Beranda / Romansa / Hati Sang Bayangan / 6. Pertemuan Pertama

Share

6. Pertemuan Pertama

Penulis: Annelieser
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-05 12:53:12

“𝘜𝘨𝘩 … lukaku.”

Saat Helena melihat bekas jahitan di pinggang kanannya, dia merasa sedikit jijik. Luka ini seolah meninggalkan banyak trauma yang tak dapat Helena lupakan. Namun baginya, trauma merupakan hal yang lebih baik dihadapi saja agar berdamai dengan sendirinya. Meski sebagian dalam dirinya menolak akan hal tersebut.

Pagi di Berlin dapat mencapai 11 derajat atau bahkan kurang dari itu mengingat ini masih musim gugur. Terkadang hidung Helena akan terasa beku mendadak sebab dia sebenarnya tidak begitu kuat dengan suhu dingin. Meski begitu, Helena masih menikmati kota di negara ini.

Bisa dikatakan bahwa semalam adalah hari pertama Helena tidur di tempat tinggal yang baru yakni mansion Hanstedorf. Dia masih tidak menyangka bahwa kamarnya cukup luas, sedikit lebih dari kamar yang berada di apartemennya. Helena tidur cukup pulas yang menandakan dia memang nyaman. Pagi ini Helena akan sarapan untuk pertama kalinya di sini. Langkah kakinya menuruni anak tangga dengan perlahan.

“Helena,” panggil seseorang yang membuat langkah Helena terhenti. Helena kemudian menengok ke belakang.

“Hai Jason, ada apa?”

“Luke ingin memintamu datang ke ruang kerjanya saat ini.”

Oh? Baiklah. Aku akan segera ke sana. Terima kasih.”

Mendengar informasi tersebut Helena kembali menaiki anak tangga dan menuju ruang kerja Luke. Mungkin ada sesuatu yang penting, pikir Helena. Dia lalu mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam ruangan tersebut.

“Selamat pagi …,” sapa Helena yang disambut oleh senyum lesung pipi Luke.

Ah, ini dia. Selamat pagi, Helena.”

“Apakah ada yang bisa kubantu atau kukerjakan?” tanya Helena dengan nada ramah. Luke pagi ini terlihat begitu sibuk. Kadang Helena merasa bahwa Luke jarang tidur karena dia jarang melihat Luke keluar dari ruangan ini selain makan atau menerima tamu.

“Maaf mengganggu waktu sarapanmu, tapi bisakah kamu mengantar dokumen ini ke kamar Nicholas?”

“Ke kamar … adikmu?”

“Ya, dia baru saja kembali tadi dan buru-buru ingin mendapat data dari perusahaan yang dia minta. Bisakah kamu mengantarkannya? Mungkin kamu dapat sekaligus berkenalan dengannya.”

Ada keheningan beberapa detik saat Helena menatap dokumen yang dipegang Luke tersebut. Jelas, dia tidak mungkin menolaknya. Hanya mengantarkan dokumen bukanlah tugas yang sulit. Tapi yang menjadi kendala adalah bagaimana Helena harus berhadapan dengan orang yang disebut Luke 𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘮𝘢𝘩 itu?

“Tentu saja. Biar aku antarkan ini.”

“Terima kasih, Helena. Kamarnya di lantai tiga paling ujung sebelah barat. Semoga kamu dapat berkenalan dengan baik.”

Helena kemudian menerima dokumen tersebut dan keluar dari ruang kerja Luke. Hatinya berdegup kala kakinya melangkah menaiki anak tangga dan berjalan ke ujung barat mansion tersebut. Sampailah dirinya di depan pintu kamar Nicholas. Helena menarik napasnya dalam untuk menenangkan diri. Dia harus rileks agar memberi kesan yang baik.

