“Lo enggak lagi hamil, kan?” tanya Fely sambil menatapi Naya dengan tatapan curiga.
“Enggak, elah. Stt, gue enggak mau ngomongin soal hamil-hamil lagi. By the way, pernikahan lo sekitar satu bulan lagi, kan? Ribet banget enggak sih, ngurus pernikahan?”
Naya dan Fely bertemu seperti biasa di kafe di dekat rumah sakit tempat Ghiyas bekerja. Dan sebenarnya, Fely juga mulai bekerja di sana. Fely akan memberitahu Naya secepatnya.
“Iya, gue bener-bener pusing ngurusnya.” Fely terkekeh sambil memegangi keningnya.
“Fel, lo kan, udah pernah pacaran sebelumnya. Lo pernah pacaran jarak jauh juga. Kalian cuman ketemu pas weekend doang. Apa setiap lo pisah terus ketemu lagi, cowok lo rasanya makin ganteng?” tanya Naya, dia agak terpikir kenapa dia merasa Ghiyas belakangan ini tengah menarik.
“Iya, itu karena kita jarang ketemu. Jadi lihat orang itu rasanya masih spesial. Kalau makin lama ketemu, gue makin bo
[Mas lembur. Tidur duluan aja, Sayang. Sleepwell!]Pesan Ghiyas membuat Naya menghela nafasnya. Padahal dirinya sudah menunggu Ghiyas pulang sejak dirinya pulang dari kantor tadi. Naya yang sudah menggunakan gaun tidur duduk di depan meja riasnya. Mengambil body lotion dan mengucapkannya ke tangannya.Meski tak bertemu Ghiyas malam ini, Naya tetap merawat dirinya sendiri. Menggunakan perawatan kulitnya. Naya kemudian menyisir rambutnya dengan rapi dan bersiap untuk tidur.Sementara di rumah sakit, Fely juga kebagian lembur saat itu. Fely berjalan membawa makanan ringan dari minimarket untuk camilannya. Dia hendak kembali ke tempatnya, namun dia mendapati satu hal ganjal di koridor. Membuatnya mundur beberapa langkah untuk memastikan.Pandangannya menatap ke arah Ghiyas yang berjalan sendirian masih dengan jas dokternya. Dari tujuannya yang melewati farmasi, menandakan kalau Ghiyas tengah menuju ke kantin.Namun, seorang gadis dengan medical wears t
“Lepas!” Naya menatap Ghiyas dan berusaha tetap terlihat galak, tetap terlihat menahan rasa malu.“Kamu dalam masalah,” bisik Ghiyas sambil mendekatkan wajahnya sesaat untuk menatap matanya.Naya sendiri tak berani menatap Ghiyas. Rasa malu dalam dirinya mendidih. Mengetahui kalau Ghiyas bukan sembarang menerima makanan dari perempuan lain. Itu makanan deliverynya.Karena Naya sudah terlanjur datang dan pakaiannya agak senonoh, Ghiyas membawanya menuju ke ruangan tempat dirinya biasanya beristirahat dengan dokter lain. Ruangan yang pernah Naya kunjungi. Namun sekarang hanya ada mereka berdua. Yang lainnya memberikan privasi.“Siapa yang bilang itu sama kamu? Dari lidah turun ke hati, dari makanan naik ke ranjang? Fely? Sebelumnya kamu enggak pernah datang mendadak. Ini pertama kalinya, sejak ada sahabat kamu di sini.” Ghiyas membuka lokernya sambil mengeluarkan beberapa isinya.Sementara Naya di belakang Ghiyas m
Ghiyas menunggu Naya di luar kamar mandi. Dia harap-harap cemas untuk kehamilan Naya. Karena pernikahan mereka sudah berjalan hampir setengah tahun, dia tentu ingin mendengar kalau istrinya itu hamil. Sebentar lagi libur akhir tahun, dia berharap membawa kabar baik kepada dua keluarga.Sementara di dalam kamar mandi, Naya memperhatikan cara penggunaan testpack itu. Dia mendesis kecil karena takut untuk menggunakannya. Takut jika dirinya hamil. Apakah dia akan dipecat jika dirinya nanti hamil, apakah dirinya akan disia-siakan perusahaan.“Enggak mungkin, sih. Soalnya, udah pakai obat pencegah kehamilan juga. No morningsickness juga. Tapi, Mas Agi bakal kecewa enggak sih, kalau ternyata gue enggak hamil?” umpatnya pelan.Dari pada terlalu lama di kamar mandi, Naya segera menuntaskan aktivitasnya itu dan melihat hasil dari alat yang akan mendeteksi kehamilannya itu. Naya menunggu beberapa saat dan dia mendesah lega. Karena dirinya ternyata tidak dalam k
