Share

Menembak Kakakmu!

Author: Aksara_Lizza
last update Last Updated: 2025-02-07 10:11:55

“Aku tidak akan segan-segan menghancurkan hidupmu jika berani mengusik rumah tanggaku dengan Emily.”

Kata-kata itu meluncur di bibir Felix ketika menemui Harland di kantornya. Ruangan itu menjadi cukup menegangkan setelah mendengar ucapan Felix tadi.

"Di mana anak kesayanganmu itu berada, Harland?" suara Felix merayap di udara seperti belati yang baru diasah, menusuk langsung ke dalam ketenangan malam yang sekarat.

Sorot matanya yang hitam menembus wajah Harland, mencabik-cabik keberaniannya yang sudah compang-camping.

"A—aku … aku tidak tahu, Felix. Bahkan sampai saat ini nomornya tidak bisa dihubungi. Mungkin dia masih bersembunyi entah di mana," ucap Harland dengan suara yang lebih mirip desisan angin sebelum badai.

Jari-jarinya yang gemetar meremas ujung jasnya, seolah mencari perlindungan dari hawa kematian yang menjalar dari tatapan Felix.

Wajah Felix kini adalah pahatan dari kebencian yang membara, sesuatu yang tidak pernah Harland lihat sebelumnya.

Sejak pernikahannya dengan Marsha kandas seperti kapal tua dihantam ombak, lelaki itu bukan lagi manusia—ia adalah iblis yang bangkit dari api penyesalan.

"Bawa dia ke hadapanku jika sudah ditemukan. Aku juga akan mencarinya dan membuatnya menyesal!" suara Felix meluncur seperti bisikan maut, dingin dan tajam, mencengkeram malam yang sudah penuh sesak oleh keputusasaan.

Harland menatapnya dengan mata yang diselimuti bayangan ketakutan. Ia tahu Felix bukan sekadar berbicara—ia bersumpah dalam nada suaranya, seperti kutukan yang tidak bisa dihapuskan.

"Emily sudah menggantikan posisi Marsha menjadi istrimu. Kenapa kau masih ingin balas dendam padanya?" tanya Harland, suaranya serak, hampir tak lebih dari desau angin yang pasrah pada takdir.

Felix mendekat, membuat jarak di antara mereka hanya selebar hela napas yang penuh racun. Matanya menyala seperti bara dalam kegelapan.

"Karena Emily anak tirimu, kau berani mengatakan itu padaku? Emily tidak berharga di hidupmu, hm?" nadanya mendesing tajam, seperti gelas kristal yang retak sebelum hancur berkeping.

Sejenak, hening mengambil alih. Udara di sekitar mereka seolah berubah menjadi beku, sementara keheningan menjerit tanpa suara.

"Atau kau memang sengaja membiarkan Marsha pergi dan Emily menjadi penggantinya?" tuduh Felix.

Harland menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak. Aku tidak pernah berpikir Emily harus menggantikan Marsha. Bahkan aku pun baru tahu jika Marsha memiliki kekasih," suaranya gemetar, meski ia berusaha terdengar meyakinkan.

Namun, bayangan ketidakpercayaan telah mengakar di mata Felix. Sorot matanya yang dingin menusuk seperti belati yang baru diasah, menggantung di atas kepala Harland, siap jatuh kapan saja.

"Aku akan memantaumu setiap detiknya. Kau pikir urusan kita sudah selesai, begitu kau menikahi anak tirimu denganku? Tidak akan, Harland!" Felix mengucapkannya dengan nada datar, tetapi setiap kata bagai palu yang menghantam batin.

Felix lalu berbalik, melangkah pergi dengan gerakan angkuh yang menggema di ruangan itu. Sepatu mahalnya beradu dengan lantai marmer, menciptakan irama yang seakan menjadi aba-aba bagi malapetaka yang akan datang.

