Share

Ikuti Saja Permainanku

Penulis: Aksara_Lizza
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-06 12:44:29

Denting halus dering ponsel memecah keheningan di pagi itu, merayap masuk ke dalam kesadaran Emily yang masih terperangkap dalam sisa-sisa mimpi yang samar.

Kelopak matanya yang berat terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan temaram cahaya kamar.

Tangannya terulur, meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Namun, begitu matanya menangkap nama yang tertera di layar, kantuknya seketika menguap.

“Mama?”

Jantungnya berdegup lebih cepat. Ada sesuatu yang hangat, sesuatu yang nyaris terlupakan menyusup ke dalam dadanya.

Rindu yang selama ini ia kubur dalam diam mendadak meletup, memenuhi rongga dadanya dengan desir harapan yang rapuh.

“Mama?” suaranya bergetar pelan.

Di seberang sana, suara lembut yang telah lama dirindukannya menyapa, “Apa kau baik-baik saja di sana, Nak?” tanya Mala dengan nada cemas.

Emily menelan ludah. Ia ingin menangis, ingin memeluk ibunya, ingin kembali ke tempat yang penuh kehangatan. Namun, kenyataan menjebaknya dalam kebisuan. Ia menggigit bibirnya, menahan gejolak yang hampir tumpah.

“Aku… aku baik-baik saja, Mama. Jangan khawatir,” ujarnya dengan suara yang dipaksakan ceria.

Sejenak, hanya ada helaan napas dari seberang telepon sebelum suara sang ibu kembali terdengar.

“Syukurlah. Mama sangat khawatir, Sayang. Mama takut Felix menyakitimu.”

Emily terdiam. Hatinya mencelos.

Felix memang belum menyentuhnya dengan kekerasan fisik, tetapi ancaman-ancamannya berbisik di telinganya setiap malam—dingin, kejam, seperti pisau yang melayang di atas tenggorokannya, siap menebas kapan saja ia melakukan kesalahan.

Ia mengalihkan pandangannya ke arah kamar mandi. Pintu terbuka, dan dari dalamnya, sosok tinggi Felix muncul, kulitnya masih basah dengan sisa air yang menetes dari rambutnya.

Tanpa kata, lelaki itu melangkah mendekat, matanya menyipit tajam saat melihat ponsel di genggaman Emily.

Dalam sekejap, tangan Felix merampas ponsel itu dari jemarinya. Matanya menelusuri layar, dan senyum miring terukir di bibirnya saat membaca nama kontak yang baru saja berbicara dengan istrinya.

“Mama.” Felix menyebutnya dengan nada rendah, hampir terdengar mengejek.

Emily tersentak. Dengan cepat, ia merebut kembali ponselnya, lalu menempelkan ke telinganya untuk mengakhiri percakapan yang mendadak terasa seperti jebakan.

“Mama, aku mau mandi. Sudah dulu, ya. Bye, Mama,” ucapnya terburu-buru, lalu dengan tangan gemetar, ia meletakkan ponselnya di atas nakas, menjauhkannya dari tatapan penuh selidik suaminya.

Felix menatapnya beberapa saat sebelum akhirnya bersuara, suaranya dingin seperti hembusan angin malam yang membawa kematian.

“Jangan pernah mengatakan apa pun pada ibumu.”

Emily menelan ludah, lalu mengangguk pelan. “Aku tidak mengatakan apa pun. Ibuku hanya menanyakan kabarku di sini.”

Felix terkekeh, sebuah tawa yang sama sekali tidak mengandung kebahagiaan. “Baru dua hari tinggal di sini dan ibumu sudah menanyakan kabarmu? Bagaimana jika kau tidak ada kabar selama satu bulan?”

Ia mendekat, menundukkan wajahnya hingga napasnya yang hangat menyapu wajah Emily yang pucat. “Mungkin ibumu mengira kau telah menjadi bangkai.”

Dunia Emily seakan berhenti berputar. Tenggorokannya tercekat, napasnya tersendat. Untuk sesaat, ia merasa seolah sedang berdiri di tepi jurang yang dalam, dan satu langkah kecil bisa menjatuhkannya ke dalam kegelapan abadi.

