Share

Bab 67. Besan

Author: kamiya san
last update Last Updated: 2024-04-15 20:59:33

Jeta terbangun sebelum waktu subuh. Sayup alarm dari kamar mengaung dan memanggil. Dilihatnya Faqih masih tidur di sofa seberang dengan tivi yang sudah dimatikan. Tidak disadari pukul berapa dirinya semalam tertidur. Tidak terasa juga kapan Faqih mengambilkan selimutnya dari kamar. Sebab semalam dirinya tidak memakai selimut. Kini selimut yang biasa dipakai dalam kamar, telah menutupi dirinya.

Pria itu sudah bangun sendiri saat Jeta keluar kamar untuk membangunkan. Bahkan sudah mandi dan bersiap untuk pergi. Saat itu tepat sedang mengalun adzan subuh.

"Mau pulang?" tenya Jeta menyimpan kecewa.

"Aku ingin makan masakan kamu. Ngapain pulang cepat-cepat …," ucap Faqih sambil menuju pintu.

"Kunci pintunya, Jeta. Aku mau subuhan di masjid ujung perumahan," pamit Faqih sebelum membuka pintu.

"Iya," sahut Jeta merasa lega. Tidak lama lelaki itu sudah hilang setelah melewati pagar halaman. Buru-buru ditutupnya pintu rumah dan dikunci rapat semula. Rasanya tenang menunggu pria itu datang kemb
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 68. Dua Keluarga

    Ilyas telah berhenti di depan restoran berbintang lima di Nagoya. Keempat penumpang terlihat turun dari dalam mobil. Faqih dan Papa Ardi yang duduk di paling belakang, Fani dan Jeta duduk di kursi tengah. Lalu Ilyas meninggalkan mereka menuju ke latar parkir.Keempat orang itu berjalan lambat-lambat sambil menunggu Ilyas. Sebab sang sopir bukanlah orang luar lagi, Ardi dan Faqih juga mengundang untuk duduk bersama.Orang tua Jovan menyambut akrab keluarga Ardi yang berjumlah lima orang dengan Ilyas. Elma yang menyambut dan akan memeluk Faqih ditolak halus oleh lelaki itu. Orang-orang yang kebetulan melihat pun terkedu. "Elma, kembali ke kursimu. Mari semua, silahkan duduk," sapa Pak Afan, nama ayahnya Elma dan Jovan. Tampak kesal dengan kelakuan anak perempuannya."Ini calon istri putraku? Jeta nama kamu?" Wanita yang menyapa Jeta adalah mamanya Jovan, Alma. Terlihat rapi dan sederhana. Tersenyum hangat menatap Jeta dengan hangat. Sangat ramah dan welcome.Alma melepas pelukannya pad

    Last Updated : 2024-04-16
  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 69. Azrul

    Keputusan semalam tidak ada kepastian dari rencana pernikahan antara Faqih dan Elma. Menggantung antara ada dan tiada. Menyisakan satu tanda tanya belaka. Sebab setelahnya, nomor ponsel Faqih tidak bisa dihubungi keluarga.Hingga pagi ini selesai makan pagi yang seperti biasa Jeta hanya makan sedikit sekali. Bunyi pesan masuk di ponselnya memanggil. Segera dihampiri dan disambar untuk dibacanya."Pagi ini aku berangkat ke Austria. Jaga diri baik-baik, Jeta. Makan yang banyak. Semalam ingin menginap di rumahmu, tetapi ada dua orang tua di sana, aku malas. Saat aku kembali, kamu sudah jadi istri Jovan. Kuharap kamu makin gemuk, sekali lagi makanlah yang banyak." Tidak tahu sebabnya, Jeta merasa sedih dengan dada yang sesak. Segera dikirim balasan tetapi ponselnya kembali tidak aktif. "Hati-hati ya, Faqih. Kamu juga, jagalah kesehatan. Semalam aku juga ingin pulang ke apartemenmu, tapi segan dengan orang tua. Meski aku sudah menikah dan punya suami, tetapi aku tetap merasa punya abang