“Gue minta maaf soal waktu itu. Gue bener-bener enggak kepikiran sampai situ, Nay.” Fely tampak menyesal, dia bahkan mentraktir Naya hari ini sebagai permintaan maafnya.“Sebenarnya gue pengen celupin kepala lo ke es batu. Atau lempar minuman dingin ini ke kepala lo. Cuman, itu udah berlalu beberapa hari yang lalu. Kayak enggak ada gunanya, ngapain coba?!” Naya misuh-misuh, mengingat kejadian itu membuatnya gila sendiri untuk memikirkannya.“Maaf.” Fely benar-benar menyesal, dia menekuk bibirnya, memelas atas ampunan Naya.“Ya udah sih, udah lewat juga. Suami gue malah seneng banget sejak hari itu. Dia jadi sering spam. Meski ganggu banget, tapi gue seneng balik.” Naya terkekeh kecil sambil menyantap makanannya.Seperti biasa, keduanya bertemu di kafe yang sama untuk makan malam.“Lo ada rencana liburan ke mana, Nay?” tanya Fely.“Gue bakal ikut suami gue ke rumah keluarga bes
Siang itu Ghiyas dan Naya tiba di sebuah vila yang letaknya agak jauh dari pedesaan. Vila tersebut akan menjadi tempat bermalam mereka berdua. Rumah keluarga Ghiyas letaknya di desa itu.“Seger banget! Tempatnya masih asri, ya?” Naya merentangkan kedua tangannya, merasa bebas.“Iya, masih hutan juga.” Ghiyas membungkukkan tubuhnya pada pegangan kayu tersebut.Keduanya berdiri di balkon, yang menghadap langsung ke jurang. Di mana pemandangannya sangat indah ke bawah sana. Agak membuat Naya ngeri, namun dia menikmati pemandangan alam yang jarang bisa didapatkan di kota. Apa lagi udara sejuk terus menemani hingga siang hari.“Dingin, enggak?” Ghiyas melirik Naya yang menaruh jaketnya di pinggang, dia sempat bilang gerah.“Enggak, adem. Udaranya bagus buat kulit,” balas Naya sambil menggeleng kecil.“Kamu suka?” Ghiyas mendekati Naya dan mendekap istri kesayangannya itu.Naya men
Naya diterima dengan baik di keluarga Ghiyas. Walau terlihat jelas Naya beberapa kali sempat merasa tak nyaman dan tidak betah. Dia juga menguap beberapa kali. Biasanya jika libur bekerja, sia selalu meluangkan waktunya untuk tidur siang.“Yah, kayaknya Agi sama Naya mau balik ke vila sekarang. Soalnya udah agak sore juga. Niatnya Agi mau bawa Naya ke bagian atas,” ucap Ghiyas sambil menatapi arlojinya.Naya langsung segar. Akhirnya dia bisa keluar. Sebenarnya dia cukup pegal untuk duduk terus dan berada di sana dalam waktu yang lama. Dia juga mengantuk, mendengarkan bagaimana orang di sekitarnya mengobrol. Rasanya seperti dininabobokan.“Mau jalan-jalan ke atas enaknya pagi, Gi,” usul Ayah Ghiyas, dia tak ingin putranya pergi cepat.Sementara Naya yang sudah bersiap dengan bangun dari tempatnya membuat ibu Ghiyas menghela nafasnya. Mungkin Ghiyas melakukan ini karena Naya, Ibu Ghiyas tentu banyak mendengar tentang Naya dari Mama N
Naya dan Ghiyas duduk di bawah pohon yang rindang, setidaknya bisa menghalau air hujan untuk mengguyur mereka. Hujan deras disertai angin membuat Naya dan Ghiyas hanya bisa duduk di sana.“Lurusin kakinya, Sayang!” ujar Ghiyas saat Naya menekuk kakinya lagi dan merintih.“Sakit,” rintih Naya seraya mengusap air matanya dengan ujung lengan jaketnya.Ghiyas lantas mendekat dan mengangkat celana Naya perlahan dan melihat bagaimana kaki Naya terluka, luka gores dan lecet di sana. Ghiyas meringis pelan menatapi luka istrinya tersebut.“Coba kamu periksa, kamu ada luka yang agak parah di mana? Kita cuci dulu aja pakai air hujan. Semoga jadi obat dan bukan jadi infeksi,” ujar Ghiyas dengan halus.Naya lantas melepaskan jaketnya yang basah dan kemudian melihat bagaimana ada luka kecil di mana-mana. Jika Naya sadar, jaket yang digunakannya bahkan koyak. Dan Ghiyas menyadari itu.Ghiyas juga ikut melepaskan jaketnya
Orang tua Naya sampai berangkat pagi-pagi sekali setelah mendengar kabar putrinya bersama dengan menantunya hilang sejak sore. Dikatakan sempat ingin pergi ke bagian atas, untuk menikmati pemandangan sorenya, sebelum hujan deras melanda kawasan itu.Sementara Naya dan Ghiyas kini terbangun dengan tubuh yang terasa kaku. Hujan gerimis masih menerjang mereka. Kabut malah semakin tebal pagi itu. Yang membuat Ghiyas menatap ke arah handphonenya, yang kelihatannya baterainya habis akibat dia menyalakan senter semalaman.“Mas Agi, badan Naya rasanya pegal semua,” keluh Naya sambil menatapi Ghiyas dengan pilu.“Tahan ya, Sayang? Gerakin dikit-dikit, biar badan kamunya enggak kaget.” Ghiyas perlahan bangkit.Keduanya sama-sama bangkit dan bergerak secara perlahan. Ghiyas menuntun Naya untuk melakukan sedikit gerakan yang bisa membuat tubuh mereka menjadi lebih hangat lagi.Ghiyas mendesis merasakan bahunya yang terasa sakit. Dia mel