Ezhar dan Maira masih asik bercengkerama di perpustakaan kecil itu. Mereka juga terlihat seperti pasangan kekasih yang sebenarnya. Terlihat dari begitu manjanya Maira dipelukan Ezhar dan cara Ezhar yang terus menggoda majikannya dengan ulah jahilnya yang berbuat nakal di tengkuk Maira. Dari kejauhan mbok Rati memperhatikan mereka, meski semua itu salah tapi menurutnya tak ada salahnya untuk Maira dapat merasakan kebahagiaan. Dan semuanya dapat di rasakan bersama Ezhar. Ia hanya berdoa jika Tuhan segera memberikan halan yang terbaik kepada mereka agar tak salah jalan. Tak mau mengganggu moment mereka mbok Rati berlalu kembali ke dapur.
ππππ
Dion masih tak puas dengan laporan yang di berikan Ezhar, sampai detik ini identitas selingkuhan istrinya masih belum terungkap. Ia hanya mendapat laporan kegiatan Maira saja dan kemesraan yang mereka lakukan, ia juga sedikit merasa jika wajah selingkuhan istrinya tak asing baginya. Dion pun memutuskan untuk mencari tahu sendiri siapa lelaki yang sudah lancang mencintai istrinya.
"Siapapun kau, aku pastikan hidupmu akan menderita. Karena berani mencintai wanitaku!" ucap Dion lirih, tetapi terdengar penuh amarah.
Dion memutuskan untuk pulang ke rumah Maira hari ini, ia ingin menanyakan langsung siapa selingkuhannya itu. Sebuah mobil mewah berwarna silver milik Dion terparkir di halaman kediaman Maira, ia langsung berjalan menuju kamar istrinya saat memasuki rumah. Di bukanya pintu kamar itu, kamar yang menjadi saksi kesepian Maira setiap hari. Tak lama Maira pun muncul dari kamar mandi mengenakan jubah mandi, ia sama sekali tak menyadari kedatangan suaminya. Ia berjalan menuju lemari dan mengambil salah satu gaun kesukaannya. Ia memakai gaunnya di sana, yang di saksikan oleh tatapan mata tajam Dion yang melihat semua. Maira tersentak saat sebuah lengan kekar melingkar di perut ratanya, ia tersenyum karena ia pikir itu adalah Ezhar, selingkuhannya. Namun, ia menyadari lengan itu bukanlah lengan sang supir. Maira melepaskannya, ia sangat tahu lengan siapa itu. Lengan Ezhar lebih bersih tanpa bulu-bulu yang menghiasinya, berbeda dengan suaminya.
"Lepas!" Maira mencoba melepaskan pelukan Dion.
"Biasanya kau yang meminta? Kenapa sekarang menolak?" Dion masih mengatur emosinya.
"Aku bukan jalangmu, yang akan terus menggodamu! Dan mengemis cinta darimu!" tutur Maira dengan nada menantang.
"Mulutmu harus ku beri pelajaran agar bisa menghormatiku!" hardik Dion sambil mencekeram dagu Maira dengan kasar.
Dion langsung melumat bibir istrinya dengan rakus, hingga sedikit melukainya. Darah segar menghiasi ujung bibir Maira. Sekuat tenaga Maira berusaha melepaskan diri, ia tak mau melayani sang suami dengan cara seperti itu. Ia ingin seperti wanita lain yang di perlakukan dengan istimewa oleh suaminya. Maira mengarahkan kakinya untuk menendang bagian sensitif sang suami, yang langsung membuat Dion melepaskannya.
"Cuih ... kau sudah menunjukan siapa dirimu sebenarnya. Ku tak mau melayani suamimu, tapi mau melayani lelaki lain di belakangku!"
"Aku memang jalang! Lalu apa pedulimu! Bukankah Maira sudah mati di matamu, Mas! Dan kau sendiri yang memintaku menjual tubuhku!"
"Aku lelah dengan semua ini, aku lelah terus mengharap cintamu. Berharap semua akan kembali seperti dulu. Aku tak mau lagi bertahan dengan menyandang nama Nyonya Sanjaya. Apa kau pernah sedikit saja melihat betapa besarnya cinta dan kesetiaannku! Tidak kan? Kau hanya melihat besarnya cinta istri keduamu saja!Kau sudah tak adil padaku, aku mau bercerai darimu!" ujar Maira penuh amarah.
PLAK!
Sebuah tamparan menjadi kado terindah yang Maira dapat di hari ulang tahun pernikahannya yang ke tiga. Hari ini tepat dimana tiga tahun lalu seorang lelaki bernama Dion Sanjaya menyunting Maira sebagai istrinya. Namun, semua tak berarti apa-apa. Maira hanya bisa menahan rasa sakit di hatinya.
