“Hah!” Peter menatap waspada.Beruntungnya dia bisa mencekal tangan wanita itu, lalu merebut senjata tajam tadi dengan sebelah hastanya.“Bagaimana bisa Anda mengarahkan senjata tajam pada orang lain?!” Peter mendecak tajam.Tapi wanita tadi dengan geram menyambar, “kalian sudah membunuh suamiku. Kenapa aku tidak bisa membunuh kalian? Kalian tidak puas mengambil nyawa suamiku dan sekarang ingin melenyapkanku juga?!”“Nyonya, tolong sadarlah. Saya tidak bermaksud menyakiti Anda. Saya hanya ingin bicara baik-baik!” sahut Peter tegas.Dia melempar belati tadi menjauh. Istri korban Santa Manila itu mengamati lokasi jatuhnya senjata tajam tersebut, tapi Peter dengan sigap merengkuh kedua lengannya dan memaksa wanita tadi menghadapnya.“Maafkan saya, Nyonya. Tapi saya sungguh tidak berniat membahayakan nyawa Anda!” sambung Asisten Lucas tersebut.Sang wanita terdiam. Dia tahu, kedatangan Peter ingin mengorek masalah kecelakaan mendiang suaminya.‘Tuan Matthias bilang aku hanya perlu diam. J
***“Aish, sialan! Bukankah aku sudah menyuruhnya diam? Kenapa malah mengungkap semuanya pada Peter?!” Matthias mengumpat garang. “Dasar tidak berguna. Dia memang pantas mati!”Pemuda itu amat kesal usai mendapat laporan dari mata-mata yang mengawasi di rumah istri korban proyek Santa Manila.Matthias mengusap dagunya kasar, seraya berujar buncah. “Kak Lucas pasti tahu aku mengkhianatinya. Jadi aku tidak boleh kehilangan kepercayaan Kak Felix. Aku harus berhasil mengurus masalah ini atau Kak Felix akan membuangku!”Pemuda tersebut menoleh ke sebelah. Di ranjang itu, Ariella masih terbaring dalam keadaan tak sadarkan diri, karena tadi Matthias memukulnya di titik lemah. Ya, dengan begitu Matthias justru lebih mudah membawanya ke apartemen studio yang biasa dia gunakan membuat film dewasa bersama teman-temannya.“Aku akan membalas perbuatanmu, jalang sialan. Karena saat itu kau kabur, wajahku jadi remuk dipukuli Lucas. Malam ini kau akan membayarnya. Jangan harap Lucas bisa menolongmu k
“Tu-tuan Felix?!” Ariella melebarkan maniknya seluas cakram.Ya, itu memang Felix Baratheon. Dia yang mulanya meminta Matthias agar membawa Ariella ke kantornya, kini berubah pikiran dan ingin bermain dengannya di apartemen adik sepupunya.Ketegangan pun merambat ke seluruh nadi wanita itu. Terlebih saat mengamati Felix mengunci pintu, lalu berjalan ke arahnya.“Beberapa hari ini kita tidak bertemu di mansion. Ternyata kau berlagak bekerja di galeri, jalang sialan!” tukas Felix menaikkan sebelah alisnya.Tatapan Ariella berubah gemetar. Sungguh sial, karena dirinya malah terjebak dengan para pria bajingan ini.Sambil memegang dressnya yang sepanjang lutut, Ariella lantas berkata, “apa yang Anda lakukan di sini, Tuan Muda?!”Bukannya langsung menyahut, Felix justru melirik Matthias yang menahan sakit.“Kak Felix, jalang ini benar-benar kurang ajar ‘kan?” tukas pemuda itu mengadu.Lawan bincangnya pun beralih menatap Ariella sembari menarik seringai tipis. Semakin dia mendekat, Ariella
‘A-aku, harus menghentikannya!’ Ariella bergeming dalam hati.Meski Felix memaksanya membuka mulut dengan mendorong lidahnya masuk, tapi Ariella dengan kuat menggertakkan giginya. Tangan wanita tersebut berusaha menyingkirkan pria itu dengan mencakar lengan, bahkan mendorong dadanya.Namun, setiap reaksinya justru memacu gairah Felix semakin liar. Darah pria tersebut berdesir penuh hasrat, hingga dia tak ragu melumat bibir Ariella yang kenyal. Tapi detik itu juga Ariella malah membuka mulut dan langsung menggigit bibir Felix amat kuat.“Ugh!” Felix mengernyit saat gelenyar merah yang anyir mendominasi mulutnya.Belum sampai pria itu bangkit, sebelah tangan Ariella malah memukulnya dengan gelas lilin ganja yang diraihnya dari nakas.“Hah ….” Ariella seketika bisa bernapas lega saat Felix menarik diri darinya.Pukulan yang cukup keras, membuat darah merembes dari pelipis Felix. Dan itu memicunya mengerang kesakitan.“Argh, dasar brengsek!” umpat Felix mengusap lukanya.Di saat lengahnya
