“Hanya karena dia istrimu, apa kau pikir kau bisa memperlakukannya seperti budak?” Hunter sebenarnya tahu bahwa berdebat dengan Adrian saat ini tidak akan membuahkan hasil, tapi dia harus melakukan sesuatu untuk mencegah Adrian membawa Briella kembali ke mansionAdrian merasa marah dan kesal saat Hunter menghalanginya untuk menemui Briella. Namun, yang membuat hatinya semakin terbakar adalah kenyataan bahwa Hunter juga ada di panti itu. Kenapa hanya dirinya tidak dilibatkan dalam acara ini? Adrian adalah orang yang paling keras bekerja dan menjalankan usaha keluarga Maven, tapi dia merasa diabaikan oleh keluarganya sendiri.“Apa yang kau lakukan di sini, Hunter? Kenapa aku tidak diberi tahu tentang acara ini?” tanya Adrian dengan nada marah, tak mengindahkan ucapan Hunter.Hunter tetap tenang, mencoba menenangkan saudaranya yang sedang marah. “Adrian, ini hanya acara bakti sosial rutin. Tidak ada yang perlu diberitahukan, seluruh keluarga Maven tahu dan bisa ikut serta.”“Rutin? Kau t
Pagi itu, Adrian duduk di ruang kerjanya, mencoba fokus pada tumpukan dokumen di depannya. Namun, pikirannya masih berkutat pada percakapan dengan Hunter tadi malam. Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunannya.“Masuk,” kata Adrian dengan nada tegas.Ben masuk dengan wajah serius, membawa pesan yang tidak terduga. “Tuan, saya mendapat telepon dari Tuan Matvey Jorell pagi ini.”Adrian mengangkat alisnya, menatap Ben dengan penuh perhatian. “Apa yang diinginkan Matvey?”Ben mengambil napas dalam sebelum melanjutkan. “Tuan Jorell meminta Anda menampung putri bungsunya, Falla Jorell, selama Nona Jorell liburan musim panas di Vienna.”Adrian mengernyit, menolak langsung permintaan itu. “Tolak mentah-mentah, Ben. Aku tidak punya waktu untuk berurusan dengan bocah problematik.”Ben tampak ragu-ragu sebelum berbicara lagi. “Tuan Adrian, saya mengerti, tapi kita masih sangat membutuhkan Matvey. Dia adalah pemasok utama kita untuk beberapa jenis senjata api dan microchip yang sangat penting u
Beberapa hari kemudian, sebuah mobil mewah berhenti di depan mansion keluarga Maven. Dari dalam mobil keluar seorang wanita muda dengan penampilan mencolok. Falla Jorell, yang kini berusia 23 tahun, telah berubah drastis sejak terakhir kali Adrian melihatnya. Rambut cokelat gelapnya yang dulu kontras dengan warna kulit, kini telah berubah menjadi pirang terang, dan matanya yang abu-abu dirias dengan eyeshadow gelap smookie eyes. Dada yang dulu kecil kini terlihat cukup besar, menunjukkan tanda-tanda jelas dari implan silikon.Adrian berdiri di depan pintu utama mansion, menunggu kedatangan tamu tak diundang itu dengan ekspresi dingin. Begitu Falla melihat Adrian, dia langsung berlari dan memeluknya penuh kerinduan yang menggebu-gebu. Adrian tetap diam dan tidak membalas pelukan itu, menunggu dengan sabar sampai Falla akhirnya melepaskannya.“Selamat datang, Falla,” kata Adrian dengan nada datar.“Miss you more, Adrian Maven.”“Apa telingamu bermasalah?”“And also, love you more.” Saat