    Last Updated : 2024-04-17
  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 70. Azrul dan Jovan

    Jeta sudah tidak sabar untuk cepat duduk di meja makan. Nafsu makannya benar-benar menggila saat sore dan malam. Hingga membantu mamanya menyiapkan segala hal di dapur secara bersama-sama supaya cepat kelar."Jovan akan datang malam ini?" tanya Fani sambil meletak sup di meja."Iya, Ma. Entah jadi, entah enggak. Ini aku lapar sekali. Ntar misal Bang Jovan ngajakin makan lagi di luar, aku sih sanggup saja," ucap Jeta dengan menebak maksud Fani bertanya. Tentu saja sambil menahan tawa."Ya, iya … ikut makan atau enggak, diturutin aja. Temani calon suami kamu ke mana pun, dengan begitu kalian akan makin dekat. Mama tahu kamu tidak terlalu dekat. Entah apa yang bikin kamu kepincut dan memutuskan menikah dengannya buru-buru," ucap Fani kembali meluah perasaan. Kini mereka telah duduk dan bersiap untuk makan."Iya, Ma. Maafkan, Jeta. Apa pun alasan aku menikah cepat, doakan terus anakmu ini, Ma," ucap Jeta terlihat sendu dan pasrah. Fani menghela napas sebelum kemudian mengangguk. Lalu diam

    Last Updated : 2024-04-19
  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 71. Accident

    Azrul telah percaya dengan mata kepala jika Jeta memang benar akan menikah dengan lelaki asal kepulauan Riau bernama Jovan yang tampan. Meski berat dan kecewa yang sangat, mencoba melepas Jeta sebagai gadis yang sangat ingin dinikahinya dengan rela. Bahkan berniat akan hadir pada hari pernikahan Jeta dilangsungkan."Maaf, Jeta. Aku merasa bersalah telah membuatmu gagal menikah dengan Azrul," ucap Jovan di perjalanan pulang dari fitting sepasang baju pengantin. Gadis hamil di sebelahnya terkedu menoleh. Menelusur wajah Jovan sesaat. Kemudian menunduk pada jari tangan di pangkuan. Seperti ada beban berat yang sedang melekat di kepalanya."Bang Jovan bukan penyebab kami tidak jadi menikah. Kamu sama sekali bukan penyebab. Jadi jangan merasa bersalah," ucap Jeta sambil menoleh pada lelaki di kursi kemudi."Benarkah? Lantas, apa penyebab kalian tidak bersama? Kamu bahkan pergi jauh ke Pulau Batam sini, Jeta. Kamu seperti sengaja menghindarinya?" Jovan bertanya seksama dan pandangannya pun

    Last Updated : 2024-04-19
  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 72. Siuman

    Sepasang insan kelewat dewasa tengah duduk menghadap meja berisi makanan di sebuah rumah makan kecil. Wanita itu tampak tidak berselera makan dan membiarkan isi piringnya tidak tersentuh sedari tadi. Berbeda dengan lelaki di depannya yang menyuap terus makanan ke dalam mulut meski terpaksa ditelannya. Sambil sesekali didorong dengan air putih yang diminum dari botol."Mi, makanlah! Nanti tenagamu habis. Kita perlu kuat dan banyak tenaga untuk tetap siaga di sini," ucap Ardi sambil menyodor piring Fani lebih dekat lagi. Bukan lalu dimakan, justru sang istri kembali menangis sesenggukan."Jeta, Piiiiii …," ratap Fani dengan disertai deras tangis. Matanya sembab hingga sangat tebal sebab tangisnya yang tidak kunjung berhenti."Minum dulu. Istighfar, Mi ... yang terpenting kita tidak berhenti mendoakan," bujuk Ardi dengan lembut. Diberikannya sebotol air mineral pada Fani. Yang diteguk cukup banyak oleh sang istri. Ardi tampak lega dan merasa puas. Kemudian disuapinya sang istri dengan s