Sosoknya tegap, penuh kharisma, namun di balik elegansi itu bersemayam bahaya yang siap meledak kapan saja.

Pria itu bukan sekadar pengusaha. Ia adalah badai dalam tubuh manusia—seorang mafia dengan tangan berlumuran darah, namun wajahnya dihiasi ketampanan yang menyesatkan.

Tatapannya bisa membuat orang bergetar, seperti seekor serigala yang baru saja mengendus ketakutan mangsanya.

**

"Kau sudah pulang?"

Suara lembut Emily menyambut Felix begitu ia memasuki rumah. Wanita itu berdiri di ambang pintu ruang tengah.

Felix tidak langsung menjawab, hanya berjalan santai menuju sofa, lalu menjatuhkan tubuhnya dengan elegan.

"Aku ingin tahu hubunganmu dengan Marsha. Apakah kalian berhubungan baik?" tanyanya tiba-tiba, matanya mengunci gerakan Emily seperti elang yang mengawasi mangsanya.

Emily menelan salivanya dengan pelan, seolah sedang berusaha menelan ketakutan yang menggumpal di tenggorokannya. Ada sesuatu dalam cara Felix berbicara—sesuatu yang tak terucapkan, tapi begitu jelas terasa.

"Tidak terlalu. Kau pun tahu aku hanya adik tirinya yang dibawa oleh ibuku saat menikah dengan ayahnya," jawab Emily akhirnya, suaranya nyaris bergetar, meskipun ia berusaha tampak tenang.

Felix tidak segera menanggapi. Ia hanya menatapnya lama, dalam, seakan sedang mencari retakan di wajah cantik wanita itu. Kemudian, bibirnya melengkung tipis dalam senyum yang lebih menyerupai pisau tajam.

"Begitu rupanya," ucapnya, nadanya nyaris seperti bisikan. Matanya tetap terpaku pada Emily, penuh misteri dan ancaman yang samar.

Felix menyandarkan tubuhnya ke sofa, satu tangan terangkat, jemarinya mengetuk-ngetuk sandaran lengan kursi dengan ritme yang tidak tergesa.

"Kau tahu kan, aku sangat membenci penipu seperti Marsha," katanya lagi, lebih pelan, lebih dingin. "Maka dari itu, kau harus terlihat bahagia menikah denganku. Aku akan membuat Marsha menyesal karena telah menipuku."

Ada sesuatu di balik kalimat itu—sebuah sumpah beracun yang siap merayap ke dalam kehidupan siapa pun yang menentangnya.

Emily bisa merasakan udara di sekitarnya berubah menjadi lebih dingin, seolah malam itu menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Termasuk mengandung anakmu?" suara Emily terdengar lirih, hampir seperti bisikan yang takut terdengar oleh takdir itu sendiri.

Felix tidak butuh waktu lama untuk menjawab. Ia mengangguk, matanya menatap Emily tanpa keraguan, penuh kepastian yang nyaris seperti perintah tak terbantahkan.

"Ya. Kau harus mengandung anakku."

Dunia seakan berhenti berputar bagi Emily. Udara di sekelilingnya mendadak terasa lebih berat, menekan dadanya hingga sulit bernapas.

Kata-kata itu bergema di kepalanya, berputar-putar seperti mantra terkutuk yang tak bisa dihapuskan.

Menjadi seorang ibu? Emily belum pernah membayangkannya, apalagi mengandung anak dari pria seperti Felix—seseorang yang lebih mirip badai ketimbang manusia.

Ada kebengisan dalam dirinya, sesuatu yang gelap dan menelan apa saja yang berani melawannya.

Namun, penolakan? Itu bukan pilihan. Felix tidak akan menerimanya. Tidak pernah.

Pria itu adalah penguasa yang tak mengenal batas, seorang raja tanpa belas kasih yang akan terus mendominasi, menekan, menghancurkan, hingga tak ada lagi celah bagi siapa pun untuk bernapas tanpa izinnya.

