“Permisi, maaf, Nona Briella sudah ditunggu oleh Nyonya Maven di ruang tengah.” Aster memanggil Briella di ruang kerja tepat setelah Adrian selesai menjadikannya alat pemuas nafsu. Sementara Adrian sendiri sudah pergi entah ke mana.
“Aster, bisakah kau ambilkan aku selimut?” pinta Briella sambil menutup dadanya. Gaun Briella sudah dirusak oleh Adrian, untungnya Aster dengan cepat memberi apa yang Briella butuhkan tanpa banyak bertanya.
Aster membawa Briella ke toilet di sisi kiri ruang kerja, menyuruh Briella memperbaiki riasan dan rambutnya. “Saya akan ambilkan gaun baru untuk Nona.”
Setelah kejadian di ruang kerja, Briella merasakan kelegaan yang mendalam ketika Rosalie Maven menyuruh Aster memanggilnya. Rupanya Rosalie mengajak Briella berjalan-jalan di kota.
Rosalie memiliki keanggunan dan kehangatan yang kontras dengan Adrian. Dia membawa Briella ke butik favoritnya. Di butik yang megah dan elegan itu, Rosalie memandang sekeliling sambil berkata, “Briella, aku butuh rekomendasimu. Aku memerlukan gaun yang pas untuk acara pesta amal minggu depan.”
Briella merasa gugup tapi juga tersanjung. “Tentu, Mom. Saya akan melihat-lihat dan mencoba menemukan yang terbaik untuk Mom.”
Briella berkeliling butik, memperhatikan gaun-gaun yang terpajang dengan hati-hati. Setelah beberapa saat, dia memilih sebuah gaun yang anggun, tapi tidak terlalu mencolok, dengan sentuhan klasik yang elegan. Gaun tersebut berwarna biru tua dengan detail renda halus di bagian leher dan lengan.
Rosalie mencoba gaun tersebut dan tampak sangat puas dengan pilihannya. “Ini sempurna, Briella. Seleramu benar-benar luar biasa,” pujinya sambil tersenyum hangat.
“Saya senang jika Mom menyukainya,” jawab Briella dengan senyum lembut.
Setelah kembali dari ruang ganti, Rosalie menatap Briella dengan pandangan lembut dan berkata, “Jujur saja, pada awalnya aku tidak setuju dan bingung kenapa Adrian sangat ingin menikahimu. Maaf, tapi seperti yang kita tahu, kau seorang anak bangsawan yang bangkrut dan jatuh miskin setelah ayahmu masuk penjara, tapi sekarang aku mengerti. Kau memang secantik dan sebaik ini. Kau juga punya selera yang unik dan bagus.”
“Terima kasih, Mom.” Briella tersenyum, merasa sedikit terhibur oleh kata-kata Rosalie.
“Aku senang Adrian menikahi gadis sepertimu, Briella.”
Pertanyaan-pertanyaan masih berputar dalam benak Briella. Dia mengumpulkan keberanian untuk bertanya, “Mom, bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“Tentu saja, Briella. Tanyakan saja,” jawab Rosalie.
Briella menarik napas dalam-dalam. “Benarkah Adrian sangat ingin menikahi saya? Kami belum saling mengenal sebelumnya, dan saya merasa ... saya mungkin bukan perempuan yang pantas untuk menjadi menantu keluarga Maven.”
Rosalie tampak terkejut, tapi kemudian wajahnya melembut. “Briella, kau sangat pantas. Aku memang tidak tahu apa yang ada di pikiran Adrian saat itu, tapi satu hal yang pasti, kurasa dia telah melihat sesuatu dalam dirimu yang sangat berharga. Mungkin, seiring waktu, kau akan menemukan jawabannya sendiri. Atau, bagaimana kalau kau tanya langsung ke Adrian?”
Briella tersenyum tipis. Perbincangan dengan Rosalie membuat Briella semakin bingung. Jika benar Adrian begitu tertarik padanya, kenapa Adrian justru bersikap dingin dan kasar?
“Briella, apa kau mau memilih gaun juga selagi kita ada di sini?” tanya Rosalie menawarkan.
Briella menggeleng. “Tidak, terima kasih, Mom. Ada banyak baju yang masih layak pakai, jadi saya rasa saya tidak perlu membeli yang baru.”
“Tetap saja, belilah beberapa.”
