Kakak dan adik bersaudara tiri itu baru keluar dari klinik periksa kandungan termahal di Nagoya. Kini duduk di taman depan dan tidak jauh dari lokasi klinik."Sebenarnya, pas dengan Bang Jovan, juga datang dan periksa ke sini. Ternyata harus daftar dulu sehari sebelumnya. Tidak peduli sedang ada pasien atau tidak, waktu itu aku kena tolak," kata Jeta dengan santai pada Faqih di sebelahnya. Tampak nyaman bercerita."Terima kasih sudah mengatur pendaftaran untukku ke sini, Faqih," ucap Jeta menyambung. Lelaki itu telah memaksanya pergi periksa dengan tujuan mendapat obat mujarab anti mual dan mendapat nafsu makan. Sebab obat dan vitamin dari klinik yang dikunjungi bersama Jovan hari itu, sama sekali tidak mujarab baginya."Sudah seharusnya kulakukan. Aku tidak tahan melihatmu mual, muntah dan tidak bisa sarapan tiap pagi. Itu akan membuat tubuhmu drop. Tidak cukup hanya makan salad dan mangga tiap malam saja." Faqih menyandar di bangku taman dan menengadahkan kepala. Hamparan langit ge
Nyala lampu di apartemen masih terang benderang. Pemiliknya sedang hilir mudik di dapur membuat air panas. Lalu dituang dalam bak dengan dicampur air dingin dan ditaburi dengan garam. Selain atas saran dari Ilyas, juga hasil petuah dari googling."Masukkan kedua kaki kamu di air dalam bak ini, Jeta. Sudah bercampur garam biar kakimu tidak bengkak," ucap Faqih. Bak kecil telah diletak dekat kaki Jeta. Sedang duduk di sofa sambil menyaksikan televisi."Kenapa repot-repot begini, Faqih. Ini sudah sangat malam. Kamu tidurlah sana," ucap Jeta canggung. Belakangan, perempuan hamil tipis itu selalu susah tidur saat malam. Untuk menghilangkan jenuh, maka dibawanya duduk di sofa dengan menyalakan televisi. Hingga ketiduran sendiri menjelang subuh."Jeta, Qolbi beberapa kali menanyakan kabarmu. Serta berniat mengajakmu keluar, tapi kubilang terus terang jika dirimu sudah menerima lamaran dari seorang pria," ucap Faqih sambil mengguncang kecil ponselnya."Maaf, Faqih. Apa proyek rabatmu di huta
Rasa mengantuk demikian menggayut sesaat setelah makan malam. Bahkan belum juga adzan isya berkumandang terdengar. Namun, Jeta masuk kamar mengabaikan mamanya yang mencuci piring kotor dengan Om Ardi bersama Faqih di ruang televisi.Kini, tengah malam dirinya terbangun. Rasanya seperti hampa kala mengingat sesuatu yang mungkin telah berlaku. Ya, Faqih pasti sudah kembali ke apartemen dan meninggalkannya tanpa pamit. Merasa hal mustahil jika dia akan menginap juga di rumah ini.Tidak salah lelaki itu, memang dirinya harus kembali pada ibunyalah yang lebih patut. Bukan justru merepotkan seorang lelaki yang tak ada hubungan darah sama sekali. Satu pesan dari Faqih cukup menghibur. Ternyata telah meninggalkan kata pamit untuknya di ponsel. Hal itu telah membuatnya lega. Akan rela dihabiskan sisa waktu sebelum menikah dengan Jovan di rumah mamanya.Tengah malam itu Jeta tersenyum. Merebah dengan wajah tengadah dan memandang langit kamar. Teringat betapa berubah sangat baik sikap Faqih pa
Tepat dalam dua puluh menit dari waktu yang dihitung, Jeta menarik pintu kamar dengan menguatkan raga. Berharap segera berjumpa sang mama untuk langsung berpamitan dan pergi. Rasanya ingin cepat merebah dan meletak kepala dengan tenang."Jeta, ngapain bawa tas?!" tanya Fani dari arah dapur. Sambil membawa semangkuk anggur yang habis dicuci. Jeta baru saja muncul dari kamar dan sedikit terkejut."Ma, aku mau ngambil baju ke tempat Faqih! Nanti keburu dia berangkat kerja! Aku nggak punya duplikat kunci!" Jeta menyahut cepat sambil menyambar tangan Fani. Mencium punggung tangan dan kemudian pipinya."Lhoh, belum makan?!" Fani terperanjat."Taksi sudah nunggu di pagar, Ma!" Jeta sambil pergi ke meja makan dan menyalami Ardi yang terbengong menyimak."Mari, Pa. Assalamu'alaikum!" Jeta berlalu sambil memandang Fani sekilas. Berjalan sangat cepat sambil menahan mual dan pusing."Jeta! Nanti kamu pulang, kan?!" Fani berseru dan berdiri di teras saat Jeta sudah mencapai pintu pagar."Insya Al