“Benarkah Briella sudah pulang?” tanya Adrian menuntut Ben mengulangi informasi yang baru saja diberikan padanya.“Ya, Tuan. Nyonya saat ini sedang berada di kamar,” jawab Ben sopan memberi tahu.Adrian Maven langsung pergi meninggalkan ruang kerja. Dia berjalan cepat menelusuri koridor panjang mansion keluarganya, langkahnya menggema di antara dinding marmer yang dingin. Hatinya berdebar tak menentu, campuran antara kerinduan dan kecemasan membuatnya gelisah. Adrian mencoba menepis perasaan itu dan tetap menjaga sikap dinginnya, sikap yang selalu dia pertahankan sejak pernikahan mereka.Pintu kamar utama terbuka dengan lembut saat Adrian mendorongnya. Dia berhenti sejenak, mengamati pemandangan di depannya. Briella duduk di tepi ranjang besar mereka, tubuhnya gemetar, dan air mata mengalir tanpa henti di pipinya. Tangannya dengan lembut mengelus perutnya, tanda bahwa dia sedang mengandung, meskipun Adrian belum mengetahuinya. Briella merasa sangat sensitif karena kehamilannya, ditamb
“Tentu saja aku mau menghangatkan istriku yang kedinginan. Lagi pula sudah satu minggu aku tidak menggunakanmu sebagaimana mestinya.” Adrian membalas telak pertanyaan Briella yang membuatnya jengkel.Briella mendorong Adrian hingga pria itu tersentak beberapa langkah ke belakang. “Kau boleh melakukan apa saja padaku, tapi jangan pernah sentuh aku!”Rahang Adrian mengetat mendengar itu. Dengan jijik Briella menatapnya tajam. Baru kali ini ada sorot kebencian seperti itu dari tatapan Briella, dan Adrian cukup terkejut akan hal itu.“Apa katamu!?”“Mundur, aku tidak mau jadi pemuas nafsumu!”Adrian semakin geram. “Siapa bilang kau boleh menolakku?” Usai mengucapkan itu dengan dingin, Adrian mencari sesuatu dari laci, lalu berjalan cepat mengepung Briella dan membekap perempuan itu.Sebagai pengusaha yang menguasai perdagangan obat-obatan dan senjata api di Vienna, Adrian punya cukup banyak obat yang bisa membuat Briella lemas dalam sekali bekap. Perempuan itu kehilangan kesadaran untuk s
Adrian terpaksa mengikuti Ben ke rooftop mansion untuk menghentikan kegilaan Falla Jorell. Di atas atap lantai tiga itu, Falla duduk di dinding pembatas, mengancam akan melompat jika Adrian tidak datang.Saat Adrian sampai di sana, dia melihat Falla duduk dengan kaki tergantung di tepi, wajahnya yang pucat dan mata yang penuh amarah bercampur kesedihan. “Falla, turun dari situ. Ayo kita bicarakan ini baik-baik,” kata Adrian dengan suara tenang, meskipun hatinya cemas.Falla menatapnya dengan mata yang penuh air mata. “Kau tahu, tadi aku menemukan toko kue yang menjual kue dengan bentuk-bentuk yang cantik, rasanya enak, dan warnanya juga indah,” ujarnya, seolah-olah tidak mendengar permintaan Adrian. “Saat memakan kue itu, aku langsung teringat padamu. Aku berpikir, apakah kau akan menyukai kue itu juga?”Adrian berusaha tetap tenang. “Itu terdengar menarik, Falla, tapi sekarang sebaiknya kau turun dulu, oke? Kita bisa membicarakan semua ini di tempat yang lebih nyaman.”Falla menggele
“Kau lihat, semalam Adrian menghabiskan malam di kamarku.”Mendengar perkataan Falla Jorell dengan nada mengejek, dada Briella jadi panas dan sesak. Napasnya tersekat, menahan air mata agar tak jatuh di saat yang paling tidak dia inginkan.“Adrian milikku, aku akan pastikan dia tetap menjadi milikku,” lanjut Falla percaya diri. “Kusarankan kau pergi dengan kakimu sendiri, sebelum Adrian mengusirmu.”Belum sempat Briella bisa menjawab, sebuah suara di belakannya menggema.“Kau pikir siapa kau, bisa mengusir menantuku dari mansion ini?” Dialah Rosalie, yang terlihat jauh lebih emosi daripada Briella setelah mengetahui ada perempuan muda bernama Falla Jorell tinggal di kediamannya. “Siapa namamu?”Falla memperhatikan Rosalie dari ujung kaki hingga ujung rambutnya, mencoba mencerna situasi. Sebenarnya siapa Rosalie ini? Apakah dia orang penting bagi Adrian? Atau hanya orangnya Briella?“Kenapa kau diam saja? Sebagai seorang tamu kau sangat tidak sopan!” seru Rosalie dengan nada cukup ting
