Share

Mulai Ada Rasa

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Sudah sampai, ayo turun.” Pria itu berujar lembut dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya.

Wanita di sampingnya segera mengangguk, Namun sebelum turun, dia tak lupa menghapus sisa-sisa air mata yang masih menempel di pelupuk matanya.

Keduanya kini berjalan menuju pintu rumah kemudian mengetuknya.

Lama menunggu, akhirnya pelayan yang dipekerjakan oleh Arga untuk menjaga mertuanya membukakan pintu.

“Ibu mana?” Tanyanya khawatir.

Tak sabar menunggu jawaban pelayan, Lalita menerobos masuk ke dalam rumah, dia segera pergi menuju kamar sang ibunda.

Arga turut menyusul di belakang sang istri.

Melihat ibundanya yang terbaring di tempat tidur Lalita berjalan mendekat. “Ibu….” Dirinya begitu sedih, benar-benar takut terjadi apa-apa dengan ibunya.

Ibunya yang hanya pusing dan kurang enak badan menjelaskan kepada anaknya, beliau juga melarang Lalita untuk bersedih karena kesehatannya baik-baik saja.

Arga melangkahkan kaki mendekat, dia segera menjatuhkan tangannya di bahu sang istri. “Jangan sedih, ibu akan baik-baik saja.”

Tutur kata suaminya begitu lembut entah ini akting atau bukan yang jelas Lalita merasakan ketenangan disana.

Dia mendongakkan kepala menatap sejenak wajah suaminya kemudian mengangguk. “Iya.”

Karena ibunya harus istirahat kembali, Arga mengajak sang istri keluar. Dia takut jika terus diajak bicara kesehatan mertuanya semakin memburuk.

“Biarkan ibu istirahat, lebih baik kita keluar.” Pria itu kembali menatap istrinya.

Seperti di hipnotis oleh tatapan suaminya, wanita itu pun menurut tanpa membantah.

“Pak, apa boleh saya menginap? Saya khawatir dengan keadaan ibu,” sambil menunduk dia bertanya.

Wanita itu meremas tangannya, dia harap-harap cemas menunggu jawaban Sang suami.

“Kita akan menginap,” jawab Arga.

Kata kita membuatnya ambigu, sehingga dia kembali mempertanyakan. “Kita?”

Suaminya melemparkan tatapannya, lalu mengangguk.

Kebingungan kembali menerpanya, bagaimana bisa Arga mau menginap di rumahnya yang kecil ini. Bukankah lebih baik apabila sang suami pulang? Namun meskipun begitu Lalita tetap membawa suaminya masuk dalam kamar miliknya.

Ketika masuk ke dalam kamar Lalita entah apa yang Arga pikirkan, matanya terus saja memutar menelisik barang-barang yang ada di dalam kamar itu.

“Itu tempat tidur kamu?” Pandangan Arga tertuju pada sebuah dipan yang berukuran medium.

“Iya Pak,” jawab Lalita ragu-ragu.

Arga berjalan mendekat, dia segera duduk di tempat tidur milik istrinya.

Wanita itu nampak menatap suaminya, ada rasa tidak enak pada pria yang kini duduk di atas tempat tidurnya. “Maaf Pak Arga, tempat tidur saya mungkin kurang nyaman untuk anda.” 

“Memang, kasur nya sangat keras kecil pula,” Ekspresi Arga kali ini sulit diungkapkan entah mengejek atau bersimpati kepada Lalita.

Agar Arga tidur dengan nyaman, Lalita memasang sprei baru, dia juga memasang tikar untuk dirinya tidur di lantai.

Melihat apa yang dilakukan istrinya, pria itu nampak bersimpati, sehingga dia tidak mengizinkan wanitanya tidur di bawah.

“Tidurlah di tempat tidur,” ujar Arga.

Tentu Lalita menolaknya, “Tidak Pak, biar saya tidur di lantai saja,” Sembari menggelengkan kepala.

Kesal karena niat baiknya ditolak, akhirnya pria itu berujar dingin, “Aku sedang tidak berdiskusi, ini perintah.” Kemudian pria itu merebahkan dirinya. 

Sedangkan Lalita masih terpaku di tempatnya, menatap Arga yang sudah membaringkan diri. “Ada apa dengannya.” Dia menggumam lirih.

