Pagi telah datang dan Helena yang memang rajin bangun pagi sudah lebih dulu membuat teh hangat. Suasana pagi di Berlin cukup dingin meski Helena memakai piyama berbahan tebal. Tidak ada jadwal yang menanti hari ini jadi Helena memutuskan untuk bersantai saja di apartemennya.
âApakah aku berbelanja saja nanti? Kebetulan makanan di sini juga hampir habis,â gumamnya sambil berjalan menuju sofa dan membawa segelas teh hangat. Dia lalu duduk dengan santai dan meminum teh tersebut dengan nikmat. Setelahnya Helena membuka ponsel dan terdapat cukup banyak pemberitahuan dari keluarga dan juga teman-temannya. [ðððšðšððððš] ðð€ð¢ <3: ððð®ðð£ð, ðð¥ðð ðð ð ðð¢ðª ððð§ððšð©ðð§ðððð© ððð£ððð£ ðððð ? ððð¢ðª ð©ðððð ð ðð¡ðð¡ðððð£ ðšððð© ð¢ðð£ðððððð§ð ðððð§ð ðð©ðª, ððªð ðð£? ðð€ð¢ <3: ðð€ð¡ð€ð£ð ððªððªð£ðð ðððª ð£ðð£ð©ð ððð£ð£ðð: ððð , ðð¥ð ð¥ððšðšð¬ð€ð§ð ð¡ðð¥ð©ð€ð¥ð¢ðª ð®ðð£ð ðð ðšðð£ð? ððð ððð¡ððšðšð: ððð, ð ðð£ðð¥ð ð ðð¢ðª ð£ðððð ððð¡ðð£ð ðð ðª ð ðð¡ððª ðªððð ððð¡ðð ð ð ð ðð§ð¢ðð£ :( ð ðð©ð ð£ðððð ðšðð¢ð¥ðð© ð ðð©ðð¢ðª ððððð£ð®ð ⊠ððªðð® ððð«ðð§ð: ðŸðð£ð©ðð , ð ðð¢ðª ðð ðœðð§ð¡ðð£ ð ðð£? ðœððð ðð¡ðð¢ðð© ðð¥ðð§ð©ðð¢ðð£ð¢ðª, ðð ðª ð¢ððª ððð§ð ðªð£ððªð£ð. Helena melengkungkan senyuman saat membaca beberapa pesan dari keluarga dan juga sahabat-sahabatnya. Dirinya mulai membalas pesan satu persatu, kemudian Helena mencoba untuk menghubungi ibunya. âHalo, Ibu?â [Lena sayang ⊠bagaimana acara semalam? Berjalan lancar?] âBerjalan dengan sangat baik. Maaf baru menghubungi, aku semalam langsung tidur saat sampai apartemen.â [Tidak masalah, Nak ⊠Ibu sempat khawatir mengira kamu akan pingsan di sana.] Kekhawatiran sang ibunda jelas mengundang senyuman kecil di wajah Helena. Dia sangat paham, bahwa ibunya pasti masih merasa cemas dengan kondisi kesehatannya. Dengan tutur kata yang lembut, Helena mencoba menenangkan. âItu tidak akan terjadi, Bu.â [Ibu hanya khawatir.] Setelah beberapa waktu berbincang dengan ibunya, Helena pun bergegas ke kamar mandi dan bersiap diri untuk bertemu dengan salah satu sahabatnya yang memang tinggal di Berlin. Kabar mengenai dirinya yang sedang sakit, membawa kekhawatiran tersendiri untuk teman-teman terdekatnya. Ya, tidak ada yang tahu bahwa dia telah mengalami penculikan dan Helena pun tidak berniat untuk memberi tahu hal ini. Sebab di Berlin masih musim gugur, suhu udara pun masih terbilang dingin namun sejuk. Helena memakai atasan lengan panjang berwarna putih gading dengan ðð°ð¯ðš ð€ð°ð¢ðµ coklat muda beserta celana jeans. Rambut hitamnya yang panjang dan bergelombang dibiarkan tergerai dan Helena siap beranjak keluar. Tempat pertemuannya dengan sang sahabat tak terlalu jauh. Dibutuhkan sekitar 20 menit untuk mencapai tujuan dengan menggunakan kereta. Suasana hatinya sedang baik mengingat Helena akhirnya dapat menikmati jalan-jalan santai di Berlin setelah sekian lama. Dia ingat saat dirinya harus terbaring lemah dengan lama di rumah sakit. Itu sungguh membosankan. Sesampai di tempat tujuan, Helena mencari sosok sahabatnya itu dan tak butuh waktu lama baginya untuk menemukannya. âRuby!â âHelena!â Keduanya berpelukan begitu erat. Ini merupakan tanda rindu sebab mereka baru saja bertemu lagi setelah beberapa bulan tidak bertatap muka. Senyum cerah terpampang jelas di wajah wanita berambut kecoklatan tersebut. âKenapa kamu tidak membiarkanku ke apartemenmu?! Aku bisa datang ke sana!