“Ya, terima kasih ….” Ariella meredam ucapnya saat mengangkat pandangan. “Ha-halley?!”Dia membelalak selaras dengan sang pria yang juga melebarkan irisnya.“Ariella, apa yang kau lakukan di sini?” Halley bertanya penasaran.Namun, wanita itu hadapannya malah tampak gugup. Tangannya yang bertumpu pada bahu Halley terasa bergetar dan Halley menyadari bahwa terjadi sesuatu.“Apa ada masalah?” tanya pria itu lagi.Dengan raut wajah buncahnya, Ariella menjawab, “ba-bawa aku pergi, Halley. Tolong … aku harus keluar dari tempat ini!”Kecemasan menggantung di matanya. Halley tahu situasi ini tidak biasa, terlebih tatapannya tak sengaja jatuh pada leher Ariella yang penuh bekas cumbuan. Itu seketika membangkitkan amarah di matanya. Halley pun menarik diri, lalu merengkuh tangan Ariella.“Ayo lewat sini!” tukasnya kemudian.Namun, belum sampai mereka beranjak, Matthias yang keluar hanya dengan celana panjangnya pun memekik, “berhenti di sana, jalang sialan!”Ariella sontak berpaling dengan tat
“Apa urusannya dengan Anda?!” tukas Halley disertai tatapan tajam.Sikapnya yang kasar, seketika memicu seringai tipis melenggang di bibir Felix. “Brengsek! Kau pikir bisa bicara sembarangan hanya karena kau kacung Lucas?! Kau memang pantas mati!” decaknya berniat menarik pelatuk pistolnya. Namun, Halley yang sejak tadi waspada, langsung menampik lengan Felix yang tengah mengacungkan pistol itu. Gerakannya yang cepat dan tegas, sontak membuat Felix kewalahan karena posisi mereka hanya menginjak anak tangga yang sempit. Saat itulah, Halley mengambil kesempatan dengan memukul dagu bawah Felix. Namun, adik tiri Lucas itu malah menyikutnya keras, sampai-sampai kaki Halley nyaris meleset dari pijakan tangganya. “Kita harus menghabisinya, Kak!” Matthias tiba-tiba memberang. Tanpa ragu, pemuda tersebut langsung mendorong Halley hingga punggung pria tersebut menatap dinding. Sialnya Matthias yang sudah dikebaki emosi, tak kenal ampun. Dirinya menghujam perut Halley dengan tendangan, memb
WARNING: Chapter ini mengandung adegan dewasa!“Matthias, bawa bajingan ini!” Felix memerintah tegas.Adik sepupunya yang masih mencekal lengan Ariella pun menyahut antusias. “Serahkan padaku, Kak!”Matthias lantas menghampiri Halley, lalu menyeretnya dengan kasar mengikuti Felix yang kini menarik Ariella masuk lift untuk kembali ke lantai atas.Begitu tiba di sana, Mattias langsung memaksa Halley duduk di kursi. Pemuda itu mengikat tangan dan kakinya dengan tali cukup kuat. Meski Halley memberontak, dirinya kesulitan lepas sebab tubuhnya masih cedera.“Sial! Jika kalian ingin membunuhku, bunuh saja sekarang. Tapi lepaskan Ariella!” Halley memberang penuh umpatan.Matthias yang baru selesai mengikat kakinya, seketika bangkit dan langsung menghajar wajahnya dengan kasar.“Ugh!” Halley mengeryit tatkala gelenyar merah merembes lebih deras dari sudut mulutnya.Meski kesakitan, tapi Halley tetap memicing sinis, hingga membuat Matthias dengan geram mencengkeram rahangnya.“Bajingan seperti
