Share

Perjanjian Nikah Kontrak

“Selamat pagi, Pak!”

Sapaan-sapaan yang terdengar kompak itu membuat Lalita yang sedang fokus membersihkan lantai lobi menghentikan pekerjaannya.

Dia yang menggunakan seragam merah–seragam OB lantas memutar tubuh dan menemui rupanya … sang CEO telah datang.

Melihat para satpam dan karyawan lain bersikap hormat, Lalita pun tidak mau kalah. Dia, dengan kain pel di tangan menunduk, hormat.

“Selamat pagi, Pak Arga….” ujar Lalita pelan, kemudian kembali mengangkat pandangan.

Di sanalah, pandangan mereka bertemu.

Duk!

Entah terkejut atau bagaimana, kaki Arga menabrak ember berisi air pel milik Lalita. Hal itu membuat air kotor di ember tersebut mencuat, dan bahkan beberapa cipratannya mengotori celana dan sepatu mengilap miliknya.

Jantung Lalita serasa mau copot. Dia pun buru-buru berujar, meski gagap, “M-maafkan saya, Pak. S-saya akan bersihkan–”

Lalita sudah bersiap untuk mengelap sepatu Arga yang terkena cipratan air, tetapi ketika dia berjongkok, Arga lebih dulu menghindar.

Seluruh karyawan yang pagi itu melihat kejadian tersebut harap-harap cemas. Bahkan beberapa dari mereka dapat memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Tidak perlu," ujar Arga dingin dengan tatapan tajamnya.

"Tidak apa-apa Pak." Wanita itu bersikeras ingin mengelap sepatu CEO-nya.

Arga yang sudah kesal semakin kesal, hingga kata tajam keluar dari mulutnya, "Apa kamu tuli sehingga tidak mendengar ucapanku!"

Lalita pun terdiam, perlahan dia mendongakkan kepala dan menatap CEO itu. "Maafkan saya Pak.”

Pria tampan itu berdecak, jelas dia tidak menerima ucapan maaf dari OB-nya. "Simpan saja kata maafmu itu."

Ucapan Arga menimbulkan kegaduhan. Para karyawan sudah ramai, menebak-nebak nasib Lalita yang mungkin tidak akan selamat.

Namun yang terjadi sungguh diluar dugaan, CEO itu malah membalikkan badan dan berlalu.

"Pak Arga tidak mempermasalahkan hal ini?"

Beberapa staf nampak heran dengan apa yang mereka lihat. Seorang Arga yang terkenal temperamen dan selalu benar kini dengan mudah membiarkan kesalahan OB? Sungguh tak dapat dipercaya.

Mendengar bisik-bisik tersebut, sontak langkah Arga terhenti. Dengan keras, dia pun berujar, “Perusahaan menggaji kalian untuk kerja bukan untuk menggibah!”

Teriakan Arga membuat semua kalang kabut, mereka segera menuju ke meja masing-masing.

CEO arogan itu kembali melangkah kaki menuju ruangannya dengan sang Asisten yang setia di belakang.

Disisi lain, Lalita juga kembali mengepel lantai, sambil sesekali matanya melihat Arga yang sudah berada di dalam lift kaca khusus CEO.

"Bagaimana nasibmu Lalita memiliki suami dingin, kejam, arogan dan si pahit lidah seperti dia.”

Beberapa waktu kemudian, pekerjaannya di lobi sudah selesai, dia pun kembali ke ruangan OB untuk mencuci serta menaruh peralatan yang dia bawa.

Saat itu, terdengar ketukan pintu.

Tok! Tok.

Seorang pria berpakaian rapi lalu muncul dari balik pintu yang telah terbuka itu. “Apakah kamu yang bernama Lalita?”

Lalita dengan gagap mengangguk. Dia tahu, sosok pria di hadapan ini adalah asisten CEO-nya.

“Iya, saya Lalita, Pak. Ada apa, Pak?” katanya, sembari menaruh seluruh peralatan kerjanya buru-buru.