Felix… benar-benar bisa membunuhnya.

"Kapan kita akan pergi ke rumah keluargaku? Bahkan kita sudah pergi ke rumah orang tuamu," tanya Emily dengan nada penuh harap, suaranya seakan bergetar di udara, mengisi kekosongan antara dirinya dan Felix.

Felix menyipitkan matanya, sorotnya tajam bak pedang yang siap membelah harapan. Bibirnya menyunggingkan senyum yang tak menyampaikan kehangatan, melainkan kehancuran.

"Dalam mimpimu," ucapnya dingin, suaranya mengalir seperti racun yang meresap ke dalam pembuluh darah Emily.

Jantung Emily berdegup tak menentu. "Kenapa begitu? Kau sendiri yang bilang kita bisa pergi ke sana," bisiknya, ketakutan menjalar di tulang-tulangnya, seperti embun beku yang menggigit kulit pada pagi buta.

Felix menggerakkan tubuhnya perlahan, mendekat hingga wangi sabunnya menyeruak ke dalam kesadaran Emily, mengaburkan batas antara ketakutan dan ketertarikan.

Jemarinya mencengkeram headboard tempat tidur dengan begitu erat, seolah ia adalah penguasa yang tengah memastikan wilayah kekuasaannya tetap tunduk di bawah kendalinya.

Cahaya lampu kamar yang remang memahat bayangan di tubuh atletisnya, menampilkan garis-garis otot yang menegaskan keberadaan kekuatan tak terbantahkan.

Emily menahan napas, dunia terasa mengecil, menyusut hanya menjadi ruang sempit yang diisi oleh dirinya dan Felix.

"Kau pikir aku akan menemanimu ke rumah orang tuamu atas keinginanmu?" Felix mengembuskan napas dekat telinga Emily, mengirimkan sensasi dingin yang berkelindan dengan bara ketakutan. "Tentu saja bukan."

Emily menelan ludah. Ada sesuatu yang berbahaya dalam kata-katanya, sesuatu yang lebih gelap dari sekadar penolakan.

"Kita akan pergi ke sana jika kakakmu telah pulang dan menampakkan diri setelah lari dariku," lanjutnya. "Aku tidak akan membawamu ke rumah orang tuamu sebelum itu terjadi."

Emily memejamkan mata, merasa dirinya kian terseret dalam pusaran yang diciptakan Felix—sebuah pusaran tanpa celah keluar.

Ia bukan lagi seorang gadis yang bebas. Ia adalah kupu-kupu yang terperangkap dalam jaring laba-laba beracun.

Felix kembali menatapnya, matanya seakan menyala dengan niat yang tak terbaca. "Satu lagi."

Emily merasakan hawa panas menjalar dari ujung jari hingga tengkuknya.

"Aku ingin kau segera hamil anakku."

Seperti petir yang menyambar dalam badai malam, kata-kata itu mengguncang Emily.

"Heuh? Hamil?" gumamnya, tubuhnya melemah seketika. "Ta—tapi … tapi, aku …."

Felix mencondongkan tubuhnya, membiarkan bayangannya menelan Emily dalam gelap. "Kau berani menolakku, huh?"

Emily menggeleng, lemah, tak berdaya seperti dedaunan yang diterpa angin kencang. "Tidak," ucapnya dengan suara serak nyaris tak terdengar.

Felix menyentuh dagunya, memaksanya menatap mata gelapnya yang menyimpan lebih dari sekadar keinginan. Ada dendam. Ada obsesi.

"Kalau begitu," katanya, suaranya seperti racun manis yang menetes perlahan, "Ikuti saja permainanku. Aku ingin balas dendam pada keluargamu dan juga kakak tirimu yang telah mempermainkanku."

Bab terkait

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Menembak Kakakmu!

