Share

Bab 4 Kita Bertiga

Penulis: Nyx Rai
Sudut padang Valerie:

Aku membuang puntung rokok ke tempat sampah tepat ketika pintu dibuka. Marcel berdiri di depan pintu, berjarak separuh panjang koridor dariku. Matanya berkilat sinis menatapku. Dia benci melihatku merokok.

Saat melihatku merokok, Marcel akan memelototiku, memarahiku, atau seperti ini ... berdiri jauh-jauh dengan raut jijik.

Merokok memang kebiasaan yang buruk, tetapi seorang wanita butuh sebuah pelampiasan untuk sakit hati di dadanya. Lagi pula, jika Alisa-nya yang rapuh cukup sehat untuk merokok, aku yakin Marcel juga akan mengikutinya.

"Jadi?" tanya Marcel sambil memasukkan satu tangan ke saku. Dia memelototiku sekali lagi sebelum akhirnya menghampiriku.

Marcel selalu bersikap seperti itu padaku. Dia memelototiku saat kesabarannya habis.

Aku memandangi wajahnya yang tampan dan dominan, seperti ketika Marcel menemukanku di hutan kala itu. Waktu itu, matanya berkilat jernih seperti bintang-bintang di galaksi. Kini, hanya ada kebencian di matanya. Dia menjentikkan jari untuk mengembalikan fokusku.

"Maaf ...," ucapku sambil menundukkan pandangan.

Aku mengambil surat cerai kami. Ketika Marcel mengulurkan tangan, aku sontak menghindar dengan panik. Kilat jijik seketika memenuhi matanya yang indah, seakan-akan berkata, "Sudah kuduga nggak akan semudah itu!"

"Ada ... ada satu yang ingin kutanyakan sebelumnya," ucapku. Aku berpura-pura tidak melihat tatapan menyakitkannya dan memfokuskan pandangan ke dadanya. "Kumohon ...."

Apakah akan membuat perbedaan jika aku hamil? Aku ingin menanyakan hal itu, tetapi aku tidak tahu caranya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Begitu mendongak, aku melihatnya memutar bola mata sambil menghela napas. Marcel berkata, "Aku nggak punya waktu untuk permainanmu, Val."

Aku tahu aku sudah tidak punya kesempatan untuk bertanya. Aku mengangkat dokumen itu hanya beberapa sentimeter, lalu dia segera merebutnya dengan kasar hingga meninggalkan luka gores di ibu jariku.

Aku mengepalkan tangan, merasakan sakitnya. Luka itu tidak seberapa sakit jika dibandingkan dengan yang ditorehkannya di hatiku.

Marcel bahkan tidak menyadari lukaku. Dia langsung berbalik dan pergi.

"Aku mendengarmu. Ka ... kamu bilang kamu sudah menikah," ucapku dengan jantung berdebar.

Aku memperhatikannya perlahan berbalik. Aku tahu aku pasti terlihat seperti hewan piaraan menyedihkan yang memohon untuk dibawa pulang.

Namun, aku harus bertanya. Di titik ini, aku tidak tahu mana yang akan lebih menyakitkan. Secercah harapan ... atau tidak ada harapan sama sekali. Aku hanya ingin bertanya demi bayiku. Aku membohongi diri sendiri dan menunggu.

Marcel menjawab dengan nada acuh tak acuh, "Aku nggak mau memberinya harapan palsu."

Artinya, Marcel bukan bermaksud menolak Alisa. Seperti biasa, dia hanya memprioritaskan perasaannya.

Keinginannya untuk bersama Alisa hanya nomor dua. Yang terpenting, Marcel tidak ingin wanita itu terluka. Bahkan jika luka itu berasal dari harapan yang pupus.

Mulutku terasa pahit. Mungkin karena melihat senyum jelek di wajahku, alisnya berkerut kian dalam.

"Apa ...." Aku ingin bertanya, tetapi Marcel sudah berbalik lagi. Dia berhenti melangkah, kali ini terlihat makin jengkel.

"Bisa kamu sudahi omong kosongmu?" geram Marcel.

'Apa kamu akan sedikit saja merindukanku, kalau aku pergi dari hidupmu selamanya?' batinku.