â pekik Ruby yang sedikit mengomel. Helena hanya terkekeh dengan omelannya. âAku tidak ingin merepotkanmu.â âTapi kamu baru saja sembuh, anak nakal! Ini, terima ini!â Ruby lalu memberi sebuah dua ð±ð¢ð±ðŠð³ ð£ð¢ðš kepada Helena. Helena pun menerimanya dengan raut wajah kebingungan. âApa ini? Ulang tahunku bahkan sudah lewat.â âHadiah atas kesembuhanmu! Ada juga yang dari grup kelas jadi terimalah. Mereka semua mengkhawatirkanmu.â Helena tersenyum mendengarnya sembari menatap dua hadiah tersebut. Dapat dikatakan bahwa pertemanan Helena di Jerman cukup baik. Dia masih berhubungan erat dengan teman-teman sekampusnya dulu. Dia bahkan tak menyangka bahwa mereka masih mengkhawatirkannya meski jarang bertemu. âTerima kasih,â ucapan tulus datang dari mulut Helena. Mereka berdua pun menikmati jalan-jalan santai sambil berbincang banyak hal. Berlin merupakan ibu kota Jerman yang sangat luas. Meski sebagian besarnya tentu memakai bahasa Jerman, namun tak jarang ada yang memakai bahasa Inggris juga. Tempat ini indah dan membawa kesan tersendiri bagi Helena. Meski dirinya lebih menyukai makanan dari negara asalnya namun Helena tetap menyukai tempat ini. âMengapa kamu tidak mencoba menjadi pengajar di Freie?â tanya Ruby sembari menggigit ð©ð°ðµð¥ð°ðš nya yang masih agak panas. Mereka saat ini duduk di tempat terbuka dengan kedai ð©ð°ðµð¥ð°ðš terenak di sampingnya. Angin yang sejuk membawa kenyamanan tersendiri bagi mereka. âAku ⊠ragu bisa melakukannya.â âKenapa? Kamu kan cerdas. Bahkan kamu adalah anak emas Profesor Schneider.â âTidak, tidak. Dari mana info itu beredar?â âBukankah semua anak jurusan kita mengetahuinya?â Tidak salah tapi juga tidak benar. Bagaimanapun, Helena menyangkal setengah mati mengenai berita simpang siur itu. Memang, dia pernah menjadi asisten dosen untuk Profesornya tersebut tapi itu hanya sebentar. Namun entah kenapa berita tentang dia yang menjadi âanak emasâ beredar begitu saja. âAku pesan dua dan tidak pedas untuk yang satunya. Oh! Tolong pakai keju juga.â pekik seseorang yang sepertinya sedang memesan ð©ð°ðµð¥ð°ðš. Suaranya terdengar sampai ke telinga Helena dan dia merasa pernah mendengar suara ini sebelumnya. Helena kemudian sedikit menengok dan benar saja dugaannya. âSarah?â âOh? Helena, hai!â Pemilik nama Sarah langsung menghampir tempat duduk Helena dengan wajah yang riang. Helena terkadang merasa terpukau dengan sisi ceria dari gadis tersebut. âKita bertemu lagi di sini.â âBenar! Aku tak menyangka akan bertemu denganmu lagi dan apakah kamu bersama temanmu?â tanya Sarah sambil menoleh ke arah Ruby dengan senyuman lebarnya. Ruby mendadak gugup seketika. âIya, ini temanku, namanya Ruby,â ucap Helena sambil memperkenalkan nama sahabatnya tersebut. Ruby yang matanya membesar kala melihat Sarah pun memperkenalan diri dengan amat kaku. âA-aku Ruby âŠâ âAku Sarah! Senang bertemu denganmu!â Helena dengan heran melihat Ruby yang merasa sangat gugup saat berjabat tangan dengan Sarah. Ingin mencairkan suasana, Helena pun membuka mulutnya. âSarah, apakah kamu datang ke sini sendirian?â âTentu saja tidak. Aku bersama kakakku tapi dia tidak mau turun dari mobilnya,â Helena mengangguk paham dan ingin menanyakan, âðð±ð¢ ð¬ð¢ð¬ð¢ð¬ð®ð¶ ð±ð³ðªð¢ ð¥ðŠð¯ðšð¢ð¯ ð³ð¢ð®ð£ð¶ðµ ðŽð¢ðð«ð¶ ðªðµð¶?