    “Aku tidak akan segan-segan menghancurkan hidupmu jika berani mengusik rumah tanggaku dengan Emily.”Kata-kata itu meluncur di bibir Felix ketika menemui Harland di kantornya. Ruangan itu menjadi cukup menegangkan setelah mendengar ucapan Felix tadi. "Di mana anak kesayanganmu itu berada, Harland?" suara Felix merayap di udara seperti belati yang baru diasah, menusuk langsung ke dalam ketenangan malam yang sekarat. Sorot matanya yang hitam menembus wajah Harland, mencabik-cabik keberaniannya yang sudah compang-camping."A—aku … aku tidak tahu, Felix. Bahkan sampai saat ini nomornya tidak bisa dihubungi. Mungkin dia masih bersembunyi entah di mana," ucap Harland dengan suara yang lebih mirip desisan angin sebelum badai. Jari-jarinya yang gemetar meremas ujung jasnya, seolah mencari perlindungan dari hawa kematian yang menjalar dari tatapan Felix.Wajah Felix kini adalah pahatan dari kebencian yang membara, sesuatu yang tidak pernah Harland lihat sebelumnya. Sejak pernikahannya deng

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Siapa yang Ditemukan?

    "Hi, Felix!"Felix hanya menatapnya dengan datar, tanpa sedikit pun ketertarikan menyambut keberadaan pria yang berdiri di hadapannya—Noah, sepupunya yang tampaknya datang tanpa diundang dan tanpa memahami batas."Mau apa kau kemari? Tidak ada yang perlu kau periksa di sini, tidak ada yang sakit."Nada Felix datar, nyaris malas, seolah kedatangan Noah hanyalah gangguan kecil yang tak berarti.Noah menaikkan alisnya, menyandarkan tubuhnya pada pintu dengan santai. "Aku belum memberimu selamat untuk pernikahanmu dengan Marsha. Jadi—"Felix memotongnya sebelum kalimat itu sempat menggantung terlalu lama. "Aku tidak menikahinya."Ekspresi Noah berubah seketika. Sepupunya yang satu ini memang terkenal impulsif, tapi ini? Ini benar-benar tak terduga."Why? Lalu, siapa wanita yang menggantikan Marsha? Dan kenapa kau tidak jadi menikahinya?" tanya Noah, matanya menyipit, mencoba membaca sesuatu di balik wajah tak terbaca Felix.Felix menyeringai tipis, tetapi senyum itu lebih menyerupai kilat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Membunuh tanpa Belas Kasih

    "Kau mau pergi ke mana?" suara Emily bergetar ketika melihat Felix bersiap-siap untuk pergi. Matanya mencari kepastian di wajah lelaki itu, tetapi yang didapatinya hanyalah tatapan dingin.Felix tidak menjawab, hanya menghentikan langkahnya sejenak sebelum berkata dengan suara rendah namun mengandung ancaman, "Tetap di rumah, dan jangan sekali pun kau berpikir untuk kabur dariku!"Dada Emily terasa sesak. Seakan ada tangan tak kasat mata yang mencekiknya, membuatnya sulit bernapas.Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, mencoba meredam gemetar yang mulai menjalari tubuhnya.Ia hanya bisa menelan ludah dan mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi ribuan tanya yang tak berani ia ucapkan."Apa kau tidak akan pulang hari ini?" suaranya lirih, hampir seperti bisikan ketakutan.Namun, Felix hanya diam. Tanpa menoleh, ia melangkah keluar dan menutup pintu dengan kasar. Suara itu bergema di ruangan, meninggalkan Emily yang berdiri terpaku.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Menanti Kepulangan Sang Suami

    "Nyonya, makan malam sudah siap," suara lembut Ammy, pelayan setianya, membuyarkan lamunannya.Emily mengangkat wajahnya, menatap Ammy dengan tatapan kosong sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Apakah Felix sudah pulang, Ammy?"Pelayan itu menggeleng pelan, senyum simpati terlukis di wajahnya. "Belum, Nyonya. Tapi, Tuan berpesan pada saya agar menyiapkan segala kebutuhan Nyonya selama Tuan tidak ada."Emily menghela napas panjang, seolah berat untuk menghembuskannya kembali. Matanya kembali menerawang ke luar jendela, menatap gelapnya langit yang mulai diselimuti bintang.Ke mana sebenarnya pria itu? Kenapa hingga kini dia belum juga kembali?Saat ia melangkah menuju ruang makan, langkahnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menggantung di pikirannya.Saat duduk di kursi panjang yang berhadapan dengan meja makan yang megah, ia kembali menoleh pada Ammy, ingin tahu lebih banyak."Apakah dia selalu pergi dan tidak pulang ke rumah, Ammy?" tanyanya, suaranya terdengar lelah.Ammy melet

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Bersiaplah Menyambut Keganasanku!