Aku menatap pria yang telah kucintai selama sepuluh tahun terakhir. Air mataku keluar lebih cepat dari kata-kataku.

"Apa kamu bisa kirimkan suratnya ke Aurel setelah kamu selesai tanda tangan?" tanyaku, hampir menggigit lidah sendiri saat mengubah pertanyaanku.

Marcel langsung membalas, "Kenapa nggak bisa kamu ambil sendiri? Barang-barangmu ...."

"Aku akan mengambilnya dari rumahmu hari ini," potongku.

Faktanya, aku sudah melakukannya. Barang-barangku tidak banyak. Hanya sebuah iPad, paspor, dan beberapa helai pakaian.

Aku tidak menginginkan semua yang Marcel belikan. Barang-barang itu mengingatkanku pada Alisa.

Koper kecilku bahkan tidak terisi penuh. Marcel tidak sadar aku pergi dengan menyeret koper hari ini. Aku ragu dia akan menyadari sesuatu yang hilang malam ini.

"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Marcel, tumben sekali penasaran dengan hidupku.

"Apa kamu benaran ingin tahu?" tanyaku balik. Jika benar begitu, mungkin ... mungkin kami masih bisa membesarkan bayi ini bersama meski sudah bercerai.

"Kenapa sulit sekali bicara denganmu?" ujar Marcel sambil melangkah pergi.

'Karena kamu nggak pernah benar-benar ingin bicara denganku,' jawabku dalam hati.

Aku mengawasi Marcel masuk ke bangsal Alisa. Air mataku akhirnya jatuh berderai.

'Maaf, Marcel. Aku nggak bisa memberitahumu tentang bayi ini. Itu hanya akan memperumit hidup kita bertiga,' batinku.

[ Aurel, aku sudah selesai. ]

Aku menyeka air mata untuk membaca pesan singkat yang kukirimkan.

Balasannya segera masuk.

[ Jemputanmu sudah menunggu di bawah, Yang Mulia. ]

Aku segera masuk ke mobil Aurel, merasakan dunia berputar di sekelilingku. Aku bersyukur tidak harus duduk di jalanan dan menjadi tontonan orang-orang yang lewat.

Aurel menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Setelah kami cukup jauh, dia menepikan mobil dan masuk ke kursi belakang. Aurel tidak bicara, hanya membiarkanku menangis tersedu-sedu di bahunya.

Sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, cinta pahit manis ini akhirnya mati hari ini. Benar-benar akhirnya yang tidak memuaskan. Setidaknya, aku masih bisa pergi dengan sedikit martabat yang tersisa.

"Aku nggak sangka kamu benaran akan cerai." Dalam perjalanan ke bandara, Aurel mengamatiku sejenak, lalu berkata dengan setengah bercanda, "Aku nggak kaget waktu kamu minta batal pagi ini. Setidaknya nggak sekaget waktu kamu bilang rencana kembali dilanjutkan. Apa yang berbeda kali ini?"

"Aku hamil ...," ucapku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
iinfadilah415
gilaaaa yaaa uda tau hamil tpi rokok an...malet bet bacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 5 Panggilan Terakhir

    Sudut pandang Valerie:Aurel tetap mengantarku ke bandara, tetapi dia tidak menyerahkan tiketku. Setelah memberiku secangkir cokelat panas, dia memelototiku dari seberang meja kecil Mekdi. Lagaknya seperti seorang ibu yang sedang menghakimi anaknya yang bolos sekolah."Aku juga baru tahu hari ini," ucapku dengan takut-takut."Ya, itu katamu!" balasnya.Semua ini juga berada di luar rencanaku. Aku menunduk, memandangi cokelatku, tidak berani menatap Aurel. Aku tahu mengapa dia marah.Aurel hidup berkecukupan. Dia cantik, populer, memiliki badan bagus, dan sebagainya. Namun, Aurel tidak terlahir di keluarga kaya raya. Dia melihat ibunya bekerja keras membesarkannya dan membenci ayahnya yang tidak bertanggung jawab.Alhasil, ternyata sang ayah tidak meninggalkan mereka seperti ucapan ibunya. Ibu Aurel-lah yang berinisiatif meminta pisah. Aurel merasa aku melakukan hal yang sama dengan ibunya."Aku nggak akan mengajari bayiku untuk membencinya ...," gumamku, masih tidak berani menatap waja

