Hari telah berganti dan hari ini adalah hari pertama Helena bekerja di tempat keluarga Hanstedorf. Helena mengemasi beberapa barangnya untuk dibawa ke mansion tersebut. Sedikit demi sedikit dia akan membawa beberapa barang pentingnya pindah. Helena tidak berniat untuk mengosongkan apartemen begitu saja. Sebab, tempat itu dapat digunakan untuk keluarganya jika mereka berkunjung.
Helena sendiri sebenarnya masih tidak menyangka akan mendapat pekerjaan baru dengan cara seperti ini. Entah itu hasil rekomendasi ayahnya atau bukan, setidaknya Helena dapat kembali beraktifitas. Lagipula dia merasa bahwa keluarga Hanstedorf memiliki kenyamanan tersendiri baginya. Dimulai dari Sarah, Luke, lalu Jason, semuanya ramah dan baik kepadanya. Helena tidak ingin terlalu naif tetapi bisa dikatakan bahwa instingnya selalu benar. Meski dirinya belum berkenalan lebih jauh dengan beberapa orang lainnya di mansion itu, tetapi itu sudah cukup bagi Helena. Helena ingin melakukan yang terbaik meski pekerjaannya masih belum diketahui seberapa beratnya. “Terima kasih sudah menjemputku, Josh. Semoga harimu menyenangkan,” ucap ramah Helena kepada supir pribadi keluarga Hanstedorf bernama Josh itu. “Biar saya bantu untuk membawakan barang-barangmu,” ujar Josh namun Helena langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Ah tidak, tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri. Terima kasih banyak,” tolak Helena dengan ramah. Helena kemudian menarik napasnya perlahan sebelum masuk ke dalam mansion tersebut. Ternyata sudah ada Jason yang memang menyambutnya. “Selamat pagi, Helena.” “Selamat pagi juga, Jason. Wah, pakaianmu tampak berubah,” ucap Helena saat melihat warna pakaian Jason sedikit berubah menjadi abu-abu. Meski itu bukanlah hal penting untuk diperhatikan tetapi ini cukup menarik perhatian Helena. “Dikatakan ini untuk menyambut hari pertama kerjamu.” “Oh? Sungguh?” “Tentu. Silahkan ke ruangan Luke, dia sudah menunggu. Barangmu biar ku bawakan ke tempatmu,” Helena mengangguk tanda setuju, kemudian kakinya melangkah menaiki anak tangga beriringan dengan Jason di sebelahnya. Keduanya lalu berpisah sebab beda arah dan Helena pun menghampiri tempat kerja Luke. 𝘛𝘰𝘬 𝘵𝘰𝘬 𝘵𝘰𝘬 Saat pemilik ruangan berkata, “Silahkan masuk,” Helena segera membuka pintu dan dengan santun memasuki ruangan tersebut. Seperti biasa, senyuman khas lesung pipi Luke langsung menghiasi pemandangan Helena pagi ini. “Selamat pagi, Helena.” “Selamat pagi juga, tuan Luke.” “Panggil saja aku Luke. Sungguh itu terasa canggung jika kamu menambahkan kata ‘tuan’ di depannya,” ujar Luke yang membuat Helena sedikit gugup. “Maaf. Aku hanya belum terbiasa.” “Jangan terlalu gugup, Helena. Anggaplah aku sebagai teman barumu. Bukankah kamu cukup akrab dengan Sarah meski baru kenal?” Pertanyaan itu sontak membuat Helena sedikit tak bergeming. Apa yang dikatakan Luke tidak salah tapi bukankah itu berbeda? Helena yakin kalau Sarah berumur lebih muda darinya dan juga kepribadian Sarah memang cocok untuk diajak berkomunikasi layaknya teman dekat. Bukannya Helena tidak ingin berteman dengan Luke tapi di mata Helena saat ini, Luke adalah atasannya. “Ya, kamu benar ….” “Anggap aku sebagai teman barumu juga. Sebenarnya