Tulang Ezhar semakin melunak saat berdiri di depan kaca ruangan ICU. Dadanya seperti di tusuk ribuan jarum, bulir air matanya pun tak bisa ia bendung menyaksikan pemandangan yang sama sekali tak ingin ia lihat. Pada akhirnya firasat buruknya terjadi juga.
Tatapannya tertuju pada wajah putih pucat yang terbaring lemah di ranjang yang berukuran kecil itu dengan beberapa alat yang menempel di tubuhnya. Ia menatap sang pujaan hati yang sedang berusaha melewati masa kritisnya.
"Dok, bagaimana kondisinya?" tanya Ezhar pada dokter yang baru saja menangani Maira.
"Ini sebuah keajaiban, dia selamat dalam kecelakaan yang sangat mengerikan ini, Tuan. Kakinya patah, dalam beberapa bulan mungkin ia harus menggunakan kursi roda tapi—" dokter menghentikan kalimatnya.
"Tapi apa, Dok!" seru Ezhar dengan nada meninggi. Jelas ia sangat penasaran akan keadaan Maira.
"Tapi ... Dia mengalami amnesia," jelas dokter.
"Apa! Amnesia? Kau pasti bercanda, Dok? Bu
Ezhar keluar dengan raut wajah yang masih dipenuhi amarah. Dunianya sudah terlanjur terisi dengan Maira, jadi sangat wajar jika ia sangat terpukul dengan keadaan sang kekasih. Baginya apapun alasan orang-orang di sekitarnya tak bisa membuat dia tenang.Hanya kesembuhan Maira yang mampu mengembalikan dia seperti sediakala."Istirahatlah, aku akan memenangkan dia dulu," ucap Roy pada Hani.Hani hanya mengangguk, ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melindungi Maira. Justru Maira yang telah menyelamatkannya."Maafkan aku, Maira. Tuhan, tolong selamatkan dia," doa Hani untuk wanita yang sudah mengorbankan nyawa demi keselamatannya.°°°°Ezhar memilih kembali ke ruang ICU, ia tak mau sampai lepas kendali menghadapi Hani. Pikirannya sangat kacau saat ini, dan hanya Maira yang mampu merubah semua.Roy mengikuti langkah Ezhar yang begitu tertatih. Roy tahu sahabatnya itu sedang berada d titik terendah di hidupnya. Pengkhi
"Ezhar, apa-apaan ini?" Tania mulai panik saat dua polisi itu mendekat."Ayo ulangi lagi ucapan mu tadi!" titah Ezhar.Tania memutar otak agar ia semua orang percaya dengan ucapannya. Si ratu akting itu mulai memasang wajah sedihnya."Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, Nona Tani!" perintah Polisi.Tania mengangguk, ia mulai menceritakan semua yang baru saja ia ceritakan pada Ezhar. Ia tak berpikir dua kali dengan apa yang ia lakukan kali ini. Bahkan meski berhubungan dengan hukum pun ia tak peduli. Ia masih saja membalikkan fakta demi tujuannya.Kedua polisi, dan asisten Ezhar pun hanya tersenyum. Mereka sangat terkejut dengan penuturan Tania yang sangat jauh dari kebenaran."Apa, Anda yakin dengan keterangan ini?" tanya salah satu Polisi."Tentu aku sangat yakin," ucap Tania penuh percaya diri."Anda juga siap dengan konsekuensinya jika pernyataan yang, Anda ucapkan tidak sesuai dengan kenyataan?" Polisi itu kembali m
Bab 38Ezhar merasa matahari kembali menyinari dunianya yang gelap, sebuah keajaiban terjadi pada keadaan Maira. Tentunya ia sambut dengan senang hati. Ia segera berlari memanggil dokter yang menangani Maira.Dokter tak berbicara apapun, akan tetapi dari raut wajahnya membuat harapan Ezhar.“Ada apa, Dok? Dia sudah sadar kan?” Ezhar banyak berharap.Dokter menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Ezhar“Apa yang, Anda lihat tadi nyata?” tanya dokter ragu.“Sangat nyata, Dok. Tapi bagaimana keadaan, Maira?” Ezhar semakin panik.“Tuan, Nona Maira koma,” jelas Dokter yang membuat hati Ezhar sakit“Koma? Berapa lama, Dok?” lirih Ezhar yang semakin kehilangan“Bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun,” jelas dokter yang langsung berlalu pergi.Dengan susah payah Ezhar memaksa kakinya untuk mendekat ke arah Maira yang masi