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 6 Bank Darah

    Sudut pandang Valerie:"Ada apa?" tanya Aurel sambil mengerjap. Percakapan singkatku di telepon membuatnya heran.Aku meremas ponselku. Untuk kedua kalinya dalam satu hari ini, rencanaku terancam batal. Aku hanya ingin menjauh dan tidak terluka lagi. Apa harapanku terlalu muluk-muluk?Aku memejamkan mata. Sebagian diriku ingin menyambar tiketku dan pergi, meninggalkan dunia bersama semua kegilaannya di belakangku.Namun, aku tidak bisa. Aku harus siaga jika Ibu membutuhkan transfusi darah. Itulah artiku di dalam keluarga ini, menjadi bank darah mereka.Aku berdoa agar panggilan telepon tadi tidak berkaitan dengan pesanku untuk Marcel. Aku tidak yakin situasi mana yang kuharapkan, Ibu benar-benar terluka ataukah Marcel mengadu."Sepertinya aku nggak bisa pergi hari ini. Maaf, tolong antar aku pulang," ucapku pada Aurel sambil menghela napas lelah."Baguslah! Apa itu dia? Dia bilang apa? Apa kalian selalu panggil satu sama lain seperti itu?" tanya Aurel dengan kegembiraan tulus di suaran

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 7 Tersingkap

    Sudut pandang Marcel:Aku tidak membalas pesan Val. Dia tidak mungkin pergi, dia sudah biasa mengancamku seperti ini.Aku memang terlalu sering bersama Alisa belakangan ini, jadi wajar jika Val mengamuk. Namun, dia seharusnya mengerti bahwa ini menyangkut nyawa seseorang. Meski itu adalah nyawa saudara perempuan yang dibencinya.Sebenarnya aku bisa memahami Val. Sebagai putri yang terlahir sehat, dia iri dengan semua perhatian ekstra yang didapatkan Alisa. Itu sebabnya dia selalu membuat masalah.Val senang memberontak, tetapi angkuh. Dia bersikap cuek, tetapi mengharapkan cinta. Dia selalu mencari perhatianku dengan pesan-pesan cemburu, air mata, atau ancaman perceraian.Aku tidak menyangka kali ini Val benar-benar akan memberikan surat cerai yang sudah ditandatangani. Bayangkan saja masalah apa yang akan menunggu jika aku benar-benar setuju untuk bercerai dengannya.Sesuai dugaanku, Val kembali. Dia tidak membawa koper yang hanya terisi setengah itu. Kurasa sandiwaranya berakhir mala

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 8 Darah Naga

    Sudut pandang Valerie:Aku duduk di lantai yang dingin, baru sadar bahwa aku sudah membuat penilaian yang terlalu cepat. Kukira hidupku selama ini adalah neraka. Aku salah.Meskipun aku selalu diperlakukan dengan buruk, mereka tidak pernah berani menyentuhku. Bagaimanapun, aku adalah bank darah yang berharga bagi Alisa. Mereka tidak sanggup kehilanganku. Namun, sekarang sudah berbeda.Aku memegangi pipiku, perlahan memandang pria yang dahulu kupanggil ayah. Dia tengah menatapku dengan dingin. Aku masih bank darah di keluarga ini, tetapi tidak lagi berharga. Sekarang aku hanya cadangan. Bagaimanapun, Alisa sudah sembuh.Mereka tidak akan membuangku karena aku mungkin masih memiliki sedikit nilai. Mereka tidak peduli meskipun aku kehilangan kesempatan untuk hidup normal.Demi "kemungkinan kecil" itu, aku tidak diizinkan mendapatkan kebebasan. Aku dilarang meninggalkan kota dan menjalani hidupku sendiri.Mereka tidak peduli meski hatiku hancur berkeping-keping setiap kali melihat Marcel b

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 9 Kebencian antara Kakak Adik