Briella tetap menolak dengan lembut, Rosalie akhirnya berhenti memaksa. Setelah mendapatkan gaun dan berbincang dengan Briella, Rosalie mengajak menantunya pergi dari butik menuju ke sebuah perkumpulan sosialita yang sering dihadirinya. Mereka memasuki sebuah ruang mewah salah satu hotel bintang lima di Vienna. Banyak wanita berpengaruh berkumpul untuk menikmati teh sore dan berbincang di sana.
Saat mereka memasuki ruangan, Rosalie memperkenalkan Briella dengan bangga. “Perkenalkan, ini menantuku: Briella,” kata Rosalie dengan wajah bahagia. Para sosialita menyambutnya dengan senyum ramah di depan Rosalie, tapi di belakang sang mertua pandangan orang-orang di sana tampak kurang senang pada Briella.
Saat Rosalie sibuk sendiri dengan perkumpulannya, Brilla menepi ke sudut lain sambil memandangi pemandangan senja di luar jendela. Saat ini, dia merasa sedang berada di planet lain. Tak ada yang dia kenal dan tak banyak yang mengenalnya tapi semua memberikan pandangan tidak suka seolah Briella sudah melakukan dosa besar ke mereka.
Barbara, dialah ibu Hunter yang merupakan wanita simpanan mendiang ayah Adrian. Barbara melangkah maju dengan senyum sinis mendekati Briella. “Oh, jadi ini si putri bangsawan yang bangkrut itu? Adrian benar-benar tahu bagaimana memilih, ya? Cktak kusangka dia hanya mampu menikahi seorang gadis miskin.”
Suasana menjadi tegang seketika. Briella merasakan darahnya mendidih, tapi sebelum dia bisa mengatakan apa pun, Hunter tiba-tiba muncul. Dia melihat situasi dan langsung menegur ibunya. “Mom, cukup. Mom tidak berhak berkata seperti itu.”
Barbara memutar matanya, marah karena putranya tidak membelanya. "Itu fakta, Hunter. Siapa saja berhak bicara tentang fakta."
Dari sisi lain pelayan membawa nampan minuman datang. Barbara sengaja menjegal jalan pelayan itu sehingga dia terjatuh dan banyak minuman yang tumpah melayang ke gaun Briella.
Suasana semakin tak terkendali. Hunter menarik ibunya, membawa barbara ke lobi dengan tegas. “Kau memang melahirkanku, tapi Mom Rosalie yang membesarkanku. Aku tidak akan diam melihatmu menghina keluarga Maven. Dan Briella adalah istri Adrian, dia bagian dari keluarga ini. Ayo kita pergi dari sini!”
Barbara mendengus marah dan berbalik pergi meninggalkan putranya. “Aku tidak butuh kau antar pulang.”
Sementara itu, ketika Hunter kembali ke dalam, dia mencari sosok Briella. Mata Hunter menyisir sekitar tempat itu untuk menemukan Briella. Rupanya istri Adrian Maven baru saja keluar dari toilet. Meskipun Briella mencoba menyembunyikan, tapi semua dapat mengetahui dalam sekali lihat bahwa gadis itu baru saja menangis.
Hunter mendekati Briella. “Kau baik-baik saja?”
Briella merunduk dan mengangguk.
“Aku minta maaf atas kelakuan ibuku. Dia seharusnya tidak berbicara seperti itu.”
Briella mengangguk dan mencoba tersenyum lembut. “Tidak apa-apa, Hunter.”
Hunter menatap dengan serius. “Kau adalah bagian dari keluarga Maven sekarang, Briella. Jangan biarkan perkataan ibuku mengganggumu.”
Pada saat itu Rosalie datang. “Hunter, kebetulan sekali kau masih di sini. Bisakah kau antar Briella kembali ke mansion sekarang? Aster baru saja menghubungiku, katanya Adrian marah karena Briella terlambat pulang.”
“Tentu, Mom, aku akan membawa Briella kembali bersamaku.” Hunter yang amat menghormati Rosalie langsung menyanggupi permintaan ibu sambungnya itu.
Briella bertanya, “Apakah Mom tidak pulang bersama kami?”
“Tidak Briella, aku masih ada beberapa acara, jadi tidak bisa pergi bersama kalian. Pulanglah dengan Hunter, dia akan mengantarmu dengan selamat sampai ke mansion.”