    Emily menganggukkan kepalanya dengan pelan. Hawa dingin yang menyelimuti ruangan membuatnya semakin sulit untuk bernapas dengan tenang."Ya. Aku ingin tahu. Tapi, jika kau keberatan untuk memberitahuku, maka jangan diberitahu," ucapnya dengan suara yang nyaris bergetar.Felix tersenyum miring, ekspresinya bak seekor serigala yang tengah menikmati ketakutan mangsanya. Tatapannya tajam, menelanjangi kegelisahan yang berusaha disembunyikan oleh Emily."Jadi, kau ingin tahu atau tidak, hm?" suaranya terdengar tenang, tetapi ada nada permainan dalam ucapannya—seolah ia sedang menggoda Emily, namun dengan cara yang justru menambah ketegangan di udara.Emily menggigit bibirnya, jari-jarinya mengepal di atas meja. Ia tidak tahu harus menjawab apa.Rasa penasaran dan ketakutan bertarung dalam pikirannya, sementara pria di hadapannya terus menunggu dengan sabar, menikmati setiap detik kebingungan yang ia alami."Lihat aku, Emily!"Nada suara Felix tiba-tiba berubah dingin, menusuk hingga ke tul

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Sangkar Emas Menjerat Emily

    Setelah berjam-jam perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya mereka tiba di Yunani.Langit malam yang jernih bertabur bintang menyambut kedatangan mereka, sementara cahaya lampu kota berpadu dengan lautan luas, menciptakan pemandangan yang nyaris seperti lukisan.Emily membelalakkan mata, terpesona oleh keindahan yang terbentang di hadapannya. Angin malam berembus lembut, membawa aroma laut yang menyegarkan ke dalam paru-parunya."Wow!" gumamnya, nyaris tanpa suara, matanya terus mengamati pemandangan yang seolah tidak nyata."Aku tidak menyangka akan pergi ke negara seindah ini," lanjutnya lirih, suaranya mengandung decak kagum yang tulus.Namun, kekagumannya terhenti seketika ketika tiba-tiba lengan kekar Felix melingkar di pinggangnya. Emily tersentak, tubuhnya menegang karena sentuhan yang datang begitu tiba-tiba.Ia menoleh, mendapati wajah Felix begitu dekat dengannya. Pria itu menatapnya dengan mata tajam, dingin, dan penuh arti."Kau menyukai tempat ini, hm?" suara beratnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Neraka yang Diciptakan untuk Emily

    "Pernikahan akan tetap dilaksanakan. Emily, anak bungsu si tua bangka itu, akan menjadi pengganti Marsha.”Di tengah keramaian, Felix Anthony, pria tampan berusia tiga puluh tahun, seorang mafia yang terkenal kejam dan berkuasa di kota itu, dengan jas hitam elegan, berdiri tegak di depan altar.Wajahnya terlihat dingin dan penuh amarah setelah mendengar pengakuan Marsha bahwa ia mencintai pria lain dan menolak melanjutkan pernikahan.Felix mengarahkan pandangannya ke arah Emily, adik bungsu Marsha, yang berdiri tak jauh darinya. Emily, wanita berusia dua puluh tiga tahun itu, mengenakan gaun putih sederhana, awalnya hanya berniat hadir sebagai tamu. Namun, nasib berkata lain.Emily sontak menoleh dengan mata membelalak. “Apa maksudmu?” tanyanya dengan nada tidak percaya. “Aku tidak mau menikah denganmu, Felix!”Tatapan Felix semakin tajam. "Aku tidak memberi pilihan, Emily. Jika kau menolak, kau tahu apa yang akan terjadi pada keluargamu," desisnya pelan, tetapi cukup jelas untuk memb

