kamu tahu alasannya," ucapku.Val mendengus, lalu akhirnya mendongak dari balik rambutnya yang acak-acakan. Joshua pasti menamparnya dengan sangat kuat hingga rambutnya berantakan begini. Aku juga melihat jejak telapak tangan merah di pipinya."Tolong minggir, aku mau lewat," kata Val dengan suara yang lebih jelas dan nada dingin yang asing.Aku menggendong Alisa di depan pintu. Aku mengernyit, membenci kesinisan di mata Val. Dia tahu mengapa aku salah paham dan dia mengejekku karenanya. Setiap kali aku
Sudut pandang Marcel:Aku tahu Alisa sangat sensitif tentang kondisi kesehatannya. Apalagi dia harus berulang kali memohon pada saudara yang tidak disukainya ini untuk menyelamatkan hidupnya.Itu sebabnya, saat Val menggunakan hal ini untuk memaksaku menikahinya, Alisa mulai benar-benar membenci Val.Val membalas Alisa dengan tajam, "Mudah saja bagimu untuk berkata begitu. Kamu bisa bersikap angkuh sesukamu karena pasukanmu bahkan bisa mengikatku di meja dan menguras darahku kalau kamu perlu.""Valerie!" bentakku.Alisa mengangkat tangannya lagi, tetapi aku memiringkan tubuh ke samping agar Alisa tidak bisa menjangkau Val.Pada saat yang sama, Val menangkap lengan Alisa. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Mendengar Alisa menjerit kesakitan, aku sontak mendorong Val pergi.Val tersungkur ke lantai, tangannya menekan pecahan kaca yang tajam. Aku tahu dia sengaja.Aku bahkan tidak mendorongnya dengan kuat. Val pasti sengaja jatuh seperti itu untuk membuatku merasa bersalah.Aku ingin m
Sudut pandang Marcel:Val menggeleng pelan, lalu menatapku dengan kecewa sambil berkata, "Jadi, dia memang tahu."Apa Val tidak memahami ucapanku? Bukan itu maksudku!"Kamu bilang ingin aku pergi, tapi kamu melaporkan kepergianku pada ayahmu. Kurasa antara Romeo tercintamu dan darahku, kamu masih lebih mementingkan darahku, ya?" ejek Val pada Alisa.Aku paham mengapa Alisa begitu membenci Val. Aku juga ingin sekali menjahit bibir berbisanya itu."Kamu merebutnya dariku! Kamu merebutnya! Dia milikku! Kami sudah ditakdirkan untuk bersama!" seru Alisa dengan histeris.Val tersenyum tenang pada Alisa, begitu tenang hingga terkesan asing di mataku. Bekas tamparan merah di pipinya membuatnya terkesan kian rapuh."Oke, kalau kamu minta ayahmu melepaskanku, aku akan menceraikannya hari juga," ucap Val.Aku memutar bola mataku dan mendengus. Val hanya mempermainkan Alisa karena tahu Alisa pasti akan terpedaya. Jika waktu bisa diulangi, aku akan menikahi Alisa meskipun aku tidak bisa menyembuhka
Sudut pandang Marcel:Sekarang aku tahu apa yang aneh padanya. Yakni absennya cinta dari matanya. Sejak kami cukup dewasa untuk mengenal cinta, Val selalu menatapku dengan penuh cinta. Dia tidak pernah menyembunyikan hal itu.Cinta itu masih ada di matanya pagi ini, ketika dia memberiku surat cerai. Namun, sekarang cinta itu sudah hilang.Aku hampir tidak bisa mengenali Val tanpa tatapan penuh cinta itu. Aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang penting. Seharusnya tidak seperti ini.Cinta Val selalu membebaniku. Jika dia tidak mencintaiku, dia tidak akan memaksaku menikahinya dan aku juga tidak akan membencinya. Aku tidak akan terbelenggu dalam pernikahan yang tidak kuinginkan. Aku pasti sudah bersama Alisa!Jika Val tidak mencintaiku, semua ini tidak akan terjadi. Dia akan menyelamatkan Alisa seperti yang sudah seharusnya dia lakukan sebagai saudara Alisa. Aku juga akan bersama Alisa, seperti harapanku sejak pertama kali bertemu dengannya.Namun, Val memberikan cintanya kepadaku. Di