Dengan pelan-pelan, Lalita naik ke atas tempat tidur, dia menengok Arga yang membelakanginya kemudian baru perlahan merebahkan diri.

Keesokan harinya, Arga bangun terlebih dahulu saat dirinya hendak bangkit pria itu merasakan berat di bagian perut dan ketika dilihat, ternyata tangan Lalita melingkar di perutnya.

"Apa yang dia lakukan?" Berbisik sendiri sembari berusaha melepas pelukan istrinya.

Setelah dilepas, Lalita kembali memeluknya sehingga membuat pria itu sedikit kesal. “Wanita ini.” 

Helaan nafas terdengar, karena pergerakannya kini keduanya nampak begitu dekat, bahkan wajah Lalita sangat dekat dengan wajahnya. 

Netra pria itu terus menatap wajah istrinya hingga tiba-tiba Lalita membuka mata, tak ingin ketahuan tengah menatap, Arga pura-pura tidur kembali.

Aaaaaaa!

Lalita membungkam mulutnya yang hampir berteriak keras. Bagaimana tidak, tangan Arga sudah membelit tubuhnya.

Pria itu tertidur sambil memeluk Lalita!

“Apa yang aku lakukan?” Dia kembali bergumam mempertanyakan apa yang telah dia lakukan.

Malu dengan perbuatannya, Lalita segera beranjak dari tempat tidur, wanita itu keluar kamar meninggalkan Arga yang pura-pura memejamkan mata.

Diluar, Lalita yang ditemani pelayan sang ibunda berkutat di dapur, dia memasak untuk ibu serta suaminya itu.

Beberapa waktu kemudian, semua makanan telah berpindah tempat, kini saatnya dia membangunkan sang suami.

Ketika masuk ke dalam kamar, Arga terlihat sudah duduk dengan menyibukkan diri dengan ponselnya.

Perlahan wanita itu mendekat, “Pak mari sarapan,” ucapnya pelan agar tidak mengganggu Arga.

Suaminya melemparkan tatapan kemudian mengangguk, “Iya.” 

Seusai makan, mereka berencana untuk kembali, sebenarnya Lalita ingin lebih lama tinggal di rumahnya, tapi dia takut dengan Arga.

Sepulang dari rumah Lalita, Arga terus memegangi perutnya, dia terlihat pucat dan muntah-muntah.

Lalita yang melihat suaminya tentu sangat khawatir meskipun pria itu berlaku kejam terhadapnya apabila sakit begini, dia tetap tidak tega.

“Ambilkan kotak obatku,” titahnya sembari memegangi perut.

Dengan cepat wanita itu mengambil kotak obat dan segera memberikannya kepada Arga.

Waktu berlalu, namun sakit perutnya tak kunjung hilang, sehingga pria itu tak tahan lagi.

Dokter pun dipanggil, dan penjelasan dokter mengenai penyebab sakit perut sang suami semakin membuat Lalita merasa bersalah pasalnya dialah yang tadi memberi Arga makanan pedas.

“Pak, maaf. Saya tidak tahu apabila anda tidak bisa makan pedas.” Lalita menunduk penuh ketakutan.

“Sudah berapa hari dirimu menjadi istriku kenapa masih tidak tahu,” sahutnya lirih.

Ucapan Arga membuat Lalita kesal, “Kenapa anda memakannya jika tidak bisa makan pedas.” 

“Ada ibu bagaimana bisa aku menolak!”

Lalita menatap suaminya tak percaya, tak enak dengan sang mertua dia rela memakan makanan yang tak seharusnya dia konsumsi.

Habis berujar lantang, perutnya semakin sakit bahkan terasa begitu menyiksa sehingga dirinya tidak mau berkata-kata apalagi marah kepada istrinya.

Semalaman Lalita merawat Arga dengan penuh kesabaran bahkan dia sampai begadang demi menjaga suaminya.

“Lihat dia sakit, kasihan juga. Tapi, kalau sedang sehat …. ugh!” Lalita mengangkat tangan seolah ingin memukul Arga yang terpejam. “Andai dia bisa lebih lembut sedikit, saja….”