Briella mengangguk, dia mengikuti Hunter menuju ke mobil pria itu. Mereka membelah jalanan malam dengan keheningan, sampai akhirnya Hunter membuka pembicaraan setelah mendengar bunyi menggelitik dari perut Briella.
“Kau lapar?” tanya Hunter sambil mengulum senyumnya. “Jangan bilang kau belum makan malam?”
“Ya, aku belum sempat menyantap makan malamku,” aku Briella jujur.
“Apakah kau mau aku menepikan mobil untuk membeli makanan siap saji? Kau suka burger?”
Briella menggeleng. “Tidak, terima kasih. Kita pulang saja, aku takut Adrian akan semakin marah jika kita berlama-lama di jalan.”
“Saudaraku itu memang seperti itu, dia tampak keras dan menyebalkan di luar, tapi sebenarnya dia berhati hangat. Benarkah kau tidak mau makan malam dulu?”
Gelengan lembut Briella menjadi jawaban. Mereka langsung pulang seperti tujuan awal. Setiba di mansion, ternyata Adrian sedang di taman, menikmati langit malam yang cerah. Namun, hatinya langsung mengabut ketika melihat sang istri turun dari dalam mobil bersama Hunter.
Briella berlari kecil menghampiri Adrian, memberikan senyum tulusnya, tapi Adrian hanya menatap dingin gadis itu. “Adrian, apa kau mencariku?”
“Kenapa kau sangat suka dihukum?”
Mata Briella terbeliak. “Dihukum?”
“Kau sengaja pulang terlambat dan satu mobil dengan adik tiriku untuk mendapatkan hukuman dariku, kan?”
“Cepat ikuti aku.”Jantung Briella berdebar kencang saat kata-kata dingin Adrian terdengar menakutkan di telinganya. Adrian akan memberikan hukuman karena Briella pulang terlambat, tentu saja itu membuatnya merinding. Dia mengikuti langkah sang suami yang penuh tujuan, pikirannya dipenuhi rasa takut dan kecemasan. Hukuman apa yang akan diberikan kali ini? Apakah akan sehina dan semerendahkan seperti yang dia alami di ruang kerja tadi?Koridor seolah lebih panjang dari biasanya saat mereka berjalan menuju kamar mereka. Kemegahan mansion, dengan langit-langit tinggi dan dekorasi elegan, terasa menekan daripada menenangkan. Setiap langkah yang diambil Briella terasa semakin berat, tubuhnya dibebani oleh ketakutan akan apa yang akan terjadi.Adrian membuka pintu kamar mereka dan menepi, membiarkan Briella masuk lebih dulu. Dia ragu sejenak, matanya melirik wajah Adrian, mencoba membaca niatnya. Namun ekspresi pria itu tak terbaca, tatapannya dingin dan keras. Dia melangkah masuk, napasnya
Selama Briella sakit, Adrian merawatnya dengan baik meskipun tetap dengan sikapnya yang dingin dan seolah tidak peduli. Setiap pagi, dia memastikan Briella mendapatkan obatnya tepat waktu dan memantau keadaannya, meski dia selalu menjaga jarak emosional.“Minumlah obat ini,” kata Adrian dengan suara datar sambil menyerahkan segelas air dan pil kepada Briella. “Kau harus cepat sembuh.”Briella menatap Adrian dengan penuh rasa terima kasih, namun juga ada rasa kebingungan yang terlintas di matanya. “Adrian, tentang pembalasan yang kau sebutkan kemarin, bisakah kau jelaskan padaku?” tanyanya dengan suara lemah.Adrian menatapnya sebentar, lalu memalingkan muka. “Kita bicarakan itu begitu kau pulih,” jawabnya singkat sebelum pergi dari kamar.Setiap kali Briella mencoba membahas topik yang sama, Adrian selalu memberikan jawaban yang sama. “Nanti, setelah kau pulih,” katanya, kemudian meninggalkan ruangan dengan cepat.Hari demi hari, keadaan Briella semakin membaik. Meski begitu, Adrian t
Briella berdiri terpaku di depan Adrian, air matanya masih mengalir di pipinya. “Adrian,” katanya dengan suara gemetar namun tegas, “Aku akan menanggung semua kesalahan ayahku. Jika kau ingin membalaskan dendam, lakukan padaku. Aku akan menerima semuanya dengan sabar dan lapang dada.”Adrian menatap Briella sejenak, lalu tertawa sinis. “Tekad konyolmu itu menggelikan,” ejeknya. “Aku berani bertaruh, kau tidak akan tahan tinggal bahkan satu bulan saja di mansion ini.”Briella tidak merespons ejekan Adrian, hanya menundukkan kepala dan menarik napas panjang. Dia sudah memutuskan untuk menghadapi semua ini, apa pun yang terjadi.“Aku tidak akan pergi bagaimanapun kau perlakukan aku. Kecuali … kecuali kau sendiri yang mengusirku.” Briella pamit pergi meninggalkan ruang kerja setelah perbincangan itu. Dia menemani Rosalie merangkai bunga, lalu setelah itu Briella bersiap untuk makan malam bersama keluarga Maven. Sementara Adrian masih terpaku di tempatnya tak berkata apa pun selain tatapan