Tok tok tok

"Permisi ...," ketika pintu itu diketuk, tak ada jawaban apapun. Mungkin ada sepersekian detik Helena mengatung di depan pintu kamar itu. Namun saat Helena ingin mengetuk pintunya lagi, tiba-tiba suara berat terdengar dari dalam yang mengizinkannya masuk. Dengan ragu, Helena membuka pintu.

Terlihat ada pria berambut putih seperti salju sedang duduk di meja kerjanya. Memakai kacamata dan menatap tajam ke arahnya saat Helena jalan mendekat. Kulitnya putih pucat, memakai kemeja berwarna abu gelap, dan Helena juga dapat melihat warna kebiruan di matanya. Sejujurnya Helena merasa cukup gugup meski dia telah memantapkan mentalnya untuk bertemu pria ini.

“𝘜𝘩𝘮 … selamat pagi, tuan Nicholas. Namaku Helena Darvamawish, aku adalah Sekretaris baru tuan Luke. Maaf mengganggu waktumu tapi aku hanya ingin mengantar dokㅡ”

“Sudah pulih rupanya?”

Pertanyaan mendadak itu jelas membuat Helena terdiam sejenak. Merasa bingung dengan hal tersebut, Helena tak bisa merespon banyak.

Huh?”

“Kamu tidak ingat?” sekali lagi pertanyaan itu membuat Helena mengerutkan kening. Entah apa maksud konteks pertanyaan tersebut tetapi apakah ini berhubungan dengan peristiwa 4 bulan lalu?

“Apa … yang harus kuingat?” tanya Helena dengan ragu. Pria bernama Nicholas itu melepas kacamatanya dan berdiri dari tempat duduknya. Kepala Helena sedikit terangkat secara refleks saat Nicholas berjalan mendekat ke arahnya. Sungguh, pria ini sangatlah tinggi. Kemungkinan besar lebih tinggi dibanding Luke. Bahkan postur tubuhnya seperti model. Ini jelas pertama kalinya Helena dapat melihat pria yang biasa dia sebut berambut salju secara dekat. Helena tak menyangka bahwa Nicholas lebih seperti pangeran dari negeri dingin.

“Tidak mungkin kamu melupakannya, bukan?”

“Aku tidak mengerti maksudmu ….”

“Helena, kamulah yang telah membuang waktuku untuk menyelamatkanmu.”

𝘋𝘶𝘨!

Jantung Helena seketika berdetak kencang saat mendengar pernyataan tersebut. Pupilnya mengecil sebab rasa terkejut. Apakah ini orangnya? Si pria bertopeng misterius yang pernah menyelamatkannya 4 bulan lalu? Jika memang benar, berarti Helena dapat menyimpulkan bahwa sudah pasti ayahnya yang menghubungi pihak Hanstedorf untuk membantu menyelamatkannya. Meski merasa terkejut dengan pernyataan tiba-tiba itu, Helena tetap memasang wajah tenangnya.

Ah … apakah kamu pria bertopeng itu?”

“Kamu menyimpan memori dengan baik di kepalamu.”

“Kenapa … kamu mau menyelamatkanku jika itu memberatkanmu?” tanya Helena dengan berani. Nicholas terdiam sejenak sambil menatap Helena dengan cukup tajam. Terlihat sorot mata Helena seolah memintanya untuk memberikan jawaban.

“Tidak ada pilihan.”

“Tidak ada pilihan?”

“Aku sudah menolak tapi Luke bersikeras memintaku untuk ke Roma dengan dalih demi menyelamatkan nyawa seorang anak dari si jenius Darvamawish.”

Helena tak bergeming. Sudah dipastikan itu atas permohonan ayahnya juga untuk menyelamatkannya. Tetapi yang sedikit mengganjal adalah sepertinya pria ini bukanlah pria yang mudah untuk diperintah begitu saja meski butuh pemaksaan.

“Apakah itu permohonan dari ayahku?”

“Bukankah itu sudah jelas?”