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Puput
sangat bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
virusnya sudah mulai merasuk nih rupanya...️
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Tom and Jerry hihihi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Mulai Penasaran

    Di pagi harinya Arga bangun terlebih dahulu. Dia yang hendak bangun merasa terkejut dengan keberadaan sang istri yang tidur dengan posisi duduk di samping tempat tidurnya. Wajah Lalita terlihat begitu lelah. “Kenapa dia tidur di sini?” batin Arga, sebelum memorinya memutar kembali kejadian semalam di kala dia kesakitan. Beberapa saat kemudian pria itu tersenyum. Tangan pria itu tergerak menyentuh puncak kepala Lalita. “Demi merawatku, wanita ini rela tidak tidur.” Merasakan sentuhan lembut, mata Lalita terlihat mengerjap-ngerjap. Tak ingin tertangkap basah, Arga segera mengembalikan posisi serta ekspresinya. Saat Lalita membuka mata, hal yang pertama dia pastikan adalah keadaan Arga. "Perut anda apa masih sakit pak?" Tanyanya dengan raut wajah yang khawatir dan ada rasa payah yang juga nampak. “Sedikit.” Tanpa menatap wanita yang berada di sampingnya itu. “Syukurlah Pak,” sahut Lalita senang. "Kalau begitu, saya akan segera siapkan sarapan." Wanita itu segera berjalan menuju

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Siapa yang Menjual Tubuh Ke CEO?

    Pagi harinya, kantor dibuat heboh karena kedatangan Damar, asisten Arga ke divisi kebersihan.“Kenapa asisten CEO yang datang sendiri untuk memecatnya?”“Aku juga heran. Seharusnya, CEO tidak perlu turun tangan untuk hal seperti ini.”Lalita yang saat itu tengah mengambil seragam sempat mendengar kalimat-kalimat keheranan dari rekan kerjanya.Tubuh Lalita bergeming, seiring dengan pikirannya yang terus sibuk. Apakah ini ada kaitannya dengan rekannya yang kemarin merundung dia?Namun, melihat ketidakpedulian Arga dan sikapnya yang buruk, Lalita tentu saja sanksi jika ini semua dilakukan pria itu. Apalagi, hanya karena dirinya.Akan tetapi, alangkah terkejutnya Lalita, ketika dia justru mendapati keterangan yang bertolak belakang dari si empunya perintah langsung.“Teman yang merundungmu kemarin sudah dipecat.” Sontak Lalita menoleh, tatapan heran terlempar begitu saja ke arah sang suami. “Jadi, benar Anda yang memecatnya?” Berbanding terbalik dengan Lalita, saat ini Arga justru terli

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Ini Bukan Cinta, Aku Hanya Kasian

    “Kemarin, kami melihatmu masuk mobil Pak CEO, pasti ingin memberikan pelayanan, kan?”Lalita sontak terdiam. Kemarahan yang semula menggebu-gebu kini hanya tertahan di dada.Dari sekian banyak kata yang bisa Lalita ucap untuk membela diri, karena terhalang oleh perjanjian menutup rapat status pernikahannya … dia hanya mampu berkata, “Aku bukan seperti yang kalian kira!”Dia jelas tidak mungkin mengatakan apabila dia adalah istri CEO-nya. Tidak mungkin juga beralasan Arga mengantarnya pulang, mengingat status mereka di sini hanyalah atasan dan bawahan.“Ya, kami kira semula kamu hanyalah gadis polos!” Sahutan sinis penuh kebencian kembali terdengar. “Tahunya, sungguh wanita murahan!”Setelah memaki dan membuat sakit hati Lalita, rekan-rekannya pun pergi. Air mata wanita itu kemudian mengalir tanpa bisa dicegah. Akan tetapi, karena tidak ingin terlihat lemah dan membenarkan rumor miring itu, dia cepat-cepat menghapus jejak kesedihan di wajah.Rumor yang mencuat dari divisi kebersihan te

