“Ezhar ... Lupakan dia, ayo pulang!” Maira meraih lengan Ezhar.
Ia berniat menggandengnya untuk segera pergi dari tempat itu. Namun, tak di duga, Ezhar menepisnya. Maira terkejut dengan sikap Ezhar yang sedikit kasar padanya.
“Kalau kau tak mau pulang, biar aku pulang sendiri!” Maira bergegas meninggalkan Ezhar di toko perhiasan itu.
“Sial!” umpat Ezhar
Ia pun berlari mengejar sang kekasih. Ia mencoba mengendalikan amarah yang mulai menyelimutinya. Dengan sangat lembut ia meraih lengan Maira yang sedang berjalan cepat di depannya.
“Masuk mobil!” perintah Ezhar.
“Tidak mau!” tolak Maira.
“Masuk!” bentak Ezhar.
“Tidak—“
Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Ezhar menggendong tubuh Maira menuju mobilnya.
Tindakan Ezhar pun mengundang mata para pengguna jalan memperhatikan mereka.
Setelah menurun
BAB 31Tania masih terduduk di kamarnya, ia masih merenungi semua ucapan Ezhar padanya. Tak ada penyesalan sama sekali dengan apa yang sudah ia lakukan, ia justru mengibarkan dendamnya pada Hani. Karena ia yakin ini perbuatan sahabatnya itu.°°°°Sementara di lain tempat Hani mendatangi apartemen Roy, ia ingin memberitahukan tentang pertemuan Tania dan Karina. Hani menekan bel saat sampai di apartemen Roy.Tak lama pintu pun terbuka, tetapi Hani terkejut melihat penampilan Roy yang sangat acak-acakan.“Hani!” seru Roy yang juga terkejut.“Siapa, Sayang ...!” teriak seorang wanita dari dalam apartemen.“Maaf, aku mengganggumu. Permisi.” Hani membalikkan badan dan hendak segera meninggalkan tempat itu. Namun, lengannya di tahan oleh Roy.“Tunggu!”“Tapi—“ belum sempat Hani melanjutkan kalimatnya.“Ayo masuk!” Roy menarik lengan Hani un
Kaki jenjang Tania melangkah mendekat ke arah Hani yang masih setia berdiri di ambang pintu. Garis lengkung pun tergambar jelas di wajah Tania. Namun sorot matanya memngisaratkan kemarahan yang kini mulai menguasai tubuhnya."Ada apa?" tanya Hani saat manik mata Tania, menatapnya penuh kemarahan."Ayo masuk!" tanpa menjawab Tania menarik lengan Hani sedikit kasar.Hani menurut, tentunya ia sudah menyiapkan diri dengan apa yang akan di lakukan Tania padanya. Ia percaya sahabatnya itu tak akan pernah melukai dirinya. Tapi ia masih berpikir apa yang membuat Tania datang menemuinya?"Ada perlu apa kau ke sini?" tanya Hani setelah mereka berada di dalam rumah."Banyak," jawab Tania singkat."Apa saja?" desak Hani."Aku tak bisa menyebutkan satu persatu. Intinya, semua ini tentang, kau!" Tania mengarahkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Hani.Hani kembali melihat api amarah dari manik Tania, bahkan dari mata itu ia bisa melihat kesedihan yang
Angin di sekitarnya seketika berhenti saat Roy melontarkan keinginannya yang dianggap sangat mustahil baginya. Hani pun tak dapat memikirkan apapun, seketika isi kepalanya kosong.“Tinggal dengannya?” ucapnya dalam hati.“Hani.”Suara lembut Roy menerobos masuk Indra pendengarnya yang sedang tak sinkron dengan otaknya itu. Sehingga wanita itu tak merespon apapun. Roy mengulurkan tangannya menyentuh pundak Hani yang masih melamun.Kini Hani tersentak saat sebuah sentuhan lembut mendarat di pundaknya. Seketika lamunannya pun buyar.“Ya,” jawab Hani sedikit gugup.“Bagaimana? Kau mau tinggal denganku?” Roy mengulang kalimat yang membuat Hani melamun panjang.“Roy, kita baru saja saling kenal. Rasanya ini terlalu mustahil,” tutur Hani.“Tapi aku mencemaskan keadaanmu. Hari ini saja, Tania datang dan berusaha menyerang mu.” Roy menyandarkan punggungnya pada sand
“Tania, dengarkan aku,” pinta Hani.“Tak ada lagi kesempatan untukmu menjelaskan semua!” bentak Tania.Kakinya segera menginjak gas dengan api amarah yang semakin membakar Tania.Mobilnya pun melesat meninggalkan kawasan apartemen Roy dengan kecepatan tinggi. Matanya memerah menahan amarah, kedua tangannya begitu erat memegang kemudi. Terlihat sangat jelas rahangnya pun mengeras, wajah cantiknya seketika berubah menjadi ganas.“Tania, turunkan kecepatannya!” pinta Hani, yang tak ingin mereka celaka, karena kecepatan mobil sudah di atas rata-rata.“Aku ingin kau mati!” Tania balik membentak Hani.“Apa dengan aku mati kau bisa mendapatkan, Ezhar? Sadarlah, lelaki itu tak lagi mencintaimu! Berhentilah dengan kegilaan mu!”Matanya semakin memerah, kemarahannya pun mulai menguasai tubuhnya, karena kalimat yang keluar dari mulut Hani. Spontan tangannya terangkat ke udara dan mendarat