Nicholas lalu mengambil dokumen yang dipegang Helena dan sedikit membaca per lembarnya secara cepat. Helena masih diam. Haruskah dirinya berterima kasih untuk itu?

“Terima … kasih sudah menyelamatkanku saat itu. Meski itu menyita waktu terbaikmu,” ucap Helena agak menunduk yang membuat Nicholas kembali menatapnya.

“Nick.”

“Huh?”

“Panggil saja Nick. Tanpa sebutan ‘tuan’.”

Helena hanya berkedip menatap Nicholas saat mendengar hal itu. Sepertinya memang keluarga ini tidak menyukai hal yang terlalu formalitas. Meski kemungkinan besar itu hanya berlaku di rumah ini. Mungkin berbeda jika di luar sana?

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan pergi. Senang berkenalan denganmu, Nick,” pamit Helena sambil tersenyum kemudian melangkah keluar dari kamar tersebut. Tatapan Nicholas terus tertuju kepada Helena sampai wanita tersebut menutup pintunya.

Helena langsung menghela napas berat tanda lega karena sudah keluar dari kamar tersebut. Sepanjang dirinya menghadapi pria bagai es itu, Helena sedikit menahan napas. Entah kenapa aura pria tersebut sangat berbeda dengan Luke. Seolah Helena sedang menghadapi 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘵𝘪𝘩 yang sedang beristirahat.

Meski begitu, setidaknya Helena sudah mendapatkan jawaban dari apa yang dia pikirkan sebelumnya. Walau samar dalam ingatan Helena, pria bertopeng itu memang memiliki postur tubuh yang besar dan tinggi. Dia masih tak menyangka akan bertemu dengan pria misterius tersebut di sini yang ternyata adalah anak dari keluarga Hanstedorf.

“Semoga aku tidak selalu berhadapan dengannya di masa depan."

Bab terkait

  • Hati Sang Bayangan   7. Nightmare

    Malam telah menunjukkan waktu dini hari dan Helena mendadak terbangun dengan keringat dingin di pelipisnya. Kepalanya terasa berat. Mimpi buruk tentang penculikannya mendadak menghantui alam bawah sadarnya. “Sial … ini bahkan masuk ke mimpiku,” gerutu Helena sembari memegang kepalanya yang pusing. Kejadian itu memang membawa luka yang cukup dalam baginya. Tentu, tidak mungkin Helena akan lupa begitu saja. Namun Helena bersikeras untuk mengabaikan potongan-potongan memori buruk itu. Tapi siapa sangka itu akan membawanya ke dalam mimpi buruk.“Aku harus minum sesuatu untuk menenangkanku,” gumamnya lalu bangkit dari tempat tidur. Helena lalu melangkah keluar dari kamar dan terlihat lorong lantai ini begitu sunyi.“Tentu saja semuanya sudah tidur.”Meski sepi, tetapi beruntung penerangan di mansion pada waktu ini masih terbilang cukup terang. Walau ada beberapa area yang gelap. Dapur berada di lantai paling dasar. Harus melewati pintu halaman belakang dulu untuk mencapai ke sana. Karena

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Hati Sang Bayangan   8. Plan

    Pagi telah menyinari dan wajah Helena terlihat tidak begitu bagus saat ini. Hal itu disebabkan oleh kepingan memori buruknya yang masih menghantui pemikirannya malam itu. Beruntung Helena dapat memaksakan diri untuk tidur. Jika tidak, dia benar-benar akan terlihat seperti mayat hari ini.“Apakah tidak ada cara untuk melenyapkan memori buruk itu?” gerutunya yang kesal sendiri. Meski seperti kurang tidur, Helena tetap dapat bangun pagi untuk menjalani aktivitasnya sebagai Sekretaris. Dirinya bahkan sudah rapi dengan cepat. Yang perlu dilakukannya saat ini adalah sarapan lalu mengerjakan pekerjaannya.Ketika Helena keluar dari kamar, samar-samar dia mendengar suara keributan di lantai dasar. Sepertinya itu dari arah meja makan. Helena melangkah menuruni tangga dan suara itu terdengar semakin jelas. Yang menarik adalah Helena seperti mengenali suara ini.“Kenapa kamu tidak menjemputku?!”“Ada Josh, kenapa harus aku?”“Jarak dari sini ke Hotel lebih jauh daripada jarak darimu di bandara!”

