Share

Mulai Ada Rasa

“Sudah sampai, ayo turun.” Pria itu berujar lembut dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya.

Wanita di sampingnya segera mengangguk, Namun sebelum turun, dia tak lupa menghapus sisa-sisa air mata yang masih menempel di pelupuk matanya.

Keduanya kini berjalan menuju pintu rumah kemudian mengetuknya.

Lama menunggu, akhirnya pelayan yang dipekerjakan oleh Arga untuk menjaga mertuanya membukakan pintu.

“Ibu mana?” Tanyanya khawatir.

Tak sabar menunggu jawaban pelayan, Lalita menerobos masuk ke dalam rumah, dia segera pergi menuju kamar sang ibunda.

Arga turut menyusul di belakang sang istri.

Melihat ibundanya yang terbaring di tempat tidur Lalita berjalan mendekat. “Ibu….” Dirinya begitu sedih, benar-benar takut terjadi apa-apa dengan ibunya.

Ibunya yang hanya pusing dan kurang enak badan menjelaskan kepada anaknya, beliau juga melarang Lalita untuk bersedih karena kesehatannya baik-baik saja.

Arga melangkahkan kaki mendekat, dia segera menjatuhkan tangannya di bahu sang istri. “Jangan sedih, ibu akan baik-baik saja.”

Tutur kata suaminya begitu lembut entah ini akting atau bukan yang jelas Lalita merasakan ketenangan disana.

Dia mendongakkan kepala menatap sejenak wajah suaminya kemudian mengangguk. “Iya.”

Karena ibunya harus istirahat kembali, Arga mengajak sang istri keluar. Dia takut jika terus diajak bicara kesehatan mertuanya semakin memburuk.

“Biarkan ibu istirahat, lebih baik kita keluar.” Pria itu kembali menatap istrinya.

Seperti di hipnotis oleh tatapan suaminya, wanita itu pun menurut tanpa membantah.

“Pak, apa boleh saya menginap? Saya khawatir dengan keadaan ibu,” sambil menunduk dia bertanya.

Wanita itu meremas tangannya, dia harap-harap cemas menunggu jawaban Sang suami.

“Kita akan menginap,” jawab Arga.

Kata kita membuatnya ambigu, sehingga dia kembali mempertanyakan. “Kita?”

Suaminya melemparkan tatapannya, lalu mengangguk.

Kebingungan kembali menerpanya, bagaimana bisa Arga mau menginap di rumahnya yang kecil ini. Bukankah lebih baik apabila sang suami pulang? Namun meskipun begitu Lalita tetap membawa suaminya masuk dalam kamar miliknya.

Ketika masuk ke dalam kamar Lalita entah apa yang Arga pikirkan, matanya terus saja memutar menelisik barang-barang yang ada di dalam kamar itu.

“Itu tempat tidur kamu?” Pandangan Arga tertuju pada sebuah dipan yang berukuran medium.

“Iya Pak,” jawab Lalita ragu-ragu.

Arga berjalan mendekat, dia segera duduk di tempat tidur milik istrinya.

Wanita itu nampak menatap suaminya, ada rasa tidak enak pada pria yang kini duduk di atas tempat tidurnya. “Maaf Pak Arga, tempat tidur saya mungkin kurang nyaman untuk anda.” 

“Memang, kasur nya sangat keras kecil pula,” Ekspresi Arga kali ini sulit diungkapkan entah mengejek atau bersimpati kepada Lalita.

Agar Arga tidur dengan nyaman, Lalita memasang sprei baru, dia juga memasang tikar untuk dirinya tidur di lantai.

Melihat apa yang dilakukan istrinya, pria itu nampak bersimpati, sehingga dia tidak mengizinkan wanitanya tidur di bawah.

“Tidurlah di tempat tidur,” ujar Arga.

Tentu Lalita menolaknya, “Tidak Pak, biar saya tidur di lantai saja,” Sembari menggelengkan kepala.

Kesal karena niat baiknya ditolak, akhirnya pria itu berujar dingin, “Aku sedang tidak berdiskusi, ini perintah.” Kemudian pria itu merebahkan dirinya. 

Sedangkan Lalita masih terpaku di tempatnya, menatap Arga yang sudah membaringkan diri. “Ada apa dengannya.” Dia menggumam lirih.

