Share

2. Hanstedorf

ㅡ 4 bulan kemudian ㅡ

[Lena, apa kamu yakin akan melakukannya?] tanya seorang wanita paruh baya dari seberang telepon dengan nada khawatir. Helena yang masih berdandan di depan cermin pun menjawab dengan senyuman, walau senyumannya tersebut tak dapat dilihat oleh wanita paruh baya itu.

“Tidak apa-apa, Ibu. Aku baik-baik saja. Lagipula, aku hanya perlu menggantikan ayah saja ‘kan?”

[Itu memang benar tapi … bagaimana dengan kondisimu?]

“Aku sehat 100%. Ibu tidak perlu khawatir, setelah acaranya usai, aku akan beristirahat.”

Helena mencoba menenangkan sang ibunda yang masih mengkhawatirkan kondisinya. Sudah 4 bulan berlalu semenjak kejadian mematikan itu terjadi. Helena jelas mengingat hal tersebut ketika dirinya tersadar dari koma selama dua bulan. Dia masih bisa merasakan bagaimana tubuhnya disiksa oleh para penculik, disuntik obat yang tidak diketahui, dan membuatnya tidak dapat pingsan dengan mudah. Keinginannya untuk mati pada saat itu sangat tinggi. Bahkan dia meminta maaf kepada kedua orang tuanya dalam hati karena nyawanya benar-benar diambang batas.

Setelah dirinya dibawa ke rumah sakit di Italia, dia harus menjalani operasi yang menyakitkan sebab anestesi yang diberikan kepadanya hanya berpengaruh 50% karena sebagian sel tubuhnya menolak dan itu membuatnya tak sadarkan diri hanya beberapa saat saja. Helena ingat saat pengaruh anestesi itu menghilang di tengah-tengah operasi. Rasa sakitnya begitu gila.

Setelah menjalani serangkaian neraka yang dilaluinya, akhirnya Helena dapat kembali ke negara asalnyaㅡIndonesia, untuk beristirahat lebih lama lagi. Helena merupakan gadis keturunan Indonesia-Jerman yang sangat cantik, cerdas, dan tangguh. Sebenarnya dia lebih lama tinggal di Jerman karena di sanalah dia berkuliah juga bekerja. Tetapi, karena kejadian gila sebelumnya, membuat dirinya tak dapat bekerja lagi dan kini Helena ingin mencari pekerjaan baru.

Bisa dikatakan Helena berada di keluarga yang berada. Ayahnya seorang jenius pengembang senjata yang selalu dicari banyak orang-orang penting di dunia. Selain itu, beliau juga merupakan pengusaha yang cukup sukses di negaranya. Tak heran jika banyak yang menjadi musuh atau bahkan mengincar ayahnya. Penculikan terhadapnya bukanlah pertama kali. Tapi jika diurutkan yang paling buruk, penculikan di Italia lah juaranya.

Saat ini dia kembali ke Berlin, Jerman untuk menghadiri acara cukup penting dengan tujuan menggantikan ayahnya sebab sang ayah sedang mengurusi urusan lain yang lebih penting dari ini dan tidak dapat dibatalkan. Walau acara ini terbilang cukup penting, tetapi Helena bersedia melakukannya sebab dia rindu suasana kota Berlin. Terlebih dia juga masih memiliki tempat tinggal di sini. Helena juga bertujuan untuk mencari pekerjaan baru meski hal tersebut sempat ditentang oleh sang ibunda sebab kondisinya baru saja pulih. Tapi keras kepala Helena mengalahkan segalanya.

Helena melirik jam di ponselnya. Masih ada waktu setengah jam sebelum dirinya pergi ke acara tersebut. Dia lalu menghela nafas sejenak, tak bohong kalau dirinya merasa gugup saat ini. Menggantikan sang ayah ke acara yang cukup penting membuatnya bersemangat sekaligus gugup. Helena kemudian melihat kembali surat undangan yang dibalut dengan sampul sangat indah itu.