    Sudut pandang Marcel:Terdapat banyak pecahan kaca di lantai. Aku tidak berani menurunkan Alisa. Trombosit darahnya mungkin sudah berada di tingkat normal saat ini. Namun, tidak ada yang berani memastikan apakah dia sudah benar-benar keluar dari bahaya.Terakhir kali Alisa membutuhkan transfusi darah, dia hanya terluka gores kecil. Luka itu pun disebabkan oleh Val."Tolong ...," gumam Val sambil berjalan menghampiriku. Tatapannya tidak diarahkan padaku."Aku nggak bisa menurunkan Alisa. Kamu tahu alasannya," ucapku.Val mendengus, lalu akhirnya mendongak dari balik rambutnya yang acak-acakan. Joshua pasti menamparnya dengan sangat kuat hingga rambutnya berantakan begini. Aku juga melihat jejak telapak tangan merah di pipinya."Tolong minggir, aku mau lewat," kata Val dengan suara yang lebih jelas dan nada dingin yang asing.Aku menggendong Alisa di depan pintu. Aku mengernyit, membenci kesinisan di mata Val. Dia tahu mengapa aku salah paham dan dia mengejekku karenanya. Setiap kali aku

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 10 Kejahatan Terburuk

    Sudut pandang Marcel:Aku tahu Alisa sangat sensitif tentang kondisi kesehatannya. Apalagi dia harus berulang kali memohon pada saudara yang tidak disukainya ini untuk menyelamatkan hidupnya.Itu sebabnya, saat Val menggunakan hal ini untuk memaksaku menikahinya, Alisa mulai benar-benar membenci Val.Val membalas Alisa dengan tajam, "Mudah saja bagimu untuk berkata begitu. Kamu bisa bersikap angkuh sesukamu karena pasukanmu bahkan bisa mengikatku di meja dan menguras darahku kalau kamu perlu.""Valerie!" bentakku.Alisa mengangkat tangannya lagi, tetapi aku memiringkan tubuh ke samping agar Alisa tidak bisa menjangkau Val.Pada saat yang sama, Val menangkap lengan Alisa. Semuanya terjadi dengan begitu cepat. Mendengar Alisa menjerit kesakitan, aku sontak mendorong Val pergi.Val tersungkur ke lantai, tangannya menekan pecahan kaca yang tajam. Aku tahu dia sengaja.Aku bahkan tidak mendorongnya dengan kuat. Val pasti sengaja jatuh seperti itu untuk membuatku merasa bersalah.Aku ingin m

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 11 Kebencian

    Sudut pandang Marcel:Val menggeleng pelan, lalu menatapku dengan kecewa sambil berkata, "Jadi, dia memang tahu."Apa Val tidak memahami ucapanku? Bukan itu maksudku!"Kamu bilang ingin aku pergi, tapi kamu melaporkan kepergianku pada ayahmu. Kurasa antara Romeo tercintamu dan darahku, kamu masih lebih mementingkan darahku, ya?" ejek Val pada Alisa.Aku paham mengapa Alisa begitu membenci Val. Aku juga ingin sekali menjahit bibir berbisanya itu."Kamu merebutnya dariku! Kamu merebutnya! Dia milikku! Kami sudah ditakdirkan untuk bersama!" seru Alisa dengan histeris.Val tersenyum tenang pada Alisa, begitu tenang hingga terkesan asing di mataku. Bekas tamparan merah di pipinya membuatnya terkesan kian rapuh."Oke, kalau kamu minta ayahmu melepaskanku, aku akan menceraikannya hari juga," ucap Val.Aku memutar bola mataku dan mendengus. Val hanya mempermainkan Alisa karena tahu Alisa pasti akan terpedaya. Jika waktu bisa diulangi, aku akan menikahi Alisa meskipun aku tidak bisa menyembuhka