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Ajal akan Segera Menjemputmu

    “Yang salah kakakku, kenapa aku yang harus menerima penderitaan ini?” bisiknya, suaranya nyaris tenggelam oleh isaknya sendiri.Tangannya gemetar saat mengusap air matanya, mencoba memberi dirinya ketegaran yang terus menguap.Tatapan pria di depannya penuh kekejian, seperti iblis yang baru saja menikmati kekejaman yang dilakukannya.Felix menyeringai, tatapannya menusuk ke dalam jiwa Emily yang rapuh. Tubuh wanita itu terbungkus selimut tebal, seolah berusaha melindungi dirinya dari dingin sekaligus kebengisan pria itu.“I don’t care, Emily.” Suaranya rendah, tapi penuh ancaman yang terpendam. “Kau adalah bagian dari keluarga Harland. Dia sendiri—ayahmu—yang menjodohkanku dengan Marsha. Namun, nyatanya wanita itu malah berselingkuh sebelum kami menikah.”Kata-kata itu menghantam Emily seperti gelombang dingin. Dia menelan ludah dengan susah payah, mencoba mengendalikan gemetar tubuhnya.“Marsha meninggalkanmu karena tahu sifat gilamu ini, Felix!” ucapnya dengan getir, suaranya pecah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05

Bab terbaru

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Sangkar Emas Menjerat Emily

    Setelah berjam-jam perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya mereka tiba di Yunani.Langit malam yang jernih bertabur bintang menyambut kedatangan mereka, sementara cahaya lampu kota berpadu dengan lautan luas, menciptakan pemandangan yang nyaris seperti lukisan.Emily membelalakkan mata, terpesona oleh keindahan yang terbentang di hadapannya. Angin malam berembus lembut, membawa aroma laut yang menyegarkan ke dalam paru-parunya."Wow!" gumamnya, nyaris tanpa suara, matanya terus mengamati pemandangan yang seolah tidak nyata."Aku tidak menyangka akan pergi ke negara seindah ini," lanjutnya lirih, suaranya mengandung decak kagum yang tulus.Namun, kekagumannya terhenti seketika ketika tiba-tiba lengan kekar Felix melingkar di pinggangnya. Emily tersentak, tubuhnya menegang karena sentuhan yang datang begitu tiba-tiba.Ia menoleh, mendapati wajah Felix begitu dekat dengannya. Pria itu menatapnya dengan mata tajam, dingin, dan penuh arti."Kau menyukai tempat ini, hm?" suara beratnya

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Bersiaplah Menyambut Keganasanku!

    Emily menganggukkan kepalanya dengan pelan. Hawa dingin yang menyelimuti ruangan membuatnya semakin sulit untuk bernapas dengan tenang."Ya. Aku ingin tahu. Tapi, jika kau keberatan untuk memberitahuku, maka jangan diberitahu," ucapnya dengan suara yang nyaris bergetar.Felix tersenyum miring, ekspresinya bak seekor serigala yang tengah menikmati ketakutan mangsanya. Tatapannya tajam, menelanjangi kegelisahan yang berusaha disembunyikan oleh Emily."Jadi, kau ingin tahu atau tidak, hm?" suaranya terdengar tenang, tetapi ada nada permainan dalam ucapannya—seolah ia sedang menggoda Emily, namun dengan cara yang justru menambah ketegangan di udara.Emily menggigit bibirnya, jari-jarinya mengepal di atas meja. Ia tidak tahu harus menjawab apa.Rasa penasaran dan ketakutan bertarung dalam pikirannya, sementara pria di hadapannya terus menunggu dengan sabar, menikmati setiap detik kebingungan yang ia alami."Lihat aku, Emily!"Nada suara Felix tiba-tiba berubah dingin, menusuk hingga ke tul

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Menanti Kepulangan Sang Suami

