Bab 38
Ezhar merasa matahari kembali menyinari dunianya yang gelap, sebuah keajaiban terjadi pada keadaan Maira. Tentunya ia sambut dengan senang hati. Ia segera berlari memanggil dokter yang menangani Maira.
Dokter tak berbicara apapun, akan tetapi dari raut wajahnya membuat harapan Ezhar.
“Ada apa, Dok? Dia sudah sadar kan?” Ezhar banyak berharap.
Dokter menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Ezhar
“Apa yang, Anda lihat tadi nyata?” tanya dokter ragu.
“Sangat nyata, Dok. Tapi bagaimana keadaan, Maira?” Ezhar semakin panik.
“Tuan, Nona Maira koma,” jelas Dokter yang membuat hati Ezhar sakit
“Koma? Berapa lama, Dok?” lirih Ezhar yang semakin kehilangan
“Bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun,” jelas dokter yang langsung berlalu pergi.
Dengan susah payah Ezhar memaksa kakinya untuk mendekat ke arah Maira yang masi
Dokter dan seorang perawat datang ke ruang rawat Maira dan mereka segera memeriksa keadaannya. Ezhar yang baru menyadari kedatangan dokter pun memberi jalan pada dokter dan perawat itu.Dokter mulai memeriksa Maira, dan senyumnya mengembang saat melihat kelopak mata Maira mulai terbuka sedikit demi sedikit.“Ini keajaiban, lihatlah pasien membuka matanya,” beritahu dokter pada ibu Maira dan EzharApa yang baru saja di ucapkan dokter bagai penyejuk di tengah gersangnya harapan Ezhar akan kesembuhan Maira. Untuk kesekian kalinya air mata lelaki itu menetes. Namun, kali ini air mata kebahagiaan.“Dokter, apa dia sadar?” tanya Ezhar penasaran.“Iya, Tuan.”Perlahan kelopak mata Maira terbuka, akan tetapi pandangannya masih kosong. Ia seakan tak mengenali apapun di sekelilingnya.Setelah merasakan bahagia, kini hati Ezhar mulai merasa cemas. Ia takut, bahkan sangat takut jika yang Maira ingat adalah masa
“Aku tidak setuju!” ujar Karina sambil menuruni tangga.Ezhar dan Dion sontak menoleh, akan tetapi Ezhar menyunggingkan senyumnya yang penuh arti. Sementara Dion merasa kesal karena istrinya berusaha menggagalkan kerja sama ini.“Sayang, ini hanya kerja sama.” Dion mencoba meyakinkan Karina.“Tidak! Sekali aku tak setuju apapun penjelasan kalian aku tak setuju!” kekeh Karina menolak kerja sama yang tak masuk akal menurutnya.Ezhar masih diam menyaksikan pasangan suami istri itu sama-sama kekeh dengan keinginannya.“Sayang, ayolah. Maira hanya mengingat saat kami pacaran, dan saat itu aku tak pernah melakukan hal-hal di luar batas. Jadi izinkan aku ya,” bujuk Dion pada istrinya.“Tidak!” ucap Karina ketua, ia pun berlari menaiki tangga untuk menuju kamarnya.Tangan Dion terkepal melihat sikap istrinya yang menghalangi rencananya.“Bagaimana, Tuan Dion? Aku tak bisa terus be
Karina tampak gelisah karena hingga pukul sepuluh malam suaminya belum tampak batang hidungnya. Ia meremas ujung gaun malamnya. Karina berkali kali melihat layar ponselnya, berharap sang suami mengabarinya. Namun, sudah tiga jam kepergiannya masih tak ada kabar. Cemburu, itu pasti. Karena ia tahu seberapa besar kadar cinta Dion pada Maira, dan dengan seribu cara ia baru berhasil mendapatkan lelaki itu. Jadi ia sungguh takut jika kesempatan ini akan membuat hubungan pasangan suami istri yang sudah lama berpisah ini akan kembali terjalin. Karina mondar-mandir di kamar, berkali-kali ia membuka tirai jendela kamarnya untuk melihat apakah suaminya sudah pulang atau belum.“Semoga yang aku takutkan tidak terjadi,” gumamnya.°°°°“Maaf,” ucap Dion saat mereka sudah berada di luar ruangan.“Tak apa, tapi jika kau melebihi itu aku pastikan kau tak akan mendapatkan apapun. Kau juga akan menerima bonus dariku, apa kau pa
“Hai, Ezhar,” sapa Dion saat mereka berpapasan di pintu.“Hai, aku harap kau ingat batasan mu.” Ezhar berlalu setelah mengucapkan kalimat yang sedikit mengancam itu.Dion tak menggubris ucapan Ezhar, ia menyunggingkan senyumnya dan berjalan mendekati mantan istrinya. Ia meletakan kantong plastik yang berisi makanan kesukaan Maira di meja.“Sayang, kau tak lupa kan dengan pesanan ku?” tanya Maira dengan manja.“Tentu saja tidak, ini.” Dion membuka kantong plastik itu, dan potongan-potongan kue tart dengan berbagai rasa ada di dalam kotak ituMata Maira berbinar melihat makanan yang paling ia sukai ada di depan matanya.“Kau masih ingat, Sayang?” Maira tampak terharu dengan semua ini.“Tentu, semua tentangmu sudah melekat di otakku,” jawab Dion sembari meraih telapak tangan Maira.Ada getaran aneh yang menjalar ke seluruh tubuhnya saat ia menggenggam tangan i