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 12 Tidak Berjiwa

    Sudut pandang Marcel:Sekarang aku tahu apa yang aneh padanya. Yakni absennya cinta dari matanya. Sejak kami cukup dewasa untuk mengenal cinta, Val selalu menatapku dengan penuh cinta. Dia tidak pernah menyembunyikan hal itu.Cinta itu masih ada di matanya pagi ini, ketika dia memberiku surat cerai. Namun, sekarang cinta itu sudah hilang.Aku hampir tidak bisa mengenali Val tanpa tatapan penuh cinta itu. Aku merasa seperti kehilangan sesuatu yang penting. Seharusnya tidak seperti ini.Cinta Val selalu membebaniku. Jika dia tidak mencintaiku, dia tidak akan memaksaku menikahinya dan aku juga tidak akan membencinya. Aku tidak akan terbelenggu dalam pernikahan yang tidak kuinginkan. Aku pasti sudah bersama Alisa!Jika Val tidak mencintaiku, semua ini tidak akan terjadi. Dia akan menyelamatkan Alisa seperti yang sudah seharusnya dia lakukan sebagai saudara Alisa. Aku juga akan bersama Alisa, seperti harapanku sejak pertama kali bertemu dengannya.Namun, Val memberikan cintanya kepadaku. Di

Bab terbaru

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 226 Harapan Terakhir

    "Aku akan menceraikannya dengan syarat," tambah Alisa sambil cemberut. "Dia berutang pernikahan itu kepadaku. Dia juga nggak pernah memenuhi tanggung jawabnya sebagai suami.""Darah yang kita berikan kepadanya adalah darah Valerie sejak awal. Apa yang kamu harapkan saat kamu memaksanya menikahimu?" Joshua Salim menghela napas, menggelengkan kepala perlahan dengan kekecewaan di matanya.Joshua Salim telah melakukan hal-hal buruk demi istri dan putrinya. Dia pikir dirinya telah melakukan segala yang dia bisa untuk melindungi keluarganya, tetapi dia tidak pernah menduga putrinya hanya akan belajar trik kotor darinya."Ayah memaksa Ibu, tapi semuanya baik-baik saja," kata Alisa sambil mengangkat bahu dengan nada acuh tak acuh."Apa kamu bilang?" Joshua Salim mengangkat tangannya, dan Alisa membeku dengan air mata ketakutan. Pada akhirnya, tangan itu tidak mendarat.Joshua Salim menghela napas dalam-dalam dan panjang. Dia menggenggam tinjunya untuk menyembunyikan gemetar di tangannya.Aveli

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 225 Perceraian

    "Ini akan membuat Valerie marah!"Alisa menghela napas sambil menatap ayahnya dan memutar matanya saat mereka melewati lorong temaram bersama para peserta lelang.Bukan berarti Alisa bersedia menyerah kepada Val soal kalung itu, tetapi menjual kalung itu secara terbuka kepada Val hanya akan menjadi deklarasi perang, sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh ayahnya yang berhati-hati. Namun, Joshua Salim tampaknya sudah bertekad untuk melanjutkannya.Lelang ini memperbolehkan topeng, toh sebuah topeng sederhana tidak bisa menyembunyikan identitas seseorang, terutama di kalangan orang-orang yang mampu berada di sini. Namun, tetap saja, Alisa mengenakan topeng. Bukan hanya itu, dia juga mengenakan gaun yang lebih menantang dengan punggung yang terbuka hingga ke pinggangnya, untuk mengelabui orang, seperti yang dia katakan.Namun, Joshua Salim tahu ini hanyalah cara Alisa untuk melampiaskan perasaannya setelah perselisihan dengan Marcel. Dia mengenal putrinya lebih baik daripada siapa pun. Se

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 224 Lelang Pusaka

    "Apa ... apa kamu tahu tentang Keluarga Kumala?" Apa kamu tahu bahwa kamu baru saja memarahi pewaris dari salah satu keluarga paling berkuasa di negara ini? Inilah pertanyaan sebenarnya, yang tidak berani ditanyakan oleh Val.Val melirik ke arah Nico, dengan sedikit kecemasan terdengar dalam suaranya yang bahkan tidak dia sadari sendiri.Mereka menjemput Liana sebelum mengakhiri hari itu. Nico bermain dengan Jelita sepanjang perjalanan ke rumah Liana. Val tidak ingin membicarakan Diego di depan Liana atau Jelita, jadi dia hanya diam karena rasa bersalah yang terus menggerogotinya.Kesepakatan Val dengan Nico adalah tentang Keluarga Salim. Nico membutuhkan Val karena pria itu tidak ingin ada noda di namanya, jadi Val berpikir pria itu tidak akan senang jika harus bermusuhan dengan Keluarga Kumala.Nico menoleh, matanya yang dalam tertuju pada Val sebelum dia mengangguk. "Ya, aku tahu."Val menelan ludah tanpa disadari.Haruskah dia memberitahu pria itu siapa Diego sebenarnya? Nico membe

