"Oh ... baik. Akan ku tunjukan, tanpamu aku pasti bisa! Aku bisa hidup dan membantu kedua orang tuaku tanpa bantuanmu! Dan ingat, kau jangan pernah menyesal jika suatu saat aku mempunyai lelaki lain, mas!" ujar Maira penuh amarah.
PLAK!
Tubuh Maira kembali menyentuh tembok, akibat tamparan Dion yang membuatnya kehilangan keseimbangan. Air mata Maira pun tak mampu lagi di bendung rasa sakit yang kian hari menyiksanya tak bisa lagi ia tahan. Tamparan sang suami sudah tak asing lagi baginya. Ia hanya menangisi kisah cintanya yang harus berakhir seperti itu.
"Kau boleh berbuat sesukamu! Silahkan jual tubuhmu dan gunakan uang hasil menjual dirimu untuk menghidupi orang tuamu!" ucap Dion yang membuat hati Maira terasa sakit.
Dion kembali memakai pakaiannya, ia berlalu begitu saja tanpa memikirkan nasib istrinya. Lidah Karina memang sangat tajam. Entah racun apa yang membuat Dion sangat membenci Maira. Bahkan tak ada lagi celah yang bisa Maira tembus untuk memasuki hati sang suami. Sepeninggal Dion, Maira masih setia duduk di lantai. Ia terus mengingat kenangan manis di saat Dion masih mencintainya.
"Apakah sudah tak ada lagi harapan untuk kita bersama, mas?" ucap Maira lirih.
Air matanya kembali jatuh, entah apa yang harus ia lakukan sekarang. Yang pasti malam ini wanita cantik itu kembali kesepian, hanya air mata yang selalu setia menemaninya. Tak terasa kantuk pun menghampirinya, perlahan ia memejamkan matanya menuju alam mimpi tanpa menghiraukan keadaannya yang masih berada di lantai.
Sepasang mata mengawasi pergerakan Maira sedari tadi. Ia menyaksikan semua yang di alami wanita itu dari balik pintu, yang terbuka. Saat Maira masuk ia lupa menutup pintu, sehingga semua percakapannya bisa di dengar oleh siapapun terutama Ezhar yang tak sengaja melewati kamar bosnya itu. Hatinya begitu teriris melihat kepedihan yang di alami Maira. Perlahan ia mendekati wanita yang terbaring di lantai itu. Ia menggendong Maira, dan membaringkannya di ranjang. Di lihatnya sebuah bekas dari keangkuhan Dion, yang tergambar jelas di pipi putih yang kini berwarna merah ke biru-biruan. Tangannya terkepal menahan amarahnya.
"Aku berjanji, akan membantunu lepas dari lelaki brengsek itu, Maira! Dan aku akan memberinya pelajaran yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidup!" ujar Ezhar lirih, tetapi mengandung dendam yang membara.
๐๐๐๐
Kicau burung yang bersenandung ria mulai terdengar menyambut mentari yang mulai menunjukan diri. Semilir angin mulai menyusup masuk ke kamar Maira bersama sinar sang mentari untuk mengusiknya yang masih setia di alam mimpinya. Perlahan Maita membuka matanya, ia sedikit mengeliat untuk merenggangkan tubuhnya. Namun, saat matanya terbuka sempurna ia terkejut. Kenapa ia bisa berda di atas ranjang? Bukankah semalam ia tidur di lantai?
Maira beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi. Setelah selesai dengan ritual mandinya ia duduk di depan meja riasnya, memandangi lukisan yang terpampang di wajahnya. Bukan lukisan cinta yang suaminya berikan, melainkan lukisan kesakitan yang tidak bisa ia hitung dalam dua tahun ini. Dan entah kekuatan dari mana yang ia dapat semalam, ia melawan setiap kata-kata suaminya.
"Aku sudah tak tahan lagi, Mas. Sekarang terserah, jika kau tidak membantu keuangan keluargaku. Aku percaya jika Allah akan membantuku, jadi aku rela jika hubungan ini sampai di sini. Tapi ... aku ingin kau merasakan apa yang aku rasakan, karena aku yakin masih ada rasa untukku di lubuk hatimu," ucap Maira menyerigai.
"Kami mendukungmu, nak."
Maira menoleh saat mendengar suara yang tak asing baginya. Ia berdiri dan berjalan menuju sumber suara, ia masih tak percaya siapa yang ada di hadapannya saat ini. Tanpa permisi air matanya menetes membasahi wajah cantiknya. Ia sangat bahagia melihat kedatangan kedua orang tuanya, baginya ini adalah kekuatan terbesarnya untuk bangkit.
