Share

Bab 6. Apa Aku Melakukan Kesalahan Besar Padamu?

“Cepat ikuti aku.”

Jantung Briella berdebar kencang saat kata-kata dingin Adrian terdengar menakutkan di telinganya. Adrian akan memberikan hukuman karena Briella pulang terlambat, tentu saja itu membuatnya merinding. Dia mengikuti langkah sang suami yang penuh tujuan, pikirannya dipenuhi rasa takut dan kecemasan. Hukuman apa yang akan diberikan kali ini? Apakah akan sehina dan semerendahkan seperti yang dia alami di ruang kerja tadi?

Koridor seolah lebih panjang dari biasanya saat mereka berjalan menuju kamar mereka. Kemegahan mansion, dengan langit-langit tinggi dan dekorasi elegan, terasa menekan daripada menenangkan. Setiap langkah yang diambil Briella terasa semakin berat, tubuhnya dibebani oleh ketakutan akan apa yang akan terjadi.

Adrian membuka pintu kamar mereka dan menepi, membiarkan Briella masuk lebih dulu. Dia ragu sejenak, matanya melirik wajah Adrian, mencoba membaca niatnya. Namun ekspresi pria itu tak terbaca, tatapannya dingin dan keras. Dia melangkah masuk, napasnya tertahan di tenggorokan saat menunggu langkah Adrian berikutnya.

Adrian mengikutinya masuk, menutup pintu di belakang mereka. Matanya menjelajahi tubuh Briella dari ujung kaki hingga ujung rambut merahnya yang acak-acakan, berhenti pada tatapan takut di mata si istri. Pergolakan batin yang kuat sedang Adrian alami. Dia merasa terombang-ambing antara keinginan untuk meniduri Briella dan tekad untuk balas dendam.

Kenapa dirinya begitu bernafsu pada Briella? Apakah dia tertarik pada Briella? Adrian mencoba memecahkan teka-teki itu seharian ini, dan jawaban yang dia dapatkan, yah, mungkin saja dia begini karena Briella seperti mainan baru baginya. Bisa saja Adrian masih kemaruk dan terlalu bersemangat, dia cukup yakin semakin lama dirinya akan bosan dan kehilangan hasrat pada Briella Moretti. Dan kali ini, untuk menjaga hatinya tetap keras terhadap Briella, Adrian harus menekan kebutuhaan biologisnya.

Briella berdiri kaku, tubuhnya gemetar. Dia berharap hukuman kali ini tidak seburuk yang dia bayangkan.

Adrian akhirnya berkata dengan suara tegas, “Aku benci mencuim aroma Hunter yang menempel di tubuhmu, jadi kau akan kukurung di kamar mandi sampai besok pagi. Pastikan kau keluar dari sana dalam kondisi bersih dan wangi.”

Briella merasa lega dan sedikit bersyukur saat mendengar keputusan Adrian. Setidaknya malam ini dia bisa tidur nyenyak di jacuzzi, tanpa harus kelelahan melayani nafsu suaminya. Dia berjalan menuju kamar mandi kamar mereka yang mewah, berusaha mengendalikan ketakutannya. Setelah masuk ke dalam kamar mandi, Briella duduk di tepi bathtub, menghela napas panjang. Meskipun hukuman ini tetap saja menyakitkan, setidaknya dia tidak harus menghadapi kekerasan Adrian malam ini.

Sementara itu, Adrian berbaring di tempat tidurnya, berusaha keras untuk tidur, tetapi pikirannya terus-menerus memikirkan Briella yang dia kurung di kamar mandi. Dia bangkit berkali-kali, berjalan ke arah pintu kamar mandi dan nyaris membukanya, tetapi Adrian sekuat hati menahan diri.

Adrian khirnya memutuskan untuk pergi ke ruang kerja, mencoba mengalihkan pikirannya dengan bekerja. Namun, meskipun dikelilingi oleh tumpukan dokumen, pikirannya tetap melayang kembali ke Briella. Adrian bekerja hingga larut malam, berharap kelelahan akan membuatnya tertidur.

Keesokan paginya, Aster yang pertama menemukan Briella tergeletak di lantai kamar mandi. Briella demam tinggi dan lemas, kehilangan kesadaran. Aster segera melaporkan kondisi Briella ke Rosalie Maven. Hunter, yang kebetulan sedang datang untuk sarapan, mendengar laporan itu. Tanpa berpikir dua kali, dia berlari menuju kamar Adrian.

Saat Hunter sampai di sana, Adrian baru saja keluar dari ruang kerja. Hati Adrian panas melihat Hunter mengangkat Briella dengan penuh perhatian dan membawanya ke ranjang. Adrian hanya bisa berdiri diam saat Hunter menyelimuti Briella dan memanggil dokter keluarga mereka.

“Apa yang kau lakukan pada Briella?” tanya Hunter dengan penekanan yang tegas. Mata pemuda itu penuh kekhawatiran.

Adrian merasa dadanya sesak mendengar pertanyaan yang diberikan Hunter.

“Aku mengurungnya di kamar mandi. Itu hukuman karena dia pulang terlambat.”