Sudut pandang Valerie:Aku menginap di tempat Aurel dan tidur ... lebih tepatnya tidak sadarkan diri selama tiga hari penuh. Aku mengidap demam setelah pertengkaran hebat dengan mantan keluargaku. Aku sudah tidak punya rumah.Marcel tentu saja tidak menghubungiku. Yang mengejutkan, aku juga belum menerima surat cerai yang katanya akan kudapatkan dalam dua hingga tiga hari."Sudah hidup kembali, Putri Tidur? Gimana perasaanmu?" tanya Aurel dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia berjalan masuk sambil membawa segelas air.Mati rasa. Jadi, kurasa lebih baik dari hari-hariku biasanya. Aku mengusap wajah sambil mengumpulkan kesadaranku."Nih, air jahe madu buat menurunkan demam. Nggak pakai debat," ujar Aurel sambil duduk di sampingku.Aurel tahu aku paling benci jahe. Namun, aku juga tidak bisa mengambil risiko dengan tubuhku sekarang. Aku harus menjaga sosok kecil di dalam rahimku."Apa ini artinya kamu akan mempertahankan bayi ini?" tanya Aurel sambil menatap perutku yang sedang kubelai t
Sudut pandang Valerie:"Aku akan buat dia membayar!"Teriakan ayah angkatku terdengar begitu aku keluar dari lift. Aku bahkan tidak perlu bertanya di mana letak kamar 713."Dia sudah ditangkap, Ayah!" Alisa tersenyum, seolah-olah dia adalah malaikat yang polos. "Aku sudah menduganya sejak wanita itu melompat dari gedung itu! Seperti pepatah, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya."…."Aveline, hasil laporannya seharusnya sudah keluar sekarang," kata Joshua tiba-tiba. Dengan panik, aku langsung menyelinap masuk ke ruangan di sebelahnya. Aku sebenarnya tidak berniat menguping, tetapi sekarang aku merasa bersalah setengah mati.Tidak lama kemudian, Aveline melewati pintu di depanku. Aku segera menutup pintu dan menempelkan telingaku ke dinding yang berbagi dengan kamar 713. Joshua jelas sengaja menyuruhnya pergi. Apa yang ingin dia bicarakan dengan Alisa sampai istrinya sendiri tidak boleh tahu?"Bersihkan media sosialmu dari semua tentang wanita itu." Suara Joshua terdengar rendah, nyaris
Sudut pandang Valerie:Adrian tetap diam saat kami duduk di dalam mobil dan melaju keluar dari area parkir. Aku bertanya-tanya apakah aku sudah mengatakan terlalu banyak padanya.Mungkin ketika seseorang menunjukkan kalau dia berpihak padamu, sulit untuk menahan diri untuk tidak mencurahkan semua kesedihan kepadanya. Sekarang, aku mulai memahami Alisa dengan lebih baik.Namun, Adrian bukan milikku. Dia milik Aurel. Aku sedang dalam perjalanan untuk menemukan keluargaku yang sebenarnya …. Keluarga yang bisa aku tangisi tanpa rasa bersalah.Aku tidak pernah mau mengakuinya, tetapi aku sangat iri pada Alisa. Aku iri karena dia bisa dicintai oleh begitu banyak orang, bisa bertindak sesuka hatinya tanpa khawatir. Sementara aku, meskipun sudah melakukan yang terbaik, tidak pernah bisa mendapatkan sekadar tatapan peduli dari keluarga dan teman yang sama dengannya.Apa orang tuaku akan mencintaiku seperti keluarga Salim mencintai Alisa?Kalau aku lahir dengan penyakit yang mengerikan di sisi o