â namun Helena memilih tutup mulut saja. âBaiklah âŠâ âLalu bagaimana denganmu? Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu sedang berjalan santai dengan temanmu?â âBisa dikatakan seperti itu. Aku baru bertemu dengannya setelah sekian lama jadi di sinilah kami berada sekarang.â âYa, dia baru saja sembuh dari sakitnya. Tentu saja aku ingin merayakan kesembuhannya,â timpal Ruby yang disambut senggolan tangan oleh Helena. Sarah yang mendengar hal tersebut sedikit melebarkan matanya. âKamu baru saja sembuh?! Kamu sakit apa?!â tanya Sarah dengan nada khawatirnya. Bukannya tidak ingin menjawab jujur tetapi Helena merasa bahwa Sarah tidak mengetahui soal penculikannya. Kemungkinan besar memang hanya orang tertentu di keluarga Hanstedorf saja yang tahu. Namun, Helena juga bingung untuk menjawabnya dengan kebohongan. âA-ah ⊠tidak, hanya saja ⊠memang kesehatanku sedang menurun.â âBukankah kamu dirawat inap dan melakukan operasi juga?â timpal Ruby sekali lagi yang membuat Helena melotot ke arahnya. âðð© ðŽð¶ð¯ðšðšð¶ð© ðµðŠð®ð¢ð¯ ðºð¢ð¯ðš ðŽðªð¢ðð¢ð¯.â âOperasi?? Seberapa parah penyakitmu, Helena?!â pekik Sarah yang semakin merasa khawatir. Helena bersumpah ingin menyumpal mulut Ruby dengan botol minuman di depannya. Suasana yang berat ini membuat pusing di kepala Helena mendadak kambuh. âTidak, tidak. Hanya sajaã ¡â âPesanan atas nama Sarah!â âAh, ð©ð°ðµð¥ð°ðš ku sudah ada,â Dewi Fortuna mungkin berada dipihak Helena saat ini juga sehingga dirinya menghela napas dengan lega. Sarah lalu berjalan menghampiri kedai tersebut dan mengambil pesanannya kemudian kembali lagi ke Helena. âApakah kamu akan makan di sini? Bagaimana dengan kakakmu?â âHm ⊠ya, sebenarnya aku ingin makan di sini dulu dan membiarkan kakakku menunggu.â âBukankah kamu harus bilang kepadanya dulu? Membuat orang menunggu terlalu lama itu tidak baik,â ujar Helena yang membuat Sarah berpikir sejenak. Ada raut wajah yang jengkel saat dia memikirkan sesuatu namun Sarah paham maksud baik dari Helena. Hanya saja ⊠âBiarkan saja dia menunggu! Lagipula ini tidak sebanding dengan aku yang selalu menunggu dia!â gerutu Sarah merasa kesal sendiri. Helena dan Ruby hanya saling melempar pandangan. Jelas keduanya merasa bahwa Sarah dipastikan lebih muda dari mereka. âBagaimana kalau kakakmu nanti marah? Sebaiknya bilang saja dulu melalui telpon,â ucap Helena memberi saran sebaik mungkin. Namun sepertinya itu masih belum berhasil. âTapi aku hanya makan sebentar saja di sini. Aku sedang malas melihatnya, dia menyebalkan,â terlihat Sarah memanyunkan bibir bawahnya. Helena merasa ingin tertawa karena gadis ini begitu lucu saat merajuk. Ini mengingatkannya kepada adiknya yang berada di Indonesia. âHuh? Tapi bukankah kamu membeli dua ð©ð°ðµð¥ð°ðš itu untuk kakakmu juga?â âAh ini âŠ,â ada keheningan beberapa detik saat Sarah memandang satu bungkus ð©ð°ðµð¥ð°ðš yang memang diperuntukkan untuk kakaknya itu. âSebaiknya kamu makan bersama dengan kakakmu. Bukankah itu lebih baik?â ujar Helena kembali sambil tersenyum ramah. Terdengar suara decakan kecil dari Sarah yang sepertinya agak kecewa. Namun itu tidak masalah karena Helena tidak ingin jika Sarah sampai bertengkar dengan kakaknya sendiri meski itu sepele. âUhh baiklah ⊠padahal aku masih ingin mengobrol dengan kalian,â terlihat raut wajah Sarah yang sedih ke arah Helena. Tangan Helena pun dengan lembut mengusap kepala rambut ð£ðð°ð¯ð¥ kecoklatan itu. âKalau bertemu lagi, kita akan mengobrol banyak.