Keheningan merayap di antara mereka, menciptakan celah yang diisi oleh ketakutan Emily yang tak terucapkan.

"Kenapa diam? Kau ingin keluargamu bernasib malang, seperti yang kuucapkan dua hari yang lalu?" suara Felix memecah kebisuan, nadanya bagai cambuk yang mencabik kulit.

Emily tersentak, seperti boneka kayu yang ditarik talinya dengan kasar. Ia menggeleng cepat, jantungnya berdetak sekeras genderang perang.

"Aku … aku bersedia. Aku akan mengandung anakmu," kata-kata itu meluncur dari bibirnya dengan getir, seperti racun yang dipaksakan masuk ke dalam tenggorokannya sendiri.

Felix tersenyum tipis—bukan senyum hangat seorang kekasih, melainkan seringai seorang pemenang yang baru saja menancapkan cakar terakhirnya ke dalam tubuh mangsanya.

Beban di pundak Emily terasa semakin berat, lebih dari yang pernah ia bayangkan. Ia bukan hanya istri Felix. Ia adalah tawanan dalam sangkar emas yang kuncinya telah dibuang jauh ke dalam lautan dendam.

Felix berdiri, tubuhnya menjulang seperti bayangan gelap yang tak bisa dihindari.

"Kalau begitu, persiapkan dirimu dan kita pergi bulan madu," ucapnya, nada suaranya santai, seolah ia baru saja membicarakan liburan biasa, bukan pengasingan yang dirancangnya sendiri.

"Aku ingin menghabiskan waktu denganmu agar otakku tidak terus-menerus memikirkan di bagian tubuh mana yang harus kutembak.”

“Menembak … siapa?” tanya Emily pelan, penuh dengan ketakutan.

Felix menoleh menatap Emily dengan tatapannya yang begitu tajam. “Kakak tirimu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Siapa yang Ditemukan?

    "Hi, Felix!"Felix hanya menatapnya dengan datar, tanpa sedikit pun ketertarikan menyambut keberadaan pria yang berdiri di hadapannya—Noah, sepupunya yang tampaknya datang tanpa diundang dan tanpa memahami batas."Mau apa kau kemari? Tidak ada yang perlu kau periksa di sini, tidak ada yang sakit."Nada Felix datar, nyaris malas, seolah kedatangan Noah hanyalah gangguan kecil yang tak berarti.Noah menaikkan alisnya, menyandarkan tubuhnya pada pintu dengan santai. "Aku belum memberimu selamat untuk pernikahanmu dengan Marsha. Jadi—"Felix memotongnya sebelum kalimat itu sempat menggantung terlalu lama. "Aku tidak menikahinya."Ekspresi Noah berubah seketika. Sepupunya yang satu ini memang terkenal impulsif, tapi ini? Ini benar-benar tak terduga."Why? Lalu, siapa wanita yang menggantikan Marsha? Dan kenapa kau tidak jadi menikahinya?" tanya Noah, matanya menyipit, mencoba membaca sesuatu di balik wajah tak terbaca Felix.Felix menyeringai tipis, tetapi senyum itu lebih menyerupai kilat

    Last Updated : 2025-02-07
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Membunuh tanpa Belas Kasih

    "Kau mau pergi ke mana?" suara Emily bergetar ketika melihat Felix bersiap-siap untuk pergi. Matanya mencari kepastian di wajah lelaki itu, tetapi yang didapatinya hanyalah tatapan dingin.Felix tidak menjawab, hanya menghentikan langkahnya sejenak sebelum berkata dengan suara rendah namun mengandung ancaman, "Tetap di rumah, dan jangan sekali pun kau berpikir untuk kabur dariku!"Dada Emily terasa sesak. Seakan ada tangan tak kasat mata yang mencekiknya, membuatnya sulit bernapas.Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, mencoba meredam gemetar yang mulai menjalari tubuhnya.Ia hanya bisa menelan ludah dan mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi ribuan tanya yang tak berani ia ucapkan."Apa kau tidak akan pulang hari ini?" suaranya lirih, hampir seperti bisikan ketakutan.Namun, Felix hanya diam. Tanpa menoleh, ia melangkah keluar dan menutup pintu dengan kasar. Suara itu bergema di ruangan, meninggalkan Emily yang berdiri terpaku.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak