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Hati Sang Bayangan   9. Kereta

    “Kenapa harus dengannya…,” gumam Helena dalam hati saat dirinya kini sedang menunggu kereta untuk datang. Helena paham bahwa menjadi Sekretaris itu kemungkinan besar akan mengikuti ke mana sang tuan pergi, terlebih jika ada urusan yang sangat penting. Meski Helena baru beberapa hari bekerja di kediaman Hanstedorf, kini dia harus menemani sang atasan untuk mengunjungi acara resmi. Tidak ada yang salah dengan ini, Helena juga akan melakukannya karena itu memang pekerjaannya. Namun yang menjadi masalah adalah dirinya tidak pergi bersama Luke.“Dia bahkan memasang ekspresi seperti itu. Sepertinya suasana hatinya kurang baik. Uhh apa yang harus kulakukan?” Helena sesekali melirik ke arah pria berambut salju itu, yang hanya diam dengan mimik wajah seolah ingin menerkam seseorang. Bahkan dari awal mereka berangkat bersama menuju stasiun, Nicholas sama sekali tidak berbicara sepatah katapun kepada Helena. Ini sedikit membuat Helena merasa canggung sekaligus waspada.Sebenarnya Helena juga tid

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Hati Sang Bayangan   10. Kereta (2)

    “Uhh bukankah orang itu sudah gila?” gerutu Helena saat dirinya menjauh dari Nicholas. Berbicara dengan Nicholas masalah penculikan dan bunuh membunuh itu membuat Helena sakit kepala. Akhirnya dia memutuskan untuk ke restoran yang memang tersedia di kereta ini. Meminum kopi dengan sedikit camilan mungkin dapat membuat pikirannya lebih tenang.Restoran ini cukup bagus dan tidak terlalu banyak orang, yang menjadikan suasananya tenang dan damai. Terdengar lantunan lagu-lagu yang dapat dinikmati sembari melihati pemandangan dari jendela kereta, suasana inilah yang disenangi Helena. “Tidakkah dia lapar atau haus?” gumam Helena kala memikirkan Nicholas yang sepertinya masih asik berkutat dengan buku klasiknya itu. “Kurasa aku harus menawarinya sesuatu.”Memutuskan untuk kembali ke Nicholas mungkin pilihan yang tidak buruk. Setidaknya, pria itu masih atasannya. Tidak mungkin bagi Helena untuk terus menghindar meski rasanya aneh karena mengingat pembicaraan mereka sebelumnya. Saat Helena hen

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Hati Sang Bayangan   11. Dortmund

    Dortmund merupakan salah satu kota terbesar yang terletak di wilayah bagian barat Jerman dan masuk ke dalam Rhine Utara-Westphalia. Disebut sebagai metropolitan hijau sebab meski kota ini termasuk kota industri, sebagian wilayahnya terdiri atas jalur air, hutan, ladang, dan ruang hijau seperti Westfalenpark dan Rombergpark.Seperti yang dikatakan Nicholas sebelumnya, kota ini terlihat sama seperti Berlin. Namun jika dilihat lebih jelas, terdapat beberapa perbedaan suasananya. Angin menerpa rambut Helena saat dirinya sudah menginjakkan kaki di kota Dortmund itu. “Wah … tempat ini terasa berbeda.”Suasana hati Helena kian membaik setelah dirinya sudah keluar dari kereta itu. Mengingat kejadian sebelumnya, Helena masih merasa malu. Dia bahkan tidak terlalu banyak bicara dengan Nicholas. Memikirkan bagaimana dia memilih pilihan untuk bersembunyi di kamar mandi yang sempit adalah tindakan konyol. Ya, setidaknya dirinya selamat dari pria pemabuk itu.Mobil sedan hitam menghampiri mereka sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Hati Sang Bayangan   12. Dortmund (2)

