Share

Bab 4 Kita Bertiga

Penulis: Nyx Rai
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 14:35:53
Sudut padang Valerie:

Aku membuang puntung rokok ke tempat sampah tepat ketika pintu dibuka. Marcel berdiri di depan pintu, berjarak separuh panjang koridor dariku. Matanya berkilat sinis menatapku. Dia benci melihatku merokok.

Saat melihatku merokok, Marcel akan memelototiku, memarahiku, atau seperti ini ... berdiri jauh-jauh dengan raut jijik.

Merokok memang kebiasaan yang buruk, tetapi seorang wanita butuh sebuah pelampiasan untuk sakit hati di dadanya. Lagi pula, jika Alisa-nya yang rapuh cukup sehat untuk merokok, aku yakin Marcel juga akan mengikutinya.

"Jadi?" tanya Marcel sambil memasukkan satu tangan ke saku. Dia memelototiku sekali lagi sebelum akhirnya menghampiriku.

Marcel selalu bersikap seperti itu padaku. Dia memelototiku saat kesabarannya habis.

Aku memandangi wajahnya yang tampan dan dominan, seperti ketika Marcel menemukanku di hutan kala itu. Waktu itu, matanya berkilat jernih seperti bintang-bintang di galaksi. Kini, hanya ada kebencian di matanya. Dia menjentikkan jari untuk mengembalikan fokusku.

"Maaf ...," ucapku sambil menundukkan pandangan.

Aku mengambil surat cerai kami. Ketika Marcel mengulurkan tangan, aku sontak menghindar dengan panik. Kilat jijik seketika memenuhi matanya yang indah, seakan-akan berkata, "Sudah kuduga nggak akan semudah itu!"

"Ada ... ada satu yang ingin kutanyakan sebelumnya," ucapku. Aku berpura-pura tidak melihat tatapan menyakitkannya dan memfokuskan pandangan ke dadanya. "Kumohon ...."

Apakah akan membuat perbedaan jika aku hamil? Aku ingin menanyakan hal itu, tetapi aku tidak tahu caranya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Begitu mendongak, aku melihatnya memutar bola mata sambil menghela napas. Marcel berkata, "Aku nggak punya waktu untuk permainanmu, Val."

Aku tahu aku sudah tidak punya kesempatan untuk bertanya. Aku mengangkat dokumen itu hanya beberapa sentimeter, lalu dia segera merebutnya dengan kasar hingga meninggalkan luka gores di ibu jariku.

Aku mengepalkan tangan, merasakan sakitnya. Luka itu tidak seberapa sakit jika dibandingkan dengan yang ditorehkannya di hatiku.

Marcel bahkan tidak menyadari lukaku. Dia langsung berbalik dan pergi.

"Aku mendengarmu. Ka ... kamu bilang kamu sudah menikah," ucapku dengan jantung berdebar.

Aku memperhatikannya perlahan berbalik. Aku tahu aku pasti terlihat seperti hewan piaraan menyedihkan yang memohon untuk dibawa pulang.

Namun, aku harus bertanya. Di titik ini, aku tidak tahu mana yang akan lebih menyakitkan. Secercah harapan ... atau tidak ada harapan sama sekali. Aku hanya ingin bertanya demi bayiku. Aku membohongi diri sendiri dan menunggu.

Marcel menjawab dengan nada acuh tak acuh, "Aku nggak mau memberinya harapan palsu."

Artinya, Marcel bukan bermaksud menolak Alisa. Seperti biasa, dia hanya memprioritaskan perasaannya.

Keinginannya untuk bersama Alisa hanya nomor dua. Yang terpenting, Marcel tidak ingin wanita itu terluka. Bahkan jika luka itu berasal dari harapan yang pupus.

Mulutku terasa pahit. Mungkin karena melihat senyum jelek di wajahku, alisnya berkerut kian dalam.

"Apa ...." Aku ingin bertanya, tetapi Marcel sudah berbalik lagi. Dia berhenti melangkah, kali ini terlihat makin jengkel.

"Bisa kamu sudahi omong kosongmu?" geram Marcel.