Adrian tahu bahwa dia yang menyebabkan Briella dalam kondisi seperti itu, tetapi melihat Hunter merawat Briella membuatnya merasa cemburu dan marah pada dirinya sendiri.

Hunter menatap Adrian dengan tatapan tajam. “Kau tidak seharusnya memperlakukan istrimu seperti ini.”

Adrian menatap Hunter dengan mata tajam, penuh kemarahan. “Hunter, tinggalkan kamarku sekarang. Aku bisa mengurus istriku sendiri.”

Hunter menatap balik dengan tatapan marah. “Mengurus? Kau mengurungnya di kamar mandi semalaman, Adrian! Lihat apa yang kau lakukan padanya. Dia bahkan melalui hari yang berat kemarin, sampai tidak sempat makan malam.”

Kemarahan Adrian memuncak. “Dia istriku. Bukan urusanmu untuk ikut campur,” katanya dengan suara rendah tetapi penuh dengan ancaman.

Hunter maju selangkah, mendekati Adrian. “Kau sudah keterlaluan, Adrian. Briella tidak pantas diperlakukan seperti ini. Dia manusia, bukan boneka yang bisa kau sakiti sesuka hatimu.”

Adrian mendekatkan wajahnya ke wajah Hunter, menantang. “Aku peringatkan kau, Hunter. Ini adalah urusanku dan Briella, bukan urusanmu.”

Ketegangan di antara mereka semakin meningkat, suasana semakin panas. Rosalie yang mendengar keributan itu segera masuk ke kamar. “Apa yang kalian lakukan? Berhenti bertengkar!”

Rosalie berdiri di antara kedua putranya, mencoba melerai. “Hunter, tinggalkan kamar untuk saat ini. Adrian, kau harus tenang. Kita perlu fokus pada Briella sekarang, bukan bertengkar.”

Hunter dengan enggan melangkah mundur, tetapi tidak sebelum memberikan tatapan tajam terakhir kepada Adrian. “Jika kau menyakitinya lagi, Adrian, aku tidak akan tinggal diam.”

Adrian menghela napas berat, matanya masih menyala dengan kemarahan. Namun, dia tahu bahwa saat ini fokusnya harus pada Briella. Rosalie menatap kedua putranya dengan rasa frustasi, tetapi kemudian beralih kepada Briella yang terbaring lemah di ranjang.

“Adrian, pastikan kau merawatnya dengan baik,” kata Rosalie dengan tegas sebelum berbalik keluar kamar bersama Hunter.

Adrian mendekati Briella yang terbaring lemah di ranjang, merasa campuran antara penyesalan dan kemarahan. Dia menyentuh dahi Briella yang panas dengan jemarinya, merasakan demam yang tinggi. “Briella, kau lemah sekali. Bagaimana kau bisa menghadapi pembalasanku dengan tubuh selemah ini?”

Briella mengerjap perlahan, berusaha membuka mata. “Pembalasan? Pembalasan apa yang kau maksud, Adrian?” tanyanya dengan suara serak dan lemah.

Adrian terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia langsung menarik diri dan memalingkan muka, mencoba menyembunyikan rasa panik dan kebingungannya. “Bukan apa-apa,” katanya, berusaha agar suaranya tetap tenang. “Kau hanya berhalusinasi karena demam.”

Namun, Briella terus menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Sebelum Adrian sempat berpikir untuk memberikan penjelasan lebih lanjut, pintu kamar terbuka dan dokter keluarga mereka masuk bersama Aster.

“Tuan Adrian, saya datang untuk memeriksa Nyonya Briella,” kata dokter itu dengan sopan.

Adrian merasa lega dengan kehadiran dokter. “Silakan, Dokter. Pastikan dia mendapat perawatan yang terbaik,” jawabnya, mundur memberi ruang bagi dokter untuk bekerja.

Dokter segera memeriksa kondisi Briella, sementara Adrian berdiri di sudut ruangan, merasa hatinya berat. Tatapan Briella yang penuh pertanyaan masih terbayang di pikirannya, membuatnya semakin bingung dengan perasaannya sendiri.

Setelah beberapa menit, dokter selesai memeriksa Briella dan berbalik menghadap Adrian. “Nyonya Briella mengalami demam tinggi, tapi tidak ada yang terlalu serius. Dia hanya butuh istirahat dan perawatan yang baik. Saya akan memberikan resep obat untuk menurunkan demamnya.”

Adrian mengangguk. “Terima kasih, Dokter. Saya akan memastikan dia mendapat istirahat yang diperlukan.”

Dokter memberikan beberapa instruksi kepada Aster sebelum keluar dari kamar. Briella menatap Adrian dengan lemah, tapi tatapannya masih menyiratkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.

“Adrian, apakah aku melakukan kesalahan besar padamu?” bisik Briella, sebelum matanya mulai terpejam karena kelelahan.

Adrian terdiam, hatinya berperang antara keinginan untuk membalas dendam dan perasaan yang semakin tumbuh terhadap Briella. “Istirahatlah. Aku akan memastikan kau mendapatkan perawatan yang baik,” katanya dengan suara lebih lembut berbeda dari biasanya. “Kau harus segera pulih agar aku bisa melanjutkan tugasku lagi.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status