Saat dokter memberi tahu Briella bahwa dirinya sedang hamil dan akan menjadi seorang ibu, Briella merasa dunia seakan berputar lebih cepat. Perasaan takut dan bingung menguasai dirinya, hingga dia tak tahu harus berkata apa. Dia terdiam, tubuhnya gemetar. Rasa bahagia bercampur dengan ketakutan yang luar biasa. Dia tahu betapa kompleks hubungan mereka dan betapa rumit situasinya saat ini.Aster yang berada di sampingnya juga tampak terkejut. “Tuan Adrian harus segera diberi tahu,” katanya dengan nada ceria, tapi lembut. “Ini kabar penting, Nyonya.”Briella segera memegang tangan Aster, memohon dengan mata yang penuh kecemasan. “Tidak, Aster, tolong. Jangan beri tahu Adrian.”Aster tampak bingung. “Tapi, Nyonya, ini adalah kabar besar. Tuan Adrian harus tahu bahwa dia akan menjadi seorang ayah.”Briella menggelengkan kepala, matanya mulai berkaca-kaca. “Tidak, Aster. Aku mohon, jangan beritahu dia. Adrian ... dia mungkin tidak akan senang mendengar kabar ini. Dia mungkin akan marah pad
“Nyonya, Tuan Adrian memanggil Anda.” Ben sudah berdiri di depan kamar Briella setelah perempuan itu kembali dari sarapan.Briella mengangguk merespon ucapan Ben. Ya, hari ini, Adrian masih tidak berhenti mengusik Briella. Pria itu meminta Ben memanggilnya ke ruang kerja. Saat Briella tiba, Adrian menatapnya sejenak sebelum memberikan setumpuk dokumen di atas meja.“Kau memanggilku, Adrian?” tanya Briella lembut.“Catat ini semua dalam laporan dan klasifikasikan berdasarkan tanggal,” perintah Adrian dengan nada datar. “Pastikan semuanya selesai hari ini.”Briella mengangguk, merasa canggung tapi menerima tugas itu tanpa mengeluh. Dia tahu Adrian pasti ingin menyusahkannya sepanjang hari. Saat Briella mulai bekerja, Adrian diam-diam memperhatikan perempuan itu dari meja kerjanya. Dia heran kenapa Briella, yang merupakan seorang anak bangsawan, sama sekali tidak menunjukkan sifat manja. Briella mengerjakan pekerjaan yang Adrian berikan dengan tekun dan cermat, mengisi laporan dan mengkl
Saat Adrian meninggalkan Briella bersama Hunter di tempat berkuda, Briella merasa tertekan dan bingung. Hunter mendekat dan melihat kesedihan di wajah Briella. Dia memutuskan untuk mengutarakan sesuatu yang telah dia dengar secara tidak sengaja.“Briella,” Hunter memulai dengan lembut. “Maaf, tapi tadi, aku tanpa sengaja mendengar percakapanmu dengan Aster. Aku sudah tahu kau sedang hamil, karena itu aku mengikuti kalian ke mari untuk membantumu.”Briella terkejut dan merasa cemas. Dia mencoba menenangkan diri, tapi air matanya mulai mengalir. “Hunter, aku ... Aku takut Adrian tidak akan senang mendengar kabar ini. Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakan semua padanya.”Hunter menatap Briella dengan penuh simpati. “Kenapa kau tidak membiarkan Adrian tahu tentang kehamilanmu? Dia adalah ayah dari anak yang kau kandung.”Briella menghela napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk jujur. Sambil menangis, dia berkata, “Kau tahu Hunter, ternyata ayahku adalah dalang dari ke
“Bisakah malam ini kita hanya tidur? Kau tahu aku baru sembuh, kumohon beri aku waktu untuk memulihkan tenaga.” Briella mencoba negosiasi dengan takut-takut setelah mengenakan gaun tidur seksi berwarna merah sesuai perintah Adrian.Sudah berhari-hari Adrian ingin bercinta dengan Briella dan menghukumnya pada saat yang sama. Kini setelah sekian lama menahan hasrat, bisa-bisanya Briella tampak ingin kabur? Jujur saja, Adrian begitu menikmati wajah tertekan dan ketakutan yang kini Briella sajikan. Jika bisa, Adrian ingin mengikat istrinya, mengurungnya, agar tampak semakin menyedihkan lagi. Selain itu, Adrian tak bisa jauh dari Briella, dia tak bisa membiarkan apa pun menghalangi kepemilikannya atas Briella Moretti.Rambut Briella yang sedikit kemerahan terlihat kusut dan seksi tergerai di sekitar bahunya, pipi dan bibirnya memerah karena udara musim semi yang masih cukup dingin. Dalam sekali tarik Adrian dapat melucuti tubuh Briella yang molek dari gaun malamnya tadi. “Adrian, kumohon.