    “Oh astaga! Sudah jam berapa ini?!” pekik Helena saat dirinya terbangun dengan perasaan terkejut sambil mencari-cari ponselnya. Jam sudah menunjukkan sore hari, waktu yang cukup lama untuk tertidur. Helena pun segera bangun dengan rambutnya yang tidak beraturan. Bahkan dirinya masih memakai pakaian yang sama dari Berlin. “Ah kenapa aku malah tertidur seperti ini ….” gumam Helena yang kakinya langsung melangkah cepat keluar dari kamar. Suasana ruangan hotel VIP ini terasa sepi. Hal ini tentu membuat Helena menjadi bertanya-tanya, “Apakah Nick belum kembali?”Saat dirinya berjalan menuju ruang tengah, Helena tidak merasakan ada siapapun di sini selain keberadaan dirinya. Matanya pun berkeliling melihat keseluruhan ruangan tersebut. Kamar VIP ini benar-benar luas. Sepertinya ini adalah jenis Presidential Suite mengingat adanya ruang TV di tengah, 2 kamar tidur, serta bar kecil. Kemewahan ruangan ini sungguh membuat Helena takjub. Tak sadar dirinya melangkah mendekati pintu yang sepertin

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Hati Sang Bayangan   13. Dortmund : Westfalenpark (3)

    “Ini ….”Westfalenpark, sebuah taman penghijauan yang terletak di tengah kota Dortmund. Taman ini bisa disebut sebagai paru-paru hijau sebab dipenuhi banyaknya padang rumput, pepohonan, dan bunga-bunga. Siapapun yang menapakkan kakinya di taman ini, akan disuguhi pemandangan asri yang menyejukkan. Meski hari sudah petang namun masih banyak pengunjung yang datang untuk sekedar jalan-jalan atau menikmati suasana musim gugur di sore hari. Terlihat mata Helena yang berbinar saat melihat sepanjang sisinya terdapat bunga-bunga yang cantik. Dia juga dapat melihat ada beberapa anak-anak yang sedang bermain.“Belum pernah ke sini, bukan?” tanya Nicholas ketika melihat Helena yang matanya sibuk berkeliling seolah takjub. Helena lalu mengangguk senang.“Ini sungguh indah! Aku menyukai taman yang seperti ini. Oh aku akan memotret bunga itu,” Helena segera mengeluarkan ponselnya dan mulai mengambil gambar sebanyak mungkin. Nicholas hanya diam memperhatikan wanita itu dengan kedua tangannya dimasuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Hati Sang Bayangan   1. Tragedi Italia

    “Hahahahaha kita sebentar lagi akan menjadi kaya raya!” ucap salah satu seorang pria dengan suara begitu keras, yang disusul oleh sorakan meriah dari beberapa pria lainnya di dalam ruangan tersebut. Suasana saat ini begitu pekat, berisik, dan kotor. Semua tampak begitu bahagia terkecuali satu orang yang mulutnya terikat sobekan kain dengan erat. Itu adalah seorang wanita yang keadaannya begitu lusuh dan penuh dengan beberapa luka di sekitar wajah serta tubuhnya. Kedua tangannya tak dapat bergerak sebab rantai yang mengikatnya begitu kuat. Dia hanya memasang wajah sendu dengan tubuh kecilnya yang sudah lemas. Matanya juga sembab dan dirinya berpikir bahwa jiwanya sudah tidak ada di raganya saat ini.Dia hanya ingin mati.Tapi itu tidak dibiarkan terjadi. Para penculik-penculik tersebut masih berusaha keras untuk membuatnya tetap hidup meski dia terus disiksa berkali-kali hanya untuk membuat sebuah ancaman kepada keluarganya. Bahkan air matanya saja sudah kering. Dia lelah. Dia hanya in