    Last Updated : 2025-02-14
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Menanti Kepulangan Sang Suami

    "Nyonya, makan malam sudah siap," suara lembut Ammy, pelayan setianya, membuyarkan lamunannya.Emily mengangkat wajahnya, menatap Ammy dengan tatapan kosong sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Apakah Felix sudah pulang, Ammy?"Pelayan itu menggeleng pelan, senyum simpati terlukis di wajahnya. "Belum, Nyonya. Tapi, Tuan berpesan pada saya agar menyiapkan segala kebutuhan Nyonya selama Tuan tidak ada."Emily menghela napas panjang, seolah berat untuk menghembuskannya kembali. Matanya kembali menerawang ke luar jendela, menatap gelapnya langit yang mulai diselimuti bintang.Ke mana sebenarnya pria itu? Kenapa hingga kini dia belum juga kembali?Saat ia melangkah menuju ruang makan, langkahnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menggantung di pikirannya.Saat duduk di kursi panjang yang berhadapan dengan meja makan yang megah, ia kembali menoleh pada Ammy, ingin tahu lebih banyak."Apakah dia selalu pergi dan tidak pulang ke rumah, Ammy?" tanyanya, suaranya terdengar lelah.Ammy melet

    Last Updated : 2025-02-15
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Bersiaplah Menyambut Keganasanku!

    Emily menganggukkan kepalanya dengan pelan. Hawa dingin yang menyelimuti ruangan membuatnya semakin sulit untuk bernapas dengan tenang."Ya. Aku ingin tahu. Tapi, jika kau keberatan untuk memberitahuku, maka jangan diberitahu," ucapnya dengan suara yang nyaris bergetar.Felix tersenyum miring, ekspresinya bak seekor serigala yang tengah menikmati ketakutan mangsanya. Tatapannya tajam, menelanjangi kegelisahan yang berusaha disembunyikan oleh Emily."Jadi, kau ingin tahu atau tidak, hm?" suaranya terdengar tenang, tetapi ada nada permainan dalam ucapannya—seolah ia sedang menggoda Emily, namun dengan cara yang justru menambah ketegangan di udara.Emily menggigit bibirnya, jari-jarinya mengepal di atas meja. Ia tidak tahu harus menjawab apa.Rasa penasaran dan ketakutan bertarung dalam pikirannya, sementara pria di hadapannya terus menunggu dengan sabar, menikmati setiap detik kebingungan yang ia alami."Lihat aku, Emily!"Nada suara Felix tiba-tiba berubah dingin, menusuk hingga ke tul

    Last Updated : 2025-02-17
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Sangkar Emas Menjerat Emily

    Setelah berjam-jam perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya mereka tiba di Yunani.Langit malam yang jernih bertabur bintang menyambut kedatangan mereka, sementara cahaya lampu kota berpadu dengan lautan luas, menciptakan pemandangan yang nyaris seperti lukisan.Emily membelalakkan mata, terpesona oleh keindahan yang terbentang di hadapannya. Angin malam berembus lembut, membawa aroma laut yang menyegarkan ke dalam paru-parunya."Wow!" gumamnya, nyaris tanpa suara, matanya terus mengamati pemandangan yang seolah tidak nyata."Aku tidak menyangka akan pergi ke negara seindah ini," lanjutnya lirih, suaranya mengandung decak kagum yang tulus.Namun, kekagumannya terhenti seketika ketika tiba-tiba lengan kekar Felix melingkar di pinggangnya. Emily tersentak, tubuhnya menegang karena sentuhan yang datang begitu tiba-tiba.Ia menoleh, mendapati wajah Felix begitu dekat dengannya. Pria itu menatapnya dengan mata tajam, dingin, dan penuh arti."Kau menyukai tempat ini, hm?" suara beratnya

    Last Updated : 2025-02-18
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Jangan Berpikir akan Memberikannya!