Asisten Arga berjalan mendekat, kemudian menyodorkan sebuah berkas kepada Lalita, "Saya diperintahkan Pak Arga untuk mengirim berkas ini, tolong ditanda tangani."

Segera Lalita menerima berkas itu. Dia membuka lalu membacanya. Kedua netranya membaca satu persatu tulisan yang tertulis di sana. Namun semua isinya sungguh mengejutkan. Tentu dirinya tak terima dengan isi surat perjanjian yang dibuat oleh Arga.

"Perjanjian apa ini??" Netra Lalita tertuju ke asisten Arga yang berdiri di dekatnya. "Saya harus menemui Pak Arga!"

Emosi wanita itu naik turun, dia merasa Arga telah menjebaknya dengan membuat perjanjian seperti yang barusan ia baca.

Dengan membawa berkas tersebut, Lalita berjalan keluar, menuju ruang CEO yang berada di lantai paling atas gedung perkantoran itu.

Asisten CEO berusaha menghentikan Lalita, jika Lalita tidak setuju cukup tidak usah tanda tangan tidak perlu menemui Arga secara langsung.

Namun Lalita tidak mendengarkan ucapan tangan kanan CEO-nya itu, dia tetap bersikeras untuk menemui Arga.

"Selamat pagi Pak." Dia menyapa Arga dengan sopan meski dirinya sangat kesal dengan atasannya itu.

Arga menghentikan aktivitasnya, perlahan dia mengarahkan pandangannya ke arah Lalita, "Ada apa?" tanyanya dingin.

Melihat tatapan tajam Arga, perlahan rasa kesalnya berubah menjadi rasa gugup, bahkan kini wajahnya terlihat pucat.

Namun sebisa mungkin Lalita meredam rasa gugupnya.

"Saya tidak mau tanda tangan Pak," Segera Lalita meletakan surat yang dia bawa di atas meja.

Arga tersenyum sinis menatap Lalita sambil menyilangkan tangan di dadanya. "Aku tidak sedang berdiskusi denganmu.”

"Perjanjian ini tidak masuk akal, dari poin satu sampai akhir semua hanya menguntungkan anda saja." Dengan lantang Lalita mengungkapkan keberatannya menandatangani surat perjanjian yang Arga buat. "Anda ingin menjadikan saya budak?!" cicitnya kemudian.

Pria itu tidak bergeming, dia masih dengan posisinya, masih menatap Lalita dengan tatapan tajamnya, "Jadi benar kamu mengincar status Nyonya Arga?"

“A-apa??” Sontak Lalita menggeleng.

Dia tidak menginginkan status itu sama sekali! Hanya saja perjanjian itu benar-benar tidak masuk akal.

Kebebasan Lalita akan terenggut, tidak ada bedanya dengan seorang budak pada masa zaman kolonialisme dulu.

Pria tampan itu bangkit dari kursi kebesarannya seraya berkata, "Bila tidak mengincar status dan harta, seharusnya dirimu tidak keberatan dengan perjanjian itu."

Dia benar-benar mengintimidasi Lalita lewat tatapannya.

Meski hatinya masih panas dan dikuasai oleh perasaan kesal, Lalita mencoba untuk tetap berpikir jernih.

Dia dalam posisi serba salah sekarang. Dia juga dalam posisi yang tidak diuntungkan.

Arga punya segalanya, kuasa juga harta. Apalah dibanding Lalita yang hanya orang rakyat jelata saja.

Dengan sederet pemikiran itu, alhasil Lalita melunak. “Baiklah saya akan tanda tangan.”

Setelah itu, karena tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, Lalita langsung pamit dari ruangan Arga.

Selepas kepergian Lalita, Arga membuka kembali surat kontrak mereka.

Melihat tanda tangan calon istri kontraknya membuat pria itu tersenyum puas penuh kelicikan, "Lihatlah, aku akan membuat kamu hidup seperti di dalam neraka setelah menikah!"

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Nurjanah
lanjut dong penasaran aq
goodnovel comment avatar
Shanum Eka
g sabar nunggu Arga bucin
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
sekarang boleh jual mahal...tapi nanti...bakalan bucin akut Lo...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status