“Apa kau sudah menemukannya?” tanya Adrian dengan raut wajah memancarkan jelas perasaan khawatir. Pria tampan itu berada di ruang kerja, tidak bisa mengatasi kecemasan dalam dirinya. Dia khawatir akan keberadaan Briella.“Tuan, maaf, tapi saya tidak bisa menemukan Nyonya Briella,” jawab Ben dengan nada gugup. Kegelisahan membentang karena dirinya belum mendapatkan informasi tentang keberadaan istri tuannya.Adrian menatap Ben dengan tajam, amarahnya memuncak. “Bagaimana mungkin kau tidak bisa mencari informasi kecil itu?! Kita memiliki jaringan yang luas dan kekuasaan di kota ini!”Ben menunduk, mencoba menjelaskan. “Semua itu karena Nyonya Briella dan Aster tidak menggunakan pesawat atau transportasi umum lainnya, jadi lebih sulit bagi saya untuk melacak keberadaan mereka.”Adrian memukul meja dengan frustrasi. “Sial! Ini tidak bisa diterima. Cari lagi, dan pastikan kau menemukan mereka!”Ben mengangguk cepat, lalu menambahkan, “Ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan, Tuan.”“Ka
Satu tahun kemudian …Sesampainya di rumah sakit, Adrian merasakan detak jantungnya semakin cepat. Langkah-langkahnya yang biasanya mantap kini terasa berat, seolah-olah setiap langkah membawa beban kekhawatiran yang tak terukur.Ruang bersalin berada di ujung koridor, tapi jarak yang harus ditempuhnya terasa seperti berpuluh-puluh mil. Cahaya lampu yang seharusnya menenangkan justru tampak suram di matanya. Dia tak bisa berpikir jernih—yang ada hanya ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di balik pintu ruang bersalin itu.Saat akhirnya Adrian tiba di depan pintu, dia menemukan Rosalie sedang duduk di kursi tunggu. Wajah wanita paruh baya itu tampak pucat meski dia berusaha menyembunyikan kecemasannya. Rosalie yang melihat Adrian mendekat, dia berdiri dan mencoba tersenyum, tapi kegelisahan tetap terpancar di matanya.“Bagaimana keadaannya?” tanya Adrian dengan nada cemas, suaranya bergetar meski dia berusaha terdengar tegar.Rosalie mendekatinya, menyentuh lengannya dengan lembut.
Senyum seringai Adrian terbentang begitu saja setelah mendengar ucapan istrinya. Dia menarik Briella mendekat, tangan Adrian yang kuat meluncur ke bawah punggungnya. Mencengkeram bokong Briella yang membulat.Tanpa keraguan Adrian menekan batangnya yang keras ke arah kewanitaan si istri. Briella tersentak senang saat Adrian menggesek miliknya. Pria tampan itu menangkup pipi Briella, menghadiahkan ciuman lapar sehingga bibir mereka terkunci dalam ciuman yang penuh nafsu.Briella melepaskan ciuman itu, terengah-engah. “Adrian,” bisiknya, matanya berkilauan karena hasrat. “Kumohon segeralah masuk. Aku membutuhkanmu.”“Aku juga membutuhkanmu, Sayang,” jawab Adrian serak.Ciuman penuh gairah mereka semakin dalam, dan tangan mereka menjelajahi tubuh masing-masing. Membelai setiap inci. Adrian menangkup payudara penuh Briella, menggoda putingnya yang mengeras dengan ibu jari.Briella mengerang, melengkungkan punggung ke arah Adrian. Dia mengusap dada suaminya, turun ke perut Adrian yang liat