"Kau pikir aku akan menceraikanmu hah! Kalaupun kita akan berpisah, akulah yang akan menggugatmu bukan kau!" ucap Dion sebelum berlalu dari kamar Maira.
"Kemana cinta yang dulu kau berikan? Apa sebegitu bencinya kau padaku, mas? Apa salahku? Jika kau tak ingin aku pergi kenapa kau terus membuatku kecewa dan menderita,mas," ucap Maira lirih.
Maira berjalan ke kamar mandi, di dalam ia membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar. Setelah mengeringkannya ia mengoleskan make up untuk menutupi bekas tamparan itu.
ππππ
Ezhar begitu serius menatap layar laptopnya, semua tanggung jawabnya sebagai seorang CEO tidak boleh ia tinggalkan meski keadaan tak mendukung. Ia terua mengecek semua laporan yang masuk dari sekertarisnya sampai ia tak sadar jika hari sudah malam. Ezhar mengeliat merenggangkan tubuhnya yang sedari tadi terus setia di depan laptopnya. Ia mengambil ponselnya di atas nakas, tapi aneh dari sore ini sampai malam tak ada satu chat pun dari Maira. Ezhar pun langsung bergegas keluar dari kamar. Ezhar menghentikan langkahnya saat melihat Dion yang sedang menuruni anak tangga. Dari wajahnya tergambar jelas, jika ia sedang dalam mode marah. Setelah memastikan mobil Dion pergi meninggalkan kediaman Maira, Ezhar segera berlari menuju kamar majikannya itu
Pandangannya menyapu ke segala arah, tetapi tak ada tanda-tanda keberadaan Maira. Ezhar merasa lega saat Maira keluar dari kamar mandi.
"Kau membuatku cemas," ucap Ezhar penuh kecemasan.
"Kenapa kau cemas?" ucap Maira dengan manja, menutupi kesedihannya.
"Dari tadi sore kau tak menghubungiku. Ada apa hm ...," Ezhar mulai membelai rambut panjang Maira, yang membuat pemiliknya merasakan kenyamanan.
"Tadi aku melihat suamimu pulang. Apa yang dia laukan?"
Maira tak menjawab pertanyaan Ezhar, ia hanya menundukan wajahnya. Ezhar mengangkat dagu Maira dengan jarinya, kedua bola mata Ezhar membulat sempurna saat harus melihat bukti kekerasan yang di tinggalkan oleh Dion di ujung bibir Maira. Dia juga melihat bekas tamparan Dion di pipi majikannya itu, meski Maira telah menutupnya dengan make up.
"Dia melukaimu?" Ezhar bertanya dengan selembut mungkin.
Tak ada kata yang keluar dari bibir Maira, hanya sebulir air yang mulai membasahi wajah cantiknya. Melihat itu amarah Ezhar berkobar bagaikan api yang membara. Ia memeluk wanita yang setiap hari mengisi relung hatinya, ia berusaha membuat Maira tenang. Akan tetai tangis Maira malah pecah di pelukan Ezhar. Dada bidang Ezhar seakan menjadi peraduannya, tempat ternyaman baginya untuk meluapkan segala keluh kesahnya. Bahkan di yempat itu ia bisa meluapkan kesedihan yang selalu ia sembunyikan darisemua orang termasuk kedua orang tuanya.
"Sudah aku bilang, jangan sia-siakan air matamu untuk si brengsek itu! Aku berjanji akan membuatnya merasakan kesedihan lebih dari yang kau alami," ucapan yang terdengar datar tetapi mengandung dendam yang membara.
Ezhar membiarkan wanita itu puas meluapkan semua yang di rasakannya. Maira terus menangis sampai tak terasa ia tertidur di pelukan Ezhar. Dengan sangat hati-hati ia menggendong tubuh Maira dan membaringkannya di atas ranjang. Ia mengambil ponsel di saku celana yang di kenakannya. Terlihat Ezhar begitu serius menghubungi asistennya
"Baik, kerjakan semua. Aku percaya padamu," ucap Ezhar menutup percakapannya dengan asistennya.
Sebelum ia keluar dari kamar Maira, Ezhar mendekatinya lagi. Memastukan wanita pujaannya itu benar-benar sudah terlelap, tetapi saat Ezhar akan meninggalkannya Maira meraih lengan Ezhar.
"Ada apa?" tanya Ezhar lembut.
"Bisakah kau menemaniku malam ini," pinta Maira yang masih memejamkam matanya.
"Tapi ...," belum sempat ia meneruskan ucapannya Maira menarik lengan Ezhar yang membuatnya menindih tubuh seksi Maira.