𝘚𝘱𝘦𝘤𝘪𝘢𝘭 𝘎𝘶𝘦𝘴𝘵: 𝘔𝘳. 𝘋𝘢𝘳𝘷𝘢𝘮𝘢𝘸𝘪𝘴𝘩

Jelas, nama keluarganya yang memang tertuju untuk ayahnya tertulis di surat undangan tersebut. Helena lalu memasukkan surat itu ke dalam tas kecilnya. Masih menarik nafas perlahan untuk meredakan rasa gugup, dia melihat pantulan dirinya di cermin dan bermonolog.

“Kamu bisa melakukannya, Helena. Yang perlu kamu lakukan hanya datang lalu pulang.”

Setelah meyakinkan diri sendiri, Helena pun beranjak dari tempat duduknya dan pergi menuju tempat acara tersebut diselenggarakan.

ㅡㅡㅡ

Kilauan cahaya dari arah mansion yang megah itu terlihat sangat jelas meski dari jarak jauh. Banyak mobil mewah yang sibuk keluar masuk ke dalam halaman mansion tersebut. Meski acara ini disebut cukup penting, tetapi ini hanyalah acara perayaan ulang tahun saja. Dikatakan bahwa tetua dari keluarga yang mengadakan acara ini telah bertambah usia dan menjadi tradisi yang biasa dilakukan untuk mengadakan pesta besar seperti ini.

Banyak orang-orang penting hadir bahkan pejabat sekalipun. Keluarga ini sangat ternama karena keluarga ini menguasai perusahaan besar di Jerman. H&G Corp atau lebih jelasnya Hanstedorf & Graulich Corp adalah nama yang terkenal di kalangan orang sangat penting terutama bagian kemiliteran. Bagi siapapun yang ingin membeli senjata dengan jenis apapun, dapat berurusan dengan perusahaan ini sebab merekalah ahlinya. Selain persenjataan, perusahaan H&G juga menaungi informasi-informasi ilegal yang sangat berbahaya dan rahasia, juga penyedia peretasan yang terjamin. Tentu ini merupakan hal yang diminati kalangan atas untuk mengatasi urusan mereka masing-masing.

Di luar kemiliteran, perusahaan ini membaluti diri mereka dengan usaha-usaha di bidang industri kimia, farmasi, serta 𝘦𝘯𝘵𝘦𝘳𝘵𝘢𝘪𝘯𝘮𝘦𝘯𝘵. Sehingga masyarakat biasa yang melihat logo perusahaan ini sebagai perusahaan yang normal. Meski nyatanya itu hanya topeng saja untuk menutupi pekerjaan mereka yang sebenarnya.

Helena sudah mengetahui hal ini dari ayahnya sebab ayahnya lah yang sudah bekerja sama dengan perusahaan tersebut. Helena sering mendengar nama H&G tetapi ini pertama kalinya Helena bertemu langsung dengan orang-orang H&G serta datang ke tempat tinggalnya. Dia bahkan bisa mengenali beberapa orang penting yang datang. Sungguh, ini adalah acara ulang tahun yang sangat meriah dan mewah.

“Darvamawish?”

“Ah, iya. Itu saya.”

“Anda pasti anak dari keluarga Darvamawish, bukan? Silahkan ikuti saya. Saya adalah Jason, pendamping untuk tamu spesial seperti anda.”

“Terima kasih.”

Helena pun mengikuti pria dengan pakaian formal hitam itu. Saat berjalan, kepalanya melihat sekeliling dalam mansion dan entah berapa tamu yang diundang ke acara ini. Makanan yang disajikan sungguh tak terhitung. Tamu-tamu yang hadir pun terlihat memukau dan mahal. Helena paham dirinya pun tak kalah memukau tapi ada perbedaan yang jelas dari aura-aura mereka.

“Silahkan tunggu di sini, acara akan dimulai sebentar lagi,” tutur Jason yang dibalas anggukan dan senyuman oleh Helena. Kini Helena berdiri di antara banyaknya tamu penting di sini. Meski sendiri, dia merasa bahwa rasa gugupnya tidak terlalu signifikan dibanding saat dia di apartemen. Yang perlu dia lakukan hanya mengikuti acara ini sampai usai lalu pulang dan beristirahat.

Sejujurnya dia tidak begitu tahu persis mana orang-orang H&G itu. Sebab, dia sama sekali belum pernah bertemu dengan mereka.