Keesokan harinya, Aster masuk ke kamar Briella untuk membantunya bersiap-siap. Saat membuka pintu, dia terkejut melihat keadaan majikannya. Briella terbaring di ranjang, terbungkus selimut, tanpa pakaian, dengan banyak tanda merah hasil kreasi bibir Adrian dari leher hingga perutnya. Rambut Briella acak-acakan, peluh masih menempel di sana-sini, dan tubuhnya terlihat lemas tak bertenaga.Aster segera menghampiri dan membantu Briella berpakaian serta membersihkan diri. “Nyonya, apa yang terjadi semalam?” tanya Aster dengan suara penuh kekhawatiran.Briella mencoba tersenyum lemah meskipun rasa sakit masih terasa di tubuhnya. “Adrian menggunakan haknya sebagai suami, tentu saja aku harus melayaninya.”Aster mengerutkan kening. “Tapi, Nyonya, saya khawatir dengan kondisi kandungan Anda. Apakah Anda merasa baik-baik saja?”Briella mencoba meyakinkan Aster. “Aku yakin bayiku akan baik-baik saja, Aster. Dokter Park bilang janinku cukup kuat.”Namun, saat Briella pergi ke kamar mandi untuk b
Satu tahun kemudian …Sesampainya di rumah sakit, Adrian merasakan detak jantungnya semakin cepat. Langkah-langkahnya yang biasanya mantap kini terasa berat, seolah-olah setiap langkah membawa beban kekhawatiran yang tak terukur.Ruang bersalin berada di ujung koridor, tapi jarak yang harus ditempuhnya terasa seperti berpuluh-puluh mil. Cahaya lampu yang seharusnya menenangkan justru tampak suram di matanya. Dia tak bisa berpikir jernih—yang ada hanya ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di balik pintu ruang bersalin itu.Saat akhirnya Adrian tiba di depan pintu, dia menemukan Rosalie sedang duduk di kursi tunggu. Wajah wanita paruh baya itu tampak pucat meski dia berusaha menyembunyikan kecemasannya. Rosalie yang melihat Adrian mendekat, dia berdiri dan mencoba tersenyum, tapi kegelisahan tetap terpancar di matanya.“Bagaimana keadaannya?” tanya Adrian dengan nada cemas, suaranya bergetar meski dia berusaha terdengar tegar.Rosalie mendekatinya, menyentuh lengannya dengan lembut.