'Apa kamu akan sedikit saja merindukanku, kalau aku pergi dari hidupmu selamanya?' batinku.

Aku menatap pria yang telah kucintai selama sepuluh tahun terakhir. Air mataku keluar lebih cepat dari kata-kataku.

"Apa kamu bisa kirimkan suratnya ke Aurel setelah kamu selesai tanda tangan?" tanyaku, hampir menggigit lidah sendiri saat mengubah pertanyaanku.

Marcel langsung membalas, "Kenapa nggak bisa kamu ambil sendiri? Barang-barangmu ...."

"Aku akan mengambilnya dari rumahmu hari ini," potongku.

Faktanya, aku sudah melakukannya. Barang-barangku tidak banyak. Hanya sebuah iPad, paspor, dan beberapa helai pakaian.

Aku tidak menginginkan semua yang Marcel belikan. Barang-barang itu mengingatkanku pada Alisa.

Koper kecilku bahkan tidak terisi penuh. Marcel tidak sadar aku pergi dengan menyeret koper hari ini. Aku ragu dia akan menyadari sesuatu yang hilang malam ini.

"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Marcel, tumben sekali penasaran dengan hidupku.

"Apa kamu benaran ingin tahu?" tanyaku balik. Jika benar begitu, mungkin ... mungkin kami masih bisa membesarkan bayi ini bersama meski sudah bercerai.

"Kenapa sulit sekali bicara denganmu?" ujar Marcel sambil melangkah pergi.

'Karena kamu nggak pernah benar-benar ingin bicara denganku,' jawabku dalam hati.

Aku mengawasi Marcel masuk ke bangsal Alisa. Air mataku akhirnya jatuh berderai.

'Maaf, Marcel. Aku nggak bisa memberitahumu tentang bayi ini. Itu hanya akan memperumit hidup kita bertiga,' batinku.

[ Aurel, aku sudah selesai. ]

Aku menyeka air mata untuk membaca pesan singkat yang kukirimkan.

Balasannya segera masuk.

[ Jemputanmu sudah menunggu di bawah, Yang Mulia. ]

Aku segera masuk ke mobil Aurel, merasakan dunia berputar di sekelilingku. Aku bersyukur tidak harus duduk di jalanan dan menjadi tontonan orang-orang yang lewat.

Aurel menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Setelah kami cukup jauh, dia menepikan mobil dan masuk ke kursi belakang. Aurel tidak bicara, hanya membiarkanku menangis tersedu-sedu di bahunya.

Sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, cinta pahit manis ini akhirnya mati hari ini. Benar-benar akhirnya yang tidak memuaskan. Setidaknya, aku masih bisa pergi dengan sedikit martabat yang tersisa.

"Aku nggak sangka kamu benaran akan cerai." Dalam perjalanan ke bandara, Aurel mengamatiku sejenak, lalu berkata dengan setengah bercanda, "Aku nggak kaget waktu kamu minta batal pagi ini. Setidaknya nggak sekaget waktu kamu bilang rencana kembali dilanjutkan. Apa yang berbeda kali ini?"

"Aku hamil ...," ucapku.

Bab terkait

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 5 Panggilan Terakhir

    Sudut pandang Valerie:Aurel tetap mengantarku ke bandara, tetapi dia tidak menyerahkan tiketku. Setelah memberiku secangkir cokelat panas, dia memelototiku dari seberang meja kecil Mekdi. Lagaknya seperti seorang ibu yang sedang menghakimi anaknya yang bolos sekolah."Aku juga baru tahu hari ini," ucapku dengan takut-takut."Ya, itu katamu!" balasnya.Semua ini juga berada di luar rencanaku. Aku menunduk, memandangi cokelatku, tidak berani menatap Aurel. Aku tahu mengapa dia marah.Aurel hidup berkecukupan. Dia cantik, populer, memiliki badan bagus, dan sebagainya. Namun, Aurel tidak terlahir di keluarga kaya raya. Dia melihat ibunya bekerja keras membesarkannya dan membenci ayahnya yang tidak bertanggung jawab.Alhasil, ternyata sang ayah tidak meninggalkan mereka seperti ucapan ibunya. Ibu Aurel-lah yang berinisiatif meminta pisah. Aurel merasa aku melakukan hal yang sama dengan ibunya."Aku nggak akan mengajari bayiku untuk membencinya ...," gumamku, masih tidak berani menatap waja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 6 Bank Darah