Sudut pandang Valerie:Apakah ada jiwa yang lebih baik lagi di dunia ini? Aku memandang Adrian, diam-diam iri pada Aurel karena dia dicintai oleh seseorang sebaik Adrian.Namun, aku tidak bisa. "Aku ingin menjadi temanmu, Adrian." Aku menggeleng, merasakan sesak di dadaku. "Jadi, aku nggak bisa menjadi beban untukmu. Kamu mengerti, 'kan?"Adrian menatapku dengan penuh pengertian. Aku tahu dia mengerti. Berbicara dengannya selalu terasa begitu mudah."Kamu meremehkanku dengan menganggap kalau melindungi satu gadis saja adalah beban besar bagiku." Adrian berkata setengah bercanda. "Aku nggak bisa melindungimu dengan baik kalau kamu pergi, terutama ke tempat sejauh itu. Kalau di sini, aku janji mereka nggak akan bisa mengambil setetes pun darahmu lagi kalau kamu nggak menginginkannya."Kata-katanya terdengar sangat manis. Namun, aku tidak bisa memberikan beban sebesar ini pada Adrian. Aku sudah cukup merasa bersalah menerima begitu banyak bantuannya selama ini, apalagi hanya karena kesala
Sudut pandang Valerie:"Dasira?" Adrian menatapku dengan kaget saat kami berjalan menuju area parkir. "Itu sangat jauh dari sini. Gimana kamu bisa tahu orang tua kandungmu ada di sana?"Dokter itu adalah kenalan Adrian. Atas janjinya, kami meninggalkan ruangannya dengan perasaan aman tentang rahasiaku. Aku merasa bersalah menyembunyikannya dari Marcel, tetapi sebelum aku yakin bisa melindungi bayiku dari mereka, aku tidak bisa mengambil risiko untuk memberi tahu siapa pun di keluargaku tentang ini.Adrian adalah orang ketiga dari sedikit orang yang bisa aku percayai dengan rahasia ini. Aku menjelaskan secara singkat kepadanya tentang situasiku dan bagaimana ayah angkatku selalu berhasil menemukanku dalam upaya-upayaku untuk kabur dari rumah sebelumnya.Semua bermula saat Marcel menemukanku di hutan. Saat itu, aku baru saja mendapatkan teman pertama yang berjanji akan membantuku kabur jika aku benar-benar membenci rumahku. Dia membawaku masuk ke dalam hutan. Setelah beberapa belokan, di
Sudut Pandang Valerie:Bertemu Marcel tadi adalah sebuah kejutan. Aku tidak pernah membayangkan ada sesuatu yang bisa menariknya dari Alisa, terutama saat dia benar-benar terluka kali ini. Dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya, dia sepertinya mengubah pikirannya menjadi pertanyaan yang tidak ada artinya. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Sejujurnya, aku rasa dia juga tidak benar-benar mengharapkan jawaban yang pasti. Kapan dia kehilangan aku? Apakah saat berbulan-bulan, di menjadikan rumah sakit Alisa sebagai satu-satunya rumahnya? Ciuman yang dia berikan kepada Alisa? Semua pengabaian selama bertahun-tahun, ejekan, dan cibiran dinginnya? Atau malam pernikahan kami yang dia habiskan bersama Alisa? Atau mungkin, dia sudah kehilangan aku sejak hari kedua dia menyelamatkanku, ketika dia menganggap Alisa sebagai naga kecil yang harus dia selamatkan. Kurasa pernikahan ini telah mati jauh sebelum ini. Pernikahan ini mati di salah satu malam pan
Sudut pandang Marcel:"Valerie." Aku meraih lengannya dengan lembut. Namun, dia langsung menepis tanganku. "Aku …."Valerie menatapku tajam, menunggu dengan tidak sabar.Melihat matanya yang dingin begitu menyakitkan. Rasa sakit itu mencengkeram dadaku, tetapi aku tidak berdaya di hadapannya. Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku nyaris tidak mengenali gadis yang dulu selalu tersenyum paling cerah padaku ini.Valerie tahu aku meninggalkan Alisa di rumah sakit untuk datang ke sini. Dulu, setiap kali aku melakukan itu untuknya, wajahnya akan bersinar, matanya yang indah akan melengkung seperti bulan sabit saat dia melompat ke pelukanku, tersenyum licik seperti rubah kecil. Namun sekarang, dia bahkan tidak mau menatapku."Aku ...." Aku membuka mulut, tetapi semua kata yang ingin kuucapkan tiba-tiba lenyap. "Aku ...." Aku tidak bisa menemukan satu pun kata untuk diucapkan.Valerie mengerlingkan matanya dan berbalik pergi."Aku akan memberimu apa yang kamu mau!" seruku, tahu itu satu-satunya h