â âKalau begitu, boleh aku minta nomã ¡â suara Sarah terjeda kala ponselnya berdering dan seketika raut wajahnya berubah. âAh orang sialan ini!â Sarah lalu mengangkat telpon tersebut dengan perasaan jengkel. Helena bisa menebak bahwa itu pasti dari kakaknya. Ruby masih mencoba menghabiskan potongan ð©ð°ðµð¥ð°ðš nya sambil memperhatikan gadis di hadapannya. Tak lama, telpon itu pun usai. âKakakmu?â tanya Helena memastikan dan Sarah mengangguk dengan kesal. âDia ingin aku kembali. Sangat menyebalkan!â âKembalilah sebelum kakakmu menjadi marah.â âHuh, dia sudah marah dan akan selalu begitu. Aku harus kembali sebelum dia ke sini dan menyeretku,â Helena dan Ruby hanya saling bertukar pandang sebab merasa bingung untuk merespon hal tersebut. âBaiklah, sampai jumpa lagi, Sarah.â âSampai jumpa lagi, Helena! Selamat menikmati waktu santaimu dan sampai jumpa juga, Ruby!â Ketiganya saling melambaikan tangan tanda perpisahan. Terdengar suara kelegaan dari Ruby yang membuat Helena menengok ke arahnya. âAda apa denganmu? Gugup tak biasanya.â âHei ⊠beritahu aku, bagaimana kamu bisa mengenalnya?!â âMaksudmu mengenal Sarah?â âIya! Dia! Bagaimana kamu bisa akrab dengannya seperti itu!â Helena mengerutkan keningnya. âMemang kenapa? Apa itu aneh?â âTidak aneh tapi itu membuatku terkejut! Itu sebabnya aku gugup tidak karuan!â celotehan Ruby membuat kening Helena makin berkerut. Helena sungguh tidak paham maksud dari sahabatnya ini. âApa yang membuatmu terkejut? Apakah karena gadis itu terlihat cantik?â âBukan! Ya, itu tidak salah karena termasuk juga tetapi bukan itu intinya! Apakah kamu tidak tahu siapa dia?â Seketika Helena merasa ini seperti kuis dadakan. Haruskah Helena menjawab bahwa Sarah itu adalah anak dari keluarga pembuat senjata? Tapi jika dia berkata seperti itu, tentu akan berbahaya jadi memilih pura-pura tidak tahu adalah jalannya. âHm ⊠memangnya siapa dia?â âDia Sarah Hanstedorf, model majalah bikini!â Seketika Helena tersedak dengan air liurnya sendiri. âA-apa??â Sementara itu, Sarah yang berjalan dengan langkah amarahnya, memasuki mobil hitam Mercedes Benz. Terlihat kakak laki-lakinya yang berambut ðžð©ðªðµðŠ ð£ðð°ð¯ð¥ itu menunggu dengan raut wajah dinginnya. Mereka bahkan tidak menyapa satu sama lain. âAda apa dengan wajahmu?â âKenapa kamu bertanya? Kamu menyebalkan!â âJika kamu tidak ingin kuantar ke tempat baletmu, keluarlah,â ucapan dingin dari kakaknya itu justru membuat Sarah semakin merasa jengkel. Tak ada jawaban yang ingin diucapkan Sarah. Sang kakak pun menyalakan mesin mobilnya namun Sarah tiba-tiba menyodorkan sesuatu. âApa?â âMakananmu!â âTidak perlu.â âTerimalah sialan! Aku memberinya untukmu!â Sarah masih bersikeras untuk memberikan bingkisan ð©ð°ðµð¥ð°ðš itu kepada kakaknya namun masih saja ditolak mentah-mentah. âKubilang, tidak perlu.â âKenapa kamu menjengkelkan?! Kenapa kamu tidak tahu namanya rasa terima kasih?!â âPerhatikan ucapanmu, Sarah Hanstedorf.