Senyum seringai Adrian terbentang begitu saja setelah mendengar ucapan istrinya. Dia menarik Briella mendekat, tangan Adrian yang kuat meluncur ke bawah punggungnya. Mencengkeram bokong Briella yang membulat.Tanpa keraguan Adrian menekan batangnya yang keras ke arah kewanitaan si istri. Briella tersentak senang saat Adrian menggesek miliknya. Pria tampan itu menangkup pipi Briella, menghadiahkan ciuman lapar sehingga bibir mereka terkunci dalam ciuman yang penuh nafsu.Briella melepaskan ciuman itu, terengah-engah. “Adrian,” bisiknya, matanya berkilauan karena hasrat. “Kumohon segeralah masuk. Aku membutuhkanmu.”“Aku juga membutuhkanmu, Sayang,” jawab Adrian serak.Ciuman penuh gairah mereka semakin dalam, dan tangan mereka menjelajahi tubuh masing-masing. Membelai setiap inci. Adrian menangkup payudara penuh Briella, menggoda putingnya yang mengeras dengan ibu jari.Briella mengerang, melengkungkan punggung ke arah Adrian. Dia mengusap dada suaminya, turun ke perut Adrian yang liat
Briella tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca. “Jangan khawatir, ini air mata bahagia. Kau ... kau sering kali kasar, terburu-buru. Tapi sekarang, setiap sentuhanmu penuh cinta, penuh perhatian. Kau benar-benar telah berubah, Adrian.”Ini bukan pertama kali bagi Briella disentuh Adrian sejak mereka kembali bersatu. Sentuhan Adrian sekarang penuh dengan kelembutan dan penuh cinta. Berbeda dengan dulu yang penuh nafsu seakan dirinya adalah budak seks.Mata Adrian melembut, dia menarik Briella lebih dekat, mengecup dahinya dengan lembut. “Aku menyesali banyak hal, Briella. Dulu aku terlalu dibutakan oleh amarah dan dendam, tapi sekarang aku hanya ingin kau merasakan betapa aku mencintaimu, betapa berartinya dirimu bagiku. Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi.”Kata-kata Adrian yang tulus itu menusuk hati Briella, membuatnya tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Ini adalah air mata kebahagiaan, air mata yang berasal dari perasaan mendalam bahwa cinta sejati mereka
Malam itu, suasana ruang makan terasa tegang. Adrian duduk di ujung meja, tatapannya kosong dan mulutnya terkunci rapat. Briella yang duduk di sebelahnya mencoba tersenyum, tapi ketegangan Adrian begitu nyata hingga seluruh ruangan terasa sunyi. Hunter, yang duduk di seberang meja, langsung membaca situasi.“Nandy, bagaimana kalau sabtu besok kita pergi ke peternakan?” Hunter menawarkan dengan nada riang, mencoba mencairkan suasana. “Paman akan mengajarimu cara berkuda, dan kita bisa memerah susu sapi langsung dari sapinya. Bagaimana?”Mata Fernandez langsung bersinar mendengar tawaran Hunter. “Benarkah, Paman? Aku mau! Aku mau!” serunya dengan antusias, tapi dia segera menoleh pada Briella. “Tapi Mommy ikut juga, kan?”Hunter terkekeh pelan, lalu menggelengkan kepalanya. “Kali ini hanya kita, sesama pria yang pergi, Nandy. Mommy akan menunggu di sini.”Fernandez mengerutkan kening, tampak tidak puas dengan jawaban itu. “Tapi aku mau Mommy ikut bersama kita, Paman.”Adrian tampak sema
“Mommy, aku suka sup ini. Rasanya creamy.” Fernandez tampak senang dengan kehadiran kembali ibunya. Bocah itu selalu menempel pada Briella, dan bersikap manja. Sejak pulang sekolah, dia meminta Briella menyuapinya, padahal anak itu sebelumnya terbiasa mandiri dan makan sendiri.“Apa kau mau tambah lagi supnya, Nandy?” tanya Briella lembut, seraya menatap putranya dengan penuh kasih sayang.“Tidak, Mommy. Aku sudah kenyang. Apakah Mommy bersedia membantuku mengerjakan pekerjaan rumahku?” pinta Fernadez.Briella mengangguk dan tersenyum. “Tentu, Sayang.”Malam ini, sikap manja Fernandez tidak juga berakhir. Sehabis makan malam, dia meminta Briella membantunya mengenakan piama. Di kamar mereka yang luas dan nyaman, Adrian duduk di tepi tempat tidur, menatap Briella yang sedang membantu Fernandez mengenakan piyama. Briella tersenyum lembut, matanya penuh kasih sayang saat putra kecil mereka, duduk di pangkuannya, sudah siap untuk tidur.“Nandy, ayo tidur, Sayang.”“Mommy mau ke mana?”“Mo