“Ada apa, Kak?!” Matthias bertanya penasaran. Felix hanya bungkam mendengarkan ucapan dari telepon. Irisnya melirik Matthias, lalu berujar, “baiklah, Ibu. Aku akan membereskannya!”Matthias yang mendapat tatapan bengis seketika merinding. Tapi belum sampai dia bertanya lagi, Felix sudah lebih dulu mendengus tajam. “Kenapa kau tidak bilang kalau Peter menemui istri korban Santa Manila itu?!”“Heuh?” Matthias menjeda rekaman dari kameranya. “A-aku memang akan melaporkan ini pada Kakak, tapi—”“Tapi kenapa sampai sekarang kau diam saja?!” Felix menyambar cepat dan penuh tekanan. Dia bahkan menghempas Ariella ke samping, hingga wanita itu jatuh ke ranjang. Saat itulah, Ariella menarik selimut menutupi tubuhnya. Dia perlahan meraih dress yang tergeletak di lantai, lalu buru-buru memakainya.Felix pun bangkit, tanpa segan dia langsung mendorong bahu Matthias sampai punggungnya menatap nakas. “Ka-Kak Felix, tenanglah! Lagi pula aku sudah mengurusnya. Aku sudah meminta mata-mata kita unt
“Lihat, Mommy! Ada teddy bear besar!” tukas Ava amat antuasias.“Tada!” Seorang lelaki muncul dari balik boneka beruang besar itu.Begitu melihatnya, gadis kecil itu pun berujar riang, “wah, Paman Damien!”“Daddy bear datang!” tukas Damien menyerahkan boneka beruang cokelat tersebut. “Apa kabar Tuan Putri kita hari ini?”Ava memeluk boneka tadi sambil tersenyum. Tatapannya bertambah binar saat menyadari tentengan ice cream di tangan Damien.“Apa Paman membelinya untuk Ava?” tanya anak perempuan itu mengerjapkan manik besarnya.“Tentu sa—”“Ehem!” Ariella lekas berdem untuk menghentikan ucapan Damien.Dia melirik sambil menggeleng pelan, memberikan kode bahwa seharusnya Ava belum boleh makan sembarangan.“Ava tidak ingat kata Mommy?” tutur Ariella menaikkan kedua alisnya.Damien mengamati mangkuk bubur yang dipegang Ariella, lalu menginterupsi. “Tidak apa-apa, Ariella. Ava sudah menghabiskan banyak buburnya. Bukankah kita harus memberinya hadiah?”Dia lantas meletakkan bingkisan itu ke
“Tuan Lucas, saya akui rencana pembangunan ulang area rumah kuno sebagai resort memang bagus. Tapi kali ini saya menginginkan proyek yang memberikan keuntungan jangka panjang,” tukas Presdir Emerauld datar, tapi tatapannya tampak tegas. Lucas yang tak pernah gagal dalam proyek, kini mengeraskan rahangnya. Dengan nada dingin dan menekan, dia lantas menimpali, “Presdir, Anda sendiri sudah menjalankan hotel. Tentunya Anda tahu bahwa bisnis di bidang ini sangat menguntungkan dalam jangka panjang!” “Ya, untuk sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Itu memang benar!” sahut sang Presdir yang lantas meletakkan dokumen kerja sama ke meja. “Saya ingin proyek ini berbeda dengan bisnis saya yang lain. Rumah kuno itu aset turun temurun dari keluarga Emerauld. Saya mau mengubahnya jadi tempat yang lebih bersejarah. Jadi rencana Anda kurang cocok dengan tujuan saya, Tuan Lucas.” Alis Lucas berkejut. Jelas saja dia kesal, karena ucapan Presdir Emerauld berbanding terbalik dengan hasil pertemuan aw