    "Nyonya, makan malam sudah siap," suara lembut Ammy, pelayan setianya, membuyarkan lamunannya.Emily mengangkat wajahnya, menatap Ammy dengan tatapan kosong sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Apakah Felix sudah pulang, Ammy?"Pelayan itu menggeleng pelan, senyum simpati terlukis di wajahnya. "Belum, Nyonya. Tapi, Tuan berpesan pada saya agar menyiapkan segala kebutuhan Nyonya selama Tuan tidak ada."Emily menghela napas panjang, seolah berat untuk menghembuskannya kembali. Matanya kembali menerawang ke luar jendela, menatap gelapnya langit yang mulai diselimuti bintang.Ke mana sebenarnya pria itu? Kenapa hingga kini dia belum juga kembali?Saat ia melangkah menuju ruang makan, langkahnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menggantung di pikirannya.Saat duduk di kursi panjang yang berhadapan dengan meja makan yang megah, ia kembali menoleh pada Ammy, ingin tahu lebih banyak."Apakah dia selalu pergi dan tidak pulang ke rumah, Ammy?" tanyanya, suaranya terdengar lelah.Ammy melet

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Membunuh tanpa Belas Kasih

    "Kau mau pergi ke mana?" suara Emily bergetar ketika melihat Felix bersiap-siap untuk pergi. Matanya mencari kepastian di wajah lelaki itu, tetapi yang didapatinya hanyalah tatapan dingin.Felix tidak menjawab, hanya menghentikan langkahnya sejenak sebelum berkata dengan suara rendah namun mengandung ancaman, "Tetap di rumah, dan jangan sekali pun kau berpikir untuk kabur dariku!"Dada Emily terasa sesak. Seakan ada tangan tak kasat mata yang mencekiknya, membuatnya sulit bernapas.Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, mencoba meredam gemetar yang mulai menjalari tubuhnya.Ia hanya bisa menelan ludah dan mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi ribuan tanya yang tak berani ia ucapkan."Apa kau tidak akan pulang hari ini?" suaranya lirih, hampir seperti bisikan ketakutan.Namun, Felix hanya diam. Tanpa menoleh, ia melangkah keluar dan menutup pintu dengan kasar. Suara itu bergema di ruangan, meninggalkan Emily yang berdiri terpaku.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Siapa yang Ditemukan?

    "Hi, Felix!"Felix hanya menatapnya dengan datar, tanpa sedikit pun ketertarikan menyambut keberadaan pria yang berdiri di hadapannya—Noah, sepupunya yang tampaknya datang tanpa diundang dan tanpa memahami batas."Mau apa kau kemari? Tidak ada yang perlu kau periksa di sini, tidak ada yang sakit."Nada Felix datar, nyaris malas, seolah kedatangan Noah hanyalah gangguan kecil yang tak berarti.Noah menaikkan alisnya, menyandarkan tubuhnya pada pintu dengan santai. "Aku belum memberimu selamat untuk pernikahanmu dengan Marsha. Jadi—"Felix memotongnya sebelum kalimat itu sempat menggantung terlalu lama. "Aku tidak menikahinya."Ekspresi Noah berubah seketika. Sepupunya yang satu ini memang terkenal impulsif, tapi ini? Ini benar-benar tak terduga."Why? Lalu, siapa wanita yang menggantikan Marsha? Dan kenapa kau tidak jadi menikahinya?" tanya Noah, matanya menyipit, mencoba membaca sesuatu di balik wajah tak terbaca Felix.Felix menyeringai tipis, tetapi senyum itu lebih menyerupai kilat

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Menembak Kakakmu!

    “Aku tidak akan segan-segan menghancurkan hidupmu jika berani mengusik rumah tanggaku dengan Emily.”Kata-kata itu meluncur di bibir Felix ketika menemui Harland di kantornya. Ruangan itu menjadi cukup menegangkan setelah mendengar ucapan Felix tadi. "Di mana anak kesayanganmu itu berada, Harland?" suara Felix merayap di udara seperti belati yang baru diasah, menusuk langsung ke dalam ketenangan malam yang sekarat. Sorot matanya yang hitam menembus wajah Harland, mencabik-cabik keberaniannya yang sudah compang-camping."A—aku … aku tidak tahu, Felix. Bahkan sampai saat ini nomornya tidak bisa dihubungi. Mungkin dia masih bersembunyi entah di mana," ucap Harland dengan suara yang lebih mirip desisan angin sebelum badai. Jari-jarinya yang gemetar meremas ujung jasnya, seolah mencari perlindungan dari hawa kematian yang menjalar dari tatapan Felix.Wajah Felix kini adalah pahatan dari kebencian yang membara, sesuatu yang tidak pernah Harland lihat sebelumnya. Sejak pernikahannya deng