Dua orang lelaki berdarah Austria baru saja berpamitan. Kerja sama antara dua perusahaan tour travel beda negara telah benar-benar disepakati dan ditanda tangani. Seharusnya, Faqih bisa menghembus nafas lega saat ini. Tim pelancong dari Batam yang akan dibawa sudah memiliki jaminan secara sah dan tertulis akan keamanan serta kenyamanan selama sebagai pelancong di negara Austria. Namun, adanya kabar yang diterima barusan membuat fokus kerjanya bercabang.Elma yang berkabar akan datang di apartemen, membuat dirinya tidak tenang. Wanita yang hampir satu bulan menghilangkan diri ke negeri ginseng, tiba-tiba kembali dan sangat ingin berjumpa. Kini wanita yang digadang sebagai calon istri, padahal Faqih belum pernah mengakui sekali pun, sedang meluncur dari Bandara Hang Nadim menuju Kota Nagoya deminya.Sementara di apartemen ....Jeta yang sadar diri akan kondisi drop tubuhnya dan kini berubah sangat kurus, tidak ingin terpuruk dalam keadaan. Pandangan Faqih yang trenyuh padanya, sama se
Tentu saja ucapan Elma yang mengejutkan itu sangat diragukan kebenarannya. Faqih sama sekali tidak menunjukkan gelagat akan menikah apa pun sebelumnya.Lagipula, lelaki itu sudah memiliki jadwal untuk terbang ke Austria minggu depan. Membawa pelancong dari Batam- Indonesia untuk berwisata banyak hari di negara itu. Rasanya tidak mungkin jika tiba-tiba dibatalkan demi akan menikah dengan Elma. Memikirkan hal itu, dada Jeta bergemuruh resah rasanya. Berpikir andai itu benar, seperti tidak rela. Sosok abang yang baru dimiliki dan sangat perhatian, akan berpaling sebab menikah dengan wanita calon istri tiba-tiba. Tapi, serakah sekalikah dirinya? Menginginkan perhatian dua lelaki sekaligus. Kasihan sekali Jovan, kan? Dan meski Elma bersifat pedas seperti itu, dia pun berhak diperhatikan calon suami yang dicinta. Jeta banyak kali beristighfar dalam hati.Elma hampir menghabiskan saladnya saat mereka berdua mendengar bunyi pintu dibuka. Raut terkejut yang sama di wajah keduanya jelas sekal
Meski laknat, tabu dan dosa besar, seharunya bisa dimaklumi bagi Jeta pribadi. Dirinya yang lebih muda saja telah khilaf. Apalagi Faqih dan Elma yang dari segi umur pun jauh lebih dewasa. Mereka juga sudah sekian lama menjalin hubungan mesra berdua. Mungkin saat itu hasrat mereka sedang menggila dan menggebu yang tak lagi bisa ditahan. Harusnya, Jeta mampu memahami berdasar pengalaman pribadi. Nyatanya, dalam hati sangat kecewa dan masih juga tidak ingin terima. Faqih yang di matanya lelaki baik serta mampu menjaga diri dan pandangan, ternyata telah khilaf juga seperti dirinya. Kecewa sekali ….Sore itu, Jeta pastikan jika Faqih tidak pulang. Langsung bertemu dengan Elma, si calon istri sebagaimana mereka berdua sudah bersepakat siang tadi. Jeta yang ingin menunggu untuk berpamitan, kini melenggang meninggalkan apartemen tanpa pamit. Mengunci dua lapis pintu dengan sandi dan sidik jari yang sudah diregisterkan oleh Faqih pagi tadi. Bermakna, lelaki itu sudah percaya dan menganggap J
Sebab Jeta sudah kenyang dan tidak berminat menyentuh kotak-kotak salad yang dibawakan oleh Faqih, mamanya dengan semangat menatakan dalam kulkas. Tidak lupa menyisakan di meja satu kotak untuk Ardi yang bilang teringin. Alhasil, Fani menemani makan salad, mereka berdua pun berlomba menghabiskan. Namun, nyatanya begitu lama dan bahkan seperti tidak sanggup melicinkan. Mereka berdua merasa cepat eneg dan akhirnya pun angkat tangan. Maka disimpan kembali oleh Fani ke dalam kulkas. Kebiasaan baru Jeta adalah mengantuk tak tertahan setelah makan malam. Demikian juga kali ini. Seperti akan jatuh saja rasa kepala dengan kelopak mata yang demikian susah dibuka lebar."Bagaimana kamu akan menghabiskan salad sebanyak itu, Jeta? Seingat Mama, kita ini sama. Nggak doyan banget sama salad buah. Ini Faqih ngebeli enam kotak … aduh, kapan akan habis," keluh Fani sambil membawa gelas kosong ke wastafel."Sudahlah, Mi. Rush berkata jika si Jeta suka tuh, pasti bukan tanpa alasan. Kita lihat saja. A