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Tantrum

    “Tidak! Kenapa aku ada di sini?!”Di pagi harinya, Lalita begitu panik ketika mendapati tubuhnya berada di atas tempat tidur empuk milik sang suami.Buru-buru wanita itu mengecek pakaiannya. Bukan apa-apa, dia takut sesuatu telah terjadi."Syukurlah," ucapnya lega setelah melihat dirinya masih berpakaian lengkap.Merasa aneh dengan apa yang terjadi, dia pun mengingat-ingat alasan yang membawa tubuhnya berada di sini. Padahal, dia ingat, kemarin dia tidur di sofa.Tak mendapatkan jawaban apapun, akhirnya Lalita bangkit dari tempat tidur cepat-cepat. Saat bersamaan, Arga keluar dari kamar mandi sudah dengan pakaian lengkapnya."Bagaimana rasanya tidur di ranjang mahal?" Pria itu menatap sang istri yang terlihat kebingungan.Dengan gugup, Lalita berujar cepat, "Saya tidak tahu Pak kenapa saya bisa tidur di ranjang anda.""Mungkin kamu bermimpi dan pindah ke ranjangku," sahutnya dengan tersenyum licik.Wanita itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, apa mungkin? pikirnya."Kenapa anda ti

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Bertemu Teman Lama

    Arga terdiam. Melihat kefrustrasian di wajah sang cucu, kakek kembali berucap, “Atau, jadikan saja dia sekretarismu.”Di saat seperti ini, Arga tidak dapat berpikir jernih. “Entahlah Kek.” Cinta adalah hal remeh, tapi mampu membuat orang yang baru merasakannya terombang-ambing tak karuan. “Kakek tau kamu ingin melindungi Lalita, tapi, pikirkan seribu kali langkah yang akan kamu ambil.” Napas panjang nan lelah yang keluar dari bibir Arga menjadi jawaban kemudian. “Baik Kek.” Selepas berbicara dengan kakeknya, pria itu pergi ke kamar. Tidak dipungkiri, usai berbincang dengan kakeknya, ketantrumannya berkurang. Lalita yang tadinya was-was Arga semakin meradang, kini bernapas lega karena wajah pria itu tidak setegang sebelumnya.Keesokan harinya, pria itu mengajak Lalita untuk berangkat bersama, namun kali ini dia menurunkan istrinya tepat di samping gerbang kantor.Wanita itu berdecak, kesal. Pasalnya, karena sudah di wilayah kantor, dia jadi harus waspada sebelum turun dari mobil

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Apa Dia Jadi Aneh?

    Selepas keluar dari ruangan sang CEO, Lalita buru-buru turun untuk menemui Mario yang diminta untuk menunggu di luar gerbang kantor."Kenapa harus menunggu di luar gerbang kantor sih, Ta? Kan bisa bareng dari parkiran?" Pria itu sungguh heran dengan sikap temannya."Kalau CEO tahu kita bisa dipecat," bisiknya lagi, mengulangi kalimat yang serupa dengan kalimat siang tadi."Astaga, sungguh CEO perusahaan ini sudah gila sampai membuat peraturan yang tidak masuk akal," cicitnya pelan-pelan.Lalita tidak menanggapi ucapan sahabatnya itu, dan segera mendorong tubuh Mario agar bergegas. Kalau kelamaan, bisa-bisa mereka benar-benar terpergok Arga!Sementara kedua sahabat itu tengah mengenang kebersamaan, di sebuah restoran mewah, terlihat Arga yang melamun ketika kliennya berbicara.Pikiran pria itu melayang jauh ke sang istri, teringat kembali sikap lucu istrinya. Tak sampai di situ, pria itu bahkan senyum-senyum sendiri.Melihat sikap aneh CEO-nya, Damar yang peka itu mendekatkan diri, kem

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Suamiku Memanggil?

    “Berikan ponselmu.”Arga mengulurkan tangannya ke arah Lalita. Lalita merogoh tasnya. Namun, karena terburu-buru, dia jadi bertindak ceroboh hingga membuat ponselnya jatuh.Layar ponsel pintar berlayar sentuh yang modelnya sudah jadul itu terlihat pecah. Wajah Lalita langsung mendung. Dia memungut ponselnya dengan helaan napas panjang.Arga yang melihat hal itu merasa iba tapi juga sedikit kesal. Lalita terlihat begitu sedih, padahal hanya ponsel yang pecah."Kenapa sesedih itu? Bukankah itu ponsel murahan?" Arga pun berkomentar pedas.Wanita itu menatap suaminya kesal. Bagi Arga mungkin ponsel itu tidak berharga dan barang murah. Akan tetapi, baginya… ponsel itu adalah benda berharga yang ia beli dengan penuh perjuangan.“Murah untuk Anda, tetapi berharga untuk saya, Pak!” sahut Lalita bersungut.Dia jadi kesal, dan langsung pergi ke kamar, meninggalkan Arga yang terpaku sendirian.Nomor ponsel tidak didapat, pria itu justru mendapati kekesalan sang istri. Merasa bersalah, Arga pun