â Sarah paham dimana dirinya harus berhenti. Tatapan tajam kakaknya membuat dirinya tak bergeming meski dia ingin mengomel lebih banyak lagi. Mobil itu pun akhirnya melaju dengan suasana dingin di dalamnya. âNick,â panggil seseorang ketika pria bernama Nick ini melangkah masuk ke dalam ruang tamu. Setelah mengantar adik paling kecil, dia langsung bergegas ke rumahnya. âDia baik-baik saja. Jadi berhentilah menggangguku untuk memata-matainya,â jelas terdapat sebuah protes dari nadanya. Pria dengan lesung pipi itu lalu tersenyum kala mendengar respon dari adiknya ini. Dia tahu hal ini pasti akan terjadi. âKerja bagus. Bagaimanapun juga, keluarga kita sudah sepakat untuk menjaga wanita itu,â jelasnya yang direspon acuh oleh sang adik. Adik yang biasa dipanggil Nick itu hanya berjalan pergi melewatinya. Namun sang kakak tiba-tiba memanggil namanya lagi. âNick,â âApa lagi?â âBagaimana kalau kita membawa Helena ke rumah ini?ââAku harus segera mencari pekerjaan baru âŠ,â gumam Helena dengan matanya yang agak lelah sebab sudah berjam-jam dirinya di depan laptop. Dirinya merevisi CV berkali-kali agar terlihat menarik para perusahaan. Sesekali dia meregangkan tangan dan tubuhnya itu. Lalu dia sedikit merintih saat bekas luka di bagian pinggang kanannya agak tertarik.âAduh! Luka ini.âJelas bahwa bekas luka itu berasal dari kejadian mematikan 4 bulan lalu. Sebenarnya Helena masih merasa takjub dengan dirinya sendiri karena masih dapat bertahan hidup hingga saat ini. Ya, meski itu memang tujuan para penculik untuk membuatnya tetap hidup agar dapat disiksa perlahan tetapi sedikit keberuntungannya itu membawa secercah kehidupan untuknya. Jika bukan karena pria misterius yang dulu pernah menyelamatkannya, mungkin tidak ada Helena saat ini.âKira-kira, siapa ya orang itu?â gumamnya sambil bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya Helena masih merasa penasaran dengan pria bertopeng tak dikenal itu. Sebelumnya dia pernah
Hari telah berganti dan hari ini adalah hari pertama Helena bekerja di tempat keluarga Hanstedorf. Helena mengemasi beberapa barangnya untuk dibawa ke mansion tersebut. Sedikit demi sedikit dia akan membawa beberapa barang pentingnya pindah. Helena tidak berniat untuk mengosongkan apartemen begitu saja. Sebab, tempat itu dapat digunakan untuk keluarganya jika mereka berkunjung.Helena sendiri sebenarnya masih tidak menyangka akan mendapat pekerjaan baru dengan cara seperti ini. Entah itu hasil rekomendasi ayahnya atau bukan, setidaknya Helena dapat kembali beraktifitas. Lagipula dia merasa bahwa keluarga Hanstedorf memiliki kenyamanan tersendiri baginya. Dimulai dari Sarah, Luke, lalu Jason, semuanya ramah dan baik kepadanya. Helena tidak ingin terlalu naif tetapi bisa dikatakan bahwa instingnya selalu benar.Meski dirinya belum berkenalan lebih jauh dengan beberapa orang lainnya di mansion itu, tetapi itu sudah cukup bagi Helena. Helena ingin melakukan yang terbaik meski pekerjaannya
âððšð© ⊠lukaku.âSaat Helena melihat bekas jahitan di pinggang kanannya, dia merasa sedikit jijik. Luka ini seolah meninggalkan banyak trauma yang tak dapat Helena lupakan. Namun baginya, trauma merupakan hal yang lebih baik dihadapi saja agar berdamai dengan sendirinya. Meski sebagian dalam dirinya menolak akan hal tersebut.Pagi di Berlin dapat mencapai 11 derajat atau bahkan kurang dari itu mengingat ini masih musim gugur. Terkadang hidung Helena akan terasa beku mendadak sebab dia sebenarnya tidak begitu kuat dengan suhu dingin. Meski begitu, Helena masih menikmati kota di negara ini.Bisa dikatakan bahwa semalam adalah hari pertama Helena tidur di tempat tinggal yang baru yakni mansion Hanstedorf. Dia masih tidak menyangka bahwa kamarnya cukup luas, sedikit lebih dari kamar yang berada di apartemennya. Helena tidur cukup pulas yang menandakan dia memang nyaman. Pagi ini Helena akan sarapan untuk pertama kalinya di sini. Langkah kakinya menuruni anak tangga dengan perlahan.âHel
