Share

Bab 7. Apa Maksudmu?

Selama Briella sakit, Adrian merawatnya dengan baik meskipun tetap dengan sikapnya yang dingin dan seolah tidak peduli. Setiap pagi, dia memastikan Briella mendapatkan obatnya tepat waktu dan memantau keadaannya, meski dia selalu menjaga jarak emosional.

“Minumlah obat ini,” kata Adrian dengan suara datar sambil menyerahkan segelas air dan pil kepada Briella. “Kau harus cepat sembuh.”

Briella menatap Adrian dengan penuh rasa terima kasih, namun juga ada rasa kebingungan yang terlintas di matanya. “Adrian, tentang pembalasan yang kau sebutkan kemarin, bisakah kau jelaskan padaku?” tanyanya dengan suara lemah.

Adrian menatapnya sebentar, lalu memalingkan muka. “Kita bicarakan itu begitu kau pulih,” jawabnya singkat sebelum pergi dari kamar.

Setiap kali Briella mencoba membahas topik yang sama, Adrian selalu memberikan jawaban yang sama. “Nanti, setelah kau pulih,” katanya, kemudian meninggalkan ruangan dengan cepat.

Hari demi hari, keadaan Briella semakin membaik. Meski begitu, Adrian tetap menjaga jarak dan tak memberikan penjelasan lebih lanjut. Saat akhirnya Briella benar-benar sembuh, Adrian malah menghindar. Pria tampan itu mengumumkan bahwa dia harus melakukan perjalanan bisnis ke negara bagian lain selama beberapa minggu.

“Aku harus pergi untuk urusan bisnis,” kata Adrian dengan nada datar saat memberi tahu Briella tentang perjalanannya. “Kau istirahat saja di sini.”

Briella hanya bisa mengangguk, merasa kecewa karena Adrian belum menjelaskan tentang pembalasan yang dia sebutkan. Saat Adrian pergi, Briella merasakan kekosongan yang aneh, tapi dia berusaha tegar. Selama kepergian Adrian, Briella ditemani oleh Hunter, yang ternyata merupakan teman yang baik dan penuh perhatian.

Hunter sering mengajak Briella berjalan-jalan di sekitar taman mansion dan berbicara tentang banyak hal, berusaha mengalihkan pikirannya dari ketiadaan Adrian. “Kau tahu, Briella, kau adalah wanita yang aneh,” kata Hunter suatu hari saat mereka duduk di bangku taman.

“Aneh?”

“Kau tahu, sangat jarang ada putri bangsawan yang tidak manja.”

Hunter dan Briella berhenti dan duduk di taman mansion yang indah. Taman itu adalah salah satu tempat favorit Briella, dengan hamparan rumput hijau yang terawat, bunga-bunga berwarna-warni yang mekar, dan air mancur di tengah yang memberikan suara gemericik menenangkan. Mereka duduk di bangku yang menghadap ke arah kolam kecil, di mana beberapa ikan koi berenang dengan tenang. Hunter telah menyiapkan teh dan beberapa kudapan ringan di meja kecil di samping mereka.

“Apakah ini pujian?” Briella tersenyum lemah. “Terima kasih, Hunter. Aku dibesarkan dengan kesederhanaan meskipun orang tuaku cukup berkuasa. Sebenarnya, ayahku kecewa karena ibuku melahirkan anak perempuan. Ayahku sangat menginginkan anak laki-laki, karena itu, begitu adikku lahir, ayah sangat memanjakannya”

Mata Hunter terbeliak. “Wow, kau punya adik laki-laki? Kenapa aku tidak pernah melihatnya?”

“Dia meninggal saat usia 12 tahun. Dia meninggal ketika menyelamatkanku. Sejak adikku meninggal, ayahku semakin membenciku. Dia bahkan tidak sudi melihat wajahku. Ibuku membawaku tinggal di pavilion agar jauh dari jangkauan ayah. Aku terbiasa sendiri, terasingkan, dan bekerja keras.”

“Apa kau dipaksa bekerja keras juga oleh ayahmu?”

Briella menggeleng. “Tidak, orang tuaku tidak pernah memaksaku bekerja keras. Hanya saja, sejak ibuku meninggal dan ayahku masuk penjara karena bangkrut, aku tinggal bersama pamanku. Paman mengelola kebun anggur. Di sana, istri dan anak-anak pamanku tidak terlalu menyukaiku. Mereka menganggapku benalu karena aku merepotkan mereka. Sebagai balas budi pada keluarga pamanku, aku mengerjakan pekerjaan rumah, dan terkadang bekerja di kebun.”

Hunter bertepuk tangan. “Kau luar biasa, demi apa?”

“Itu bukan hal yang bisa aku banggakan, Hunter. Itu hanya masa lalu kelam, yang bagi sebagian orang dianggap aib. Kau tahu, menjadi miskin adalah dosa di kota ini.”

Setuju dengan perkataan Briella, Hunter mengangguk. “Ya, memang, tapi bagiku kau menakjubkan. Aku senang Adrian mendapatkan istri sepertimu.”

“Tapi sepertinya Adrian tidak senang memiliki aku sebagai istrinya.”

“Hey, ayolah, apa yang kau bicarakan. Aku bisa melihat Adrian sangat tergila-gila padamu.”

Briella merunduk, wajahnya mendadak muram. “Sepertinya aku melakukan sebuah kesalahan. Adrian sangat membenciku, dia bahkan menghindariku.”