Tulang Ezhar semakin melunak saat berdiri di depan kaca ruangan ICU. Dadanya seperti di tusuk ribuan jarum, bulir air matanya pun tak bisa ia bendung menyaksikan pemandangan yang sama sekali tak ingin ia lihat. Pada akhirnya firasat buruknya terjadi juga.Tatapannya tertuju pada wajah putih pucat yang terbaring lemah di ranjang yang berukuran kecil itu dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya. Ia menatap sang pujaan hati yang sedang berusaha melewati masa kritisnya."Dok, bagaimana kondisinya?" tanya Ezhar pada dokter yang baru saja menangani Maira."Ini sebuah keajaiban, dia selamat dalam kecelakaan yang sangat mengerikan ini, Tuan. Kakinya patah, dalam beberapa bulan mungkin ia harus menggunakan kursi roda tapi—" dokter menghentikan kalimatnya."Tapi apa, Dok!" seru Ezhar dengan nada meninggi. Jelas ia sangat penasaran akan keadaan Maira."Tapi ... Dia mengalami amnesia," jelas dokter."Apa! Amnesia? Kau pasti bercanda, Dok? Bu
Ezhar keluar dengan raut wajah yang masih dipenuhi amarah. Dunianya sudah terlanjur terisi dengan Maira, jadi sangat wajar jika ia sangat terpukul dengan keadaan sang kekasih. Baginya apapun alasan orang-orang di sekitarnya tak bisa membuat dia tenang.Hanya kesembuhan Maira yang mampu mengembalikan dia seperti sediakala."Istirahatlah, aku akan memenangkan dia dulu," ucap Roy pada Hani.Hani hanya mengangguk, ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melindungi Maira. Justru Maira yang telah menyelamatkannya."Maafkan aku, Maira. Tuhan, tolong selamatkan dia," doa Hani untuk wanita yang sudah mengorbankan nyawa demi keselamatannya.°°°°Ezhar memilih kembali ke ruang ICU, ia tak mau sampai lepas kendali menghadapi Hani. Pikirannya sangat kacau saat ini, dan hanya Maira yang mampu merubah semua.Roy mengikuti langkah Ezhar yang begitu tertatih. Roy tahu sahabatnya itu sedang berada d titik terendah di hidupnya. Pengkhi
"Ezhar, apa-apaan ini?" Tania mulai panik saat dua polisi itu mendekat."Ayo ulangi lagi ucapan mu tadi!" titah Ezhar.Tania memutar otak agar ia semua orang percaya dengan ucapannya. Si ratu akting itu mulai memasang wajah sedihnya."Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, Nona Tani!" perintah Polisi.Tania mengangguk, ia mulai menceritakan semua yang baru saja ia ceritakan pada Ezhar. Ia tak berpikir dua kali dengan apa yang ia lakukan kali ini. Bahkan meski berhubungan dengan hukum pun ia tak peduli. Ia masih saja membalikkan fakta demi tujuannya.Kedua polisi, dan asisten Ezhar pun hanya tersenyum. Mereka sangat terkejut dengan penuturan Tania yang sangat jauh dari kebenaran."Apa, Anda yakin dengan keterangan ini?" tanya salah satu Polisi."Tentu aku sangat yakin," ucap Tania penuh percaya diri."Anda juga siap dengan konsekuensinya jika pernyataan yang, Anda ucapkan tidak sesuai dengan kenyataan?" Polisi itu kembali m
Bab 38Ezhar merasa matahari kembali menyinari dunianya yang gelap, sebuah keajaiban terjadi pada keadaan Maira. Tentunya ia sambut dengan senang hati. Ia segera berlari memanggil dokter yang menangani Maira.Dokter tak berbicara apapun, akan tetapi dari raut wajahnya membuat harapan Ezhar.“Ada apa, Dok? Dia sudah sadar kan?” Ezhar banyak berharap.Dokter menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Ezhar“Apa yang, Anda lihat tadi nyata?” tanya dokter ragu.“Sangat nyata, Dok. Tapi bagaimana keadaan, Maira?” Ezhar semakin panik.“Tuan, Nona Maira koma,” jelas Dokter yang membuat hati Ezhar sakit“Koma? Berapa lama, Dok?” lirih Ezhar yang semakin kehilangan“Bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun,” jelas dokter yang langsung berlalu pergi.Dengan susah payah Ezhar memaksa kakinya untuk mendekat ke arah Maira yang masi