Angin di sekitarnya seketika berhenti saat Roy melontarkan keinginannya yang dianggap sangat mustahil baginya. Hani pun tak dapat memikirkan apapun, seketika isi kepalanya kosong.
“Tinggal dengannya?” ucapnya dalam hati.
“Hani.”
Suara lembut Roy menerobos masuk Indra pendengarnya yang sedang tak sinkron dengan otaknya itu. Sehingga wanita itu tak merespon apapun. Roy mengulurkan tangannya menyentuh pundak Hani yang masih melamun.
Kini Hani tersentak saat sebuah sentuhan lembut mendarat di pundaknya. Seketika lamunannya pun buyar.
“Ya,” jawab Hani sedikit gugup.
“Bagaimana? Kau mau tinggal denganku?” Roy mengulang kalimat yang membuat Hani melamun panjang.
“Roy, kita baru saja saling kenal. Rasanya ini terlalu mustahil,” tutur Hani.
“Tapi aku mencemaskan keadaanmu. Hari ini saja, Tania datang dan berusaha menyerang mu.” Roy menyandarkan punggungnya pada sand
“Tania, dengarkan aku,” pinta Hani.“Tak ada lagi kesempatan untukmu menjelaskan semua!” bentak Tania.Kakinya segera menginjak gas dengan api amarah yang semakin membakar Tania.Mobilnya pun melesat meninggalkan kawasan apartemen Roy dengan kecepatan tinggi. Matanya memerah menahan amarah, kedua tangannya begitu erat memegang kemudi. Terlihat sangat jelas rahangnya pun mengeras, wajah cantiknya seketika berubah menjadi ganas.“Tania, turunkan kecepatannya!” pinta Hani, yang tak ingin mereka celaka, karena kecepatan mobil sudah di atas rata-rata.“Aku ingin kau mati!” Tania balik membentak Hani.“Apa dengan aku mati kau bisa mendapatkan, Ezhar? Sadarlah, lelaki itu tak lagi mencintaimu! Berhentilah dengan kegilaan mu!”Matanya semakin memerah, kemarahannya pun mulai menguasai tubuhnya, karena kalimat yang keluar dari mulut Hani. Spontan tangannya terangkat ke udara dan mendarat
Tulang Ezhar semakin melunak saat berdiri di depan kaca ruangan ICU. Dadanya seperti di tusuk ribuan jarum, bulir air matanya pun tak bisa ia bendung menyaksikan pemandangan yang sama sekali tak ingin ia lihat. Pada akhirnya firasat buruknya terjadi juga.Tatapannya tertuju pada wajah putih pucat yang terbaring lemah di ranjang yang berukuran kecil itu dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya. Ia menatap sang pujaan hati yang sedang berusaha melewati masa kritisnya."Dok, bagaimana kondisinya?" tanya Ezhar pada dokter yang baru saja menangani Maira."Ini sebuah keajaiban, dia selamat dalam kecelakaan yang sangat mengerikan ini, Tuan. Kakinya patah, dalam beberapa bulan mungkin ia harus menggunakan kursi roda tapi—" dokter menghentikan kalimatnya."Tapi apa, Dok!" seru Ezhar dengan nada meninggi. Jelas ia sangat penasaran akan keadaan Maira."Tapi ... Dia mengalami amnesia," jelas dokter."Apa! Amnesia? Kau pasti bercanda, Dok? Bu
Ezhar keluar dengan raut wajah yang masih dipenuhi amarah. Dunianya sudah terlanjur terisi dengan Maira, jadi sangat wajar jika ia sangat terpukul dengan keadaan sang kekasih. Baginya apapun alasan orang-orang di sekitarnya tak bisa membuat dia tenang.Hanya kesembuhan Maira yang mampu mengembalikan dia seperti sediakala."Istirahatlah, aku akan memenangkan dia dulu," ucap Roy pada Hani.Hani hanya mengangguk, ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melindungi Maira. Justru Maira yang telah menyelamatkannya."Maafkan aku, Maira. Tuhan, tolong selamatkan dia," doa Hani untuk wanita yang sudah mengorbankan nyawa demi keselamatannya.°°°°Ezhar memilih kembali ke ruang ICU, ia tak mau sampai lepas kendali menghadapi Hani. Pikirannya sangat kacau saat ini, dan hanya Maira yang mampu merubah semua.Roy mengikuti langkah Ezhar yang begitu tertatih. Roy tahu sahabatnya itu sedang berada d titik terendah di hidupnya. Pengkhi