    Last Updated : 2024-04-20
  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 73. Perkembangan

    Tujuh hari berlalu semenjak kecelakaan naas itu. Jeta duduk di kursi roda yang bisa diatur ketinggiannya sesuai momen dan keperluan. Papa tiri telah membelikan kursi roda paling baik dari Kota Nagoya untuknya.Ini adalah hari pertama duduk di kursi roda setelah sangat lelah dilayani segalanya oleh Fani tiap hari. Merasa jenuh dan tidak ingin tergolek terlalu lama di ranjang. Sungguh iba dengan mamanya yang tampak lelah dan sedih. Jeta susah payah menahan rasa sakit dan segan saat Ardi membantu dan mengangkatnya ke kursi roda. Namun, mamanya tampak bahagia saat mendorongnya dengan kursi roda menuju ruang makan.Kini, gadis itu duduk menghadap meja makan dan mengambil sarapan dengan Ardi dan Fani di depannya. Sekotak salad buah sudah berada dekat juga di meja. "Mama sangat senang, Jeta sudah bisa kembali makan sama-sama di meja ini. Semangat, ya, Nak," ucap Fani dengan raut sedih yang berusaha ditutupi dengan senyum. Sambil membuka tutup salad untuk Jeta.Semenjak kehamilan Jeta dipub

    Last Updated : 2024-04-21
  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 74. Aku Nikahi

    Dua lelaki hampir bersamaan keluar dari dalam mobil. Satu keluar dari pintu kiri dan satu keluar dari pintu kanan. Jeta nanar melihat kedatangan mereka dengan tangan memegang erat pada pegangan kursi roda. Langkah mereka kian dekat dan kini menghampiri lantai teras. "Assalamu'alaikum!" Ilyas adalah lelaki yang melempar salam."Wa'alaikumsalam!" Azrul menjawab keras dan lugas. Diikuti Jeta yang menjawab salam Ilyas sangat lirih. Pandangan matanya tertuju lurus pada lelaki di samping Ilyas yang juga terus menatapnya termangu. Jeta membuang pandangan perlahan dengan menunduk. Mata yang sedari awal sudah berkaca-kaca itu kini berair sungai mengalir di pipi. Melihat pria itu, membuatnya merasa sedih dan pilu. Rasa hati ingin sekali mengadu segala hal, tetapi tertahan sebab merasa ragu dan malu. Bukan hanya dirinya saja yang di sana. Sekuat mata dan hati ditahan untuk berhenti jatuh air matanya. Sekilas Jeta merasa jika kepala berkerudungnya disentuh tangan seseorang dengan lembut. Ad

    Last Updated : 2024-04-22
  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 75. Terungkap Dalangnya

    Keluarga almarhum calon suami benar-benar datang sebagaimana yang sudah dikabarkan mereka di hari sebelumnya. Pasangan suami istri Afan dan Alma, serta seorang anak lagi yang tersisa, Elma.Keluarga mantan calon besan sebagai tuan rumah membawa keluarga Afan ke meja makan. Fani telah menyiapkan sedemikian rupa dengan dibantu seorang asisten baru di rumahnya. Faqih yang kini bersikap baik seperti semula, telah memaksa untuk menggunakan jasa asisten rumah tangga. Tidak tega melihat calon mertua sekaligus ibu tiri yang sebetulnya dia sayang itu jadi kelelahan. Apalagi sambil merawat Jeta sendirian. Dari ruang makan mereka bergeser ke ruang sofa. Jeta pun melaju bersama kursi roda dengan di dorong Faqih perlahan. Menolak dipindah ke sofa sebab akan terasa sakit pada kaki. Maka diikutinya perbincangan serius dua keluarga itu dengan tetap duduk di atas kursi roda. Faqih telah menyampaikan niat seriusnya untuk menikahi Jeta dan kini sedang dalam perdebatan."Aku tidak tahu bagaimana mengo