Ezhar terpaku dengan keadaan ini, Maira pun membuka matanya. Dan mengecup sekilas bibir supirnya itu. "Temani aku malam ini," pintanya lagi.
Ezhar hanya mengangguk, ia pun berpindah tempat dan berbaring di belakang Maira. Mungkin ia sudah terbiasa dengan wanita di sampingnya. Namun, bersama Maira membuatnya meraksakan hal yang berbeda. Ia memeluk Maira dari belakang, menyalurkan kehangatan yang di rindukan wanita itu. Kehangatan yang sudah tak pernah di dapat dari suaminya. Maira merasa sangat nyaman dengan keadaan ini, meraka pun terlelap menuju alam mimpi mereka masing-masing.
Bersambung...
Semenjak malam itu Ezhar tak membiarkan Maira sendiri. Sebelum wanita pujaanya tidur ia masih akan tetap berjaga. Ia tak mau kecolongan lagi seperti malam itu, membiarkan Maira menerima kekejaman Dion.Maira dengan senang hati menerima perlakuan istimewa Ezhar. Namun, terkadang ia suka jahil kepada supirnya itu.Angin malam mulai menelusup masuk melalui celah jendela kamar Maira. Membelai lembut permukaan kulit wanita yang sedang berbaring di ranjang, matanya terpejam tetapi masih terjaga. Ia sedang memutar semua moment terbaik saat bersama sang supir yang merangkap menjadi bodyguard, dan juga selingkuhan pura-puranya. Senyum manis pun menghiasai wajah cantiknya, yang menandakan kebahagiaan yang ia rasakan. Namun, ia langsung membuka matanya ketika menyadari jika perasaan yang ia rasa adalah salah."Tidak maira ... ini salah! Ini pasti bukan Cinta ... bukan!" Mai
Sebuah mobil mewah berwarna hitam terparkir di halaman toko kue Maira. Seorang lelaki dengan setelan jas yang membalut tubuhnya berjalan masuk dengan di ikuti seorang wanita yang tak lain adalah sekertarisnya. Ezhar mulai berakting di depan Maira, ia menyambut kedatangan bos palsu yang memang di rencanakannya. Roy begitu sangat puas karena dengan ini ia bisa mengerjai sahabatnya itu."Selamat siang Tuan, perkenalkan saya, Maira" sapa Maira dengan mengulurkan tangannya."Selamat siang, cantik," Roy balik menyapa dan menyambut uluran tangan Maira dengan sedikit menggodanya."Pantas saja Ezhar tertarik. Wanita yang cantik, cerdas dan anggun," batin Roy berucap.Ezhar mengepalkan telapak tangannya melihat ulah jahil Roy. "Brengsek! Kau cari mati Roy!" ucapnya dalam hati."Hei ... nona cantik, katakan pada supirmu jangan memasang w
Setelah kepergian Dion Ezhar langsung menghubungi asistenya."Dani, cepat blokir semua data tentangku. Anak buah Dion sudah melangkah di depan kita, jangan sampai kita kecolongan lagi," perintah Ezhar pada asistennya."Baik Tuan, akan segera saya urus," jawab Dani tegas.Ezhar lalu kembali berbaring di samping Maira. Wanita itu pun membuka mata sejenak dan memutar badan agar berhadapan dengan kekasihnya."Bagaimana, apa dia sudah pergi?" tanya Maira tanpa membuka matanya."Dia sudah pergi, tapi ...," Ezhar menghentikan kalimatanya, dan membuat Maira membuka matanya."Ada apa? Kau jangan menakutiku sayang ..., " ucap Maira panik."Ternyata dia melangkah jauh di depan kita. Dia mengirim beberapa orang untuk mengintai kita, di depan ada dua orang. Di toko juga ada dua orang, dan satu orang bertugas mencari
Mobil mewah itu berlalu meninggalkan kediaman Maira, menerobos anak buah Dion yang sedang sibuk melaporkan hasil penyelidikan mereka. Sehingga tak menyadari sebuah mobil melintas di belakang mereka. Ezhar tersenyum puas akan kinerja asistennya yang sangat pandai mengatur semua rencananya dengan sangat rapi. Bahkan bisa melangkah lebih cepat di depan Dion.Maira duduk di samping mbok Rati, sedang Ezhar duduk di samping supir. Selama di perjalanan mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun, Maira lebih memilih memejamkan matanya.Mobil berhenti di sebuah bangunan megah dan mewah, bangunan yang terlalu mewah untuk sebuah rumah. Bangunan itu lebih tepat sebagai istana. Seorang lelaki dengan balutan seragam layaknya Bodyguard membukakan pintu mobil, Maira membuka matanya saat mbok Rati menepuk lembut pundaknya, dan memberitahukan jika mereka sudah sampai. Maira pun keluar dari mobil bersama mbok Rati dan Ezhar, ia masih tak menyadari