“Kau merindukannya? Ya Tuhan, kau pasti sangat merindukannya sampai bicara melantur begini.” Hunter mencoba menghibur Briella. “Daripada terus bersedih, bagaimana kalau kita pergi liburan?”

Tiba-tiba, suara berat Adrian memecah suasana. “Siapa kau berani mengajak istriku pergi liburan?”

Briella menoleh, jantungnya berdetak cepat melihat kemunculan Adrian. Senang sekaligus tegang, dia merasa napasnya tersangkut di tenggorokan. Adrian berdiri dengan ekspresi tegas, tatapannya tajam tertuju pada Hunter.

“Adrian, aku hanya mencoba menghibur Briella,” jawab Hunter dengan tenang, meski ada sedikit ketegangan di suaranya.

“Dia istriku, dan aku yang bertanggung jawab untuk membuatnya bahagia,” balas Adrian dengan nada dingin.

Hunter mengangkat tangan sebagai tanda damai. “Baiklah, kau benar. Aku akan mundur kali ini.”

Adrian menatap Hunter sejenak sebelum beralih ke Briella. “Briella, ikut aku ke ruang kerja.”

Briella mengangguk patuh, berdiri dan mengikuti langkah Adrian. Mereka berjalan melalui koridor mansion yang panjang dan megah, dengan dinding-dinding yang dihiasi lukisan-lukisan klasik dan jendela-jendela besar yang menghadap ke taman. Setiba di ruang kerja, Adrian membuka pintu dan mempersilakan Briella masuk.

“Duduklah,” perintah Adrian dengan suara tenang tapi tegas.

Briella duduk di kursi di depan meja kerja Adrian, merasakan ketegangan yang kian memuncak. Adrian berdiri di depan mejanya, menatapnya dengan intens.

“Adrian, kenapa kau memanggilku ke sini? Apa ada yang kau butuhkan? Aku akan menyiapkannya segera.” tanya Briella, mencoba mengumpulkan keberanian.

Adrian menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Apakah kau siap menghadapi kenyataan?”

“Kenyataan apa maksudmu?”

“Bukankah kau ingin tahu apa yang kumaksud dengan pembalasan?”

Briella cepat-cepat mengangguk, meskipun hatinya berdebar kencang. “Aku siap, Adrian. Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?”

Adrian berjalan mendekat, tatapannya semakin tajam. “Ayahmu ... dia adalah orang yang bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa ayahku.”

Briella membeku di tempatnya mendengar itu. Air matanya mulai menggenang tanpa dia sadari, hatinya remuk mengetahui kenyataan pahit ini.

Adrian berjalan ke meja kerja, menarik laci untuk mengambil dokumen dalam map merah. Dia memberikan map itu ke Briella. “Aku telah menyelidiki dan mengumpulkan bukti. Lihatlah sendiri.”

Dengan tangan gemetar, Briella membuka map itu dan melihat dokumen-dokumen yang ada di dalamnya. Setiap lembar kertas yang dia baca membuat hatinya semakin hancur. Semua bukti menunjukkan bahwa ayahnya memang terlibat dalam kecelakaan yang merenggut nyawa ayah Adrian. Air matanya mengalir deras, merasakan rasa bersalah yang tak tertahankan.

“Adrian, aku … aku tidak tahu,” isak Briella. “Aku tidak tahu ayahku melakukan ini. Aku sangat menyesal. Maaf, Adrian.”

Adrian memandangnya dengan tatapan yang masih penuh kebencian, tapi ada juga kilatan rasa sakit di matanya. “Tentu saja kau tidak tahu, tapi sekarang kau tahu. Sekarang kau tahu kenapa bisa aku menikahimu. Pernikahan ini murni untuk membalas dendam.”

Briella menangis semakin keras. “Kau pasti sangat terluka dan tersiksa menanggung semua ini sendiri. Kau bahkan tidak membagi rahasia itu ke ibumu atau saudaramu.”

Adrian menundukkan kepala, lalu berbicara dengan suara yang lebih lembut, tapi masih penuh amarah. “Briella, aku menikahimu untuk membalas dendam. Jadi bersiaplah menerima pembalasanku. Aku ingin kau merasakan sakit yang kurasakan. Tapi …” Suaranya melemah, hampir berbisik, “Setiap kali aku ingin melukaimu, ada sesuatu dalam diriku yang menahanku.”

Briella menatap Adrian dengan air mata yang masih mengalir di pipinya. “Adrian, aku tidak akan lari. Aku akan menerima apa pun hukuman yang kau berikan, karena keluargaku telah membuatmu menderita, tapi satu hal yang ingin aku katakan padamu, Adrian. Aku merasa aku tetap harus berterima kasih padamu karena kau telah menikahiku, terlepas dari semua kebencian dan dendam ini. Kau telah membawaku keluar dari rumah pamanku, aku akan berusaha menjadi istri yang baik, bagaimanapun caranya.”

Adrian menutup matanya sejenak, lalu menarik napas dalam-dalam. “Kau lebih baik memikirkan cara agar bisa kabur dari mansion ini. Aku tidak tahu berapa lama aku bisa menahan diri.”

Kata-katanya membuat Briella semakin terkejut. “Apa maksudmu?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
F3R Winata
Cerita yang sangat bagus. Tatanan bahasanya rapi. Terlepas dari beberapa adegan vulgar. kalau boleh saya bilang ini seperti novel harlequin. Bukan kisahnya tapi gaya bahasanya dan latar belakang ceritanya. Mansion, Bangsawan, Pria tampan, balas dendam, istri cantik nan polos kepatuhan dan cinta..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status