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Belikan Tiket Nonton

    “Apa-apaan dia, menuliskan namanya begini?!”Sebuah kalimat protes langsung Lalita lontarkan tanpa bisa dicegah.Sadar suaranya cukup kencang ketika berkata demikian, dia pun celingukan, memastikan sekitarnya aman, sebelum mengangkat panggilan itu.“Iya, Pak–”“Kenapa lama sekali mengangkat teleponnya?!” Baru saja diangkat suara dingin pria itu menusuk telinganya. Lalita sampai menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga.“M-maaf Pak, saya tidak tahu,” jawabnya tidak memperpanjang omelan Arga. “Ada apa, Pak?” tanyanya lagi.“Tidak ada apa-apa. Aku hanya mengecek, kalau kamu mengerti cara menggunakan ponsel baru itu.”Dua bola mata Lalita berputar. Dia langsung membatin, kesal, karena dengan kata lain Arga pikir dia terlalu bodoh dan gaptek.“Tapi, Pak, sebetulnya tidak perlu membelikan kartu baru. Saya–”“Buang saja kartu lamamu, dan pakai kartu yang aku berikan.” Arga memotong kalimat Lalita dengan cepat.Lalita mengangguk, meski Arga tak bisa melihat. Teringat nama yang tertulis di

Latest chapter

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Dipermainkan

    Malam semakin larut Arga dan wanita memutuskan untuk pulang.Sesampainya di rumah, Lalita meminta Arga masuk terlebih dahulu memastikan keberadaan Lili. "Ah merepotkan sekali!" Gerutu pria itu. Sebenarnya Arga sudah muak kucing-kucingan seperti ini tapi dia tidak memiliki pilihan lain selain melakoni aktingnya sebelum kebusukan Lili terbongkar. "Ayolah Mas." Lalita memelas. "Baik Sayang," lalu keluar dari mobil. Pria itu berjalan menuju kamarnya, untung saja Lalita memintanya masuk terlebih dahulu jika tidak pasti akan kepergok Lili yang kini duduk di sofa."Apa yang kamu lakukan?" tanya Arga menatap Lili dengan tajam."Perut aku sakit Arga karena tadi aku berjalan dari depan Kompleks sampai ke rumah," Dia memasang raut wajah sesedih mungkin untuk menarik simpati Arga. Dari awal Arga yang sudah memperkirakan semuanya hanya bisa terdiam sambil menahan tawa dalam hati. 'Wanita bodoh' batinnya dengan menatap Lili. "Kenapa kamu tidak menghubungi sopir untuk menjemput?" Seolah tak t

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Diajak Keluar

    Pulang dari kerja Arga langsung masuk ke dalam kamar tapi sesaat kemudian dia keluar dengan marah-marah."Terus saja tidur, nggak usah mempedulikan aku!" Suara keras Arga membuat Lili yang duduk tak jauh dari tempatnya segera bangkit dan mendekat. Kemarahan Arga menjadi kesempatan Lili untuk mendekati sepupunya itu."Ada apa Arga? kenapa marah-marah." Suaranya dibuat selembut mungkin agar Arga terpesona. "Aku heran sama Lalita! kerjaannya tidur terus, apa dia tidak memikirkan aku yang baru pulang!" jawab Arga yang masih menunjukkan raut marahnya. Lili menyunggingkan senyuman licik dia berhasil membuat Arga memiliki asumsi buruk kepada Lalita."Entahlah Arga aku terkadang juga heran bahkan aku sudah menasehatinya untuk tidak tidur di saat kamu pulang. Tapi kelihatannya istri kamu suka sekali dengan tidur." Lili terlihat memprovokasi, menjelekkan Lalita di depan Arga. "Aku juga hamil tapi tidak seperti Lalita yang malas." Ucapnya kemudian."Iya dia sangat pemalas bahkan tidak peduli