Dokter dan seorang perawat datang ke ruang rawat Maira dan mereka segera memeriksa keadaannya. Ezhar yang baru menyadari kedatangan dokter pun memberi jalan pada dokter dan perawat itu.Dokter mulai memeriksa Maira, dan senyumnya mengembang saat melihat kelopak mata Maira mulai terbuka sedikit demi sedikit.“Ini keajaiban, lihatlah pasien membuka matanya,” beritahu dokter pada ibu Maira dan EzharApa yang baru saja di ucapkan dokter bagai penyejuk di tengah gersangnya harapan Ezhar akan kesembuhan Maira. Untuk kesekian kalinya air mata lelaki itu menetes. Namun, kali ini air mata kebahagiaan.“Dokter, apa dia sadar?” tanya Ezhar penasaran.“Iya, Tuan.”Perlahan kelopak mata Maira terbuka, akan tetapi pandangannya masih kosong. Ia seakan tak mengenali apapun di sekelilingnya.Setelah merasakan bahagia, kini hati Ezhar mulai merasa cemas. Ia takut, bahkan sangat takut jika yang Maira ingat adalah masa
“Aku tidak setuju!” ujar Karina sambil menuruni tangga.Ezhar dan Dion sontak menoleh, akan tetapi Ezhar menyunggingkan senyumnya yang penuh arti. Sementara Dion merasa kesal karena istrinya berusaha menggagalkan kerja sama ini.“Sayang, ini hanya kerja sama.” Dion mencoba meyakinkan Karina.“Tidak! Sekali aku tak setuju apapun penjelasan kalian aku tak setuju!” kekeh Karina menolak kerja sama yang tak masuk akal menurutnya.Ezhar masih diam menyaksikan pasangan suami istri itu sama-sama kekeh dengan keinginannya.“Sayang, ayolah. Maira hanya mengingat saat kami pacaran, dan saat itu aku tak pernah melakukan hal-hal di luar batas. Jadi izinkan aku ya,” bujuk Dion pada istrinya.“Tidak!” ucap Karina ketua, ia pun berlari menaiki tangga untuk menuju kamarnya.Tangan Dion terkepal melihat sikap istrinya yang menghalangi rencananya.“Bagaimana, Tuan Dion? Aku tak bisa terus be
Karina tampak gelisah karena hingga pukul sepuluh malam suaminya belum tampak batang hidungnya. Ia meremas ujung gaun malamnya. Karina berkali kali melihat layar ponselnya, berharap sang suami mengabarinya. Namun, sudah tiga jam kepergiannya masih tak ada kabar. Cemburu, itu pasti. Karena ia tahu seberapa besar kadar cinta Dion pada Maira, dan dengan seribu cara ia baru berhasil mendapatkan lelaki itu. Jadi ia sungguh takut jika kesempatan ini akan membuat hubungan pasangan suami istri yang sudah lama berpisah ini akan kembali terjalin. Karina mondar-mandir di kamar, berkali-kali ia membuka tirai jendela kamarnya untuk melihat apakah suaminya sudah pulang atau belum.“Semoga yang aku takutkan tidak terjadi,” gumamnya.°°°°“Maaf,” ucap Dion saat mereka sudah berada di luar ruangan.“Tak apa, tapi jika kau melebihi itu aku pastikan kau tak akan mendapatkan apapun. Kau juga akan menerima bonus dariku, apa kau pa
“Hai, Ezhar,” sapa Dion saat mereka berpapasan di pintu.“Hai, aku harap kau ingat batasan mu.” Ezhar berlalu setelah mengucapkan kalimat yang sedikit mengancam itu.Dion tak menggubris ucapan Ezhar, ia menyunggingkan senyumnya dan berjalan mendekati mantan istrinya. Ia meletakan kantong plastik yang berisi makanan kesukaan Maira di meja.“Sayang, kau tak lupa kan dengan pesanan ku?” tanya Maira dengan manja.“Tentu saja tidak, ini.” Dion membuka kantong plastik itu, dan potongan-potongan kue tart dengan berbagai rasa ada di dalam kotak ituMata Maira berbinar melihat makanan yang paling ia sukai ada di depan matanya.“Kau masih ingat, Sayang?” Maira tampak terharu dengan semua ini.“Tentu, semua tentangmu sudah melekat di otakku,” jawab Dion sembari meraih telapak tangan Maira.Ada getaran aneh yang menjalar ke seluruh tubuhnya saat ia menggenggam tangan i
Hari itu pun berlalu begitu sangat membahagiakan bagi Ezhar. Ia bisa menemani sang kekasih menjalani segala rutinitas di rumah sakit. Bahkan dalam sehari itu ia mampu membuat Maira tak menanyakan tentang Dion.Tentu saja ini adalah kesempatan emas baginya yang tak mungkin akan di sia-siakan. Ezhar berusaha untuk menghapus nama Dion dari ingatan kekasinya itu secara perlahan. Ia yakin jika itu akan sangat mudah, karena nama lelaki brengsek itu sudah atak ada lagi di hati Maira.Melihat Maira nyaman dengannya, Ezhar pun merubah semua rencananya. Awalnya ia akan meminta bantuan Dion sepenuhnya demi kesembuhan Maira. Namun, melihat rasa nyaman di mata Maira saat bersamanya membuat Ezhar berubah pikiran.Kini ia tak perlu menyuruh lelaki brengsek itu untuk selalu berada di dekat calon istrinya itu. Ia memang masih membutuhkan Dion, tetapi sekarang tak sepenuhnya.Pukul sebelas pagi, ibu Maira sampai di rumah sakit. Ezhar pun meminta izin untuk pergi