Malam telah menunjukkan waktu dini hari dan Helena mendadak terbangun dengan keringat dingin di pelipisnya. Kepalanya terasa berat. Mimpi buruk tentang penculikannya mendadak menghantui alam bawah sadarnya.
“Sial … ini bahkan masuk ke mimpiku,” gerutu Helena sembari memegang kepalanya yang pusing. Kejadian itu memang membawa luka yang cukup dalam baginya. Tentu, tidak mungkin Helena akan lupa begitu saja. Namun Helena bersikeras untuk mengabaikan potongan-potongan memori buruk itu. Tapi siapa sangka itu akan membawanya ke dalam mimpi buruk. “Aku harus minum sesuatu untuk menenangkanku,” gumamnya lalu bangkit dari tempat tidur. Helena lalu melangkah keluar dari kamar dan terlihat lorong lantai ini begitu sunyi. “Tentu saja semuanya sudah tidur.” Meski sepi, tetapi beruntung penerangan di mansion pada waktu ini masih terbilang cukup terang. Walau ada beberapa area yang gelap. Dapur berada di lantai paling dasar. Harus melewati pintu halaman belakang dulu untuk mencapai ke sana. Karena mansion ini luas, terkadang Helena masih agak tersesat. “Aku harus sering berkeliling di sini agar tidak lupa ….” Segera Helena mengambil sebuah minuman kaleng di kulkas dan berniat keluar sejenak ke halaman belakang untuk mencari udara segar. Tepat dari arah pintu kaca ini, sudah terlihat kolam renang yang cukup besar dengan lampu-lampu menerangi di sekelilingnya. “Bukankah harusnya air kolam itu tenang?” tanyanya dalam hati saat melihat gelombang permukaan air kolam renang tersebut bergerak. Ada keraguan sejenak dalam benak Helena sebelum akhirnya memutuskan dengan berani untuk mendekat. “Tidak mungkin itu kan?” Bukannya Helena takut dengan hantu, tetapi Helena pernah mendengar suatu cerita tentang hantu kolam renang semasa sekolahnya dulu. Cerita itu begitu populer sehingga ada hari di mana temannya tidak ingin berenang untuk sementara waktu. Helena percaya tidak percaya soal hal ini karena dia tidak pernah bertemu dengan yang namanya makhluk halus, maka dari itu Helena tidak terlalu takut dengan hal supranatural semacam itu. Tapi kali ini sepertinya adalah momennya. Helena meremas minuman kaleng di tangannya dengan langkah kaki perlahan mendekati kolam renang. Dia tidak salah lihat. Helena yakin bahwa permukaan air kolam renang itu bergerak seolah ada sesuatu di dalamnya. Rasa penasaran bercampur dengan rasa cemas. Detak jantungnya berirama cepat. Setelah dia lebih mendekat … “Oh! Astaga!” Hampir saja Helena terkena serangan jantung saat seorang pria berambut putih muncul dari kolam renang itu tiba-tiba. Ternyata itu adalah Nicholas. “Nick?” Sungguh Helena berkedip banyak sebab matanya tidak percaya bahwa pria tersebut benar-benar muncul dari kolam renang. Sepertinya Helena lebih terkejut bahwa itu adalah Nicholas dibandingkan dengan hantu. Yang menjadi pertanyaannya adalah,“Orang gila mana yang berenang dini hari ….” Orang gila itu adalah Nicholas. “Kamu … berenang jam segini?” tanya Helena dengan rasa takjub sekaligus merasa tidak masuk akal. Masalahnya suhu di Berlin pada malam hari ini sangat dingin. Bahkan Helena yang memakai piyama tebal lengan panjang saja masih merasa agak kedinginan. Tetapi pria ini … “Kenapa kamu ke sini? Ingin berenang juga?” “Tentu saja tidak. Apakah kamu tidak kedinginan?” “Tidak.” Nicholas lalu beranjak dari kolam itu yang membuat Helena sedikit mundur karena tidak mau terkena cipratan air. Terlihat bentuk tubuh seorang Nicholas di sini. Otot-otot perutnya begitu