    Sudut pandang Valerie:"Ada apa?" tanya Aurel sambil mengerjap. Percakapan singkatku di telepon membuatnya heran.Aku meremas ponselku. Untuk kedua kalinya dalam satu hari ini, rencanaku terancam batal. Aku hanya ingin menjauh dan tidak terluka lagi. Apa harapanku terlalu muluk-muluk?Aku memejamkan mata. Sebagian diriku ingin menyambar tiketku dan pergi, meninggalkan dunia bersama semua kegilaannya di belakangku.Namun, aku tidak bisa. Aku harus siaga jika Ibu membutuhkan transfusi darah. Itulah artiku di dalam keluarga ini, menjadi bank darah mereka.Aku berdoa agar panggilan telepon tadi tidak berkaitan dengan pesanku untuk Marcel. Aku tidak yakin situasi mana yang kuharapkan, Ibu benar-benar terluka ataukah Marcel mengadu."Sepertinya aku nggak bisa pergi hari ini. Maaf, tolong antar aku pulang," ucapku pada Aurel sambil menghela napas lelah."Baguslah! Apa itu dia? Dia bilang apa? Apa kalian selalu panggil satu sama lain seperti itu?" tanya Aurel dengan kegembiraan tulus di suaran

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 7 Tersingkap

    Sudut pandang Marcel:Aku tidak membalas pesan Val. Dia tidak mungkin pergi, dia sudah biasa mengancamku seperti ini.Aku memang terlalu sering bersama Alisa belakangan ini, jadi wajar jika Val mengamuk. Namun, dia seharusnya mengerti bahwa ini menyangkut nyawa seseorang. Meski itu adalah nyawa saudara perempuan yang dibencinya.Sebenarnya aku bisa memahami Val. Sebagai putri yang terlahir sehat, dia iri dengan semua perhatian ekstra yang didapatkan Alisa. Itu sebabnya dia selalu membuat masalah.Val senang memberontak, tetapi angkuh. Dia bersikap cuek, tetapi mengharapkan cinta. Dia selalu mencari perhatianku dengan pesan-pesan cemburu, air mata, atau ancaman perceraian.Aku tidak menyangka kali ini Val benar-benar akan memberikan surat cerai yang sudah ditandatangani. Bayangkan saja masalah apa yang akan menunggu jika aku benar-benar setuju untuk bercerai dengannya.Sesuai dugaanku, Val kembali. Dia tidak membawa koper yang hanya terisi setengah itu. Kurasa sandiwaranya berakhir mala

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 8 Darah Naga

    Sudut pandang Valerie:Aku duduk di lantai yang dingin, baru sadar bahwa aku sudah membuat penilaian yang terlalu cepat. Kukira hidupku selama ini adalah neraka. Aku salah.Meskipun aku selalu diperlakukan dengan buruk, mereka tidak pernah berani menyentuhku. Bagaimanapun, aku adalah bank darah yang berharga bagi Alisa. Mereka tidak sanggup kehilanganku. Namun, sekarang sudah berbeda.Aku memegangi pipiku, perlahan memandang pria yang dahulu kupanggil ayah. Dia tengah menatapku dengan dingin. Aku masih bank darah di keluarga ini, tetapi tidak lagi berharga. Sekarang aku hanya cadangan. Bagaimanapun, Alisa sudah sembuh.Mereka tidak akan membuangku karena aku mungkin masih memiliki sedikit nilai. Mereka tidak peduli meskipun aku kehilangan kesempatan untuk hidup normal.Demi "kemungkinan kecil" itu, aku tidak diizinkan mendapatkan kebebasan. Aku dilarang meninggalkan kota dan menjalani hidupku sendiri.Mereka tidak peduli meski hatiku hancur berkeping-keping setiap kali melihat Marcel b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 9 Kebencian antara Kakak Adik