"Ezhar, apa-apaan ini?" Tania mulai panik saat dua polisi itu mendekat."Ayo ulangi lagi ucapan mu tadi!" titah Ezhar.Tania memutar otak agar ia semua orang percaya dengan ucapannya. Si ratu akting itu mulai memasang wajah sedihnya."Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, Nona Tani!" perintah Polisi.Tania mengangguk, ia mulai menceritakan semua yang baru saja ia ceritakan pada Ezhar. Ia tak berpikir dua kali dengan apa yang ia lakukan kali ini. Bahkan meski berhubungan dengan hukum pun ia tak peduli. Ia masih saja membalikkan fakta demi tujuannya.Kedua polisi, dan asisten Ezhar pun hanya tersenyum. Mereka sangat terkejut dengan penuturan Tania yang sangat jauh dari kebenaran."Apa, Anda yakin dengan keterangan ini?" tanya salah satu Polisi."Tentu aku sangat yakin," ucap Tania penuh percaya diri."Anda juga siap dengan konsekuensinya jika pernyataan yang, Anda ucapkan tidak sesuai dengan kenyataan?" Polisi itu kembali m
Bab 38Ezhar merasa matahari kembali menyinari dunianya yang gelap, sebuah keajaiban terjadi pada keadaan Maira. Tentunya ia sambut dengan senang hati. Ia segera berlari memanggil dokter yang menangani Maira.Dokter tak berbicara apapun, akan tetapi dari raut wajahnya membuat harapan Ezhar.“Ada apa, Dok? Dia sudah sadar kan?” Ezhar banyak berharap.Dokter menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Ezhar“Apa yang, Anda lihat tadi nyata?” tanya dokter ragu.“Sangat nyata, Dok. Tapi bagaimana keadaan, Maira?” Ezhar semakin panik.“Tuan, Nona Maira koma,” jelas Dokter yang membuat hati Ezhar sakit“Koma? Berapa lama, Dok?” lirih Ezhar yang semakin kehilangan“Bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun,” jelas dokter yang langsung berlalu pergi.Dengan susah payah Ezhar memaksa kakinya untuk mendekat ke arah Maira yang masi
Dokter dan seorang perawat datang ke ruang rawat Maira dan mereka segera memeriksa keadaannya. Ezhar yang baru menyadari kedatangan dokter pun memberi jalan pada dokter dan perawat itu.Dokter mulai memeriksa Maira, dan senyumnya mengembang saat melihat kelopak mata Maira mulai terbuka sedikit demi sedikit.“Ini keajaiban, lihatlah pasien membuka matanya,” beritahu dokter pada ibu Maira dan EzharApa yang baru saja di ucapkan dokter bagai penyejuk di tengah gersangnya harapan Ezhar akan kesembuhan Maira. Untuk kesekian kalinya air mata lelaki itu menetes. Namun, kali ini air mata kebahagiaan.“Dokter, apa dia sadar?” tanya Ezhar penasaran.“Iya, Tuan.”Perlahan kelopak mata Maira terbuka, akan tetapi pandangannya masih kosong. Ia seakan tak mengenali apapun di sekelilingnya.Setelah merasakan bahagia, kini hati Ezhar mulai merasa cemas. Ia takut, bahkan sangat takut jika yang Maira ingat adalah masa
“Aku tidak setuju!” ujar Karina sambil menuruni tangga.Ezhar dan Dion sontak menoleh, akan tetapi Ezhar menyunggingkan senyumnya yang penuh arti. Sementara Dion merasa kesal karena istrinya berusaha menggagalkan kerja sama ini.“Sayang, ini hanya kerja sama.” Dion mencoba meyakinkan Karina.“Tidak! Sekali aku tak setuju apapun penjelasan kalian aku tak setuju!” kekeh Karina menolak kerja sama yang tak masuk akal menurutnya.Ezhar masih diam menyaksikan pasangan suami istri itu sama-sama kekeh dengan keinginannya.“Sayang, ayolah. Maira hanya mengingat saat kami pacaran, dan saat itu aku tak pernah melakukan hal-hal di luar batas. Jadi izinkan aku ya,” bujuk Dion pada istrinya.“Tidak!” ucap Karina ketua, ia pun berlari menaiki tangga untuk menuju kamarnya.Tangan Dion terkepal melihat sikap istrinya yang menghalangi rencananya.“Bagaimana, Tuan Dion? Aku tak bisa terus be
Karina tampak gelisah karena hingga pukul sepuluh malam suaminya belum tampak batang hidungnya. Ia meremas ujung gaun malamnya. Karina berkali kali melihat layar ponselnya, berharap sang suami mengabarinya. Namun, sudah tiga jam kepergiannya masih tak ada kabar. Cemburu, itu pasti. Karena ia tahu seberapa besar kadar cinta Dion pada Maira, dan dengan seribu cara ia baru berhasil mendapatkan lelaki itu. Jadi ia sungguh takut jika kesempatan ini akan membuat hubungan pasangan suami istri yang sudah lama berpisah ini akan kembali terjalin. Karina mondar-mandir di kamar, berkali-kali ia membuka tirai jendela kamarnya untuk melihat apakah suaminya sudah pulang atau belum.“Semoga yang aku takutkan tidak terjadi,” gumamnya.°°°°“Maaf,” ucap Dion saat mereka sudah berada di luar ruangan.“Tak apa, tapi jika kau melebihi itu aku pastikan kau tak akan mendapatkan apapun. Kau juga akan menerima bonus dariku, apa kau pa