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 223 Ratu Kecilnya

    "Diego Kumala!" seru Val dengan marah. "Ini benar-benar nggak bisa dipercaya! Ini sudah sangat rendah, bahkan untukmu!"Di balik sudut jalan, berdiri pria yang dia marahi. Di wajah pria itu, ada rasa malu, terkejut, dan ... sedikit rasa marah, marah kepada adik iparnya yang baru saja mencampakkannya agar adik perempuannya tidak kehilangan kendali melihat si mantan suami menculik putri temannya.Betapa kacaunya keluarga asalmu."Liana menolakmu, 'kan?" Val menyilangkan tangan di depan dada, menatap Diego seperti induk kucing yang marah. "Itu sebabnya kamu bersembunyi di sini?""Ehh ... nggak juga ...." Pria itu menggaruk rambutnya dengan senyum meminta maaf. Liana tidak bilang "tidak". Wanita itu sama sekali tidak mengangkat teleponnya yang jutaan kali, begitu juga Val. "Ini murni kebetulan, tapi aku sangat senang bisa melihatmu, Jelita …."Val menyipitkan matanya. Diego cepat-cepat meminta maaf dan mengoreksi, "Maksudku, Valerie.""Namaku Val, dan aku lebih bahagia tanpa kamu, terima k

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 222 Papa Mala

    "Siapa yang mengajarimu memanggilnya Mama Val?" tanya Marcel, mengamati Val dengan hati-hati agar tidak terlihat oleh Val, tetapi juga tidak kehilangan jejak Val.Marcel tidak tahu Val ada di sini dan tidak mengira Jelita akan melompat dari komidi putar saat melihatnya. Dia tahu bahwa Liana membawa Jelita ke sini, jadi dia datang."Dia memang Mama Val .…" jawab Jelita dengan nada terluka dan merasa bingung."Apa dia tahu aku papamu?" tanya Marcel, sudah mengetahui jawabannya.Val tidak tahu. Kalau tahu, Val pasti sudah menghubungkan semuanya.Marcel perlu memberi tahu Val, tetapi dia tidak bisa, karena Nico.Sekeras apa pun Marcel berusaha menyelidiki pria itu, dia tidak menemukan hal yang aneh. Pria itu terlihat bersih. Adam Samid. Itu nama yang ditemukan Marcel. Nama yang sangat biasa, hampir membosankan.Marcel bahkan menemukan mengapa Nico membenci Keluarga Salim. Perusahaan kecil milik Joshua Salim yang sangat dia jaga selama bertahun-tahun itu dibeli dari seorang "Samid" dengan h

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 221 Mama Val

    "Jelita?" Val berkedip, ragu dengan penglihatannya. "Liana, apa kamu lihat Jelita turun? Dia naik kuda poni di tikungan terakhir .…"Sambil mengatakan itu, Val sudah berlari menuju komidi putar yang berputar, napasnya tertahan, dan matanya bergerak cepat dengan panik saat ketakutan menguasainya. Jelita hilang! Dia sangat yakin bahwa Jelita naik kuda poni merah muda, yang sekarang kosong saat melintas di depannya, seolah-olah Val salah ingat."Jelita!" teriak Val, berbalik seiring dengan dunia di sekitarnya yang berputar. Apa dia baru saja kehilangan Jelita? Bagaimana bisa? Jelita baru saja ada di depannya! Val bahkan tidak melepaskan pandangannya! Kuda poni kayu mainan itu hanya melintas di belakang penarik untuk beberapa detik, dan dengan satu putaran seperti itu, seorang anak bisa hilang?"Val, tarik napas!" Liana datang ke sisi Val, suaranya tegas dan cepat. "Jangan ke mana-mana, siapa tahu Jelita kembali. Aku akan mencarinya! Val!"Val ingin menangis. Dia ingin meledak dan berteria