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Siasat

    Lili dan Arga turun bersama, dan sesampainya di ruang makan Arga nampak mengerutkan alis ketika melihat hidangan yang tersaji di meja makan."Makanan apa yang kamu masak untuk aku?" Raut wajah Arga terlihat tak suka melihat makanan yang Lili masak."Sup ayam dan telur." Wanita itu nampak was-was melihat raut wajah Arga."Aku sedang tidak ingin makan sup buatkan makanan lainnya," ujarnya kemudian yang membuat Lili melongo menatapnya.Hari sudah malam tapi Arga malah memintanya untuk memasak kembali."Tapi Arga, sup ini baru saja aku masak. Sangat enak kok." dia membujuk Arga agar mau memakan sup buatannya.Tapi Arga tetap bersikeras dia tidak ingin makan sup malam ini. "Lalu kamu mau makan apa?" tanya Lili."Buatkan aku nasi goreng seafood, acar mentimun sama wortel dan telur setengah matang." Meskipun permintaannya sudah banyak tapi pria itu masih berpikir seolah ada yang ingin dia tambahkan lagi. "Oh ya jangan lupa sosis dan kerupuknya." Cicitnya kemudian.Lili kembali menatapnya,

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Serasa Di awan

    Sesampainya di rumah Arga mengambil sampel minuman sisa di gelas Lalita. Pria itu segera memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa kandungan apa yang ada di dalam minuman itu. "Besok akan saya kirim hasilnya Pak." Kata Dokter. "Aku hanya memberi kamu waktu satu jam." Agaknya pria itu tidak mau menunggu lebih lama lagi. "Tapi Pak...." Kilatan tatapan menyeramkan segera Dokter dapat sehingga pria paruh baya itu tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pasiennya itu. "Baik Pak, dalam waktu satu jam hasilnya akan saya kirim." Lalu Dokter itu pamit. Arga menunggu hasil pemeriksaan dengan cemas, dia takut apabila ada zat berbahaya yang dikonsumsi sang istri. Sudah lebih dari satu jam namun laporan masih belum dia terima sehingga pria itu menghubungi dokter pribadinya kembali. "Cept kirim hasilnya!" Teriak Arga dalam sambungan telponnya. "Maafkan saya Pak, ada sedikit kendala. Sepuluh menit lagi akan saya kirim." Sahut Dokter itu. Merasa kesal, Arga meletakkan pon

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Aneh

    Wajah memberengut Kania perlahan memudar bahkan kini senyuman tersungging di bibirnya, "Benarkah Mas?" Dia bertanya sambil menatap Damar.Pria itu mengangguk dengan tersenyum pula dia lega karena calon istrinya sudah tidak cemberut lagi iya. "Iya Sayang." Tangan Damar mengelus pucuk kepala kania.Wanita itu pun memeluk calon suaminya sembari berkata. "Maafkan aku Mas yang telah salah paham.""Iya Sayang tidak apa-apa." kemudian dia mengeratkan pelukan mereka."Lain kali tanya dulu jangan langsung mengambil keputusan sendiri seperti ini." Ujar Damar kemudian."Iya Mas Maafkan Aku." Kata Maaf kembali terucap.Hari ini Damar mendapatkan bonus dari Arga, bonus yang cukup besar sehingga bisa memberikan kalung Kania.Rencananya dia akan membeli kalung itu ketika mereka menikah nanti Namun karena ada masalah seperti ini akhirnya Damar pun memutuskan untuk membeli kalung itu hari ini.Di sisi lain Lalita dan Lili telah mengobrol bersama di ruang keluarga. Lili terus menatap Lalita yang asik m

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kania Malu

    Di ruangan CEO Damar turut menyambut kedatangan Bu Indah. Dia dan Arga sama sekali tidak menyangka kalau Bu Indah datang sendiri untuk berterima kasih bahkan dengan penuh terima kasih memakai kalung pemberiannya kemarin."Saya sangat berterima kasih Pak Arga atas hadiah yang sangat mewah ini." CEO wanita itu bergantian menatap Arga dan juga Damar secara bergantian."Jangan sungkan Bu Indah Itu hadiah yang tidak seberapa." Sahut Arga.Keduanya mengobrol dan saling berterima kasih sambil membahas planning kerjasama mereka kedepannya.Tak terasa waktu cepat berlalu sudah waktunya bagi Bu Indah untuk pamit.Selepas kepergian wanita nomor satu itu Damar juga pamit kembali ke ruangannya.Ketika jam makan siang datang Damar datang ke ruangan calon istrinya, pria itu ingin mengajak Kani untuk makan siang. "Ajak saja wanita kamu jangan mengajakku!" Kania merespon ajakan Damar dengan ketus. Kerutan-kerutan di dahi Damar mulai terlihat. Ada apa? dia merasa heran dengan ucapan sang wanita yang a