Hari itu pun berlalu begitu sangat membahagiakan bagi Ezhar. Ia bisa menemani sang kekasih menjalani segala rutinitas di rumah sakit. Bahkan dalam sehari itu ia mampu membuat Maira tak menanyakan tentang Dion.Tentu saja ini adalah kesempatan emas baginya yang tak mungkin akan di sia-siakan. Ezhar berusaha untuk menghapus nama Dion dari ingatan kekasinya itu secara perlahan. Ia yakin jika itu akan sangat mudah, karena nama lelaki brengsek itu sudah atak ada lagi di hati Maira.Melihat Maira nyaman dengannya, Ezhar pun merubah semua rencananya. Awalnya ia akan meminta bantuan Dion sepenuhnya demi kesembuhan Maira. Namun, melihat rasa nyaman di mata Maira saat bersamanya membuat Ezhar berubah pikiran.Kini ia tak perlu menyuruh lelaki brengsek itu untuk selalu berada di dekat calon istrinya itu. Ia memang masih membutuhkan Dion, tetapi sekarang tak sepenuhnya.Pukul sebelas pagi, ibu Maira sampai di rumah sakit. Ezhar pun meminta izin untuk pergi
Maira termenung saat debaran aneh itu semakin terasa kala Ezhar mendekatinya. Bahkan Kalimat yang baru saja Ezhar seakan membawanya ke sebuah kenangan yang amat sangat berarti baginya. Maira berusaha mengingat kenangan apa yang yang pernah ia lalui bersama supirnya itu? Namun, kepalanya terasa sakit. Maira terlihat menahan rasa sakit itu hingga ia terjatuh.“Maira!” teriak Ezhar.Ibu Maira dan Ezhar pun berlari ke arah Maira.“Ada apa? Apa kepalamu sakit lagi?” tanya ibu Maira dan Ezhar bersamaan.Maira hanya mengangguk, karena ia masih merasakan rasa sakit itu. Ezhar pun menggendong sang kekasih untuk kembali ke ruangannya. Ezhar merebahkan tubuh Maira di ranjang, sementara ini Maira segera mengambilkan air putih.“Minumlah, Nak!” ibu Maira memberikan segelas air putih pada putrinya.Ibu Maira pun segera berlalu memanggil dokter, ia sungguh tak mau terjadi sesuatu yang buruk pada putrinya“Ap
Tiga hari sudah berlalu, pagi ini Maira dan sang ibu sedang berkemas, karena semalam dokter memberitahu jika ia sudah di perbolehkan pulang."Di mana, Ezhar, Bu?" tanya Maira yang sedang duduk menanti supir misterius nya.Ya, Maira menganggap Ezhar adalah supir misterius karena, jika di dekatnya ada sesuatu yang aneh menjalar di tubuhnya. Semakin ia menolak semakin rasa itu terasa. Ia yakin ada sesuatu di antara mereka sebelumnya, dan ia ingin mencari tahu itu."Dia sedang menyiapkan rumah, agar kamu nyaman tinggal di sana," jelas ibu."Rumah? Memangnya aku akan pulang ke mana?" tanya Maira bingung."Dion menyiapkan rumah untuk mu, Sayang. Di sana kamu akan tinggal dengan Ezhar dan, Mbok Rati.""Siapa, Mbok Rati? Dan kenapa, Ibu tak ikut?" beberapa pertanyaan pun keluar dari mulut Maira.Ibu hanya tersenyum, ia sendiri bingung bagaimana menjelaskan kebohongan yang sengaja mereka lakukan hanya demi kebaikan Maira."Sayang, dengarkan ibu. Ayah m
Ezhar berlari dan segera menggendong tubuh Maira untuk direbahkan di ranjang. Ia menggunakan segala cara agar kekasihnya itu cepat siuman.Tak lama, Maira pun membuka matanya. Ia menatap wajah Ezhar, dia paham jika ada sesuatu di antara mereka sebelumnya. Tetapi hingga detik ini ia masih belum bisa mengingatnya, dan jika ia memaksakan diri rasa sakit di kepalanya membuat ia tak berdaya.“Baiklah, aku akan mencari tahu semuanya pelan-pelan. Karena aku tahu, kau bukan hanya supir, Ezhar,” ucap Maira dalam hati.“Nyonya, Anda sudah sadar?” Ezhar bertanya dengan nada yang sangat cemas.Maira hanya mengangguk, ia semakin ingin segera mengetahui semuanya. Karena sudah sangat jelas masa lalunya dengan Ezhar sangat bahagia, jika dilihat dari perhatian supir itu.“Syukurlah, sekarang istirahatlah. Jika ada sesuatu panggil saya, Nyonya.” Ezhar berdiri dari duduknya dan hendak meninggalkan kamar Maira. Namun, tangannya dita