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28

Bab terbaru

  • Hati Sang Bayangan   13. Dortmund : Westfalenpark (3)

    “Ini ….”Westfalenpark, sebuah taman penghijauan yang terletak di tengah kota Dortmund. Taman ini bisa disebut sebagai paru-paru hijau sebab dipenuhi banyaknya padang rumput, pepohonan, dan bunga-bunga. Siapapun yang menapakkan kakinya di taman ini, akan disuguhi pemandangan asri yang menyejukkan. Meski hari sudah petang namun masih banyak pengunjung yang datang untuk sekedar jalan-jalan atau menikmati suasana musim gugur di sore hari. Terlihat mata Helena yang berbinar saat melihat sepanjang sisinya terdapat bunga-bunga yang cantik. Dia juga dapat melihat ada beberapa anak-anak yang sedang bermain.“Belum pernah ke sini, bukan?” tanya Nicholas ketika melihat Helena yang matanya sibuk berkeliling seolah takjub. Helena lalu mengangguk senang.“Ini sungguh indah! Aku menyukai taman yang seperti ini. Oh aku akan memotret bunga itu,” Helena segera mengeluarkan ponselnya dan mulai mengambil gambar sebanyak mungkin. Nicholas hanya diam memperhatikan wanita itu dengan kedua tangannya dimasuk

  • Hati Sang Bayangan   12. Dortmund (2)

    “Oh astaga! Sudah jam berapa ini?!” pekik Helena saat dirinya terbangun dengan perasaan terkejut sambil mencari-cari ponselnya. Jam sudah menunjukkan sore hari, waktu yang cukup lama untuk tertidur. Helena pun segera bangun dengan rambutnya yang tidak beraturan. Bahkan dirinya masih memakai pakaian yang sama dari Berlin. “Ah kenapa aku malah tertidur seperti ini ….” gumam Helena yang kakinya langsung melangkah cepat keluar dari kamar. Suasana ruangan hotel VIP ini terasa sepi. Hal ini tentu membuat Helena menjadi bertanya-tanya, “Apakah Nick belum kembali?”Saat dirinya berjalan menuju ruang tengah, Helena tidak merasakan ada siapapun di sini selain keberadaan dirinya. Matanya pun berkeliling melihat keseluruhan ruangan tersebut. Kamar VIP ini benar-benar luas. Sepertinya ini adalah jenis Presidential Suite mengingat adanya ruang TV di tengah, 2 kamar tidur, serta bar kecil. Kemewahan ruangan ini sungguh membuat Helena takjub. Tak sadar dirinya melangkah mendekati pintu yang sepertin

  • Hati Sang Bayangan   11. Dortmund

    Dortmund merupakan salah satu kota terbesar yang terletak di wilayah bagian barat Jerman dan masuk ke dalam Rhine Utara-Westphalia. Disebut sebagai metropolitan hijau sebab meski kota ini termasuk kota industri, sebagian wilayahnya terdiri atas jalur air, hutan, ladang, dan ruang hijau seperti Westfalenpark dan Rombergpark.Seperti yang dikatakan Nicholas sebelumnya, kota ini terlihat sama seperti Berlin. Namun jika dilihat lebih jelas, terdapat beberapa perbedaan suasananya. Angin menerpa rambut Helena saat dirinya sudah menginjakkan kaki di kota Dortmund itu. “Wah … tempat ini terasa berbeda.”Suasana hati Helena kian membaik setelah dirinya sudah keluar dari kereta itu. Mengingat kejadian sebelumnya, Helena masih merasa malu. Dia bahkan tidak terlalu banyak bicara dengan Nicholas. Memikirkan bagaimana dia memilih pilihan untuk bersembunyi di kamar mandi yang sempit adalah tindakan konyol. Ya, setidaknya dirinya selamat dari pria pemabuk itu.Mobil sedan hitam menghampiri mereka sa