Malam telah menunjukkan waktu dini hari dan Helena mendadak terbangun dengan keringat dingin di pelipisnya. Kepalanya terasa berat. Mimpi buruk tentang penculikannya mendadak menghantui alam bawah sadarnya. âSial ⊠ini bahkan masuk ke mimpiku,â gerutu Helena sembari memegang kepalanya yang pusing. Kejadian itu memang membawa luka yang cukup dalam baginya. Tentu, tidak mungkin Helena akan lupa begitu saja. Namun Helena bersikeras untuk mengabaikan potongan-potongan memori buruk itu. Tapi siapa sangka itu akan membawanya ke dalam mimpi buruk.âAku harus minum sesuatu untuk menenangkanku,â gumamnya lalu bangkit dari tempat tidur. Helena lalu melangkah keluar dari kamar dan terlihat lorong lantai ini begitu sunyi.âTentu saja semuanya sudah tidur.âMeski sepi, tetapi beruntung penerangan di mansion pada waktu ini masih terbilang cukup terang. Walau ada beberapa area yang gelap. Dapur berada di lantai paling dasar. Harus melewati pintu halaman belakang dulu untuk mencapai ke sana. Karena
âHahahahaha kita sebentar lagi akan menjadi kaya raya!â ucap salah satu seorang pria dengan suara begitu keras, yang disusul oleh sorakan meriah dari beberapa pria lainnya di dalam ruangan tersebut. Suasana saat ini begitu pekat, berisik, dan kotor. Semua tampak begitu bahagia terkecuali satu orang yang mulutnya terikat sobekan kain dengan erat. Itu adalah seorang wanita yang keadaannya begitu lusuh dan penuh dengan beberapa luka di sekitar wajah serta tubuhnya. Kedua tangannya tak dapat bergerak sebab rantai yang mengikatnya begitu kuat. Dia hanya memasang wajah sendu dengan tubuh kecilnya yang sudah lemas. Matanya juga sembab dan dirinya berpikir bahwa jiwanya sudah tidak ada di raganya saat ini.Dia hanya ingin mati.Tapi itu tidak dibiarkan terjadi. Para penculik-penculik tersebut masih berusaha keras untuk membuatnya tetap hidup meski dia terus disiksa berkali-kali hanya untuk membuat sebuah ancaman kepada keluarganya. Bahkan air matanya saja sudah kering. Dia lelah. Dia hanya in
ã ¡ 4 bulan kemudian ã ¡[Lena, apa kamu yakin akan melakukannya?] tanya seorang wanita paruh baya dari seberang telepon dengan nada khawatir. Helena yang masih berdandan di depan cermin pun menjawab dengan senyuman, walau senyumannya tersebut tak dapat dilihat oleh wanita paruh baya itu.âTidak apa-apa, Ibu. Aku baik-baik saja. Lagipula, aku hanya perlu menggantikan ayah saja âkan?â[Itu memang benar tapi ⊠bagaimana dengan kondisimu?]âAku sehat 100%. Ibu tidak perlu khawatir, setelah acaranya usai, aku akan beristirahat.â Helena mencoba menenangkan sang ibunda yang masih mengkhawatirkan kondisinya. Sudah 4 bulan berlalu semenjak kejadian mematikan itu terjadi. Helena jelas mengingat hal tersebut ketika dirinya tersadar dari koma selama dua bulan. Dia masih bisa merasakan bagaimana tubuhnya disiksa oleh para penculik, disuntik obat yang tidak diketahui, dan membuatnya tidak dapat pingsan dengan mudah. Keinginannya untuk mati pada saat itu sangat tinggi. Bahkan dia meminta maaf kepada k