Briella tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca. “Jangan khawatir, ini air mata bahagia. Kau ... kau sering kali kasar, terburu-buru. Tapi sekarang, setiap sentuhanmu penuh cinta, penuh perhatian. Kau benar-benar telah berubah, Adrian.”Ini bukan pertama kali bagi Briella disentuh Adrian sejak mereka kembali bersatu. Sentuhan Adrian sekarang penuh dengan kelembutan dan penuh cinta. Berbeda dengan dulu yang penuh nafsu seakan dirinya adalah budak seks.Mata Adrian melembut, dia menarik Briella lebih dekat, mengecup dahinya dengan lembut. “Aku menyesali banyak hal, Briella. Dulu aku terlalu dibutakan oleh amarah dan dendam, tapi sekarang aku hanya ingin kau merasakan betapa aku mencintaimu, betapa berartinya dirimu bagiku. Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi.”Kata-kata Adrian yang tulus itu menusuk hati Briella, membuatnya tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Ini adalah air mata kebahagiaan, air mata yang berasal dari perasaan mendalam bahwa cinta sejati mereka
Malam itu, suasana ruang makan terasa tegang. Adrian duduk di ujung meja, tatapannya kosong dan mulutnya terkunci rapat. Briella yang duduk di sebelahnya mencoba tersenyum, tapi ketegangan Adrian begitu nyata hingga seluruh ruangan terasa sunyi. Hunter, yang duduk di seberang meja, langsung membaca situasi.“Nandy, bagaimana kalau sabtu besok kita pergi ke peternakan?” Hunter menawarkan dengan nada riang, mencoba mencairkan suasana. “Paman akan mengajarimu cara berkuda, dan kita bisa memerah susu sapi langsung dari sapinya. Bagaimana?”Mata Fernandez langsung bersinar mendengar tawaran Hunter. “Benarkah, Paman? Aku mau! Aku mau!” serunya dengan antusias, tapi dia segera menoleh pada Briella. “Tapi Mommy ikut juga, kan?”Hunter terkekeh pelan, lalu menggelengkan kepalanya. “Kali ini hanya kita, sesama pria yang pergi, Nandy. Mommy akan menunggu di sini.”Fernandez mengerutkan kening, tampak tidak puas dengan jawaban itu. “Tapi aku mau Mommy ikut bersama kita, Paman.”Adrian tampak sema
“Mommy, aku suka sup ini. Rasanya creamy.” Fernandez tampak senang dengan kehadiran kembali ibunya. Bocah itu selalu menempel pada Briella, dan bersikap manja. Sejak pulang sekolah, dia meminta Briella menyuapinya, padahal anak itu sebelumnya terbiasa mandiri dan makan sendiri.“Apa kau mau tambah lagi supnya, Nandy?” tanya Briella lembut, seraya menatap putranya dengan penuh kasih sayang.“Tidak, Mommy. Aku sudah kenyang. Apakah Mommy bersedia membantuku mengerjakan pekerjaan rumahku?” pinta Fernadez.Briella mengangguk dan tersenyum. “Tentu, Sayang.”Malam ini, sikap manja Fernandez tidak juga berakhir. Sehabis makan malam, dia meminta Briella membantunya mengenakan piama. Di kamar mereka yang luas dan nyaman, Adrian duduk di tepi tempat tidur, menatap Briella yang sedang membantu Fernandez mengenakan piyama. Briella tersenyum lembut, matanya penuh kasih sayang saat putra kecil mereka, duduk di pangkuannya, sudah siap untuk tidur.“Nandy, ayo tidur, Sayang.”“Mommy mau ke mana?”“Mo
Adrian dan Briella tersenyum hangat melihat Fernandez berlari-lari di tamn, bersama dengan pengasuh. Pasangan itu duduk di kursi taman bersama dengan Rosalie dan Hunter. Tampak semua orang bahagia melihat Fernadez yang bermain dengan riang penuh kegembiraan.“Aku sudah lama sekali tidak melihat Fernandez sebahagia ini,” ungkap Hunter jujur.Menghilangnya Briella, selalu membuat Fernandez menjadi muram. Tidak jarang Fernandez menangis setiap kali merindukan Briella. Tiga tahun Briella menghilang, bukan waktu yang sebentar. Bukan hanya Fernandez yang murung sejak Briella menghilang, tapi Adrian, Hunter, dan juga Rosalie sangat terpukul. Apalagi yang mereka tahu adalah Briella dibunuh Felix dengan kejam. Hal tersebut menjadi pukulan berat di keluarga Maven.“Aku akan pastikan Nandy terus merasa bahagia, Hunter. Aku akan selalu di sisi putraku,” ucap Briella tulus, dan penuh kehangatan.Adrian membelai rambut Briella. “Ya, Sayang. Nandy akan selalu merasa bahagia. Kau sudah kembali. Kebah