    "Bangunlah, Emily."Suara Felix menyerupai desau angin senja yang menggelitik dedaunan, berat namun membelai dengan kelembutan yang nyaris menghipnotis.Emily membuka matanya perlahan, pupilnya yang masih dibalut kantuk bergetar saat menatap wajah pria yang kini berada begitu dekat.Tangan kekar itu bergerak seperti gelombang pasang yang menyentuh pantai, merayap di dada Emily dengan sentuhan yang membuat pori-porinya terbuka, menyambut sensasi yang menggigilkan. Emily menggeliat, tubuhnya seolah kelopak mawar yang terbuka saat embun pagi mencium permukaannya."Felix, tanganmu …."Namun, ucapannya terputus begitu saja. Bibir Felix sudah lebih dulu menempel di miliknya, mencuri kata-kata yang hendak meluncur dari bibir lembutnya. Ciuman itu bukan sekadar pertemuan dua insan, melainkan badai yang menyapu, ganas, membakar setiap nadi yang berdenyut di bawah kulit.Felix menyibakkan mini dress yang dikenakan Emily dengan mudah, seolah kain itu tak lebih dari kelopak bunga yang gugur ter

    Last Updated : 2025-02-19
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Tak Bisa Berhenti, Mungkin Sampai Pagi

    “Jadi… pernikahan ini hanya untuk menuntaskan hasratmu saja?”Suara Emily terdengar parau saat ia akhirnya mengucapkan pertanyaan itu. Di dalam dadanya, ada sesuatu yang bergejolak—rasa sakit yang tak berwujud, seperti belati yang menembus perlahan, mengirisnya dari dalam. Namun, ia tetap menatap Felix, menunggu jawaban yang sepertinya sudah ia ketahui.Felix tidak terburu-buru menjawab. Ia membiarkan keheningan menggantung sejenak, membiarkan Emily merasakan betapa dingin dan mutlaknya kenyataan ini. Lalu, dengan santai, ia menganggukkan kepalanya. “Ya.”Hanya satu kata.Satu kata yang cukup untuk meruntuhkan semua harapan yang mungkin pernah tersisa dalam diri Emily.Namun, Felix belum selesai. Matanya menyipit sedikit, nada suaranya berubah tajam seperti bilah pisau yang menggores kulit. “Tapi, jangan coba-coba mencari pria lain di luar sana. Ingat, Emily. Kau adalah istriku. Kau sudah menikah.”Kalimat itu bukan peringatan biasa. Itu adalah ancaman terselubung yang berlapis kepe

    Last Updated : 2025-02-20
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Bukan Sekadar Bulan Madu

    Cahaya matahari pagi merayap masuk melalui celah tirai sutra yang masih sedikit terbuka, membiaskan rona keemasan di dalam kamar yang luas. Emily menggeliat pelan, kelopak matanya terasa berat saat ia membuka mata, membiarkan kesadaran perlahan kembali padanya. Namun, begitu tubuhnya mulai bergerak, rasa nyeri menjalar ke seluruh persendiannya, membuatnya mengerang pelan.Seakan tubuhnya telah berperang melawan badai semalaman.Setiap otot terasa kaku, setiap inci kulitnya mengingatkan pada betapa ganasnya Felix menyentuhnya semalam. Sebuah tanda kepemilikan yang tak terlihat, namun begitu nyata terasa di setiap denyut tubuhnya.Ia menoleh ke sisi ranjang, mencari sosok yang semalam begitu rakus menelannya dalam pusaran gairah. Namun, kasur di sebelahnya sudah dingin—Felix telah pergi."Ke mana dia?" gumamnya, suara seraknya terdengar samar di dalam keheningan kamar.Emily melirik jam di nakas—baru pukul tujuh pagi."Astaga… dia sudah pergi sepagi ini?" Keluhan itu meluncur begitu s