    Last Updated : 2024-04-23

Latest chapter

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 104 Kembali

    Tangis bayi riuh bersahutan pagi ini. Terdengar dari kamar di luar yang berlainan. Entah di mana ibu para bayi masing-masing. Yang jelas tangis lolong pilu mereka terus membahana dan lama. “Bayi-bayi konser itu, pada ke mana mominya masing-masing?” bisik Faqih di telinga Jeta yang sedang dalam dekapan dadanya. “Aku tidak tahu. Lagi shalat subuh mungkin …,” sahut Jeta menebak asal. Sisa napas masih menderu di dadanya. Faqih baru saja selesai menyentuhnya kembali pagi-pagi. “Ini belum datang waktu subuh, belum adzan, Sayang. Apa jangan-jangan lagi ehem ehem juga kayak kita …?” Faqih tersenyum menggoda. Rambut di pucuk kepala sang istri diciuminya ulang-ulang. “Bisa jadi, ya …,” sahut Jeta membenarkan, lalu menggigiti kecil dada suaminya dengan gemas. Faqih menahan suara pekiknya dan mengaduh lirih kegelian. “Jangan nakal, Jeta. Aku bisa berteriak.” Faqih menjauhkan sedikit kepala istrinya. “Jeta, itu yang sudah kita kasih angpau di dapur semalam, yang siapa? Aku nggak bisa b

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 103. Tanpa Ada Malu

    Setelah merasa malas untuk beranjak dan pergi ke kamar mandi, Jeta terpaksa bersedia saat diajak untuk menemani. Mereka berdua pun mandi bersama dengan penuh kebisingan. Entah apa saja yang dimainkan dan dilakukan di dalam sana, yang jelas waktu yang diperlukan jauh lebih lama dari pada mandi biasanya. “Mak Mah belum datang?” tanya Faqih sambil merebah lagi di ranjang. Masih dengan baju koko dan sarungnya. Mereka sambung shalat subuh berjamaah setelah mandi pun bersama.“Belum, ini kepagian. Biasanya habis anak bungsunya pergi ke sekolah,” sahut Jeta sambil melipat mukena dan sajadah. Ingin hati menyusul suami ke pembaringan. Tetapi ingat jika melahirkan konon butuh ekstra perjuangan, Jeta memilih gerak keluar kamar. Seperti biasa, mencabut kotak salad buah dari kulkas. Seleranya benar-benar tidak peduli waktu dan kondisi.“Jeta, ayo ikut ke Hotel Tugu! Aku lupa, Ahmad akan pergi ke Juanda pagi ini!” Ajakan Faqih yang tiba-tiba sangat mengejutkan. Untung Jeta tidak tersedak. “Sebent

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 102. Unboxing

    Faqih dan Jeta meninggalkan masjid besar di ujung gang yang buka hingga dua puluh empat jam sepanjang hari dan tanpa dijaga satpam. Beberapa pengurus dan jamaah masih terlihat duduk i'tikaf di sana, baik di dalam maupun di serambi. Meski malam sudah merangkak, mereka terlihat nyaman dan tenang di sana. “Ada apa …?” Faqih yang dari kamar mandi dan kini menutup pintu berpapasan dengan Jeta. Sudah berganti baju tidur dan tidak lagi berkerudung. Namun, tampak terkejut memandang Faqih.“Aku … Ingin makan salad dulu. Apa keberatan?” Suara Jeta terdengar kikuk. Faqih berjalan mendekati.“Meski tidak sabar lagi untuk jenguk anak, aku tetap tidak keberatan. Daripada nanti di atas ranjang yang kamu pandang aku, tetapi yang kamu pikir dan sebut justru salad buah,” jawab Faqih tersenyum menggoda sang istri.“Gombal …!” seru Jeta dengan raut yang malu. Faqih hanya diam dan tersenyum. Diikutinya Jeta keluar kamar dan berjalan ke dapur.“Sebenarnya aku pun ingin sesuatu darimu, Jeta,” ucap Faqih sa