terbentuk sempurna seolah itu hasil dari pahatan karya seseorang. Helena hanya diam sambil menyeruput minumannya meski matanya mencuri pandang ke arah Nicholas. “Hei! Itu minumanku!” pekik Helena terkejut sebab Nicholas dengan spontan merampas kaleng minumannya dan meminumnya secara langsung. Sungguh, perilakunya tidak dapat ditebak. “Bukankah minuman bersoda tidak boleh diminum olehmu?” “Siapa yang mengatakan hal itu?” “Kamu baru pulih.” “Aku sudah benar-benar sembuh dari satu bulan lalu!” Sebenarnya Helena masih ingin memprotes lebih banyak tetapi Nicholas hanya tersenyum miring dan mengambil handuk untuk mengeringkan rambutnya. Mata Nicholas lalu mengikuti pergerakan Helena yang tiba-tiba duduk di kursi santai kolam renang. “Jika ingin berenang, berenanglah.” “Aku tidak kuat dingin sepertimu.” “Apa bedanya dengan kamu duduk di sini sekarang?” “Uhh aku hanya perlu udara segar untuk menenangkan pikiranku.” Mendengar hal itu, Nicholas pun memutuskan untuk duduk di kursi santai yang memang berhadapan dengan kursi Helena. Terlihat Helena hanya diam memandang ke arah kolam renang dengan rambut panjangnya yang sedikit tersapu angin. Matanya sayu, terlihat memang baru saja bangun dari tidur. Nicholas bukanlah orang yang memiliki kepedulian. Tetapi, menanyakan hal yang ingin dia tahu adalah sesuatu yang masih dia lakukan meski sebenarnya tidak terlalu penting untuknya. “Apa yang mengganggumu?” “Hanya mimpi buruk.” “Tentang penculikanmu?” Helena langsung terdiam. Jelas, diamnya Helena merupakan tanda iya bagi Nicholas. Sebenarnya Helena tidak ingin mengingat mimpi buruk itu. Mengingat berbagai momen yang hampir membuatnya kehilangan nyawa, tidaklah menyenangkan. Karena tak ada pembicaraan lebih lanjut mengenai hal ini, Nicholas pun beranjak dari tempat duduknya, “Aku akan masuk dan mengunci pintu.” “Kenapa kamu mau mengunciku?!” sontak Helena bergegas menyusul Nicholas untuk masuk ke dalam rumah. Rasa hangat tiba-tiba memeluk tubuh Helena. Suhu di dalam rumah ini cukup terasa hangat dan menjadi kelegaan tersendiri bagi Helena, “Oh hangatnya ….” Melihat Nicholas yang pergi menuju dapur, Helena juga ikut di belakangnya. Niatnya adalah mengambil minuman kaleng bersoda lagi sebab yang sebelumnya sudah dihabiskan oleh Nicholas tanpa seizinnya. Namun saat Helena ingin mengambil minuman tersebut dari kulkas, Nicholas tiba-tiba menutup kulkasnya. “Hei! Kenapa ditutup?! Aku ingin minum.”"Minuman bersoda lagi?"
"Tentu saja! Itu karena kamu menghabiskan milikku tanpa seizinku."
“Minum saja ini.” Nicholas lalu mengambil sebuah botol minuman dan memberikannya kepada Helena. Helena sedikit memiringkan kepala sebab perasaan bingung saat menerima botol tersebut. “Apa ini? Terlihat asing.” “Canelazo. Minuman rempah khas Ekuador.” Helena baru mendengar nama minuman tersebut untuk pertama kalinya. Kemudian dia dengan ragu membuka tutup botolnya dan sedikit mencium aromanya. “Apakah ini minuman tradisional?” “Iya.” “Oh … terima kasih.” Helena lalu mencoba meminumnya dengan berhati-hati. Nicholas hanya diam bersandar di meja bartender sembari menatap Helena dan meminum kaleng birnya. Minuman itu sebenarnya oleh-oleh yang dibawa Nicholas pulang saat dia bekerja. Menurut informasi, minuman tersebut lebih ke minuman herbal. Terlihat ekspresi Helena yang berubah-ubah. “Wahh rasanya agak manis, asam, dan ada rasa cengkehnya. Tetapi ini cukup enak di perutku. Ini seperti minuman herbal,” ucap Helena yang tersenyum