    Last Updated : 2025-02-20

Latest chapter

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Selalu Membahas Tentang Marsha

    Keesokan harinya, setelah kepastian kehamilan Emily diumumkan oleh dokter, suasana di rumah menjadi berbeda.Felix berubah menjadi sosok yang sangat protektif, namun tetap dengan cara yang khas dirinya—tegas, dingin, dan penuh aturan.Di dalam kamar mereka yang luas dan elegan, Emily sedang duduk bersandar di sandaran tempat tidur dengan bantal-bantal empuk menopangnya.Felix berdiri di hadapannya, tangan disilangkan di dada, matanya menatap tajam seolah sedang menyusun strategi perang.“Kau harus makan makanan bergizi, minum vitamin secara rutin, dan jangan lupa susu ibu hamil setiap pagi dan malam,” ucapnya tegas.“Istirahat cukup. Tidak boleh tidur larut. Dan yang paling penting, kau dilarang melakukan pekerjaan berat. Selama kau hamil, kau hanya perlu menjalankan tugasmu sebagai ibu hamil.”Emily menghela napas berat. Suara Felix yang seperti perintah militer itu membuatnya lelah, meskipun niatnya jelas karena perhatian. Ia tahu, tak ada ruang untuk perdebatan jika pria itu sudah

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Kabar Mengejutkan

    Malam itu, suasana ruang makan dipenuhi aroma masakan hangat dan cahaya lampu gantung yang temaram. Felix dan Emily duduk berhadapan di meja makan, namun suasana di antara mereka terasa kaku.Di depan mereka, hidangan favorit Emily tersaji rapi, namun wanita itu hanya memandangi makanannya tanpa benar-benar berniat menyentuhnya.Felix melirik istrinya. Dia menyadari bahwa sejak mereka duduk, Emily belum banyak bicara.“Sudah. Makan saja,” katanya, suaranya tenang namun tegas. “Jangan memikirkan hal yang tidak perlu kau pikirkan.”Emily mengangkat wajahnya perlahan. Matanya menatap dalam ke arah suaminya, lalu dengan suara lirih ia berkata, “Maaf…”Felix tak membalas. Ia hanya menunduk, kembali menyendok makanannya dengan wajah datar. Tak ada senyum. Tak ada kata-kata penghiburan.Emily masih menatapnya. Hatinya terasa sesak.Padahal… saat dia baru sadar dari pingsannya siang tadi, Felix begitu perhatian. Tatapannya lembut, suaranya hangat, bahkan menggenggam tangannya tanpa ragu.Tapi

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Tidak Perlu Tahu

    “Ibumu sudah pulang?” suara Felix pelan, tapi jelas, saat ia menghampiri Emily yang sedang berdiri diam di depan jendela kamar mereka.Cahaya senja menyorot separuh wajah perempuan itu, membuat bayangannya tampak rapuh.Emily menoleh pelan, dan mengangguk. “Ya. Sudah sejak dua jam yang lalu. Terima kasih, sudah memberi Mama tumpangan, Felix.” Senyumnya lembut, namun di baliknya tampak sisa-sisa kelelahan yang belum sepenuhnya reda.Felix memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana hitamnya. Langkahnya tenang, tapi matanya tak bisa menyembunyikan kegelisahan yang ia simpan sejak siang tadi.Ia berdiri di sisi Emily, menyamakan tinggi pandangan mereka ke luar jendela, seakan mencoba membaca isi hati sang istri melalui pantulan kaca.“Apa saja yang dikatakan oleh Mark padamu?” tanyanya, suaranya rendah namun penuh ketegangan.Emily terdiam. Hening menggantung cukup lama hingga bunyi detak jarum jam terdengar seperti dentuman. Ia akhirnya menghela napas, berat.“Dia… dia menginginkank

