Beranda / Pernikahan / Hasrat Istriku / Naya yang Menghanyutkan

Share

Naya yang Menghanyutkan

Ghiyas mendekatkan wajahnya pada Naya dan kemudian mengecup sisi bibirnya Naya. Hal tersebut membuat bulu kuduk Naya meremang. Mereka melewati malam pertama mereka di hotel, yang tentunya membuat Ghiyas kecewa karena di hotel dirinya hanya bisa tidur.

Sekarang, di apartemen Ghiyas, hanya ada mereka berdua. Dirinya dengan pengantin wanitanya yang cantik. Apa yang akan dilakukan Ghiyas setelah meminta anak dari istrinya, tentu membuatnya.

Naya tak menolak Ghiyas. Lantaran dirinya tak ingin Ghiyas semakin mencium bau bangkai dalam dirinya. Yang mana Naya tengah berusaha menyembunyikan pernikahannya. Di mana dirinya juga telah melanggar kontrak kerjanya berupa tidak menikah hingga waktu yang ditentukan.

***

Pagi itu, Ghiyas terbangun lebih dulu. Dia membuka matanya dan melirik ke arah samping. Di mana kali ini, di hari kedua setelah pernikahan mereka, Naya ada di sisinya. Ghiyas tersenyum melihat bahu polos Naya dan Naya yang tidur masih dalam keadaan sangat nyenyak.

Pria yang bertelanjang dada itu mendekati istrinya lagi. Wanita yang tidur dengan sangat nyenyak di sisinya itu berhasil membuat tidurnya semalam jauh lebih indah dari malam-malam sebelumnya.

Rasa bahagia bergejolak di dalam perutnya. Membuat sensasi yang tak akan pernah dia lupakan. Dan orang yang bisa melakukan itu padanya sekarang kelelahan hingga teler di atas bantalnya.

“Nay, bangun!” bisik Ghiyas sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Naya.

Ghiyas langsung mengecup pipinya Naya. Kemudian menekan hidungnya ke pipinya Naya dan menggosoknya, untuk membangunkan pengantin wanitanya yang masih tertidur nyenyak.

Naya mengeluh kecil dan bergerak memperbaiki posisinya, lantaran Ghiyas mengganggunya. Dia menjauhi Ghiyas dan kesadarannya kembali hilang. Dia masih ingin tidur lebih lama.

“Nay, bangun!” Ghiyas terkekeh saat Naya malah menjauh untuk mendapatkan waktu tidurnya.

Ghiyas lantas bergerak mendekati Naya. Dan tangannya memeluk pinggang Naya dengan mesra.

Naya mengeluh lagi karena merasa terganggu. Hingga keningnya mengernyit dengan matanya yang perlahan terbuka. Naya melirik ke arah Ghiyas yang sekarang tersenyum menyambutnya bangun.

“Bangun, Sayang!”

Gadis itu mulai mendapatkan kesadarannya. Naya memandang Ghiyas yang mendudukkan dirinya dan memperlihatkan tubuhnya yang indah. Naya mengerjapkan matanya mendapatkan suguhan itu di pagi hari. Hingga Naya bisa merasakan jantungnya berdegup lebih kencang.

Tangannya meraba selimut yang menutupi tubuhnya. Dan kemudian tangannya terangkat untuk memberikan celah pada selimutnya, hingga Naya bisa melihat tubuhnya di balik selimut.

“Mandi, yuk!” ajak Ghiyas sambil tersenyum manis melihat Naya yang gelagapan di sana.

“Duluan aja!” balas Naya pelan seraya memalingkan wajahnya.

“Mas ajak kamu mandi, ayo mandi!” Ghiyas lantas mendekat dan memegangi tangannya Naya.

“Hah? Mandi bareng?” Naya melebarkan matanya dan menatap Ghiyas heran.

***

Naya berjalan sambil memegangi pinggangnya. Sungguh, tubuhnya rasanya remuk. Terbayang olehnya, bagaimana jika Ghiyas kemarin menyerangnya. Dan mungkin dia tak akan masuk kerja kemarin, dia tak akan memaksakan dirinya untuk ke kantor.

Karena hari ini, Naya bahkan rasanya tak ingin beranjak dari tempat tidur. Untuk berjalan, diperlukan langkah yang besar baginya. Sementara pelakunya bisa bergerak bebas dengan bahagia.

“Mas bikin nasi goreng. Ayo sarapan!” Di pintu kamar, Ghiyas muncul dan mengajaknya makan.

“Nanti,” jawab Naya seraya berjalan perlahan kembali ke kasurnya.

“Kok nanti? Apa enggak lapar setelah perang semalam? Kenapa? Sakit? Masih perih?”