    Sudut pandang Marcel:Terdapat banyak pecahan kaca di lantai. Aku tidak berani menurunkan Alisa. Trombosit darahnya mungkin sudah berada di tingkat normal saat ini. Namun, tidak ada yang berani memastikan apakah dia sudah benar-benar keluar dari bahaya.Terakhir kali Alisa membutuhkan transfusi darah, dia hanya terluka gores kecil. Luka itu pun disebabkan oleh Val."Tolong ...," gumam Val sambil berjalan menghampiriku. Tatapannya tidak diarahkan padaku."Aku nggak bisa menurunkan Alisa. Kamu tahu alasannya," ucapku.Val mendengus, lalu akhirnya mendongak dari balik rambutnya yang acak-acakan. Joshua pasti menamparnya dengan sangat kuat hingga rambutnya berantakan begini. Aku juga melihat jejak telapak tangan merah di pipinya."Tolong minggir, aku mau lewat," kata Val dengan suara yang lebih jelas dan nada dingin yang asing.Aku menggendong Alisa di depan pintu. Aku mengernyit, membenci kesinisan di mata Val. Dia tahu mengapa aku salah paham dan dia mengejekku karenanya. Setiap kali aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 10 Kejahatan Terburuk

    Sudut pandang Marcel:Aku tahu Alisa sangat sensitif tentang kondisi kesehatannya. Apalagi dia harus berulang kali memohon pada saudara yang tidak disukainya ini untuk menyelamatkan hidupnya.Itu sebabnya, saat Val menggunakan hal ini untuk memaksaku menikahinya, Alisa mulai benar-benar membenci Val.Val membalas Alisa dengan tajam, "Mudah saja bagimu untuk berkata begitu. Kamu bisa bersikap angkuh sesukamu karena pasukanmu bahkan bisa mengikatku di meja dan menguras darahku kalau kamu perlu.""Valerie!" bentakku.Alisa mengangkat tangannya lagi, tetapi aku memiringkan tubuh ke samping agar Alisa tidak bisa menjangkau Val.Pada saat yang sama, Val menangkap lengan Alisa. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Mendengar Alisa menjerit kesakitan, aku sontak mendorong Val pergi.Val tersungkur ke lantai, tangannya menekan pecahan kaca yang tajam. Aku tahu dia sengaja.Aku bahkan tidak mendorongnya dengan kuat. Val pasti sengaja jatuh seperti itu untuk membuatku merasa bersalah.Aku ingin m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 11 Kebencian

    Sudut pandang Marcel:Val menggeleng pelan, lalu menatapku dengan kecewa sambil berkata, "Jadi, dia memang tahu."Apa Val tidak memahami ucapanku? Bukan itu maksudku!"Kamu bilang ingin aku pergi, tapi kamu melaporkan kepergianku pada ayahmu. Kurasa antara Romeo tercintamu dan darahku, kamu masih lebih mementingkan darahku, ya?" ejek Val pada Alisa.Aku paham mengapa Alisa begitu membenci Val. Aku juga ingin sekali menjahit bibir berbisanya itu."Kamu merebutnya dariku! Kamu merebutnya! Dia milikku! Kami sudah ditakdirkan untuk bersama!" seru Alisa dengan histeris.Val tersenyum tenang pada Alisa, begitu tenang hingga terkesan asing di mataku. Bekas tamparan merah di pipinya membuatnya terkesan kian rapuh."Oke, kalau kamu minta ayahmu melepaskanku, aku akan menceraikannya hari juga," ucap Val.Aku memutar bola mataku dan mendengus. Val hanya mempermainkan Alisa karena tahu Alisa pasti akan terpedaya. Jika waktu bisa diulangi, aku akan menikahi Alisa meskipun aku tidak bisa menyembuhka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 12 Tidak Berjiwa