Jane mengeluarkan kartu nama Peter seraya berujar, “asisten Lucas Baratheon memberiku ini!”Damien mengamati dengan tatapan tegas. Ekspresinya pun berangsur berang karena menyadari orang-orang Baratheon mulai mengusik keluarganya.“Apa yang dia bicarakan padamu?” Laki-laki itu menyidik.“Bukan hal penting, tapi dia selalu menggunakan Ava saat mengobrol denganku,” sahut Jane menuatkan alisnya. “Kakak ingat saat Ava hilang di taman kanak-kanak Dalin Court? Saat itu asisten Lucas hampir menabraknya!”Damien bungkam, tapi dalam hati memaki kesal. ‘Brengsek! Lucas telah mengusik Ariella dan asistennya kini mengganggu Ava. Jika orang-orangku terluka, aku tidak akan melepaskan para bajingan Baratheon itu!’Dia pun merengkuh kartu nama Peter di genggaman Jane, lantas merematnya penuh amukan.“Kau tidak perlu memikirkan hal ini. Aku akan mengurusnya!” tukas Damien pelan, tapi tekad di matanya tampak membara.Laki-laki itu pun mangkir melewati sang adik, jelas sekali dia menahan amarah. Meski D
‘Apa yang harus aku katakan?’ batin Ariella kesulitan menelan saliva.Dia tau rasa kalut yang menggantung di mata Damien. Terlebih tatapan lelaki itu terpaku pada lehernya, yang masih terdapat bekas cumbuan dan sayatan luka tadi.“Ariella—”“Maafkan aku, Damien,” tukas Ariella saat laki-laki pirang itu berniat mendesaknya. “Harusnya aku bilang padamu sebelum bicara dengan Tuan Muda Baratheon. Aku sedikit memprovokasinya saat bertemu di kantor Emerauld beberapa hari lalu. Dia kembali membahasnya saat kita bertukar pasangan dansa tadi.”Damien mengernyit, dia membuang pandangan sambil mengembuskan napas kasar untuk meredam emosi.“Ini salahku. Harusnya sejak awal aku tidak melibatkanmu dalam urusan Emerauld dan Baratheon,” ujarnya begitu menoleh ke Ariella lagi. “Lucas orang yang berbahaya, sebaiknya kau berhenti di sini agar aku yang mengurus—”“Tidak, Damien!” Ariella menyambar sebelum ucapan lelaki itu tuntas.Dia maju satu langkah seraya melanjutkan. “Aku yang menginginkan ini. Jadi
‘Sialan! Kenapa Lucas ada di sini? Apa dia mengikutiku?!’ Ariella bergeming dengan leher tegang.Sorot maniknya yang semula layu, kini berubah berang. Terlebih mengingat perlakuan pria itu di Emerauld’s Hotel tadi. Sungguh, magma amarah Ariella mengucur dalam dadanya.Wanita tersebut merengkuh lengan Damien, sengaja menunjukkan pada Lucas bahwa dia tak bisa mengganggunya di sini. Dan Damien menyukai itu!Dirinya mengelus tangan Ariella sebelum keluar lift, seraya berkata datar. “Tidak disangka kita bertemu di sini, Tuan Lucas!”Jelas sekali dia memancing Lucas.Alih-alih langsung menyahut, Lucas justru memicing sinis pada hasta Ariella yang tampak mencari perlindungan di belakang Damien.‘Brengsek! Kenapa kau selalu mengujiku?!’ batin pria itu dengan rahang berubah ketat.Damien yang tak mendapat tanggapan, kini tersenyum miring. Dia tidak kaget lagi dengan tabiat Lucas yang buruk.Dirinya pun menoleh pada Ariella seraya berkata, “mari kita keluar, Sayang!”Ariella sontak tersentak, t
“Ah! Aduh ….” Ava yang baru menatapkan dahinya ke badan Lucas langsung memegangi kepala.Dia melirik sepasang sepatu hitam mengkilap di hadapannya dan sadar bahwa pria itu bukanlah anggota di keluarga yang dikenalnya. Ava ingat ucapan Ariella bahwa orang asing berbahaya. Apalagi Ava kini sendirian, sekitar koridor juga sepi karena tak ada perawat yang datang. Jelas saja gadis kecil itu takut dan berupaya mundur untuk kabur.Namun, detik berikutnya Ava seketika tertegun saat Lucas berujar, “kau yang menabrakku, anak kecil!”Langkah Ava terhenti. Dia menoleh ke sumber suara bariton yang khas itu. “Oh! Ternyata Paman tampan!” tukasnya mengerjap binar.Alis Lucas berkedut, lalu bertanya datar. “Kau sakit? Kenapa malah keluar sendirian?”“Ava mencari Mommy. Saat Ava bangun, Mommy tidak ada. Paman dan Bibi juga tidak ada. Ava mau mencarinya,” balas gadis kecil itu terus mendongak.Dia lantas berpaling ke dalam ruang rawat, seraya lanjut berujar, “Ava takut sendirian, Ava tidak bisa tidur.