aku tidak terlalu ingin terikat dengan julukan atasan-bawahan. Ya meski beberapa orang melakukannya. Tapi khusus untukmu adalah pengecualian. Karena jika begitu, maka bukankah aku harus memanggilmu nona mengingat ayahmu adalah atasanku?”Ah, Helena paham sekarang. Meski merasa sedikit aneh, ini merupakan fakta baru untuk Helena sebab dia tidak menyangka bahwa ayahnya merupakan atasan Luke. Entah ini benar atau tidak tapi Helena tidak melihat adanya kebohongan pada sorot mata Luke. Luke hanya tersenyum saat melihat Helena tak bergeming lalu mengambil beberapa dokumen yang memang dipersiapkan untuk Helena. “Karena ini hari pertamamu menjadi Sekretarisku, ini adalah pekerjaan untukmu. Kamu bisa melakukannya di sini agar aku dapat memantaunya. Yang perlu kamu lakukan hanya merapikan data dan mengatur jadwal yang tertera di dalam. Apakah kamu mengerti?” Helena menerima beberapa tumpukan dokumen itu di tangannya. Dia lalu melihat ke arah meja baru dengan perlengkapan layaknya kantor di atasnya. Helena baru paham bahwa itu ternyata dipersiapkan untuknya karena sebelumnya, meja itu tidak ada di ruangan Luke. “Hm … aku mengerti. Tapi, apakah ini akan menjadi tempat kerjaku? Atau yang berada di kamar baruku?” “Kamu bisa melakukan di kedua tempat tersebut. Untuk saat ini, lakukanlah di sini. Setelahnya bebas.” Helena kemudian mengangguk paham dan menghela napasnya sebelum duduk ke meja tersebut. Meja itu memang lumayan berdekatan dengan Luke. Meski merasa sedikit gugup tapi Helena dengan mantap akan melakukan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Mansion milik keluarga Hanstedorf ini sangat luas. Saat Helena berkeliling sebelumnya dengan Jason, dia mengetahui beberapa hal yang membuatnya takjub. Ada sebuah lapangan golf yang cukup luas di halaman belakangnya lalu kolam renang dan lapangan tenis. Sekelilingnya dipenuhi oleh banyak jenis tanaman dan pohon yang melingkar. Membuat tempat ini sangat sejuk seolah sedang berada di istana negeri dongeng. Saat sedang beristirahat seperti ini, Helena bebas untuk berkeliling mansion sendirian. Dia akan menyapa Lily yang merupakan satu-satunya pelayan di sini, lalu Willis si tukang kebun, dan Charles sang penjaga kebersihan. Sebenarnya tak banyak pekerja yang berada di sini. Menurut info Jason, ketiga orang tersebut sudah sangat lama bersama keluarga Hanstedorf, lebih tepatnya saat Luke masih remaja. Lantai paling atas adalah lantai milik keluarga Hanstedorf secara pribadi. Kamar-kamar mereka ditempatkan di sana sedangkan lantai dua memiliki beberapa ruangan umum, ruangan kerja, serta kamar tamu. Kamar yang ditempati Helena tentu berada di lantai dua. Tepatnya di ujung barat dan tidak terlalu jauh dengan ruangan kerja Luke. Meski mansion ini sangatlah megah, tapi yang mengisi sangatlah sedikit. Helena bertanya-tanya, di manakah para keluarga Hanstedorf berada? Bahkan dia belum pernah menemui Sarah lagi di sini. Saat Helena sedang melamun di halaman belakang, dia dikejutkan oleh datangnya Jason. “Oh kamu mengejutkanku.” “Kenapa hanya berdiam diri? Jika kamu ingin berenang, lakukan saja.” “Terima kasih untuk itu tapi aku sedang memikirkan sesuatu. Bolehkah aku bertanya padamu?” “Apa yang ingin ditanyakan?” “Tempat