"Ayah ... Ibu ... ."
Maira berlari dan memeluk mereka dengan erat. Ia meluapkan kerinduannya, karena hampir dua tahun ini Dion melarangnya bertemu dengan mereka. Ya, usia pernikahan Maira dan Dion kini menginjak tahun ke tiga. Di tahun pertama Dion masih meperlakukan Maira dengan wajar, meski dia berhubungan dengan Karina di belakang Maira. Namun, di tahun berikutnya hinga sekarang ia sudah berubah.
"Sayang ... maafkan kami, yang tak pernah tahu akan penderitaanmu, nak. Maafkan kami yang telah membawamu ke jurang penderitaan," ucap mereka dengan penuh penyesalan.
"Tidak ... jangan minta maaf padaku, kalian tak pernah salah, ini adalah kebodohanku. Aku bodoh karena berpikir jika aku sendiri di dunia ini, aku lupa ada Allah yang pasti akan selalu ada untuk untukku," Maira kembali memeluk orang tuanya.
"Maira Ibu tidak mau lagi melihat kau menderita. Jangan jadikan kami alasan kau terus tunduk di kaki si brengsek itu!" ucap Ayah penuh amarah.
"Kami juga akan mendukungmu, nyonya."
Maira melepaskan pelukannya dan membalikan badan ke sumber suara. Ia terkejut untuk yang kedua kalinya, asisten rumah tangganya yang sudah ia anggap seperti Ibu bagianya dan supir baru yang selalu setia menjadi Bodyguard nya, ada untuk mendukungnya. Kali ini ia semakin yakin dengan keputusannya, ia tak mau lagi hidup dengan harta suami yang tak memiliki hati itu. Namun, ia memiliki sebuah rencana untuk membalas perlakuan suaminya itu.
"Terimakasih, karena kalian telah mendukungku. Tapi ... apakah kalian mau membantuku?" tanya Maira pada kedua orang tuanya dan kedua orang kepercayaannya.
"Apa rencanamu, nak?" tanya Ibu penasaran.
"Aku ingin membalas apa yang sudah Dion lakukan padaku. Jadi ... kau, Ezhar ... maukah kau menjadi selingkuhan pura-puraku?" Tanpa rasa ragu Maira mengucapkan kaliamat yangembuat suasana di kamarnya menjadi canggung.
Bagaimana tidak? Permintaan Maira yang tak masuk akal ini membuat mereka terdiam. Ezhar masih terdiam, mulutnya masih tertutup rapat. Otaknya berpikir menolak permintaan majikannya, karena menurutnya ini ide yang tak masuk akal. Namun, hatinya berkata lain. Ia ingin menerima permintaan Maira, karena ia juga ingin membuat lelaki brengsek itu merasakan sakitnya di khianati bahkan lebuh sakit dari apa yang di rasakan Maira.
"Nak ... apa kau sudah gila!" ujar Ayah Maira yang terkejut denga ucapan putrinya.
"Tidak Ayah. Kalau aku mencari seseorang di luar sana, semua balas dendamku ini tak akan berjalan sesuai rencana. Tetapi, jika aku menggunakan Ezhar pasti semua akan berhasil. Karena Ezhar ada di kubu ku," terang Maira.
"Nak, Ezhar apa kau setuju dengan ide Maira?" Ayah mencoba bertanya.
"Aku siap! Selama itu bisa membantu nyonya," ucap Ezhar dengan tegas.
Maira tersenyum lebar, mendengat jawaban supir barunya yang baru bekerja selama satu bulan ini. Namun, prngabdiannya seperti orang yang sudah bekerja lama dengannya. Ia pikir Ezhar adalah orang yang tepat sebagai alat balas dendamnya pada sang suami. Ia hanya perlu memoles sedikit penampilan supirnya itu.
"Baiklah ... mulai besok kita akan memulainya. Dan hari ini antar aku untuk berbelanja," Maira memberi perintah, yang langsung di laksanakan oleh Ezhar.