  • Hati Sang Bayangan   10. Kereta (2)

    “Uhh bukankah orang itu sudah gila?” gerutu Helena saat dirinya menjauh dari Nicholas. Berbicara dengan Nicholas masalah penculikan dan bunuh membunuh itu membuat Helena sakit kepala. Akhirnya dia memutuskan untuk ke restoran yang memang tersedia di kereta ini. Meminum kopi dengan sedikit camilan mungkin dapat membuat pikirannya lebih tenang.Restoran ini cukup bagus dan tidak terlalu banyak orang, yang menjadikan suasananya tenang dan damai. Terdengar lantunan lagu-lagu yang dapat dinikmati sembari melihati pemandangan dari jendela kereta, suasana inilah yang disenangi Helena. “Tidakkah dia lapar atau haus?” gumam Helena kala memikirkan Nicholas yang sepertinya masih asik berkutat dengan buku klasiknya itu. “Kurasa aku harus menawarinya sesuatu.”Memutuskan untuk kembali ke Nicholas mungkin pilihan yang tidak buruk. Setidaknya, pria itu masih atasannya. Tidak mungkin bagi Helena untuk terus menghindar meski rasanya aneh karena mengingat pembicaraan mereka sebelumnya. Saat Helena hen

  • Hati Sang Bayangan   9. Kereta

    “Kenapa harus dengannya…,” gumam Helena dalam hati saat dirinya kini sedang menunggu kereta untuk datang. Helena paham bahwa menjadi Sekretaris itu kemungkinan besar akan mengikuti ke mana sang tuan pergi, terlebih jika ada urusan yang sangat penting. Meski Helena baru beberapa hari bekerja di kediaman Hanstedorf, kini dia harus menemani sang atasan untuk mengunjungi acara resmi. Tidak ada yang salah dengan ini, Helena juga akan melakukannya karena itu memang pekerjaannya. Namun yang menjadi masalah adalah dirinya tidak pergi bersama Luke.“Dia bahkan memasang ekspresi seperti itu. Sepertinya suasana hatinya kurang baik. Uhh apa yang harus kulakukan?” Helena sesekali melirik ke arah pria berambut salju itu, yang hanya diam dengan mimik wajah seolah ingin menerkam seseorang. Bahkan dari awal mereka berangkat bersama menuju stasiun, Nicholas sama sekali tidak berbicara sepatah katapun kepada Helena. Ini sedikit membuat Helena merasa canggung sekaligus waspada.Sebenarnya Helena juga tid

  • Hati Sang Bayangan   8. Plan

    Pagi telah menyinari dan wajah Helena terlihat tidak begitu bagus saat ini. Hal itu disebabkan oleh kepingan memori buruknya yang masih menghantui pemikirannya malam itu. Beruntung Helena dapat memaksakan diri untuk tidur. Jika tidak, dia benar-benar akan terlihat seperti mayat hari ini.“Apakah tidak ada cara untuk melenyapkan memori buruk itu?” gerutunya yang kesal sendiri. Meski seperti kurang tidur, Helena tetap dapat bangun pagi untuk menjalani aktivitasnya sebagai Sekretaris. Dirinya bahkan sudah rapi dengan cepat. Yang perlu dilakukannya saat ini adalah sarapan lalu mengerjakan pekerjaannya.Ketika Helena keluar dari kamar, samar-samar dia mendengar suara keributan di lantai dasar. Sepertinya itu dari arah meja makan. Helena melangkah menuruni tangga dan suara itu terdengar semakin jelas. Yang menarik adalah Helena seperti mengenali suara ini.“Kenapa kamu tidak menjemputku?!”“Ada Josh, kenapa harus aku?”“Jarak dari sini ke Hotel lebih jauh daripada jarak darimu di bandara!”