Dengan pelan-pelan, Lalita naik ke atas tempat tidur, dia menengok Arga yang membelakanginya kemudian baru perlahan merebahkan diri.

Keesokan harinya, Arga bangun terlebih dahulu saat dirinya hendak bangkit pria itu merasakan berat di bagian perut dan ketika dilihat, ternyata tangan Lalita melingkar di perutnya.

"Apa yang dia lakukan?" Berbisik sendiri sembari berusaha melepas pelukan istrinya.

Setelah dilepas, Lalita kembali memeluknya sehingga membuat pria itu sedikit kesal. “Wanita ini.” 

Helaan nafas terdengar, karena pergerakannya kini keduanya nampak begitu dekat, bahkan wajah Lalita sangat dekat dengan wajahnya. 

Netra pria itu terus menatap wajah istrinya hingga tiba-tiba Lalita membuka mata, tak ingin ketahuan tengah menatap, Arga pura-pura tidur kembali.

Aaaaaaa!

Lalita membungkam mulutnya yang hampir berteriak keras. Bagaimana tidak, tangan Arga sudah membelit tubuhnya.

Pria itu tertidur sambil memeluk Lalita!

“Apa yang aku lakukan?” Dia kembali bergumam mempertanyakan apa yang telah dia lakukan.

Malu dengan perbuatannya, Lalita segera beranjak dari tempat tidur, wanita itu keluar kamar meninggalkan Arga yang pura-pura memejamkan mata.

Diluar, Lalita yang ditemani pelayan sang ibunda berkutat di dapur, dia memasak untuk ibu serta suaminya itu.

Beberapa waktu kemudian, semua makanan telah berpindah tempat, kini saatnya dia membangunkan sang suami.

Ketika masuk ke dalam kamar, Arga terlihat sudah duduk dengan menyibukkan diri dengan ponselnya.

Perlahan wanita itu mendekat, “Pak mari sarapan,” ucapnya pelan agar tidak mengganggu Arga.

Suaminya melemparkan tatapan kemudian mengangguk, “Iya.” 

Seusai makan, mereka berencana untuk kembali, sebenarnya Lalita ingin lebih lama tinggal di rumahnya, tapi dia takut dengan Arga.

Sepulang dari rumah Lalita, Arga terus memegangi perutnya, dia terlihat pucat dan muntah-muntah.

Lalita yang melihat suaminya tentu sangat khawatir meskipun pria itu berlaku kejam terhadapnya apabila sakit begini, dia tetap tidak tega.

“Ambilkan kotak obatku,” titahnya sembari memegangi perut.

Dengan cepat wanita itu mengambil kotak obat dan segera memberikannya kepada Arga.

Waktu berlalu, namun sakit perutnya tak kunjung hilang, sehingga pria itu tak tahan lagi.

Dokter pun dipanggil, dan penjelasan dokter mengenai penyebab sakit perut sang suami semakin membuat Lalita merasa bersalah pasalnya dialah yang tadi memberi Arga makanan pedas.

“Pak, maaf. Saya tidak tahu apabila anda tidak bisa makan pedas.” Lalita menunduk penuh ketakutan.

“Sudah berapa hari dirimu menjadi istriku kenapa masih tidak tahu,” sahutnya lirih.

Ucapan Arga membuat Lalita kesal, “Kenapa anda memakannya jika tidak bisa makan pedas.” 

“Ada ibu bagaimana bisa aku menolak!”

Lalita menatap suaminya tak percaya, tak enak dengan sang mertua dia rela memakan makanan yang tak seharusnya dia konsumsi.

Habis berujar lantang, perutnya semakin sakit bahkan terasa begitu menyiksa sehingga dirinya tidak mau berkata-kata apalagi marah kepada istrinya.

Semalaman Lalita merawat Arga dengan penuh kesabaran bahkan dia sampai begadang demi menjaga suaminya.

“Lihat dia sakit, kasihan juga. Tapi, kalau sedang sehat …. ugh!” Lalita mengangkat tangan seolah ingin memukul Arga yang terpejam. “Andai dia bisa lebih lembut sedikit, saja….”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
virusnya sudah mulai merasuk nih rupanya...️
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Tom and Jerry hihihi
goodnovel comment avatar
Elena
Arga untung banyak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status