Ezhar permisi untuk menyiapkan mobil, mbok Rati pun kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kedua orang tuan Maira berpamitan untuk pulang. Sementara Maira sibuk menyiapkan diri untuk berbelanja. Dres selutut berwarna hijau lumut menjadi pilihannya. Ia juga tak lupa memoleskan make up, untuk menutupi memar di pipinya. Setelah selesai dengan ritual dandannya, Maira segera keluar kamar dan menuju meja makan. Segelas susu dan roti menjadi menu sarapannya. Dengan senyum yang lebar ia menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumahnya. Namun, kali ini aia tidak duduk di belakang, Maira ingin membiasakan diri dekat dengan selingkuhan pura-puranya itu. Meski ini membuat Ezhar sedikit gugup, mungkin ini bukanlah pengalaman pertamanya berada di dekat wanita. Tetapi bagi Ezhar, ada yang berbeda dengan keadaan ini.
Bersambung...
Matur suwun๐๐๐
Selamat membacaMaira nampak sibuk dengan kegiatan belanjanya, ia memilih beberapa pakaian untuk penyamaran supirnya itu. Ezhar hanya tersenyum melihat raut bahagia yang tergambar di wajah yang sebentar lagi menjadi selingkuhannya itu. Meski kedua tangannya terisi penuh belanjaan majikannya, tidak membuatnya lelah. Selesai membayar semua, Maira mengajak Ezhar menuju salon langganannya."Siang Beb," sapa Maira pada seorang lelaki lemah gemulai, yang sedang sibuk dengan rambut pelanggannya itu."Siang juga ... Beb," sapa lelaki itu. "Eh siapa tuh? Ganteng banget ... nggak mau di kenalin nih?" goda seorang lelaki dengan genit. Ia pun menghenyika kegiatannya."Kepo! Dia simpananku, cepat rubah penampilannya. Buat dia layaknya bos!" ujar Maira asal."What! Mulutmu itu ya Beb," lelaki yang sering di panggil Boby itu menoel bibir Maira.
PRANG!Dion melempar ponsel Karina dan ponselnya dengan sangat keras, saat melihat Maira sedang bermesraan dengan lelaki lain di belakangnya. Ia sama sekali tak mengira jika istri pertamanya itu akan melakukan hal gila itu. Ia pikir wanita itu sudah di bawah kendalinya, karena ia sudah memiliki kelemahannya. Namun, ia bingung dari mana wanita itu bisa mempunyai nyali untuk melawannya?"Apa-apaan kamu, mas! Kenapa kau melempar ponselku!" ujar Karina emosi."Dari mana kau mendapatkan gambar itu!" tanya Dion masih dalam keadaan emosi."Aku melihatnya dengan kepalaku sendiri. Mereka sedang bermesraaan di sebuah resto," jelas Karina datar."Brengsek!" Dion meninju meja yang ada di hadapannya.Rasanya ia tak percaya jika Maira berani bertindak di luar kendalinya. Sebelum pergi Dion melempar sejumlah uang kepada istri keduanya sebagai
Selama satu bulan ini Ezhar selalu menyampaikan laporan semua kegiatan Maira ,dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali. Dengan siapa ia pergi termasuk dengan selingkuhannya yang tak lain adalah dirinya. Dengan apa yang ia lakukan Ezhar kini menjadi orang kepercayaan Dion. Ia juga mengerti apa yang sebenarnya di rasakan Dion. Meski dalam selalu berbuat kasar kepada Maira, akan tetapi rasa cintanya masih ada untuk sang istri. Semua dapat Ezhar lihat dari bagaimana cara lelaki itu sangat marah dengan kelakuan istrinya.Namun ia tak pernah bisa melihat betapa kesepiannya Maira, ia selalu sibuk mencurahkan semua cintanya hanya untuk istri keduanya.Hampir setiap hari Ezhar harus beradu akting dengan Maira. Akting yang sangat sulit baginya, karena ada kalanya ia hanyut akan peran yang ia mainkan. Maira bahkan sudah menganggapnya seperti selingkuhannya yang nyata, setiap hari ia
Ezhar dan Maira masih asik bercengkerama di perpustakaan kecil itu. Mereka juga terlihat seperti pasangan kekasih yang sebenarnya. Terlihat dari begitu manjanya Maira dipelukan Ezhar dan cara Ezhar yang terus menggoda majikannya dengan ulah jahilnya yang berbuat nakal di tengkuk Maira. Dari kejauhan mbok Rati memperhatikan mereka, meski semua itu salah tapi menurutnya tak ada salahnya untuk Maira dapat merasakan kebahagiaan. Dan semuanya dapat di rasakan bersama Ezhar. Ia hanya berdoa jika Tuhan segera memberikan halan yang terbaik kepada mereka agar tak salah jalan. Tak mau mengganggu moment mereka mbok Rati berlalu kembali ke dapur.๐๐๐๐Dion masih tak puas dengan laporan yang di berikan Ezhar, sampai detik ini identitas selingkuhan istrinya masih belum terungkap. Ia hanya mendapat laporan kegiatan Maira saja dan kemesraan yang mereka lakukan, ia juga sedikit merasa jika wajah selingkuhan