ini sangat luas tapi terasa cukup sunyi. Semenjak aku berada di sini, aku tidak melihat keluarga Hanstedorf lainnya selain Luke. Bahkan aku belum pernah melihat batang hidung Sarah di sini. Apakah hanya Luke yang tinggal di sini?” Pertanyaan Helena terdengar dengan nada seperti anak yang sangat penasaran. Jason yang mendengar hal itu lalu tersenyum sebelum menjawab. “Semua anggota keluarga Hanstedorf tinggal di sini kecuali sang tuan dan nyonya yang sudah lama pindah ke kota lain. Namun anak-anak mereka memiliki kesibukannya tersendiri dan jarang ada di rumah ini.” “Oh seperti itu. Kukira hanya Luke yang tinggal di sini.” “Tidak, kedua adiknya masih tinggal di sini meski hanya Sarah yang lebih sering pulang dibandingkan 𝘕𝘪𝘤𝘩𝘰𝘭𝘢𝘴.” Ada satu nama yang asing di telinga Helena. Namun ketika Helena ingin bertanya lebih lanjut, dia baru menyadari bahwa dirinya harus kembali menyelesaikan pekerjaannya dan segera kembali ke ruangan kerja Luke. Saat melangkah masuk, Helena dapat melihat bahwa Luke sedang melakukan 𝘧𝘢𝘤𝘦 𝘤𝘢𝘭𝘭 dengan seseorang. Helena dengan sepelan mungkin tidak membuat kebisingan agar tidak mengganggu Luke. Kemudian dirinya dapat duduk nyaman di meja kerjanya. “Oh? Apakah transaksinya dipercepat? Bagaimana dengan targetnya?” [Ya. Target sudah 𝘬𝘶𝘭𝘦𝘯𝘺𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 saat itu juga.] “Kamu bergerak sangat cepat. Apakah kamu akan langsung pulang?” [Mungkin. Kirimkan file yang kuminta agar ini segera selesai.] “Sudah kukirimkan. Silahkan dicek kembali untuk memastikan.” Meski Helena tidak ingin menguping, tetapi percakapan itu memang terdengar jelas di telinganya. Namun Helena tetap berusaha fokus mengerjakan pekerjaannya dan Luke kembali berbicara. “Setelah kamu selesai dengan misimu, cepatlah kembali karena ada seseorang yang ingin ku perkenalkan padamu.” [Siapa?] “Kamu pasti mengetahuinya.” [....] Tak lama 𝘧𝘢𝘤𝘦 𝘤𝘢𝘭𝘭 itu dimatikan dan terlihat Luke hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Saat Luke menengok ke arah Helena, Helena segera memalingkan wajahnya. “Tidak apa untuk mendengarnya, Helena.” “Maaf, aku tidak bermaksud. Apakah itu adikmu?” “Ya, itu adikku. Bagaimana kamu bisa menebaknya?” “Hanya saja, aku mendengar kata ‘pulang’ di percakapan itu. Jadi aku asumsikan itu mungkin adikmu,” Helena sedikit merasa canggung karena pada dasarnya dia tidak berniat sama sekali untuk menguping. Tetapi telinganya lah yang memang menangkap percakapan tersebut. “Ini adalah orang yang ingin ku perkenalkan padamu nanti. Tapi dia bukanlah orang yang ramah jadi aku akan meminta maaf kepadamu lebih dahulu.” “Ah tidak apa-apa. Aku paham setiap anggota keluarga memiliki kepribadian yang berbeda.” “Berbeda … ya, dia memang sangat berbeda. Dibandingkan dengan saudaraku lainnya, dia seperti 𝘥𝘶𝘳𝘪 di antara banyaknya tanaman.” Jelas pernyataan itu membuat salah satu alis Helena terangkat sedikit. Apakah adiknya itu seburuk itu? Bahkan menyebutnya dengan kata duri … entah kenapa ini membuat perasaannya menjadi tidak enak. “Apakah nama adikmu itu adalah Nicholas?” “Hm? Apakah Jason yang memberitahumu?” “Ya, Jason berkata bahwa kedua adikmu jarang berada di rumah.” “Itu tidak salah karena memang benar adanya. Sarah sibuk dengan pemotretan dan baletnya tetapi dia masih lebih sering pulang dibandingkan Nick.” Helena hanya mengangguk paham akan konfirmasi tersebut. Mendadak dia terpikirkan sesuatu namun pikiran itu cepat disingkirkan. Helena kemudian melanjutkan pekerjaan di hari pertamanya itu dengan nyaman.