    Sudut pandang Marcel:Sekarang aku tahu apa yang aneh padanya. Yakni absennya cinta dari matanya. Sejak kami cukup dewasa untuk mengenal cinta, Val selalu menatapku dengan penuh cinta. Dia tidak pernah menyembunyikan hal itu.Cinta itu masih ada di matanya pagi ini, ketika dia memberiku surat cerai. Namun, sekarang cinta itu sudah hilang.Aku hampir tidak bisa mengenali Val tanpa tatapan penuh cinta itu. Aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang penting. Seharusnya tidak seperti ini.Cinta Val selalu membebaniku. Jika dia tidak mencintaiku, dia tidak akan memaksaku menikahinya dan aku juga tidak akan membencinya. Aku tidak akan terbelenggu dalam pernikahan yang tidak kuinginkan. Aku pasti sudah bersama Alisa!Jika Val tidak mencintaiku, semua ini tidak akan terjadi. Dia akan menyelamatkan Alisa seperti yang sudah seharusnya dia lakukan sebagai saudara Alisa. Aku juga akan bersama Alisa, seperti harapanku sejak pertama kali bertemu dengannya.Namun, Val memberikan cintanya kepadaku. Di

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 50 Restu Nenek

    Sudut pandang Valerie:Nenek menghela napas panjang sebelum berucap, "Mata kamu sudah nggak lagi mengikuti dia ke mana pun. Saat kamu memandangnya, yang ada cuma kesedihan mendalam di sana. Akhir yang terburuk akhirnya terjadi ....""Aku nggak mau kamu melanjutkan pernikahan ini karena aku nggak mau hal seperti ini terjadi padamu. Cucuku yang malang, aku nggak mau kamu terluka begitu parah sampai cahaya berharga di matamu meredup .... Tapi pada akhirnya, aku tetap gagal melindungimu," tambah Nenek."Nenek ...!" bisikku dengan terkejut. Aku tidak pernah tahu hal ini. Nenek ternyata bisa melihat semuanya dengan jelas. Aku mengira, kami berhasil menipunya selama ini."Kali ini, dia melukaimu dengan sangat parah, 'kan?" tanya Nenek dengan nada dingin. Kali ini, dinginnya diarahkan pada Marcel. Entah kenapa, itu justru menghangatkanku lebih dari apa pun.Nenek adalah keluarga Marcel. Dia bahkan tidak akan menjadi bagian dari keluargaku kalau aku tidak mengancam cucunya dengan cara licik.Ha

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 49 Pria Paling Bahagia di Dunia

    Sudut pandang Valerie:Aku tidak bisa menjawab Nenek. Aku hanya berdiri di sana, melihat Marcel dan Alisa berbicara, tertawa ... berpelukan. Nenek juga terdiam tanpa ekspresi terkejut.Kalau Nenek bisa menerima Alisa datang ke pesta ulang tahunnya dan menunjukkan kedekatannya dengan Marcel di depan umum seperti ini, lalu kenapa dia bahkan melontarkan pertanyaan itu padaku? Jelas, Alisa adalah masalahnya."Apa ini karena Alisa?" tanya Nenek yang tiba-tiba menoleh padaku.Aku mengalihkan pandanganku dari pelukan panjang dan penuh kehangatan yang sedang Marcel bagikan dengan Alisa. Dia bilang, dia sudah menyiapkan surat cerai. Jadi aku rasa, aku tidak lagi punya hak untuk menghakimi. Namun, bukan berarti pemandangan ini tidak menyakitkan.Aku seharusnya marah ketika pria itu menarik Alisa ke dalam pelukannya seperti dia adalah harta paling berharga di dunia. Apalagi, di sebuah pesta di mana dia memintaku untuk datang dan berpura-pura menjadi pasangan mesra dengannya untuk terakhir kalinya

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 48 Harta Kecilku yang Pemberani

    Sudut pandang Marcel:Aku tidak tahu harus bagaimana dengan apa yang terjadi hari ini. Olivia sudah menjadi salah satu gadis jahat sejak masa sekolah, jadi aku tidak pernah percaya pada ucapannya.Namun, Alisa tidak pernah dekat dengannya. Jadi, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kesalahpahaman itu bisa terjadi ... jika itu memang hanya kesalahpahaman.Tidak peduli apa pun yang Alisa katakan, aku tidak pernah meragukannya sebelumnya. Hanya saja sekarang aku tidak bisa yakin seperti dulu, terutama setelah dia berbohong soal memberi tahu Joshua tentang pesan Val.Apalagi setelah Gerry dengan panik menyuruhku mengabari Alisa kalau Val mencoba kabur ke rumah. Alisa bisa berbohong. Itu adalah konsep yang sebelumnya tidak pernah bisa kuterima."Marcel, ada apa?" tanya Alisa yang memiringkan kepalanya dengan polos ketika aku membawanya ke sudut ruangan ini. Senyum hangat terpancar dari matanya. Itu adalah mata yang sudah kupercayai seumur hidupku.Aku ingin percaya padanya, tetapi kini aku