sebab merasa puas dengan minuman baru ini. Matanya lalu melirik ke arah pria berkulit putih pucat itu, “Hm … kamu mau?” “Habiskan saja,” Nicholas lalu membuang kaleng birnya dan beranjak pergi, meninggalkan Helena yang masih menikmati minuman rempah itu. “Apakah kamu ingin kembali ke kamar?” “Iya.” “Baiklah. Selamat beristirahat dan terima kasih untuk minuman ini, Nick.” Nicholas tak merespon apapun. Melainkan tetap pergi menaiki anak tangga. Helena hanya diam berdiri melihat punggung lebar itu menghilang dari pandangannya. Berkat minuman itu, setidaknya Helena merasakan hangat dan dapat menenangkan pikirannya. Ini unik. Tetapi, Helena merasa bahwa Nicholas tidak seburuk itu. “Ya … dia tidak begitu buruk meski sikapnya seperti itu.”“Hahahahaha kita sebentar lagi akan menjadi kaya raya!” ucap salah satu seorang pria dengan suara begitu keras, yang disusul oleh sorakan meriah dari beberapa pria lainnya di dalam ruangan tersebut. Suasana saat ini begitu pekat, berisik, dan kotor. Semua tampak begitu bahagia terkecuali satu orang yang mulutnya terikat sobekan kain dengan erat. Itu adalah seorang wanita yang keadaannya begitu lusuh dan penuh dengan beberapa luka di sekitar wajah serta tubuhnya. Kedua tangannya tak dapat bergerak sebab rantai yang mengikatnya begitu kuat. Dia hanya memasang wajah sendu dengan tubuh kecilnya yang sudah lemas. Matanya juga sembab dan dirinya berpikir bahwa jiwanya sudah tidak ada di raganya saat ini.Dia hanya ingin mati.Tapi itu tidak dibiarkan terjadi. Para penculik-penculik tersebut masih berusaha keras untuk membuatnya tetap hidup meski dia terus disiksa berkali-kali hanya untuk membuat sebuah ancaman kepada keluarganya. Bahkan air matanya saja sudah kering. Dia lelah. Dia hanya in
ㅡ 4 bulan kemudian ㅡ[Lena, apa kamu yakin akan melakukannya?] tanya seorang wanita paruh baya dari seberang telepon dengan nada khawatir. Helena yang masih berdandan di depan cermin pun menjawab dengan senyuman, walau senyumannya tersebut tak dapat dilihat oleh wanita paruh baya itu.“Tidak apa-apa, Ibu. Aku baik-baik saja. Lagipula, aku hanya perlu menggantikan ayah saja ‘kan?”[Itu memang benar tapi … bagaimana dengan kondisimu?]“Aku sehat 100%. Ibu tidak perlu khawatir, setelah acaranya usai, aku akan beristirahat.” Helena mencoba menenangkan sang ibunda yang masih mengkhawatirkan kondisinya. Sudah 4 bulan berlalu semenjak kejadian mematikan itu terjadi. Helena jelas mengingat hal tersebut ketika dirinya tersadar dari koma selama dua bulan. Dia masih bisa merasakan bagaimana tubuhnya disiksa oleh para penculik, disuntik obat yang tidak diketahui, dan membuatnya tidak dapat pingsan dengan mudah. Keinginannya untuk mati pada saat itu sangat tinggi. Bahkan dia meminta maaf kepada k
Pagi telah datang dan Helena yang memang rajin bangun pagi sudah lebih dulu membuat teh hangat. Suasana pagi di Berlin cukup dingin meski Helena memakai piyama berbahan tebal. Tidak ada jadwal yang menanti hari ini jadi Helena memutuskan untuk bersantai saja di apartemennya. “Apakah aku berbelanja saja nanti? Kebetulan makanan di sini juga hampir habis,” gumamnya sambil berjalan menuju sofa dan membawa segelas teh hangat. Dia lalu duduk dengan santai dan meminum teh tersebut dengan nikmat. Setelahnya Helena membuka ponsel dan terdapat cukup banyak pemberitahuan dari keluarga dan juga teman-temannya.[𝙈𝙚𝙨𝙨𝙖𝙜𝙚𝙨] 𝙈𝙤𝙢 𝙎𝙖𝙮𝙖𝙣𝙜, 𝙖𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙗𝙚𝙧𝙞𝙨𝙩𝙞𝙧𝙖𝙝𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙞𝙠? 𝙆𝙖𝙢𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙠𝙚𝙡𝙚𝙡𝙖𝙝𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙝𝙖𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙖𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙞𝙩𝙪, 𝙗𝙪𝙠𝙖𝙣? 𝙈𝙤𝙢 𝙏𝙤𝙡𝙤𝙣𝙜 𝙝𝙪𝙗𝙪𝙣𝙜𝙞 𝙄𝙗𝙪 𝙣𝙖𝙣𝙩𝙞 𝙃𝙖𝙣𝙣𝙖𝙝: 𝙆𝙖𝙠, 𝙖𝙥𝙖 𝙥𝙖𝙨𝙨𝙬𝙤𝙧𝙙 𝙡𝙖𝙥𝙩𝙤𝙥𝙢𝙪 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙞 𝙨𝙞𝙣𝙞? 𝙈𝙞𝙖 𝙈𝙚𝙡𝙞𝙨𝙨𝙖: 𝙃𝙚𝙞