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 101. Tidak Nyaman

    Setelah dari klinik kandungan, mereka bukan lantas langsung pulang. Melainkan pergi ke arah berlawanan dari jalur jalan pulang. Jeta membawa Faqih ke Ramayana Mall di depan alun-alun Kota Malang. Berbalanja berbagai makanan dan barang. Oleh-oleh Faqih untuk seseorang yang harus dikunjungi. Sebab memang sudah janji ingin silaturahim dan berkenalan saat dirinya bertandang ke Malang di Jawa. Yang mana niat itu sudah dia sampaikan pada Jeta jauh-jauh hari sebelumnya. “Ayo di makan dulu, ngapain pulang cepet-cepet?” Seorang wanita berdaster longgar dengan menggendong bayi, menyuruh Faqih dan Jeta untuk lekas makan. Ada satu panci besar berisi bakso berkuah yang masih panas dan berkebul asap di meja makan. Juga ada sayur daun katu serta ikan sambal yang tidak lagi tampak panas. Meski sangat suka, Jeta mengambil sayur daun katu yang tampak hijau dan segar itu sedikit. Ingat jika Riri sedang masa menyusui. Daun katu sangat bagus untuk memperlancar produksi air susu ibu. Dan Jeta merasa

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 100. Jenguk Anak

    Batu nisan bentuk persegi dari keramik dengan nama Ny Arlita tertulis di sana, diusap tangan saat awal datang dengan sebuah salam. Faqih mengakhiri doa ziarah kubur pada makam almarhum ibu mertua pun dengan usapan tangan di batu nisan. Serta sebuah salam kembali di akhirnya.Jeta juga berdiri mengikuti gerak suaminya. Berpamit lirih dengan caranya dan kemudian mengulur tangannya pada Faqih. Mereka berdua bergandeng tangan meninggalkan lokasi makam sang ibu dengan berjalan hati-hati dan lurus. Mengikuti tapak jalan sempit di antara makam-makam. “Angkatlah, Jeta,” ucap Faqih. Ponsel Jeta sudah banyak kali berdering di dalam tasnya sejak masih di dalam lokasi makam. Kini mereka sudah di luar dan Faqih sedang mencuci kaki, tangan dan membasuh wajah. Sambil menyimak tenang percakapan sang istri yang terdengar seru di panggilan.“Ada apa?” Faqih mengelap wajah dengan sapu tangan dan Jeta pun menatapnya, panggilan ponsel telah ditutup beberapa detik yang lalu.“Aku ada undangan pesta nikaha

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 99. Feel Good

    Pria tampan itu tampak frustasi meski akur dengan penolakan halus sang istri. Meski sama-sama penuh desir dengan gelombang meninggi, keduanya bersepakat menunda.“Faqih, apa kamu marah?” Jeta bertanya segan dengan ekspresi khawatir. Mendongak menatap Faqih yang masih menata napas memburu dan terengah. Menutup mata rapat sambil memeluk Jeta dengan pakaian yang sama-sama lepas berantakan. “Faqih, maaf, bukan aku tidak mau. Tapi aku sangat takut. Bukan aku tidak percaya padamu, tapi aku akan menanyakan pada dokter kandungan, apa kondisiku baik dan tidak bermasalah untuk menerima servis apa pun dari suamiku. Apa kamu mau mengerti?” Jeta kembali bertanya segan dengan menahan rasa malu. Tapi bukan rasa waswas dan cemas, sangat percaya jika Faqih adalah lelaki berwawasan dan bijak. Bukan melulu nafsu dan hasrat yang dikejar.“Faqih …,” panggil Jeta lagi yang mulai tidak sabar dengan kebungkaman pria yang sedang memeluk eratnya. “Hemm … tetapi aku tidak puas, Jeta. Aku sangat ingin membuat