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 47 Diego Kumala

    Sudut pandang Diego:Aku sedang mencari adikku. Dia menghilang 20 tahun yang lalu. Sejak saat itu, aku terus mencarinya. Yang kutahu hanyalah dia menghilang di Dasira. Itulah tempat di mana kami menemukan jasad Ibu. Namun, adikku tidak ada bersamanya.Polisi mengumumkan kematiannya bertahun-tahun yang lalu dan mengatakan bahwa mungkin dia sudah dimakan binatang. Sungguh alasan yang konyol untuk diberikan kepada keluarga yang sedang berduka.Aku memohon pada polisi untuk tidak menyerah, tetapi mereka tetap menutup kasusnya. Aku bahkan ingin menggugat mereka, tetapi Ayah melarangku. Ini memang bukan salah mereka. Aku yang salah. Akulah tidak bisa hidup dengan fakta itu. Itu sebabnya, aku menjadi pengacara.Aku telah melihat sisi gelap manusia. Aku ingin bisa melakukan sesuatu saat ketidakadilan seperti ini terjadi, baik kepadaku maupun orang lain.Selain itu, memiliki firma hukum adalah penyamaran terbaik untuk melakukan penyelidikan. Aku lulus lebih cepat dan melewati masa sekolah secep

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 46 Satu Pemilik Sejati

    Sudut pandang Valerie:Semua orang bisa melihat bahwa Alisa berbohong pada titik ini, termasuk Olivia. Olivia memilih untuk mengorbankan Alisa daripada dirinya sendiri.Olivia yang melontarkan hinaan kepada Liana. Apabila meminta maaf, dia akan terlihat sebagai perundung. Namun dia bersikeras bahwa semua itu dilakukannya demi keadilan untuk sahabatnya. Sekarang, sahabat yang berbohong itu harus menanggung semua akibatnya."A ... aku nggak pernah menunjukkan gaun apa pun padamu! Olivia ...." Alisa mendongak, lalu menatap Olivia dan berbicara dengan suara bergetar penuh rasa sakit, "Maaf kalau kamu salah paham, tapi aku nggak pernah bilang bahwa gaun Liana itu KW ....""Tapi, kamu bilang ...," balas Olivia dengan nada tajam. Dia membeku dengan ekspresi ketakutan di wajahnya.Aku menggelengkan kepala perlahan. Olivia terlalu naif. Dia tidak tahu bahwa Alisa sangat pandai berbohong dan tidak pernah meninggalkan celah saat melakukannya.Yang paling mungkin adalah Alisa hanya "mengisyaratka

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 45 Mengatakan yang Sebenarnya

    Sudut pandang Valerie:Lingkaran itu terdiam dalam keheningan yang mengejutkan. Aurel terlihat mengernyit. Nenek sebenarnya sedang menyelesaikan situasi untuknya, tetapi pria itu sepertinya tidak sadar.Alisa tersenyum sopan dengan sedikit pengekangan. Dia berhasil menyampaikan kekecewaannya terhadap "pembohong yang tidak masuk akal" dengan sempurna. Bahkan, Nenek juga terkejut.Liana pun melirik pria itu dengan cemas, tetapi dia membalasnya dengan senyum yang menenangkan.Di sisi lain, para wanita jahat mulai melemparkan ejekan yang disertai serangan, tetapi tidak satu pun yang tampaknya berhasil menyentuh pria asing itu. Dia hanya berdiri di sana dengan senyum sopan, lalu menatap langsung ke arah Alisa."Aku nggak mau jawab," ucap Alisa sambil memasang ekspresi sedikit cemberut. Dia melanjutkan, "Soalnya kamu juga nggak menjawab pertanyaanku."Tentang namanya? Maksudku memang benar dia tidak menjawab, tetapi aku tidak akan menganggap itu sebuah penghinaan ...."Kenapa kamu ...." Pria