“Kenapa orang itu lama sekali, dasar gila. Ini bahkan sudah mau dimulai!” tiba-tiba Helena mendengar suara omelan di dekatnya. Dirinya lalu menoleh dan ternyata ada seorang gadis cantik dengan gaun jenis 𝘈-𝘭𝘪𝘯𝘦 𝘵𝘶𝘭𝘭𝘦 𝘭𝘰𝘯𝘨 berwarna 𝘣𝘶𝘳𝘨𝘶𝘯𝘥𝘺. Rambutnya yang agak panjang dengan warna 𝘣𝘭𝘰𝘯𝘥 agak kecoklatan dan kulitnya yang seputih susu, sungguh memikat mata siapapun yang melihat. Helena yakin gadis itu berumur di bawahnya dan dia hanya bisa meliriknya samar ketika gadis tersebut sedang sibuk dengan ponselnya.

“Menyebalkan! Entah kenapa dia begitu terlambat saat ini. Padahal yang kubutuhkan hanya kalung.”

Gerutu gadis itu membuat Helena hampir terkekeh. Dia lalu mengambil gelas berisi 𝘸𝘪𝘯𝘦 dan meminumnya perlahan. Saat gadis itu menoleh ke arahnya, dia lalu mendekat ke arah meja dan mengambil segelas 𝘸𝘪𝘯𝘦 juga.

“Aku baru melihatmu di sini. Kamu pasti tamu spesial.”

Sungguh gadis ini melontarkan pernyataan yang tak terduga. Helena sedikit mengangkat alisnya sebelum merespon.

“Bisa dikatakan begitu.”

“Semua orang di sini tampak begitu menikmati acara ini meski belum dimulai. Sementara aku di sini menggerutu karena suasana hatiku yang buruk. Pasti kamu mendengarnya, ‘kan?”

Um … aku tidak bermaksud menguping. Tapi, kamu memang terlihat sedang kesal,” ucap Helena berhati-hati. Dia tidak menyangka bahwa gadis yang dia puji dalam hati ini akan mengajaknya berbincang secara mendadak seperti ini.

“Tentu saja aku sedang kesal. Itu semua karena kakak laki-lakiku yang 𝘨𝘪𝘭𝘢 itu. Aku hanya meminta tolong membawakan kalungku yang kupesan sebelumnya tapi sampai saat ini hidung 𝘴𝘪𝘢𝘭𝘢𝘯 itu tidak muncul juga.”

Entah pendengaran Helena yang salah atau apa tetapi apakah gadis ini sedang mengutuk kakak laki-lakinya? Helena paham bahwa gadis ini sedang dalam suasana hati yang buruk tetapi menyebut kakaknya sendiri dengan kata gila dan sialan kepada orang asing sungguh mengejutkan.

“Apakah itu kalung yang akan kamu gunakan saat ini?”

“Tentu saja. Lihatlah style ku malam ini. Sangat kurang tanpa kalung itu,” ucap sang gadis dengan sedikit memanyunkan bibirnya. Helena kemudian tersenyum kecil. Ada hal lucu yang bisa dia lihat dari gadis ini.

“Jika aku boleh berkomentar, kamu sudah terlihat cantik dan menawan malam ini meski tidak memakai kalung,” puji Helena sambil tersenyum ramah. Sebagai sesama wanita, memberi pujian biasanya cukup ampuh untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Entah ini akan berpengaruh atau tidak untuk gadis ini.

“Sungguh?” nada yang keluar dari mulut gadis pirang itu ingin meyakinkan. Helena lalu mengangguk kepalanya. “Tapi kamu memakai kalung yang indah dan terlihat sangat cantik.”

Tangan Helena spontan memegang kalungnya diiringi dengan tatapannya. Kalung cantik ini memang pemberian dari ibunya sebagai hadiah ulang tahun. Terlebih, gaun yang dipakainya malam ini memiliki gaya 𝘰𝘧𝘧-𝘴𝘩𝘰𝘶𝘭𝘥𝘦𝘳.

“Kalung ini memang cantik tapi bagian 𝘈-𝘭𝘪𝘯𝘦 gaunmu sudah memiliki mutiara kecil di sekitarnya. Jadi, kurasa walau kamu tidak memakai kalung, kamu tetap terlihat cantik.”