  • Hati Sang Bayangan   7. Nightmare

    Malam telah menunjukkan waktu dini hari dan Helena mendadak terbangun dengan keringat dingin di pelipisnya. Kepalanya terasa berat. Mimpi buruk tentang penculikannya mendadak menghantui alam bawah sadarnya. “Sial … ini bahkan masuk ke mimpiku,” gerutu Helena sembari memegang kepalanya yang pusing. Kejadian itu memang membawa luka yang cukup dalam baginya. Tentu, tidak mungkin Helena akan lupa begitu saja. Namun Helena bersikeras untuk mengabaikan potongan-potongan memori buruk itu. Tapi siapa sangka itu akan membawanya ke dalam mimpi buruk.“Aku harus minum sesuatu untuk menenangkanku,” gumamnya lalu bangkit dari tempat tidur. Helena lalu melangkah keluar dari kamar dan terlihat lorong lantai ini begitu sunyi.“Tentu saja semuanya sudah tidur.”Meski sepi, tetapi beruntung penerangan di mansion pada waktu ini masih terbilang cukup terang. Walau ada beberapa area yang gelap. Dapur berada di lantai paling dasar. Harus melewati pintu halaman belakang dulu untuk mencapai ke sana. Karena

  • Hati Sang Bayangan   6. Pertemuan Pertama

    “𝘜𝘨𝘩 … lukaku.” Saat Helena melihat bekas jahitan di pinggang kanannya, dia merasa sedikit jijik. Luka ini seolah meninggalkan banyak trauma yang tak dapat Helena lupakan. Namun baginya, trauma merupakan hal yang lebih baik dihadapi saja agar berdamai dengan sendirinya. Meski sebagian dalam dirinya menolak akan hal tersebut. Pagi di Berlin dapat mencapai 11 derajat atau bahkan kurang dari itu mengingat ini masih musim gugur. Terkadang hidung Helena akan terasa beku mendadak sebab dia sebenarnya tidak begitu kuat dengan suhu dingin. Meski begitu, Helena masih menikmati kota di negara ini. Bisa dikatakan bahwa semalam adalah hari pertama Helena tidur di tempat tinggal yang baru yakni mansion Hanstedorf. Dia masih tidak menyangka bahwa kamarnya cukup luas, sedikit lebih dari kamar yang berada di apartemennya. Helena tidur cukup pulas yang menandakan dia memang nyaman. Pagi ini Helena akan sarapan untuk pertama kalinya di sini. Langkah kakinya menuruni anak tangga dengan perlahan. “

  • Hati Sang Bayangan   5. Hari Pertama

    Hari telah berganti dan hari ini adalah hari pertama Helena bekerja di tempat keluarga Hanstedorf. Helena mengemasi beberapa barangnya untuk dibawa ke mansion tersebut. Sedikit demi sedikit dia akan membawa beberapa barang pentingnya pindah. Helena tidak berniat untuk mengosongkan apartemen begitu saja. Sebab, tempat itu dapat digunakan untuk keluarganya jika mereka berkunjung.Helena sendiri sebenarnya masih tidak menyangka akan mendapat pekerjaan baru dengan cara seperti ini. Entah itu hasil rekomendasi ayahnya atau bukan, setidaknya Helena dapat kembali beraktifitas. Lagipula dia merasa bahwa keluarga Hanstedorf memiliki kenyamanan tersendiri baginya. Dimulai dari Sarah, Luke, lalu Jason, semuanya ramah dan baik kepadanya. Helena tidak ingin terlalu naif tetapi bisa dikatakan bahwa instingnya selalu benar.Meski dirinya belum berkenalan lebih jauh dengan beberapa orang lainnya di mansion itu, tetapi itu sudah cukup bagi Helena. Helena ingin melakukan yang terbaik meski pekerjaannya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status