***‘Bagaimana bisa seperti ini?’Ariella keluar dari ruang dokter spesialis hematologi itu dengan tatapan kosong. Tangannya masih menggenggam gagang pintu, tampak gemetar. ‘Jika Nyonya melahirkan anak dari ayah kandung Ava, maka kita bisa melakukan transplantasi dari darah tali pusar bayi tersebut!’ Perkataan sang dokter terus berputar di kepala Ariella.Entah dia harus lega atau bertambah perih. Pasalnya Ariella memutuskan muncul di hadapan Lucas untuk membalas dendam perlakuan keluarga Baratheon di masa lalu. Tapi kini dirinya harus mengandung anak pria itu demi Ava?!Sial, setiap detik rasanya dada Ariella semakin sesak. Bagaimanapun, dia harus menyelamatkan putrinya.‘Ava … Mommy mohon bertahanlah sebentar. Mommy akan menyembuhkan Ava,’ tutur Ariella dengan air mata yang mengancam tumpah.Dia menelan saliva dengan berat dan berniat menemui putrinya di ruang rawat. Baru berjalan beberapa langkah, kakinya tiba-tiba lemas seolah kehilangan daya. Nyaris saja Ariella ambruk, tapi Dam
“Anda mengenal saya?” tanya Peter mendapukkan alisnya heran.Dia mengamati wajah Jane lebih lekat. Pikirannya coba mengingat, tapi lirikannya malah tak sengaja jatuh pada busungan payudara padat di balik blouse off shoulder wanita tersebut. Dan itu langsung membuat Jane tak nyaman.“Brengsek! Apa yang Anda lihat?!” maki Jane yang sontak menampar wajah Peter amat keras.Gerakan mendadak itu membuat pegangan Peter terlepas, memicu Jane terhuyung. Beruntung dirinya langsung menumpukan sebelah tangan ke dinding, hingga tak sampai ambruk ke lantai.Dengan tatapan waspada, wanita tersebut kembali mengumpat, “hah, sialan! Ternyata Anda hanya bajingan kurang ajar. Tunggu saja, saya akan melaporkan hal ini pada petugas keamana!”“Tu-tunggu!” tukas Peter buru-buru merengkuh tangan Jane saat wanita itu hendak mangkir.Raut wajahnya tampak menyesal sembari melanjutkan. “Mohon maaf, Nona. Saya tidak bermaksud seperti itu.”Bukannya menanggapi, sorot mata Jane malah terpampang sinis melihat tangann
“Tuan Lucas, Pimpinan masuk rumah sakit!” tukas Peter dari seberang telepon.Lucas yang mendengarnya seketika menyernyit. Dia pikir sang asisten akan melaporkan hasil penyelidikan tentang Damien dan Ariella, nyatanya bukan.“Pimpinan tiba-tiba pingsan di ruang kerjanya. Saat ini Dokter Esteban sedang menanganinya,” sambung Peter menjelaskan singkat.Dengan rahang ketatnya, Lucas pun menimpali, “aku akan ke sana!”Dia mematikan panggilan dan langsung memutar balik Bentley hitamnya. Ya, begitu mengetahui dokter yang memeriksa, Lucas yakin bahwa sang ayah dibawa ke rumah sakit Nasional La Fosa. Benar, sebab Richard hanya mempercayakan kesehatannya pada sahabat lamanya itu.Lucas memacu mobilnya cukup kencang, hingga tiba di rumah sakit Nasional La Fosa bersamaan dengan taksi yang ditumpangi Ariella. Sayangnya Lucas tak melihat wanita itu yang buru-buru masuk ke lobi lebih dulu. Perhatian Lucas justru tertuju pada mobil yang biasa dikendarai sopir ayahnya di depan sana.Lucas meraih ponse