Semenjak malam itu Ezhar tak membiarkan Maira sendiri. Sebelum wanita pujaanya tidur ia masih akan tetap berjaga. Ia tak mau kecolongan lagi seperti malam itu, membiarkan Maira menerima kekejaman Dion.Maira dengan senang hati menerima perlakuan istimewa Ezhar. Namun, terkadang ia suka jahil kepada supirnya itu.Angin malam mulai menelusup masuk melalui celah jendela kamar Maira. Membelai lembut permukaan kulit wanita yang sedang berbaring di ranjang, matanya terpejam tetapi masih terjaga. Ia sedang memutar semua moment terbaik saat bersama sang supir yang merangkap menjadi bodyguard, dan juga selingkuhan pura-puranya. Senyum manis pun menghiasai wajah cantiknya, yang menandakan kebahagiaan yang ia rasakan. Namun, ia langsung membuka matanya ketika menyadari jika perasaan yang ia rasa adalah salah."Tidak maira ... ini salah! Ini pasti bukan Cinta ... bukan!" Mai
Sebuah mobil mewah berwarna hitam terparkir di halaman toko kue Maira. Seorang lelaki dengan setelan jas yang membalut tubuhnya berjalan masuk dengan di ikuti seorang wanita yang tak lain adalah sekertarisnya. Ezhar mulai berakting di depan Maira, ia menyambut kedatangan bos palsu yang memang di rencanakannya. Roy begitu sangat puas karena dengan ini ia bisa mengerjai sahabatnya itu."Selamat siang Tuan, perkenalkan saya, Maira" sapa Maira dengan mengulurkan tangannya."Selamat siang, cantik," Roy balik menyapa dan menyambut uluran tangan Maira dengan sedikit menggodanya."Pantas saja Ezhar tertarik. Wanita yang cantik, cerdas dan anggun," batin Roy berucap.Ezhar mengepalkan telapak tangannya melihat ulah jahil Roy. "Brengsek! Kau cari mati Roy!" ucapnya dalam hati."Hei ... nona cantik, katakan pada supirmu jangan memasang w
Setelah kepergian Dion Ezhar langsung menghubungi asistenya."Dani, cepat blokir semua data tentangku. Anak buah Dion sudah melangkah di depan kita, jangan sampai kita kecolongan lagi," perintah Ezhar pada asistennya."Baik Tuan, akan segera saya urus," jawab Dani tegas.Ezhar lalu kembali berbaring di samping Maira. Wanita itu pun membuka mata sejenak dan memutar badan agar berhadapan dengan kekasihnya."Bagaimana, apa dia sudah pergi?" tanya Maira tanpa membuka matanya."Dia sudah pergi, tapi ...," Ezhar menghentikan kalimatanya, dan membuat Maira membuka matanya."Ada apa? Kau jangan menakutiku sayang ..., " ucap Maira panik."Ternyata dia melangkah jauh di depan kita. Dia mengirim beberapa orang untuk mengintai kita, di depan ada dua orang. Di toko juga ada dua orang, dan satu orang bertugas mencari
Mobil mewah itu berlalu meninggalkan kediaman Maira, menerobos anak buah Dion yang sedang sibuk melaporkan hasil penyelidikan mereka. Sehingga tak menyadari sebuah mobil melintas di belakang mereka. Ezhar tersenyum puas akan kinerja asistennya yang sangat pandai mengatur semua rencananya dengan sangat rapi. Bahkan bisa melangkah lebih cepat di depan Dion.Maira duduk di samping mbok Rati, sedang Ezhar duduk di samping supir. Selama di perjalanan mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun, Maira lebih memilih memejamkan matanya.Mobil berhenti di sebuah bangunan megah dan mewah, bangunan yang terlalu mewah untuk sebuah rumah. Bangunan itu lebih tepat sebagai istana. Seorang lelaki dengan balutan seragam layaknya Bodyguard membukakan pintu mobil, Maira membuka matanya saat mbok Rati menepuk lembut pundaknya, dan memberitahukan jika mereka sudah sampai. Maira pun keluar dari mobil bersama mbok Rati dan Ezhar, ia masih tak menyadari