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Sudah tidak Mengharapkannya

    “Untuk yang pertama dan terakhir kalinya?” tanya Emily dengan suara pelan namun penuh dorongan rasa ingin tahu yang tak bisa ia bendung lagi.Hatinya bergolak, seolah jawaban itu akan menentukan bagaimana ia memandang seluruh masa lalunya bersama Felix.Mala mengangguk pelan. “Aku rasa begitu. Karena setelah itu, Marsha pergi. Tidak kembali dan menggunakan uang yang diberikan Felix untuk kabur. Dan Felix tidak tahu ke mana perginya Marsha.”Emily menatap ibunya lekat-lekat, mencoba membaca tiap gestur yang mungkin menyimpan sesuatu yang belum diucapkan.Ia bisa melihat dari sorot mata ibunya—betapa getir dan rumitnya masa lalu yang kini perlahan terbongkar di hadapannya.Bayangan akan hari pernikahan yang batal, akan gadis yang seharusnya menggantikan dirinya berdiri di altar, kini terasa lebih menyakitkan.Di saat pernikahan sudah di depan mata, Marsha memilih pergi begitu saja… meninggalkan kekacauan yang pada akhirnya harus ia tanggung sendiri.“Aku ingin tahu… apakah Felix sempat

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Penjelasan Mala

    "Ya. Dia tahu dariku," ucap Mala dengan nada pelan, seolah kata-kata itu membawa kembali kenangan pahit yang selama ini ia simpan sendiri."Dia sempat menanyakan kenapa ayahmu meninggal. Lalu, aku memberitahunya semuanya."Emily terdiam. Bibirnya mengatup, sementara pikirannya melayang pada percakapan terdahulu bersama Felix.Perlahan, ia menghela napas panjang—sebuah napas yang terdengar berat, seperti membawa seluruh beban hatinya."Pantas saja dia bertanya padaku tentang hal yang membuatku bingung saat mendengarnya," ucap Emily, suaranya pelan, nyaris seperti gumaman.Mala menoleh cepat, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya yang penuh kekhawatiran. "Apa yang dia tanyakan padamu, Nak?"Emily menatap ibunya. Ada luka yang tampak samar di balik matanya—bukan luka fisik, melainkan luka yang tak terlihat, namun terasa begitu menyakitkan."Apakah aku akan berpaling dari Felix jika ada orang yang mencintaiku," jawabnya akhirnya.Pertanyaan itu kembali terngiang di benaknya. Waktu it

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Kedatangan Mala ke Rumah Felix

    "Aku harus pergi," ucap Felix dengan suara pelan, hampir seperti bisikan, setelah dengan lembut menyuapi Emily hingga suapan terakhir.Tangannya menggenggam sendok, namun tatapannya seolah ingin menahan waktu agar tak berjalan."Pergi? Kau mau pergi ke mana, Felix?" tanya Emily dengan nada pelan, namun jelas terdengar ada kegelisahan dalam suaranya.Matanya menatap Felix dengan dalam, seolah ingin menembus lapisan-lapisan misteri yang selama ini menyelubungi pria itu."Ada yang harus aku selesaikan. Selama dua hari ini aku tidak pergi ke mana-mana karena menunggumu siuman. Aku juga ingin terus menemanimu. Tapi... aku harus pergi dulu," jawab Felix dengan nada datarnya.Emily terdiam. Matanya menunduk, menyembunyikan kekecewaan kecil yang datang begitu saja. Ia tahu, Felix punya tanggung jawab besar. Tapi mengapa hatinya merasa kosong saat mendengar kepergian itu?"Aku tidak akan lama. Hanya memantau situasi saja. Ada pengiriman barang ke New York dan aku harus memeriksanya," lanjut Fe