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 220 Firasat Buruk

    "Jadi ... kamu benar-benar percaya pada pria yang bernama Nico itu?" tanya Liana sambil tetap mengawasi Jelita, yang hanya berjarak beberapa inci darinya, tertawa riang di atas korsel yang terus berputar.Menghabiskan hampir seluruh hidupnya di pulau pribadi, taman hiburan terasa seperti dunia ajaib bagi Jelita. Senyuman cerah di wajah tembamnya membuat Liana sulit untuk berkata tidak. Bukan berarti dia ingin menolaknya. Bagaimanapun juga, ini adalah kesempatan terbaik untuk membuat Val menghabiskan waktu bersama Jelita.Joni ingin membawa Jelita kembali ke kotanya setelah Val dipenjara. Mengetahui bagaimana perasaan Val terhadap Diego, Liana memilih untuk membantu Marcel dan menyembunyikan Jelita di sebuah pulau pribadi yang Marcel beli atas nama keluarga neneknya. Setidaknya dengan cara ini, Jelita bisa tumbuh bersama ayahnya.Awalnya, rencana itu berjalan dengan baik.Marcel mengurangi waktu kerjanya di kantor menjadi hanya dua hari, memindahkan sebagian besar pekerjaannya secara d

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 219 Putri Kecilnya

    Setelah berkendara selama 20 menit, mata Val masih dipenuhi oleh amarah dari ledakan emosinya tadi. Dia pernah mencintai pria itu dan juga membencinya. Terlalu menyakitkan untuk tetap menyimpan Marcel di dalam hatinya. Dia ingin pria itu keluar dari hidupnya, tetapi Marcel terus kembali dan mengacaukan segalanya!"Begitu tega padanya, hm?" Nico memecah keheningan dengan nada mengejek. "Yakin nggak akan menyesal? Aku tahu betapa besar cintamu padanya dulu.""Bukan urusanmu!" Val mendengus dingin, nada suaranya sama sekali tidak seperti seorang sugar baby yang dia perlihatkan di hadapan orang lain."Aduh." Pria itu tertawa, sama sekali tidak tersinggung. "Kupikir kita sedang membangun hubungan baik di sini. Apa yang membuatmu kesal, putri kecilku?""Sudah kubilang ...!" Val berbalik dengan marah, tetapi sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya, mobil berbelok tajam, membuatnya terhempas ke arah Nico. "Astaga!"Yang mengejutkan, Nico menangkap bahunya dengan lembut, memastikan dia baik-b

  • Hati Suamiku, Milik Pujaan Hatinya   Bab 218 Sang Pembohong

    "Val!"Val pergi saat Marcel ditahan oleh Keluarga Salim. Saat dia berhasil menyusul, Val sudah berada di dekat mobil mewah hitam pekat yang menunggu tepat di luar gerbang rumah Keluarga Salim.Val tidak berniat menunggunya, sampai Marcel mempercepat langkah dan menyelipkan jarinya di antara pintu yang setengah tertutup.Sejujurnya, dia terkejut karena Val tidak langsung menutup pintu itu dan menjepit jarinya.Namun, raut wajah Val menunjukkan ketidaksabaran yang nyata terhadap caranya menghentikannya."Kamu memang nggak pernah puas dengan apa yang menjadi milikmu saat ini, ya?" ucap Val dingin, berdiri di balik pintu, sementara Marcel merasa seolah-olah pintu itu adalah jarak terjauh di dunia.Dari dalam mobil terdengar dengusan dingin yang nyaris tak terdengar. Marcel mendengarnya. Di kursi belakang duduk pria bertopeng itu, Nico. Nama itu membuatnya muak. Dia tahu pria itu sedang memanfaatkan Val. Atau mungkin lebih buruk lagi, sedang mempermainkannya.Marcel sudah menyelidiki pria

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status