Sudut pandang Marcel:"Pak Salim?" Dokter masuk dengan setumpuk berkas dan aku langsung berdiri."Eee, bukan ... namaku Marcel, Marcel Tanzil." Aku mengernyit, mengulurkan tangan untuk mengambil hasil tes Valerie yang dokter ambil untukku. "Val ... Valerie Salim adalah istriku."Valerie bahkan tidak menggunakan margaku lagi? Aku tahu dia sudah mengubahnya di dokumen resmi, tetapi ....Aku tidak pernah memanggilnya dengan nama margaku lagi. Seperti yang dia inginkan.Dokter itu ragu-ragu dan menatapku dengan curiga."Aku bisa membuktikannya, aku punya surat nikah di rumah." Yang sebenarnya aku bahkan tidak tahu di mana itu sekarang. Aku mengacak-acak rambutku dengan frustrasi. Aku tidak suka diingatkan kembali betapa aku telah kehilangan Valerie dalam setiap detail kecil. "Aku hanya ingin tahu apakah dia baik-baik saja, itu saja.""Dia ...." Dahi dokter itu semakin berkerut."Kamu bukan lagi suaminya!" Tepat ketika dokter hendak berbicara, Adrian melangkah masuk dengan nada dingin. "Dok
Sudut pandang Marcel:Di ruang dokter, aku sedang menunggu hasil tes Valerie. Aku tidak berani pergi bersama Nenek karena aku tahu Valerie tidak ingin melihatku. Dia hanya ingin surat cerai itu.Aku tidak memilikinya. Aku tidak ingin melepaskannya. Ini sangat sulit dan aku tidak tahu mengapa.Aku pikir aku bisa. Aku pikir aku tidak ingin menceraikannya hanya karena sudah terbiasa dengan semua yang telah dia lakukan untukku. Aku pikir aku hanya terbiasa memilikinya di sekitarku. Aku pikir aku telah menerima bahwa dia akan menjadi istriku.Namun, tidak satu pun dari semua itu yang bisa menjelaskan kenapa aku hanya ingin terjun bersamanya ketika kursinya jatuh dari tepi saat itu.Saat aku menangkap kursi Alisa, aku merasa senang. Aku senang telah menyelamatkannya. Namun, bukan itu yang kurasakan ketika aku melompat untuk Valerie.Ketika aku melihat Liam menendang kursinya, pikiranku kosong sejenak. Seolah-olah jiwaku melayang keluar dari tubuhku, takut menerima apa yang sedang terjadi. Ak
Sudut pandang Valerie:"Kenapa? Aku nggak boleh membalaskan dendam seorang teman terhadap sekelompok pengisap darah yang nggak punya hati itu?" Adrian mengerlingkan matanya seperti anak kecil yang manja. "Kebahagiaan hidup cintaku berada di tanganmu! Aku menunggumu memberi perintah, Nyonya!"Aku tertawa mendengar nada misteriusnya. Dia tersenyum bersamaku. Luar biasa rasanya menghabiskan waktu bersama Adrian. Dia memiliki energi cerah yang bisa membuatku tertawa, membuatku merasa seolah-olah tidak ada awan gelap dalam hidup ini yang berarti, seperti keajaiban."Sebenarnya, aku memang ingin ….""Senang melihatmu sudah sehat dan bersemangat setelah penculikan itu." Suara orang yang mengetuk pintu, terdengar sebelum membuka pintu.Aku terkejut. "Nenek?"Dari semua orang, aku paling tidak menyangka akan melihat Nenek di sini. Bagaimana dia tahu aku ada di sini? Yang paling penting, apakah dokter memberitahunya tentang kehamilanku?Aku mencengkeram lengan Adrian dengan panik. Dia langsung m