“Aku harus segera mencari pekerjaan baru …,” gumam Helena dengan matanya yang agak lelah sebab sudah berjam-jam dirinya di depan laptop. Dirinya merevisi CV berkali-kali agar terlihat menarik para perusahaan. Sesekali dia meregangkan tangan dan tubuhnya itu. Lalu dia sedikit merintih saat bekas luka di bagian pinggang kanannya agak tertarik.“Aduh! Luka ini.”Jelas bahwa bekas luka itu berasal dari kejadian mematikan 4 bulan lalu. Sebenarnya Helena masih merasa takjub dengan dirinya sendiri karena masih dapat bertahan hidup hingga saat ini. Ya, meski itu memang tujuan para penculik untuk membuatnya tetap hidup agar dapat disiksa perlahan tetapi sedikit keberuntungannya itu membawa secercah kehidupan untuknya. Jika bukan karena pria misterius yang dulu pernah menyelamatkannya, mungkin tidak ada Helena saat ini.“Kira-kira, siapa ya orang itu?” gumamnya sambil bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya Helena masih merasa penasaran dengan pria bertopeng tak dikenal itu. Sebelumnya dia pernah
Hari telah berganti dan hari ini adalah hari pertama Helena bekerja di tempat keluarga Hanstedorf. Helena mengemasi beberapa barangnya untuk dibawa ke mansion tersebut. Sedikit demi sedikit dia akan membawa beberapa barang pentingnya pindah. Helena tidak berniat untuk mengosongkan apartemen begitu saja. Sebab, tempat itu dapat digunakan untuk keluarganya jika mereka berkunjung.Helena sendiri sebenarnya masih tidak menyangka akan mendapat pekerjaan baru dengan cara seperti ini. Entah itu hasil rekomendasi ayahnya atau bukan, setidaknya Helena dapat kembali beraktifitas. Lagipula dia merasa bahwa keluarga Hanstedorf memiliki kenyamanan tersendiri baginya. Dimulai dari Sarah, Luke, lalu Jason, semuanya ramah dan baik kepadanya. Helena tidak ingin terlalu naif tetapi bisa dikatakan bahwa instingnya selalu benar.Meski dirinya belum berkenalan lebih jauh dengan beberapa orang lainnya di mansion itu, tetapi itu sudah cukup bagi Helena. Helena ingin melakukan yang terbaik meski pekerjaannya
“𝘜𝘨𝘩 … lukaku.”Saat Helena melihat bekas jahitan di pinggang kanannya, dia merasa sedikit jijik. Luka ini seolah meninggalkan banyak trauma yang tak dapat Helena lupakan. Namun baginya, trauma merupakan hal yang lebih baik dihadapi saja agar berdamai dengan sendirinya. Meski sebagian dalam dirinya menolak akan hal tersebut.Pagi di Berlin dapat mencapai 11 derajat atau bahkan kurang dari itu mengingat ini masih musim gugur. Terkadang hidung Helena akan terasa beku mendadak sebab dia sebenarnya tidak begitu kuat dengan suhu dingin. Meski begitu, Helena masih menikmati kota di negara ini.Bisa dikatakan bahwa semalam adalah hari pertama Helena tidur di tempat tinggal yang baru yakni mansion Hanstedorf. Dia masih tidak menyangka bahwa kamarnya cukup luas, sedikit lebih dari kamar yang berada di apartemennya. Helena tidur cukup pulas yang menandakan dia memang nyaman. Pagi ini Helena akan sarapan untuk pertama kalinya di sini. Langkah kakinya menuruni anak tangga dengan perlahan.“Hel