Helena memuji gadis ini dengan nada yang begitu lembut. Senyuman manisnya membuat gadis pirang tersebut ikut menarik sudut bibirnya.

“Kamu sungguh sangat lihai untuk memuji. Apakah ini yang disebut 𝘨𝘪𝘳𝘭𝘴' 𝘳𝘶𝘭𝘦𝘴?”

Helena tertawa ringan atas tanggapannya itu. Tiba-tiba suara dering telepon membuat mereka terdiam sejenak. Gadis pirang tersebut kemudian mengangkat telepon itu.

“Kenapa kamu lama sekali! Cepat masuk aku akan menghampirimu. Di mana? Kamu di sebelah mana?” celoteh si gadis sambil mencari keberadaan sosok yang dicarinya. Helena hanya diam sambil sesekali minum 𝘸𝘪𝘯𝘦. “Ah aku melihatmu! Tunggu di sana!”

Gadis itu langsung menutup teleponnya dan sekali lagi mengambil gelas berisi 𝘸𝘪𝘯𝘦 kemudian menghabiskannya dalam sekali teguk. Sungguh gadis yang unik. Sepertinya dia memang terburu-buru.

“Baiklah. Karena kakakku sudah datang jadi aku akan pergi. Apakah kamu tidak apa-apa kutinggal?”

“Tenang saja. Aku akan menikmati pesta ini dengan nyaman.”

“Kalau begitu sampai jumㅡ tunggu sebentar, siapa namamu? Aku Sarah.” ucap gadis pirang yang memperkenalkan dirinya dengan senyum sumringah. Helena menerima perkenalan manis itu dengan senyum manisnya.

“Aku Helena.”

“Nama yang cantik! Baiklah kalau begitu silahkan menikmati pesta ini. Semoga kita dapat bertemu lagi!” pekik Sarah lalu pergi sambil melambaikan tangan yang tentunya dibalas oleh Helena. Dalam kejauhan, Sarah berlari kecil namun cepat ke arah seorang pria yang dipastikan itu adalah kakaknya. Pria tersebut memiliki rambut berwarna 𝘸𝘩𝘪𝘵𝘦 𝘣𝘭𝘰𝘯𝘥 seperti kristal salju, yang membuatnya tampak memukau dan menarik perhatian.

“Wow, dia seperti pangeran di buku dongeng. Tak heran kalau adiknya seperti seorang putri,” gumam Helena yang diam-diam memperhatikan pria itu dari kejauhan. Namun, Helena dibuat terkejut dan langsung memalingkan wajahnya saat pria berambut terang itu menoleh kepadanya. Ada perasaan gugup dan juga malu. Karena baru ini ada seseorang yang jika diperhatikan diam-diam, akan menengok kepadanya. “Sial … apa yang kulakukan?”

Acara pun dimulai dan disambut oleh tepukan tangan yang meriah dari para tamu yang datang. Terlihat bahwa sang tetua yang berulang tahun telah muncul dengan kursi rodanya. Tetua itu dibantu oleh seseorang dan di belakangnya ada beberapa orang yang kemungkinan pasti itu pihak keluarganya. Mata Helena menangkap dua sosok yang familiar. Itu adalah Sarah dan kakak laki-lakinya.

Ah … jadi dia adalah keluarga Hanstedorf,” gumam Helena yang meyakini diri sendiri. Karena tetua yang berulang tahun berasal dari keluarga Hanstedorf, sudah dipastikan bahwa Sarah adalah cucunya.

“Terima kasih untuk hadirin yang telah datang ke acara ini. Tetua Hanstedorf telah bertambah usia dan sudah menjadi tradisi kami untuk mengadakan acara ini untuk menjamu orang-orang yang telah mendukungnya. Terima kasih juga untuk keluarga Graulich yang selalu menjaga hubungan erat ini. Silahkan menikmati hidangan yang telah disiapkan dan bersenang-senanglah karena malam ini juga milik kalian.”