“𝘜𝘨𝘩 … lukaku.”Saat Helena melihat bekas jahitan di pinggang kanannya, dia merasa sedikit jijik. Luka ini seolah meninggalkan banyak trauma yang tak dapat Helena lupakan. Namun baginya, trauma merupakan hal yang lebih baik dihadapi saja agar berdamai dengan sendirinya. Meski sebagian dalam dirinya menolak akan hal tersebut.Pagi di Berlin dapat mencapai 11 derajat atau bahkan kurang dari itu mengingat ini masih musim gugur. Terkadang hidung Helena akan terasa beku mendadak sebab dia sebenarnya tidak begitu kuat dengan suhu dingin. Meski begitu, Helena masih menikmati kota di negara ini.Bisa dikatakan bahwa semalam adalah hari pertama Helena tidur di tempat tinggal yang baru yakni mansion Hanstedorf. Dia masih tidak menyangka bahwa kamarnya cukup luas, sedikit lebih dari kamar yang berada di apartemennya. Helena tidur cukup pulas yang menandakan dia memang nyaman. Pagi ini Helena akan sarapan untuk pertama kalinya di sini. Langkah kakinya menuruni anak tangga dengan perlahan.“Hel
Malam telah menunjukkan waktu dini hari dan Helena mendadak terbangun dengan keringat dingin di pelipisnya. Kepalanya terasa berat. Mimpi buruk tentang penculikannya mendadak menghantui alam bawah sadarnya. “Sial … ini bahkan masuk ke mimpiku,” gerutu Helena sembari memegang kepalanya yang pusing. Kejadian itu memang membawa luka yang cukup dalam baginya. Tentu, tidak mungkin Helena akan lupa begitu saja. Namun Helena bersikeras untuk mengabaikan potongan-potongan memori buruk itu. Tapi siapa sangka itu akan membawanya ke dalam mimpi buruk.“Aku harus minum sesuatu untuk menenangkanku,” gumamnya lalu bangkit dari tempat tidur. Helena lalu melangkah keluar dari kamar dan terlihat lorong lantai ini begitu sunyi.“Tentu saja semuanya sudah tidur.”Meski sepi, tetapi beruntung penerangan di mansion pada waktu ini masih terbilang cukup terang. Walau ada beberapa area yang gelap. Dapur berada di lantai paling dasar. Harus melewati pintu halaman belakang dulu untuk mencapai ke sana. Karena
“Hahahahaha kita sebentar lagi akan menjadi kaya raya!” ucap salah satu seorang pria dengan suara begitu keras, yang disusul oleh sorakan meriah dari beberapa pria lainnya di dalam ruangan tersebut. Suasana saat ini begitu pekat, berisik, dan kotor. Semua tampak begitu bahagia terkecuali satu orang yang mulutnya terikat sobekan kain dengan erat. Itu adalah seorang wanita yang keadaannya begitu lusuh dan penuh dengan beberapa luka di sekitar wajah serta tubuhnya. Kedua tangannya tak dapat bergerak sebab rantai yang mengikatnya begitu kuat. Dia hanya memasang wajah sendu dengan tubuh kecilnya yang sudah lemas. Matanya juga sembab dan dirinya berpikir bahwa jiwanya sudah tidak ada di raganya saat ini.Dia hanya ingin mati.Tapi itu tidak dibiarkan terjadi. Para penculik-penculik tersebut masih berusaha keras untuk membuatnya tetap hidup meski dia terus disiksa berkali-kali hanya untuk membuat sebuah ancaman kepada keluarganya. Bahkan air matanya saja sudah kering. Dia lelah. Dia hanya in