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Ikuti Saja Permainanku

    Denting halus dering ponsel memecah keheningan di pagi itu, merayap masuk ke dalam kesadaran Emily yang masih terperangkap dalam sisa-sisa mimpi yang samar.Kelopak matanya yang berat terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan temaram cahaya kamar.Tangannya terulur, meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Namun, begitu matanya menangkap nama yang tertera di layar, kantuknya seketika menguap.“Mama?”Jantungnya berdegup lebih cepat. Ada sesuatu yang hangat, sesuatu yang nyaris terlupakan menyusup ke dalam dadanya.Rindu yang selama ini ia kubur dalam diam mendadak meletup, memenuhi rongga dadanya dengan desir harapan yang rapuh.“Mama?” suaranya bergetar pelan.Di seberang sana, suara lembut yang telah lama dirindukannya menyapa, “Apa kau baik-baik saja di sana, Nak?” tanya Mala dengan nada cemas.Emily menelan ludah. Ia ingin menangis, ingin memeluk ibunya, ingin kembali ke tempat yang penuh kehangatan. Namun, kenyataan menjebaknya dalam kebisuan. Ia menggigit bibirnya, menahan g

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Aku Sendiri yang Akan Membunuhnya!

    “K—kau … ingin membunuhku?” suara Emily nyaris tak terdengar, bibirnya bergetar seperti kelopak bunga yang diterpa angin dingin di penghujung musim gugur.Matanya membulat, ketakutan merayap di sela-sela tulang belakangnya, mengigit setiap urat nadinya dengan kebengisan yang tak terlihat.“Ya.” Suara Felix jatuh bagaikan belati yang mengiris keheningan. “Aku akan membunuhmu jika kau berani membangkang, tidak menurut, dan mencoba kabur dari rumah ini.”Tatapan Felix menancap tajam di wajah Emily, seperti elang yang mengunci mangsanya sebelum menyergap dengan cakarnya yang tajam.Cahaya lampu yang redup membuat bayangan lelaki itu semakin mengerikan, menciptakan siluet hitam yang seakan melahap setiap harapan yang masih berusaha bernafas di dalam diri Emily.Tak ada jalan keluar. Tak ada secercah cahaya di ujung lorong gelap bernama kehidupan ini. Dia hanya bisa diam, membiarkan kesedihan menyusup ke rongga dadanya, mengakar dalam dan menghisap habis mimpi-mimpinya.“Kecuali denganku,”

  • Hasrat dan Dendam Mafia Kejam   Ajal akan Segera Menjemputmu

    “Yang salah kakakku, kenapa aku yang harus menerima penderitaan ini?” bisiknya, suaranya nyaris tenggelam oleh isaknya sendiri.Tangannya gemetar saat mengusap air matanya, mencoba memberi dirinya ketegaran yang terus menguap.Tatapan pria di depannya penuh kekejian, seperti iblis yang baru saja menikmati kekejaman yang dilakukannya.Felix menyeringai, tatapannya menusuk ke dalam jiwa Emily yang rapuh. Tubuh wanita itu terbungkus selimut tebal, seolah berusaha melindungi dirinya dari dingin sekaligus kebengisan pria itu.“I don’t care, Emily.” Suaranya rendah, tapi penuh ancaman yang terpendam. “Kau adalah bagian dari keluarga Harland. Dia sendiri—ayahmu—yang menjodohkanku dengan Marsha. Namun, nyatanya wanita itu malah berselingkuh sebelum kami menikah.”Kata-kata itu menghantam Emily seperti gelombang dingin. Dia menelan ludah dengan susah payah, mencoba mengendalikan gemetar tubuhnya.“Marsha meninggalkanmu karena tahu sifat gilamu ini, Felix!” ucapnya dengan getir, suaranya pecah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status