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 98. Rindu

    Jeta membawa Faqih mendekati pintu kamar dengan jantung berdebum keras jumpalitan. Segala khayal dan bayang dalam kepala silih berganti meresahkan. Menduga apa yang akan dilakukan Faqih dalam kamar membuat hati jadi liar berdebar. Lelaki itu bersikeras meminta ditemani hingga ke dalam saat Jeta hanya menunjukkan daun pintu kamarnya dari jauh.“Sudah masuklah. Akan tetapi, di dalam tidak ada kamar mandi. Di situ kamar mandinya,” ucap Jeta menunjuk kamar mandi di pojok ruangan. Faqih hanya sekilas melihat. Mereka sudah berhenti tepat di depan pintu kamar.“Aku ingin kamu juga masuk ke dalam kamar denganku. Apa masih kurang paham juga?" ucap Faqih dengan berdiri tegak di depan Jeta. “Aku ingin kembali ke meja makan, masih ingin makan salad sekotak lagi. Mak Mah pun belum pulang, Faqih,” ucap Jeta menolak halus dengan mencoba beralasan.“Dia pulang? Apa dia tidak menginap juga di sini?” tanya Faqih yang merasa salah terka. “Tidak. Rumah kontraknya ada di belakang masjid. Anak-anaknya ma

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 97. Berjumpa

    Shalat maghrib bahkan dilakukan dengan lebih cepat. Juga tidak mengenakan apa pun di kulit wajah polosnya. Namun, sedikit pengorbanan itu seperti tanpa arti saat salad buah di atas meja makan sudah sangat sempurna tersajikan.“Bang Ahmad cepat sekali buatnya,” ucap Jeta sambil duduk dengan pandangan yang takjub. Tetapi, ada nada kecewa pada ucapannya.Telah menunggu dua kotak salad siap eksekusi di atas meja. Desta tidak sungkan-sungkan mendekapnya. Lelaki itu masih sibuk mengemas irisan salad buah di panci besar ke dalam wadah kotak untuk di taburi parutan keju dengan cepat. Mengabaikan keinginan Jeta untuk mengamatinya. Ahmad tidak ingin kehilangan waktu maghrib.“Dia sudah terlatih, Jeta. Kamu lihat pun juga sama cara buatnya. Tetapi hasilnya ya pasti saja jauh beda. Sudah, kamu sekarang tinggal makan saja,” ucap Mak Mah yang paham arti ucapan dan ekspresi Jeta. Mengerti jika wanita hamil itu sangat ingin melihat proses pembuatannya.“Iya, Mak Mah. Aku akan makan saja banyak-banyak

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 96. Kejutan

    Mak Mah baru saja selesai menyiapkan makan malam dan sedang mengepel basah lantai dapur. Sangat fokus akan kerjanya dan tampak berjalan mundur mengepel dengan langkah hati-hati. Blak! “Ah …!” Suara mengejutkan diikuti jerit kaget, membuat Mak Mah seketika menoleh. “Jeta …!” Mak Mah mendekat sangat panik. “Aku tidak apa-apa, Mak. Hanya terpeleset sedikit. Nggak jatuh, kok!” Jeta menjelaskan dengan terengah dan masih merasa terkejut. Mak Mah sudah mengelusi punggung Jeta yang berposisi melengkung jongkok.“Tapi kan kaget. Perutnya, apa terasa sakit?” tanya Mak Mah cemas.“Alhamdulillah enggak, Mak. Aku sempat pegangan meja. Cuma kursinya saja yang jatuh ketendang kakiku, Mak,” terang Jeta.Kemudian bergeser dan menghenyak pantatnya di kursi. Mak Mah membungkuk meraih kursi yang ambruk ke lantai menjadi ke posisi berdiri semula.“Maaf, Jeta. Mak pikir kamu tidak akan keluar kalo nggak dipanggil.” Mak Mah memang selalu memanggil Jeta untuk keluar kamar jika meja makan sudah siap.“Tap

DMCA.com Protection Status