Hunter memanfaatkan jaringannya di kepolisian untuk mengusut tuntas masalah penculikan ini. Saat tahu anak wali kota diculik, polisi segera bergerak cepat menyelidiki. Semua bukti sudah jelas, anak buah Felix Jorell adalah dalang di balik penculikan anak wali kota Vienna.Hunter, yang duduk di seberang meja, tersenyum puas. “Polisi sudah melaporkan pada walikota kalau anaknya diculik,” katanya sambil menyandarkan punggung ke kursi dengan riang, menunggu kabar selanjutnya.Adrian mengangguk. “Seorang wali kota tentu saja tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja. Felix sudah membuat langkah terburuk dalam hidupnya.”Hunter tertawa kecil, membayangkan akibat dari kekonyolan anak buah Felix. “Dia pikir dia bisa mengancam kita dengan menculik Fernandez, tapi lihat apa yang terjadi. Felix pasti sedang menggigit jarinya di penjara saat ini.”Hanya dalam waktu beberapa jam setelah polisi melaporkan penculikan putra sang walikota, dampaknya langsung terasa. Seorang wali kota tentu memilik
Briella duduk di ruang tamu yang megah, menikmati aroma manis pie apel yang baru saja dipotong. Ini adalah momen yang sangat langka dan berharga baginya. Setelah tiga tahun diculik dan ditawan oleh Felix, akhirnya dia bisa merasakan kebebasan. Dia kini dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya, Adrian, Fernandez, Hunter dan Rosalie.“Pie ini benar-benar enak, Mom. Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku bisa duduk santai seperti ini, bersama keluarga,” ucap Briella sambil tersenyum, mengambil potongan pie apel kedua.Rosalie, yang duduk di seberang meja, tersenyum hangat. “Kau pantas mendapatkan kebahagiaan ini, Briella. Setelah semua yang kau lalui, aku harap hidupmu akan terus dipenuhi cinta dan kedamaian,” balasnya sambil menyesap teh dari cangkir porselen.Briella mengangguk pelan, menikmati setiap kata Rosalie. “Aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan kalau bukan karena kalian semua. Tiga tahun bersama Felix … itu seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.”“Kami semua
Ruangan interogasi terasa pengap dengan cahaya lampu terang yang menyilaukan langsung ke wajah Felix Jorell. Dua orang polisi duduk di depannya, satu dengan ekspresi datar, sementara yang lain mencatat setiap kata yang keluar dari mulutnya. Di sudut ruangan, alat pendeteksi kebohongan dengan sensor-sensornya terpasang di tubuh Felix, mengukur detak jantung dan tekanan darah setiap kali dia berbicara.“Kapan tepatnya Anda mengenal Briella Maven?” Polisi pertama mulai membuka percakapan dengan suara rendah namun tegas.Felix menghela napas panjang seolah sedang mengingat. “Aku pertama kali bertemu dia di acara jumpa fans film Blind Devotion. Dia sangat ramah, manis, dan kami mulai sering bertukar pesan setelah itu.”Polisi pertama itu menatap Felix tanpa berkedip. “Dan apa yang terjadi setelah itu?”Felix tersenyum tipis, matanya tampak mencoba meyakinkan. “Aku sering mengirimkan hadiah padanya. Bunga, cokelat, bahkan perhiasan yang mahal. Aku sering mengajak keluar ke restoran. Briella