Adrian dan Briella tersenyum hangat melihat Fernandez berlari-lari di tamn, bersama dengan pengasuh. Pasangan itu duduk di kursi taman bersama dengan Rosalie dan Hunter. Tampak semua orang bahagia melihat Fernadez yang bermain dengan riang penuh kegembiraan.“Aku sudah lama sekali tidak melihat Fernandez sebahagia ini,” ungkap Hunter jujur.Menghilangnya Briella, selalu membuat Fernandez menjadi muram. Tidak jarang Fernandez menangis setiap kali merindukan Briella. Tiga tahun Briella menghilang, bukan waktu yang sebentar. Bukan hanya Fernandez yang murung sejak Briella menghilang, tapi Adrian, Hunter, dan juga Rosalie sangat terpukul. Apalagi yang mereka tahu adalah Briella dibunuh Felix dengan kejam. Hal tersebut menjadi pukulan berat di keluarga Maven.“Aku akan pastikan Nandy terus merasa bahagia, Hunter. Aku akan selalu di sisi putraku,” ucap Briella tulus, dan penuh kehangatan.Adrian membelai rambut Briella. “Ya, Sayang. Nandy akan selalu merasa bahagia. Kau sudah kembali. Kebah
Hunter memanfaatkan jaringannya di kepolisian untuk mengusut tuntas masalah penculikan ini. Saat tahu anak wali kota diculik, polisi segera bergerak cepat menyelidiki. Semua bukti sudah jelas, anak buah Felix Jorell adalah dalang di balik penculikan anak wali kota Vienna.Hunter, yang duduk di seberang meja, tersenyum puas. “Polisi sudah melaporkan pada walikota kalau anaknya diculik,” katanya sambil menyandarkan punggung ke kursi dengan riang, menunggu kabar selanjutnya.Adrian mengangguk. “Seorang wali kota tentu saja tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja. Felix sudah membuat langkah terburuk dalam hidupnya.”Hunter tertawa kecil, membayangkan akibat dari kekonyolan anak buah Felix. “Dia pikir dia bisa mengancam kita dengan menculik Fernandez, tapi lihat apa yang terjadi. Felix pasti sedang menggigit jarinya di penjara saat ini.”Hanya dalam waktu beberapa jam setelah polisi melaporkan penculikan putra sang walikota, dampaknya langsung terasa. Seorang wali kota tentu memilik
Briella duduk di ruang tamu yang megah, menikmati aroma manis pie apel yang baru saja dipotong. Ini adalah momen yang sangat langka dan berharga baginya. Setelah tiga tahun diculik dan ditawan oleh Felix, akhirnya dia bisa merasakan kebebasan. Dia kini dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya, Adrian, Fernandez, Hunter dan Rosalie.“Pie ini benar-benar enak, Mom. Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku bisa duduk santai seperti ini, bersama keluarga,” ucap Briella sambil tersenyum, mengambil potongan pie apel kedua.Rosalie, yang duduk di seberang meja, tersenyum hangat. “Kau pantas mendapatkan kebahagiaan ini, Briella. Setelah semua yang kau lalui, aku harap hidupmu akan terus dipenuhi cinta dan kedamaian,” balasnya sambil menyesap teh dari cangkir porselen.Briella mengangguk pelan, menikmati setiap kata Rosalie. “Aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan kalau bukan karena kalian semua. Tiga tahun bersama Felix … itu seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.”“Kami semua
Ruangan interogasi terasa pengap dengan cahaya lampu terang yang menyilaukan langsung ke wajah Felix Jorell. Dua orang polisi duduk di depannya, satu dengan ekspresi datar, sementara yang lain mencatat setiap kata yang keluar dari mulutnya. Di sudut ruangan, alat pendeteksi kebohongan dengan sensor-sensornya terpasang di tubuh Felix, mengukur detak jantung dan tekanan darah setiap kali dia berbicara.“Kapan tepatnya Anda mengenal Briella Maven?” Polisi pertama mulai membuka percakapan dengan suara rendah namun tegas.Felix menghela napas panjang seolah sedang mengingat. “Aku pertama kali bertemu dia di acara jumpa fans film Blind Devotion. Dia sangat ramah, manis, dan kami mulai sering bertukar pesan setelah itu.”Polisi pertama itu menatap Felix tanpa berkedip. “Dan apa yang terjadi setelah itu?”Felix tersenyum tipis, matanya tampak mencoba meyakinkan. “Aku sering mengirimkan hadiah padanya. Bunga, cokelat, bahkan perhiasan yang mahal. Aku sering mengajak keluar ke restoran. Briella