Pidato singkat tersebut menjadi pembuka untuk acara ini. Helena bisa melihat bahwa yang berpidato itu dipastikan orang terpercaya sang tetua. Ini pertama kalinya Helena melihat langsung keluarga Hanstedorf dan sebagian besar dari mereka yang berada di depan, memiliki rambut pirang. Tetapi yang paling menarik perhatian adalah pria memakai setelan jas biru tua itu, pria yang dilihat oleh Helena sebelumnya.

Pesta berlangsung dalam beberapa jam dan Helena telah berbincang dengan beberapa tamu ternama seperti dari kementerian ekonomi, keuangan, perusahaan industri, dan sebagainya. Sebagian ada yang datang dari negara tetangga seperti Prancis, Belgia, dan juga Belanda. Ini merupakan suatu kehormatan bagi Helena dapat bertemu dan mengobrol beberapa hal dengan petinggi-petinggi di dunia. Dia mengakui bahwa ayahnya sungguh hebat dapat menjadi incaran oleh mereka semua.

Meski ini hanya acara ulang tahun, tetapi para petinggi yang hadir juga memiliki tujuan untuk kepentingan mereka. Jelas ini bukan ranah Helena untuk ikut campur meski dirinya sedikit memahami apa yang diinginkan oleh mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam dan acara pun perlahan usai. Helena berjalan keluar pintu mansion dan berdiri untuk menunggu supir yang memang dipesan untuknya datang. Satu persatu tamu sudah pergi dan terlihat juga tetua Hanstedorf keluar yang diiringi oleh beberapa orang. Helena yang melirik mereka dalam diam, orang yang mendorong kursi roda tetua adalah pria yang berpidato sebelumnya.

“Hati-hati dan tolong jaga kesehatanmu, Kakek.”

Tetua itu masuk ke dalam mobil dengan hati-hati dan dibantu oleh pria berambut 𝘴𝘭𝘪𝘤𝘬 𝘣𝘢𝘤𝘬 warna 𝘣𝘭𝘰𝘯𝘥 tersebut. Sungguh pemandangan yang manis dan Helena merasa bahwa keluarga Hanstedorf memiliki hubungan yang baik.

Setelah mobil tetua pergi, pria tersebut berbalik dan melihat ke arahnya.

“Oh, bukankah kamu Helena?” sapa pria tersebut dengan senyuman ramahnya. Terlihat ada lesung pipi yang menghiasi wajahnya.

“Benar. Apakah kamu mengenalku?”

“Tentu saja. Kamu adalah anak dari si jenius Darvamawish. Aku mengenal baik ayahmu,” jawaban tersebut menyadarkan Helena betapa terkenalnya ayahnya. Seharusnya dia tidak terlalu heran akan hal tersebut.

“𝘛𝘦𝘯𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘢𝘭 𝘢𝘺𝘢𝘩𝘬𝘶.”

“Oh begitu … ya, aku tidak heran juga.”

“Jadi, bagaimana kondisimu? Kudengar pemulihanmu sudah sangat baik?” pertanyaan tersebut membuat alis Helena sedikit terangkat. Kondisi? Pemulihan? Bagaimana hal itu diketahui oleh orang ini? Dengan gugup Helena meresponnya.

Um … ya … aku baik-baik saja. Tapi, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?”

“Pasti ini membuatmu bingung tapi berita itu sungguh besar di kalangan kami.”

Pernyataan itu jelas membuat Helena semakin heran. Berita besar? Di kalangan mereka? Apa maksudnya? Apakah penculikannya itu melibatkan keluarga mereka? Helena benar-benar tidak mengerti dan ingin menanyakan pertanyaan tersebut kepada pria tersebut. Tapi, mobil yang sudah dipesan untuknya sudah datang.

“Sepertinya kamu harus segera pulang dan beristirahat.”

“Tentu. Terima kasih dan sampai jumpa.”

Helena pun berpamit pulang dan masuk ke dalam mobil. Pria berambut pirang dengan lesung pipi itu hanya tersenyum melihat kepergiannya. Sejujurnya tak ada hal yang menjanggal dari karakter pria itu kecuali perkataan sebelumnya. Hal itu terngiang-ngiang di dalam pikiran Helena dan malam itu, menjadi pengalaman yang tak terlupakan untuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status