Ghiyas menghampirinya dan kemudian memegangi tangannya Naya, untuk membantunya. Naya tak menjawab, lantaran dirinya tak bisa menjelaskan apa yang dia rasakan pada Ghiyas.

“Mau sarapan di kamar aja?” Ghiyas tersenyum menatapi istrinya yang jadi lebih pendiam.

Akhirnya, Ghiyas membawakan sarapannya ke kamar. Dia membuatkan Naya nasi goreng pagi itu. Dan istrinya untuk pertama kalinya memakan masakan Ghiyas. Naya sendiri menikmati makanannya. Ternyata Ghiyas memang terampil dengan tangannya, baik di kamar bedah maupun di dapur.

“Gimana?” tanya Ghiyas.

“Ini enak. Mas jago masak ternyata,” puji Naya sambil tersenyum.

“Biasa aja, kok. Karena tuntutan kehidupan aja, harus bisa masak. Kamu puas sama sarapan kamu?”

Naya menganggukkan kepalanya setelah mengambil suapan terakhir dan mengambil air minumnya.

“Kalau gitu, Mas udah bisa memberikan kepuasan sama kamu. Giliran kamu,” lanjut Ghiyas.

“Brush!” Naya yang belum sempat meneguk air putihnya langsung menyemburkannya.

Naya tersedak dan kemudian terbatuk mendengar ucapan Ghiyas. Dia kemudian menatapi Ghiyas dengan tajam. Tak berselang lama, Naya mendengus pasrah seraya memegangi keningnya.

***

“Mas ada shift sore. Mas pulang nanti malam jam 23.00. Kamu enggak apa-apa sendirian di apartemen?” Ghiyas baru selesai mandi lagi dan tampak tengah bersiap untuk bekerja.

“Iya,” jawab Naya seraya memegangi keningnya, dia masih berada di dalam selimutnya.

“Yang, kamu marah? Karena Mas minta lagi?” Ghiyas mendekati Naya dan duduk di sisi kasur.

“Ah, enggak. Siapa yang marah? Udah tugas istri,” jawab Naya dengan agak gelagapan.

Sebenarnya, dia hanya masih kaget. Belum lagi, dia terus memikirkan tentang kehamilan. Bagaimana jika dirinya hamil cepat, dan itu yang membuat Naya jadi lebih pendiam dari biasanya.

“Tapi kamu kayak yang marah.” Ghiyas tetap duduk di sisi kasur dan memandangi Naya.

“Enggak, kok. Udah, sana kalau mau pergi kerja. Hati-hati di jalan!” ucap Naya sambil menutupi setengah wajahnya dengan selimutnya, dia menatap Ghiyas dengan wajahnya yang merona.

Ghiyas tersenyum memperhatikan Naya. Kemudian Ghiyas mendekat, memberikan kecupan di kening Naya, yang mana membuat Naya memejamkan matanya beberapa saat. Agak geli dan tak nyaman saat kumis tipis Ghiyas menusuk kulit keningnya.

“Mas berangkat, ya? Jaga diri di sini,” ucap Ghiyas sambil mengecup kening Naya lagi.

“Okay,” jawab Naya sambil menganggukkan kepalanya.

“Ah, apa mending cuti aja, ya?” gumam Ghiyas seolah dirinya sedang tak ingin bekerja.

“Kerja aja! Jangan cuti-cuti! Nanti cepat dipecat,” balas Naya.

“Iya, ya. Kasihan nanti bayi kita makan apa kalau Mas enggak kerja.” Ghiyas terkekeh dan menatapi Naya yang masih terus menutupi setengah wajahnya.

Ghiyas akhirnya berangkat bekerja. Dan itu membuat Naya langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya lagi.

Setelah mandi, Naya buru-buru membuka handphonenya dan membuat pesanan di sebuah aplikasi. Dia memesan obat pencegah kehamilan, lantaran dirinya tak ingin kehilangan pekerjaannya dulu.

Tak lama kemudian, seseorang datang mengantarkan pesanannya. Dan Naya mengambilnya segera. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Naya membayarnya untuk itu.

Gadis itu segera meminum obat pencegah kehamilan itu. Tanpa memikirkan sosok suaminya yang sudah mendambakan buah hati. Setelah itu, Naya kembali ke kasurnya. Dan memejamkan matanya lagi, lantaran takut jika nanti malam setelah Ghiyas pulang, Ghiyas tak akan membiarkannya tidur lagi.

Handphonenya kemudian berdering tanda pesan masuk. Naya melihatnya, itu dari Ghiyas. 

[Mas udah pesankan makanan. Selamat makan, Sayangku!] 

Naya tersenyum membacanya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status