ㅡ 4 bulan kemudian ㅡ[Lena, apa kamu yakin akan melakukannya?] tanya seorang wanita paruh baya dari seberang telepon dengan nada khawatir. Helena yang masih berdandan di depan cermin pun menjawab dengan senyuman, walau senyumannya tersebut tak dapat dilihat oleh wanita paruh baya itu.“Tidak apa-apa, Ibu. Aku baik-baik saja. Lagipula, aku hanya perlu menggantikan ayah saja ‘kan?”[Itu memang benar tapi … bagaimana dengan kondisimu?]“Aku sehat 100%. Ibu tidak perlu khawatir, setelah acaranya usai, aku akan beristirahat.” Helena mencoba menenangkan sang ibunda yang masih mengkhawatirkan kondisinya. Sudah 4 bulan berlalu semenjak kejadian mematikan itu terjadi. Helena jelas mengingat hal tersebut ketika dirinya tersadar dari koma selama dua bulan. Dia masih bisa merasakan bagaimana tubuhnya disiksa oleh para penculik, disuntik obat yang tidak diketahui, dan membuatnya tidak dapat pingsan dengan mudah. Keinginannya untuk mati pada saat itu sangat tinggi. Bahkan dia meminta maaf kepada k
Pagi telah datang dan Helena yang memang rajin bangun pagi sudah lebih dulu membuat teh hangat. Suasana pagi di Berlin cukup dingin meski Helena memakai piyama berbahan tebal. Tidak ada jadwal yang menanti hari ini jadi Helena memutuskan untuk bersantai saja di apartemennya. “Apakah aku berbelanja saja nanti? Kebetulan makanan di sini juga hampir habis,” gumamnya sambil berjalan menuju sofa dan membawa segelas teh hangat. Dia lalu duduk dengan santai dan meminum teh tersebut dengan nikmat. Setelahnya Helena membuka ponsel dan terdapat cukup banyak pemberitahuan dari keluarga dan juga teman-temannya.[𝙈𝙚𝙨𝙨𝙖𝙜𝙚𝙨] 𝙈𝙤𝙢 𝙎𝙖𝙮𝙖𝙣𝙜, 𝙖𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙗𝙚𝙧𝙞𝙨𝙩𝙞𝙧𝙖𝙝𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙞𝙠? 𝙆𝙖𝙢𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙠𝙚𝙡𝙚𝙡𝙖𝙝𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙝𝙖𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙖𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙞𝙩𝙪, 𝙗𝙪𝙠𝙖𝙣? 𝙈𝙤𝙢 𝙏𝙤𝙡𝙤𝙣𝙜 𝙝𝙪𝙗𝙪𝙣𝙜𝙞 𝙄𝙗𝙪 𝙣𝙖𝙣𝙩𝙞 𝙃𝙖𝙣𝙣𝙖𝙝: 𝙆𝙖𝙠, 𝙖𝙥𝙖 𝙥𝙖𝙨𝙨𝙬𝙤𝙧𝙙 𝙡𝙖𝙥𝙩𝙤𝙥𝙢𝙪 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙞 𝙨𝙞𝙣𝙞? 𝙈𝙞𝙖 𝙈𝙚𝙡𝙞𝙨𝙨𝙖: 𝙃𝙚𝙞
“Aku harus segera mencari pekerjaan baru …,” gumam Helena dengan matanya yang agak lelah sebab sudah berjam-jam dirinya di depan laptop. Dirinya merevisi CV berkali-kali agar terlihat menarik para perusahaan. Sesekali dia meregangkan tangan dan tubuhnya itu. Lalu dia sedikit merintih saat bekas luka di bagian pinggang kanannya agak tertarik.“Aduh! Luka ini.”Jelas bahwa bekas luka itu berasal dari kejadian mematikan 4 bulan lalu. Sebenarnya Helena masih merasa takjub dengan dirinya sendiri karena masih dapat bertahan hidup hingga saat ini. Ya, meski itu memang tujuan para penculik untuk membuatnya tetap hidup agar dapat disiksa perlahan tetapi sedikit keberuntungannya itu membawa secercah kehidupan untuknya. Jika bukan karena pria misterius yang dulu pernah menyelamatkannya, mungkin tidak ada Helena saat ini.“Kira-kira, siapa ya orang itu?” gumamnya sambil bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya Helena masih merasa penasaran dengan pria bertopeng tak dikenal itu. Sebelumnya dia pernah