Sepeninggal Ezhar, Maira merenungi semua yang telah ia alami. Dari pernikahannya yang hancur karena kedatangan Karina, keadilan yang tak pernah ia dapat dari Dion. Bahkan kehangatan ranjangnya pun hilang, hidupnya seakan tak berarti lagi. Hari-harinya ia lalui dengan air mata, bahkan tak ada orang yang tahu akan kesedihannya.Namun, semua berubah saat sang supir itu datang. Ezhar memberi warna baru dalam hidupnya, dunianya seakan tak lagi gelap. Karena lelaki itu bagikan matahari yang datang menyinari hidupnya.Memberi kehangatan yang sudah lama tak Maira rasakan. Perhatian dan kasih sayang yang wanita itu rindukan. Semua kebahagiaan Maira datang kembali meski jalannya harus seperti ini. Hubungan yang tak seharunya terjalin di antara mereka."Semua berbeda saat kau datang, tapi ... Dion. Tuhan ... Salahkah jika aku ingin bahagia?" lirih Maira."Apapun keputusanku kali ini, semoga semua yang terbaik untukku, Tuhan." Maira pun berdiri dari duduknya dan segera b
Maira memang sudah memutuskan untuk memilih Ezhar, akan tetapi ia masih tak terima dengan alasan kekasihnya itu. Sesampainya di kediaman Ezhar, Maira memilih masuk ke kamar dan menguncinya. Ia lupa jika istana mewah itu milik lelaki yang beberapa bulan ini menjadi selingkuhannya. Dengan sangat mudah Ezhar sudah ada di dalam kamar, Maira menghela nafas karena kebodohannya."Masih marah?" Ezhar sengaja duduk di samping wanitanya yang masih terlihat malas bertemu dengannya."Kau pikir?" jawab Maira malas."Aku pikir kau sudah memaafkanku," ujar Ezhar sambil membelai lembut leher Maira dengan bibirnya.Maira mendorong tubuh Ezhar, "Lepas!" Ia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Namun lagi-lagi ia merutuki kebodohannya, sebelum ia menutup pintu kamar mandi dengan sigap Ezhar menahannya. Dan tanpa persetujuan Maira ia ikut masuk ke sana. Maira tak lagi bisa berkutik saat Ezhar mend
Tania pulang ke rumahnya dengan wajah yang muram, apa yang ia harapkan nyatanya tak sesuai. Lelaki yang dulu sangat mencintai dan memujanya kini telah melupakannya."Kenapa tuh wajah? Lecek amat," ledek Hani yang masih ada di rumah Tania.Tania melempar tas selempang miliknya ke sembarang tempat, dan ia duduk di samping Hani yang sedang menikmati cemilan. Hani pun meletakan toples di tangannya ke atas meja, ia sungguh penasaran kenapa wajah sahabatnya berubah setelah bertemu dengan Ezhar."Apa yang terjadi?" tanya Hani lagi.Tak ada jawaban, Tania hanya cemberut. Membuat Hani semakin penasaran. "Dia sudah melupakanku." Tania menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Apa maksudmu?" tanya Hani, semakin penasaran."Dia memintaku untuk membantunya.""Terus? Apa hubungannya membantunya dengan melupakanmu?" "Hani ... Ka
Ezhar melebarkan senyumnya saat melihat salah satu mobilnya mengikuti kemana ia pergi. Ia yakin, itu adalah Maira. Sebenarnya ia tak tega, tetapi misi ini harus berhasil demi masa depan yang ia harap akan bersama Maira. Tania menoleh ke samping, hatinya terasa teriris melihat senyum penuh cinta yang tergambar di wajah Ezhar. Dalam hati ia menyesali semuanya, kebodohannya yang mempermainkan cinta yang di berikan Ezhar. Sekarang, ia hanya bisa menerima kenyataan jika cinta Ezhar hanya untuk Maira.Ia tahu kadar cinta yang dimiliki Ezhar, bagaimana cara Ezhar mencintai, dan bagaimana lelaki itu memperjuangkan cintanya. Jadi sudah sangat jelas, sekarang cinta Ezhar tak akan bisa berpaling kecuali Maira seperti dirinya."Apa tadi akting ku bagus?" Tania memulai percakapan agar suasana mobil sedikit hangat."Hmm.""Hanya hmm?" tanya Tania dalam hati. Ia sangat kecewa karena Ezhar menjawabnya seperti itu."Apa nanti aku harus lebih agresif, agar kekasihmu