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Perhatian Manis Felix

    Sayup-sayup, kelopak mata Emily bergerak, perlahan seperti tirai yang tersibak angin pagi.Dunia tampak buram di hadapannya, seakan realitas masih berselimut kabut dan waktu belum benar-benar mengizinkannya terjaga.Kepalanya berat, seolah menyimpan seluruh beban dari mimpi buruk yang belum selesai.“Sst… di mana ini? Aku di mana?” gumamnya lemah, suaranya rapuh seperti bisikan dedaunan yang digoyang angin.Tangan mungilnya meraba pelipis, mencoba menangkap kembali rasa sadar yang menguap entah ke mana.Ia menyandarkan tubuhnya perlahan, lalu mengedarkan pandang, menatap ruangan yang belum sepenuhnya dikenalnya.“Emily?” suara itu memecah keheningan, lembut namun menggetarkan.Felix, duduk tak jauh darinya, menatap dengan mata yang penuh kelegaan dan kecemasan yang belum sempat pergi. “Akhirnya kau siuman juga.”Mata Emily membulat. Seakan baru sadar, ia melesat maju dan mendekap tubuh Felix seerat mungkin.Pelukannya adalah pelarian, tempat ia menumpahkan semua ketakutan yang membatu

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Akhirnya Ditemukan

    “Emily!” Suara Felix menerobos kesunyian yang membeku, menembus kabut pekat ketakutan yang menyelimuti ruang sempit itu.Di sudut ruangan, cahaya redup mengguratkan bayangan pada wajah yang nyaris kehilangan hidup—Emily, dengan luka memar menghiasi pipinya bak tanda luka dari malam yang bengis.Samar-samar, kelopak matanya yang berat terbuka, menatap Felix seakan menatap mimpi yang gentayangan.Ia tidak tahu, tidak sadar, bahwa yang kini berlutut di hadapannya adalah pria yang dulu pernah ia panggil “rumah.”“Tolong aku,” bisiknya. Suaranya serupa daun kering yang diterbangkan angin musim gugur—nyaris tak terdengar, namun menyayat.“Aku di sini. Aku akan membawamu pulang.” Dengan segenap kerinduan dan kegentingan yang menyatu, Felix mengangkat tubuh Emily yang begitu ringkih, seakan tulangnya terbuat dari kaca dan jiwanya hampir tercerabut dari raganya.Ia menggigil. Dingin menggigit tulang, namun demam membakar dagingnya. Peluh bercampur air mata mengalir di pelipisnya, sementara tub

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Menyerang Markas Mark

    DUAR!!!Ledakan itu memecah keheningan seperti dentum gendang neraka yang dibunyikan di ujung dunia.Langit malam seketika menyala merah darah, memantulkan kobaran api yang melahap markas besar milik Mark yang berdiri tak jauh dari pelabuhan tua—sebuah tempat terlupakan yang kini menjadi saksi kehancuran.Asap pekat membumbung tinggi, menari liar di angin laut yang asin dan lembap, seakan roh-roh para pengkhianat menjerit dari dalam kobaran.“Bos! Markas kita dibom!” teriak salah satu anak buah Mark lewat sambungan telepon, suaranya tercekat oleh ketakutan.Mark yang duduk di dalam ruang gelap langsung berdiri, tubuhnya gemetar menahan gelombang kemarahan yang membuncah seperti air bah.“Argh! Sialan! Kenapa bisa terjadi?! Apa yang kalian lakukan di sana sampai tidak mengetahui semuanya, hah?!” teriaknya, suaranya menggelegar seperti badai yang menabrak tebing.Dengan tangan bergetar, ia membuka monitor pengawas. Gambar yang terpampang di layar membuat darahnya mendidih. Api. Asap. Re

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status