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Perkara Kalung

    Sepanjang hari Kania gusar karena Damar tak kunjung memberikan hadiah kalungnya. Apalagi ketika jam makan siang Damar justru keluar sendiri tanpa mengajaknya. Kania yang tidak bisa menahan rasa hatinya pergi menemui sang atasan untuk bertanya langsung urusan Damar keluar kantor. "Arga, apa Damar ada meeting dengan klien?" Segera Kania mengeluarkan pertanyaan saat dia memasuki ruangan CEO. Arga yang masih sibuk menatap Kania sesaat lalu dia menggeleng. "Tidak ada meeting?" Sekali lagi Kania memastikan. "Tidak Kania, jika kamu ingin tahu dimana dia sekarang kenapa tidak menelponnya saja!" Merasa terganggu akan pertanyaan Kania, Arga pun sedikit kesal. Wanita itu mengangguk, kemudian dia pamit kembali ke ruang kerjanya. "Apa aku telpon saja ya." Sepanjang lorong menuju ruangannya Kania bergumam. Dia masih ragu antara menelpon Damar atau tidak. Hingga akhirnya Kania memencet kontak Damar. Panggilan tersambung tapi calon suaminya tak kunjung menerima panggilannya. "Dima

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Menginap

    "Kejutan?" Pria itu balik bertanya. "Iya Mas." Jawab Kania sambil tersenyum. Mungkin Damar lupa jadi Kania mengingatkannya tapi calon suaminya yang tidak ingin memberikan kejutan tentu menggelengkan kepala. "Tidak sayang." Raut wajah Kania berubah, 'Tidak' pikirnya. Pikiran wanita itu mulai ramai, "Apa akan diberikan besok?" Dia bermonolog dalam hati. Kania meyakinkan dirinya kembali, mungkin Damar memberikan kalung itu ketika di kantor. Kemudian wanita itu tersenyum dan mengangguk sendiri. Hari sudah larut, sudah waktunya Kania pulang tapi Damar yang masih ingin bersama Kania agaknya enggan membiarkan calon istrinya itu pulang. "Menginap disini saja ya Sayang." Pinta Damar. "Kamu ngawur Mas, nanti Mama dan Papa kalau marah gimana?" Kania menatap Damar. Namun tiba-tiba Kania kepikiran akan kalung tadi, apa mungkin Damar memintanya tetap tinggal karena besok pagi ingin memberikan kalung itu padanya? ah so sweet. Kania begitu bahagia membayangkan hal itu. "Tapi jika k

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Salah Paham Akan Kejutan

    "Pak kerja sama dengan Bu Indah telah terjalin, keuntungan yang mungkin akan kita dapat setelah proyek ini berjalan kira-kira mencapai puluhan milyar bahkan sampai di angka triliun." Damar memberikan laporannya. Senyuman tersungging di bibir Arga, kerja sama dengan semua klien selalu berjalan mulus bahkan keuntungan yang dia dapat tak tanggung-tanggung. Sebagai rasa terima kasih kepada kliennya, Arga memerintahkan Damar untuk memberi hadiah mewah. "Beli hadiah yang disukai wanita Damar." Ujar Arga. "Baik Pak." Damar mengangguk kemudian pamit kembali ke meja kerjanya. Di dalam ruangan rapi itu, Damar memikirkan hadiah apa yang cocok untuk wanita. Perhiasan? mobil? atau apa? lama berpikir akhirnya pilihannya jatuh pada perhiasan.Pria itu bergegas keluar kantor untuk membeli mumpung dia agak longgar. Kalung yang bertaburan berlian menjadi pilihannya, mengingat klien CEOnya adalah seorang wanita dengan usia yang cukup matang."Kalung ini pasti tidak mempermalukan Pak Arga." Meliha

DMCA.com Protection Status