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 44 Gaun Ratusan Juta

    Sudut pandang Valerie:"Jadi, maksudmu aku beli barang KW gitu?" tanya pria tampan itu. Dia tidak melepaskan Liana, melainkan mengarahkan pandangannya ke kelompok wanita-wanita jahat sambil mengangguk. Tiba-tiba semua gerakannya terlihat begitu anggun di mataku, entah kenapa itu sangat menyenangkan untuk dilihat.Aku rasa, Liana merasakan hal yang sama. Sebab, dia menatap pria itu dengan ekspresi terpesona sekaligus terkejut dari balik dadanya."Aku ...." Para gadis jahat itu serempak melirik Olivia Wiguna, sahabat Alisa yang berdiri di tengah. Olivia berucap dengan tergagap, "Maksudku ...."Matanya melirik ke arah Alisa dan terlihat sangat gugup. Jelas, dia membutuhkan arahan dari pemimpinnya."Maaf, siapa namamu?" Alisa berdeham dan melangkah maju. Nadanya sopan, sementara suaranya terdengar menyenangkan. Ini adalah nada suara yang selalu dia gunakan saat ingin membuat seseorang terkesan.Sepertinya semua orang setuju bahwa pria asing ini memang tampan. Namun, mungkin Alisa hanya me

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 43 Orang Asing yang Aneh

    Sudut pandang Valerie:Dulu aku sering berdebat dengan Alisa, ketika aku masih peduli. Sekarang, aku tidak peduli lagi dengan Marcel.Aku tidak punya keinginan sedikit pun untuk "mengalahkan" Alisa, terutama dalam perdebatan yang tidak berarti. Dia sudah memiliki hati Marcel. Yang ingin aku lakukan sekarang hanyalah melindungi temanku.Alisa selalu memenangkan pertengkaran kami dengan membuatku terlihat seperti pelaku intimidasi. Dia tidak tahu bagaimana menghadapi diriku yang menyerah. Lantaran kehabisan kata-kata, dia menggigit bibirnya dalam diam. Teman-temannya pun mundur dengan ragu.Aku meraih pergelangan tangan Liana, lalu berbalik ke arah Nenek dan berucap, "Nek, mohon maaf sekali ....""Mau ke mana?" Aku hampir menabrak seorang pria. Langkahku terhenti karena tiba-tiba mendengar ucapannya. Dia menggantikan posisi kelompok wanita kejam tadi untuk berdiri menghalangi jalanku. Dulu, aku sempat berpikir warna mata kami yang sama itu menarik. Sekarang, aku hanya ingin memukul kepa

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 42 Gaun KW Nolanza

    Sudut pandang Valerie:"Nek, aku akan lihat apa yang terjadi!" Aku sedikit mengangkat gaunku, lalu bergegas pergi."Aku ikut," ucap Nenek. Dia mengernyit ketika menatap ke arah keributan itu. Nenek tidak suka keributan di pestanya, apalagi kalau sampai dia tahu siapa sebenarnya Liana.Aku buru-buru berucap, "Nggak perlu, Nek. Aku bisa menyelesaikannya sendiri ...."Namun sebelum aku selesai, sebuah suara lembut dan manis menyelaku, "Nek, nggak perlu repot-repot. Aku yakin Val bisa menangani situasinya ... soalnya orang itu adalah temannya."Alisa yang licik tentu saja akan muncul di saat seperti ini. Aku yakin apa pun yang terjadi dengan Liana, pasti ada hubungan dengannya. Dia adalah satu-satunya orang yang punya motif untuk menarik perhatian buruk kepada Liana.Yang mengejutkanku, Nenek tidak menangkap kata-kata kunci dari Alisa. Sebaliknya, dia bertanya dengan dingin, "Siapa yang kamu panggil Nenek?"Senyum di wajah Alisa membeku. Dia segera beringsut ke sisi Marcel dan berbisik, "M

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status